Anda di halaman 1dari 3

Nama Anggota Kelompok 8 :

1. Ainun Muzalifah 3301419096 4. Patriot Ade Susilo 3301419026


2. Triana Choerunisa 3301419040 5. Nurul Wahidah 3301419022
3. Agung Prayogo 3301419030h

Hasil Diskusi Kelompok 8:

Ada berbagai pandangan mengenai moral masing masing pandangan tersebut tidak
ada yang salah karena memiliki dasar dan alasan yang kuat. Perbedaan pendapat juga
dipicu karena beragamnya perilaku perilaku moral yang ada dimasyarakat, sehingga
ada perilaku moral yang memang bersifat absolut, universal, kolektif, namun ada juga
perilaku moral yang sifatnya relatif, terikat ruang dan waktu dan individual.

Dari pandangan yang mengatakan bahwa moral itu bersifat absolut yang
merupakan paham yang percaya bahwa moral memiliki sifat mutlak dan universal,
dimana moral itu berlaku dimana saja dan untuk siapa saja. Moral mengacu pada baik-
buruknya manusia sebagai manusia, jadi bukan mengenai baik buruknya begitu saja,
Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai
manusia. (Franz Magnis S, 1987 : 19).

Menurut perspektif Objektivistik, baik dan buruk itu bersifat pasti atau tidak
berubah. Suatu perilaku yang dianggap baik akan tetap baik, bukan kadang baik dan
kadang tidak baik. Senada dengan pandangan Objektivistik adalah pandangan absolut
yang menganggap Bahwa baik dan buruk itu bersifat mutlak, sepenuhnya, dan tanpa
syarat. Menurut pandangan ini perbuatan mencuri itu sepenuhnya tidak baik, sehingga
orang tidak Boleh mengatakan bahwa dalam keadaan terpaksa, mencuri itu bukan
perbuatan yang jelek.
Contohnya bagaimanapun dan apapun alasannya membunuh adalah berbuatan
yang tidak bermoral. Bagaimanapun berbohong, aborsi, pencurian dan lain-lain yang
bersifat buruk adalah sesuatu yang tidak bermoral apapun alasannya. Dari contoh
tersebut menunjukkan bahwasannya moral bersifat universal dan berlaku untuk semua
orang tidak hanya individu saja.

Kemudian pandangan yang mengatakan bahwa moral itu bersifat relatif yang
merupakan paham yang Percaya bahwa moral itu tidak bersifat mutlak mulai dari
pengetahuan maupun prinsip. Dimana prinsip atau nilai moral dalam masyarakan
berbeda-beda dan untuk situasi yang berbeda pula sesuai dengan lingkungannya.
Dengan demikian, orang cenderung berfikir moralitas adalah hal yang tidak perlu
diperdebatkan karena moral berbeda disetiap tempat.
Pandangan yang menyatakan bahwa persoalan moralitas itu sifatnya relatif, baik
dan buruknya suatu perilaku itu sifatnya “tergantung”, dalam arti konteksnya,
kulturalnya, situasinya, atau bahkan tergantung pada masing-masing individu. Dari
dimensi ruang, apa yang dianggap baik bagi lingkungan masyarakat tertentu, belum
tentu dianggap baik oleh masyarakat yang Lain. Dari dimensi waktu, apa yang dianggap
baik pada masa sekarang, belum tentu dianggap baik pada masa-masa yang lalu. Seperti
contoh laki-laki dan perempuan hidup dalam satu rumah tanpa ikatan perkawinan dan
melakukan hubungan layaknya suami istri di Indonesia merupakan hal yang tidak
bermoral namun dibeberapa Negara seperti Jerman hal tersebut biasa. Contoh lain
proses kremasi mayat bagi beberapa daerah di Indonesia merupakan hal yang wajar
seperti di Bali-Hindu namun bagi orang Jawa-Islam hal itu dianggap tidak bermoral.
Contoh lain pernikahan sesame jenis di Inggris diperbolehkan sedangkan di Indonesia
hal tersebut dilarang dan dianggap tidak bermoral karena melanggar tujuan dari
berkeluarga. Hal ini adalah contoh bahwa moral bersifat subyektif dan terikat ruang dan
waktu.
Salah satu kelemahan dari literatur tentang moral atau etika, terutama yang
bersumber dari literatur Barat adalah kurang adanya klasifikasi moral, etika pada
umumnya tidak membedakan secara jelas antara kesusilaan dan kesopanan. Dua
pandangan tersebut yang saling bertentangan sebenarnya dapat diterima semua, dalam
arti ada prinsip-prinsip moral yang bersifat objektivistik-universal dan ada pula prinsip
moral yang bersifat relativistik-kontekstual. Maksud dari prinsip-prinsip yang bersifat
objektif-universal adalah prinsip-prinsip moral secara obyektif yang dapat diterima
oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun juga. Contohnya yaitu sifat atau kejujuran,
kemanusiaan, kemerdekaan, tanggung jawab, keikhlasan, ketulusan, persaudaraan,
keadilan, dan lain-lain. Sedangkan prinsip moral yang bersifat relativistik-kontekstual
sifatnya tergantung pada konteks kebudayaan atau kultur, sehingga bersifat kultural.
Contohnya adalah etika atau sopan santun orang Jawa atau Minangkabau, serta
berbagai etika terapan.

Sejalan dengan hal ini, Widjaja (1985: 154) mengemukakan bahwa persoalan
moral dihubungkan dengan etik membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun.
Tata susila mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya mengatakan baik, yang
dalam hal ini bersumber dari hati nuraninya, lepas dari hubungan dan pengaruh orang
lain. Tata sopan santun mendorong untuk berbuat baik, terutama bersifat jasmaniah,
tidak bersumber dari hati nurani, untuk sekedar menghargai orang lain dalam pergaulan.
Dengan demikian kesimpulannya adalah, tata sopan santun (moralitas) lebih
bergantung pada konteks lingkungan sosial, budaya, adat istiadat dan sebagainya.

KESIMPULAN

Perbedaan pendapat tentang sifat moral dipicu karena beragamnya perilaku


perilaku moral yang ada dimasyarakat, sehingga ada perilaku moral yang memang
bersifat absolut, universal, kolektif, namun ada juga perilaku moral yang sifatnya
relatif, terikat ruang dan waktu dan individual. Senada dengan pandangan Objektivistik
adalah pandangan absolut yang menganggap Bahwa baik dan buruk itu bersifat
mutlak, sepenuhnya, dan tanpa syarat. Dari dimensi ruang, apa yang dianggap baik
bagi lingkungan masyarakat tertentu, belum tentu dianggap baik oleh masyarakat yang
Lain.

SUMBER :

Chilmy, A. G. (2014). Pengertian Moral. 19–37. http://digilib.uinsby.ac.id

Etika, D. A. N., & Norma, A. N. (1995). Nilai, norma, moral, dan etika. 5.

Novikasari, R. (2019). Pendidikan Moral Dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan


Islam Di Sma Nu Al Ma’Ruf Kudus Tahun Pelajaran 2018/2019.
https://lib.unnes.ac.id/35439/

Anda mungkin juga menyukai