Anda di halaman 1dari 10

LEGENDA PULAU HALANG

Sepasang orang tua mempunyai anak laki-laki yang bernama Alang.Mereka


tinggal di pinggir pantai di daerah Pekaitan, Bagan Siapiapi.Kehidupan mereka sangat
sederhana. Sang bapak bekerja menangkap ikan, sementara sang ibu mencari kayu di
hutan, di dekat kampung mereka. Alang anak yang rajin dan tekun bekerja.Hampir
setiap hari dia ikut pergi ke hutan menemani ibunya mencari kayu bakar untuk
ditukar dengan makanan.Kadang dia membantu bapaknya menjual ikan hasil
tangkapan.Kadang-kadang ikan-ikan itu diawetkan dengan mengasinkannya atau
mengasapinya.
Sejak usia enam tahun Alang sudah ikut berlatih silat di kampungnya. Kecerdasan
dan ketekunannnya berlatih membuatnya dengan mudah menguasai jurus-jurus silat
yang diajarkan guru silatnya.Tidak heran, sekarang Alang sudah dapat mengalahkan
orang yang lebih tua dan lebih besar darinya.Kemampuan silatnya pun kian maju
pesat sehingga dia disegani orang sekampung.
Setelah besar, Alang mulai menggantikan bapaknya pergi mencari ikan ke
laut.Tidak seperti bapaknya, Alang menjual hasil ikannya ke daerah pelabuhan Siak.
Di sana orang lebih ramai sehingga hasil tangkapan ikannnya habis terjual.
Pada suatu ketika, Alang sedang berjualan di pasar yang terletak di pelabuhan
Siak.Pasar yang tadinya hanya ribut oleh suara orang yang sedang tawar menawar
tiba-tiba riuh oleh suara jeritan kesakitan.Ternyata pengacau-pengacau kembali
mengganggu.Mereka sering meminta uang atau barang jualan para pedagang.Kalau
tidak mau atau terlalu sedikit memberi, mereka tidak segan-segan memukul dan
menghancurkan barang dagangan. Bahkan seringkali mereka juga menyakiti sang
pemilik dagangan.
Ketika mereka meminta uang pada Alang, Alang menolaknya.
“Saya belum mendapatkan uang, tuan, saya baru datang,” kata Alang.
“Apa katamu? Kamu tahu siapa kami,” kata mereka berkacak pinggang.Wajah mereka
sangat garang. Di pinggang mereka tersarung pedang besar.
“Tapi saya memang belum mempunyai uang, tuan,” jawab Alang menahan
diri.Sebenarnya dia sudah muak melihat perangai para pengacau, tapi disabar-
sabarkannya hatinya.
Mendengar jawaban Alang, para pengacau itu meradang.Keranjang tempat ikan
Alang ditumpahkannya.Melihat hal itu, kesabaran Alang hilang.Serta-merta
ditendangnya pengacau yang menumpahkan ikannya.Orang itu terpelanting.Melihat
kawannya terpelanting, mereka marah.Mereka berkeliling mengurung Alang.
Alang pun waspada.Dia bersiap-siap untuk melawan tujuh orang pengacau itu.
Pengawal istana yang melihat perkelahian itu memandang kagum pada
kemampuan silat Alang.Mereka pun melaporkan kejadian itu kepada sultan dan
membawa Alang menghadap raja. Setelah mendengar laporan para pengawalnya,
sultan menoleh ke arah Alang.
“Terima kasih, anak muda, kamu telah membantu para pengawal mengamankan
kerajaan ini dari gangguan para pengacau,” kata sultan pada Alang,” Oleh karena itu,
sebagai ucapan terima kasih, apakah yang ingin kau minta?”
“Terima kasih, Tuanku.Kalau diperkenankan, hamba hendak mengabdi kepada Tuanku
Sultan,” jawab Alang.
Raja terlihat manggut-manggut. “Baiklah, Alang, mulai sekarang kamu boleh menjadi
pengawal di istana raja ini. Tugasmu adalah mengamankan kerajaan ini dari gangguan
apa pun,” lanjut sultan.
Mendengar titah sultan, senanglah hati Alang.Keinginanya untuk mengubah
nasib dari penangkap ikan seperti bapaknya atau pencari kayu bakar, seperti ibunya
terkabul sudah.“Terima kasih, Tuanku. Hamba akan bekerja sebaik mungkin,“
jawabnya gembira.
Alang yang rajin dan pintar bersilat membuatnya semakin dipercaya oleh sultan.
Suatu hari sultan menyuruhnya menghadap.
“Alang, sudah bertahun-tahun para pelaut di daerah perairan kerajaan sering
diganggu oleh bajak laut.Dagangan yang dibawa para saudagar kerap dirompak oleh
mereka.Hasil ikan para penangkap ikan pun tidak lepas dari gangguan
mereka.Akibatnya, saudagar-saudagar besar itu, tidak mau lagi berlayar di kerajaan
kita.Oleh karena itu, aku perintahkan kau dan para pengawal lainnya untuk mengusir
bajak laut itu. Besok kalian berangkat,” titah sultan.
“Baiklah Tuanku, segala titah Tuanku akan hamba laksanakan,” kata Alang.
Dengan dipimpin oleh seorang panglima, Alang dan pengawal lainnya pergi berlayar
untuk menumpas bajak laut.Setelah mereka bertemu bajak laut terjadilah
pertempuran yang sangat seru.Kedua belah pihak saling menyerang.Banyak pengawal
dan bajak laut yang terluka, bahkan mati.Akan tetapi, hal itu tidak membuat Alang
takut.Dia terus bertarung dengan gagah berani.Sudah banyak bajak laut yang mati
di tangannya.Panglima pun terluka.Dia menyerahkan kepemimpinan pada Alang.Alang
pun menerima tugas itu dengan penuh tanggung jawab.
Pertempuran itu memakan waktu dua hari dua malam.Akhirnya, bajak laut
yang merasa terdesak melarikan diri dengan kapalnya.
Berita kemenangan itu diterima sultan dengan suka cita.Sebagai rasa terima kasih,
sultan mengagkat Alang menjadi panglima di kerajaannya.Tugasnya yang banyak dan
pangkatnya yang semakin tinggi membuat alang tidak pernah mengunjungi bapak dan
ibunya di kampung.Bahkan pujian yang tidak henti-hentinya membuat Alang lupa
diri.Dia menjadi sombong dan angkuh.
Suatu ketika sang Putri hendak bermain-main menghibur diri.
“Kanda, bosan rasanya adinda di istana terus-menerus.Ingin rasanya adinda melihat
dunia di luar istana ini.Ajaklah adinda berlayar untuk menghibur diri,” ajak Tuan
Putri yang telah menjadi istri Alang itu.
Alang yang sangat mencintai istrinya mengajak berlayar.Segala persiapan
dilakukan.Setelah semua dipersiapkan mereka pun berlayar.
Cuaca sangat bagus.Langit berwarna biru dengan sapuan awan putih yang
bergerombol-gerombol.Ombak sangat tenang.Sesekali terlihat ikan berlompatan di
permukaan laut.
Tanpa disadari kapal itu mendekat ke sebuah pulau.Dari jauh terlihat pulau itu
sangatlah menawan.Pohon-pohon kelapa tumbuh dengan subur.Pantainya berpasir
putih. Mellihat hal itu, Tuan Putri meminta kepada Alang untuk singgah di pulau itu.
“Kanda, lihatlah pulau itu, sangat indah.Adinda ingin bermain-main di pasir putih
itu.Kita singgah ke sana, Kanda,” bujuk Tuan Putri.
Alang resah mendengar permintaan istrinya.Dia tahu, pulau itu adalah
kampung halamannya. Kalau dia berhenti di sana, Alang khawatir penduduk
kampungnya akan mengenalinya. Setelah itu, orang tuanya akan menemuinya. Dia
tidak mau hal itu terjadinya. Dia malu kalau orang-orang apalagi istrinya tahu
keadaan orang tuanya yang sebenarnya.
“Lebih baik kita teruskan perjalanan kita, Dinda. Di pulau lain, pemandangannya jauh
lebih bagus. Kita berhenti di sana saja, Dinda,” jawab Alang keberatan.
“Kanda, Adinda ingin bermain di pulau ini saja,” rajuk Tuan Putri bersikeras.
Akhirnya Alang menyetujui permintaan istrinya walau dengan berat hati.
“Baiklah, Dinda, kita membuang sauh di pulau ini. Nakhoda kita singgah di pulau itu,”
kata Alang kemudian.
Penduduk pulau itu terheran-heran melihat beberapa kapal yang sangat besar
dan bagus singgah di pulau mereka.Oleh karena itu, ramailah orang berkumpul untuk
melihat kapal itu.
Alang dan istrinya berdiri di anjungan kapal.Ketampanan dan kecanntikan mereka
serta pakaian yang mereka kenakan membuat orang-orang yang berdiri di tepi
pantai terkagum-kagum.
Salah seorang dari mereka mengenali Alang.“Bukankah yang laki-laki itu adalah
Alang, kawan kita sewaktu kecil?” tanyanya pada kawannya yang berdiri di
sampingnya.
Kawan yang ditanyai itu melihat lebih seksama pada sosok orang yang berdiri dengan
gagah di anjungan kapal.“Seperti iya, tapi apa mungkin Alang mejadi sekaya itu
sekarang?” katanya balik bertanya.
“Entahlah, tapi aku yakin, dia Alang.Sebaiknya aku beri tahu hal ini pada orang
tua Alang,” katanya.Mereka bergegas pergi ke gubuk Alang.
Sesampainya di depan gubuk Alang, mereka mengetuk pintu gubuk itu. “Pak, Pak
Alang,” panggil mereka. Seorang laki-laki tua ke luar dari gubuk dengan langkah
tertatih-tatih.Dengan suara bergetar dia menjawab panggilan itu. “Ada apa, Nak?”
tanyanya.
“Pak, Alang datang, Pak. Sekarang dia ada di pantai.Dia sudah kaya sekarang, Pak.
Kapalnya besar, istrinya pun cantik,” kata orang itu bersemangat.
Pak Alang terkejut bercampur gembira.Wajah keriputnya terlihat
senang.Tergopoh-gopoh dia pergi ke dapur untuk menjumpai istrinya.“Bu, anak kita
pulang, Bu,” katanya pada istrinya.Pisau yang dipegang istrinya terjatuh.Berita itu
sangat menggembirakan hatinya.Sudah bertahun-tahun dia tidak bertemu dengan
anak satu-satunya itu.Setiap malam dia berdoa semoga anaknya menjadi orang yang
berhasil di rantau orang. Setiap malam pula dia berdoa agar anaknya cepat pulang
karena dia sudah sangat rindu.
“Mana Alang, Pak,” dia bergegas ke ruang depan.
“Alang masih di pantai, Mak. Cepatlah, kita susul dia,” jawab suaminya.
“Baiklah, Pak. Aku akan membawakannya paih dodak panggang keluang kesukaannya.
Pasti sudah lama dia tidak merasakan masakan ini,” kata Mak Alang dalam hati.
Di pantai orang masih ramai memandangi kapal-kapal itu. Hal itu membuat orang tua
Alang mengalami kesulitan untuk mendekat ke kapal.
“Alang, Alang ini, Mak,” seru Mak Alang.
Setelah berkali-kali memanggil, Alang menoleh ke arah suara itu.Dia terkejut
melihat bapak dan ibunya berada di tempat itu. Secepatnya di menoleh ke tempat
lain. Dia berpura-pura tidak mendengar suara Maknya.Dia khawatir istrinya tahu
keberadaan orang tuanya itu.
Mak Alang tidak berputus asa.Dia dan suaminya mengambil perahu kecil yang biasa
dipakai untuk mencari ikan di laut. Mereka mendekati kapal Alang, sambil terus-
menerus memanggil-manggil nama Alang.
Setelah sampai di samping kapal besar itu, Mak Alang berdiri di atas perahu
kecil itu.“Alang, ini Mak kau,” katanya.
Istri alang yang mendengar hal itu, menoleh pada Alang.“Siapa orang tua itu, Kanda?
Mengapa dia mengaku-aku sebagai Emaknya, Kanda?” tanya istri Alang.
Alang gelagapan.Dia malu mengakui bahwa orang tua itu adalah orang tuanya.
“Entahlah Dinda, mungkin dia melilhat Kanda mirip dengan anaknya,” jawab Alang.
“Dinda kira demikian Kanda kerena tidak mungkin Kanda mempunyai orang tua yang
miskin dan jelek seperti itu,” kata istri Alang. “Ya, Dinda,” kata Alang pelan.
“Usirlah mereka Kanda, mereka mengganggu pemandanganku saja,” tambah istri
Alang lagi.
“Pengawal, usir orang tua di atas perahu itu!” perintah Alang pada para pengawal.
“Baiklah Tuanku,” kata pengawal patuh.
Mak dan Bapak Alang menolak untuk pergi dari kapal itu.“Alang, ini Mak dan
Bapak. Apakah kau sudah lupa, Nak?” kata mereka menghiba.
“Aku membawakan makanan kesukaanmu Alang,” kata Mak Alang sambil
memperlihatkan makanan paih dodak panggang keluang yang dibawanya.
“Pergilah kau, perempuan tua.Kau bukan Makku.Aku tidak punya orang tua seperti
kalian,” bentak Alang dengan keras.
Mak dan bapak Alang terkejut mendengar bentakan Akang itu. Mereka tidak
menyangka Alang akan lupa pada mereka, orang tuanya sendiri. Mereka juga tidak
mengerti mengapa Alang bisa berbicara sekasar itu kepada orang yang jauh lebih
tua darinya.
“Alang, ini memang Bapak dan Mak,” kata Bapaknya.
“Hei, orang tua bangka, pergilah kalian dari sini. Jangan ganggu aku,” kata Alang lagi.
Bapak dan Mak Alang sangat sedih mendengar perkataan anaknya. Mereka tidak
menyangka Alang akan menolak kehadiran mereka. Padahal mereka sangat menanti-
nantikan saat pertemuan dengan anaknya.Mereka mengayuh perahu kecil mereka ke
pantai.Airmata Mak Alang jatuh bercucuran.Hatinya sakit diperlakukan seperti itu
oleh anak kandungnya sendiri.Sesampai di pantai Mak Alang memandang kapal
anaknya yang sangat megah.Dilihatnya Alang masih berdiri di atas anjungan dengan
angkuhnya.
“Ya Tuhan, kalaulah orang itu adalah anak yang kukandung selama sembilan
bulan, hukumlah dia karena telah durhaka padaku,” kutuk Mak Alang dengan marah.
Tiba-tiba saja langit menjadi gelap.Laut yang tenang bergelora.Gelombang besar
menghantam kapal Alang.Kapal itu teromabng-ambing dipermainkan gelombang.Jerit
tangis terdengar dari kapal itu.Alang pun sadar bahwa hal itu karena dosanya pada
orang tuanya.Dia pun berteriak memohon ampun pada Maknya.
“Mak, Bapak, maafkan Alang, Alang bersalah,” katanya menghiba. Akan tetapi,
suaranya hilang ditelan bunyi gelombang yang sangat dahsyat.
Orang-orang di pantai hanya terpaku melihat peristiwa yang terjadi. Mereka tidak
tahu apa yang sebenaarnya terjadi. Tak seorang pun yang terpikir untuk membantu
kapal besar itu.Sebuah gelombang susulan membuat kapal itu terbalik dan
menumpahkan segala isinya ke laut.
Mak dan Bapak Alang terpaku melihat peristiwa.Mak Alang tersadar bahwa
peristiwa itu akibat kutukannya pada Alang, anaknya.Dia menangis sekeras-
kerasnya.Dia menyesal telah mengutuk anaknya.
Tanpa diduga kapal besar yang tertelungkup itu perlahan berubah menjadi
sebuah pulau.Melihat hal itu, Mak dan Bapak bergegas masuk ke dalam perahu
kecilnya.Mereka mengayuh perahu itu ke pulau yang baru itu. Mereka berharap akan
menemukan Alang di pulau itu. Akan tetapi, ketika mereka hampir sampai di pulau
itu, tiba-tiba perahu mereka dihadang sebuah gelombang yang cukup besar.Tenaga
mereka yang sudah lemah tidak kuasa mengendalikan perahu itu dan akhirnya
terbalik.Seperti halnya kapal besar yang ditumpangi Alang, perahu kecil itu akhirnya
berubah menjadi sebuah pulau yang lebih kecil dibandingkan pulau sebelumnya.Pulau
besar itu dinamai Pulau Halang besar dan pulau yang lebih kecil dinamai Pulau Halang
kecil.Di pulau kecil itu tumbuh sepasang pohon mempelam.Pohon itu berasal dari
Bapak dan Mak Alang.Pohon Bapak Alang tumbuh dengan batang yang condong ke
arah barat, sementara pohon Mak Alang tumbuh condong ke timur. Kalau pohon itu
berbuah, pohon yang condong ke barat rasanya manis, sementara yang condong ke
timur rasanya masam.
PUISI

Pulau Halang

(Ayu Ning Arsy)


Begitu senangnya bunda berjasa Melahirkan
putra perkasa Dulu kau
membantu ibuTapi kenapa sekarang kau tinggalkan ibu
Sekarang ibu kesepianSudah lama ibu menunggumuIbu ingin bertemu
denganmu anakku

Tapi kenapa kau tidak mengakui ibumu ini


Kau hidup dengan dosa karena harta
Kau anggap aku pengemis tua yang tak berguna
Hancur harapan ibu
Tuhan bila ia memang anakku
Hukumlah ia karena telah durhaka padaku
Sumpah ibu membawa mu ke neraka

Tiba-tiba saja langit menjadi gelap


Laut yang tenang bergelora
Gelombang besar menghantam kapal
Terlungkuplah kapal menjadi pulau besar
Pergilah ibu dan ayah mengayuh kapal
Tapi apa daya mereka tersapu gelombang
Menjadi pulau kecil ditumbuhi sepasang buah mempelam
SYAIR
berawal kisah anak durhakakisah si Alang yang amat murka
anak durhaka yang amat dusta
bunda mengutuk tiada terkira 

Keluarga Alang ternyata kiranyaUntungnya orang tua masih berpunyaHanya harta


yang tak ada Namun itulah
awalnya petaka

Ditengah hidupnya yang kacauAlangke kerajaan untuk merantauKerajaan jauh di


seberang pulauKedua orang tua merasa risau

semakin hari semakin kaya


Alang pun lupa akan kampungnya
lupalah pula akan orangtuanya
orang yang berkorban membesarkan dirinya

Harta dapat istripun dapatSi Alang hidup dengan semangatKepada harta terlalu
terpikat
Pada orang tua tidaklah ingat

suatu hari Alang pun datang


kembali ke kampung seakan pulang
ibunda menjadi teramat senang
rupanya kapal hanya bertandang

Alang durhaka anak celakaTidak ingat pada asalnyaPada ibu bapak ia


durhakaTidak mengaku sebagai anaknya

Terucaplah sumpah ibu kandungnyaurunlah angin begitu kencangnyaHancurkan


segala harta bendanyaHingga hilang tiada bersisa

Disitulah pulau tiba-tiba adaPulau Halang orang menyebutnyaPulau terbentuk dari


kapalnyaKapal si Alang anak durhaka
Tumbuhlah sepasang buah mempelam
buah mempelam manis dan masam
PANTUN
Cukuplah bulan dengan harinya
Seorang putra dilahirnya
Dukun menyambut dengan lembutnya
Hampir si ibu hilang nyawanya

Di Bagansiapiapi ada pulau halang


Penghasil ikan berukuran bosa
Lahirlah anak bernama Alang
Yang didoakan menjadi perkasa

Penghasil ikan berukuran bosa


Ikan dijual di pasa-pasa
Yang didoakan menjadi perkasa
Malah mendatangkan dosa

Bila harta sudah melimpah


Ditambah dengan adanya istri
Itu semua dikatakan berkah
Tapi orang tua tidak diakui

Jalan-jalan ke Bangka Belitung


Ke Bangka Belitung membeli ketam
Datanglah angin puting beliung
Hancurlah kapal kena dihantam

Ke Bangka Belitung membeli ketam


Banyak orang berlalu lalang
Gara-gara kapal kena hantam
Terciptalah pulau halang

Anda mungkin juga menyukai