Anda di halaman 1dari 10

SISTEM KERJA DARI PUSAT PEMBANGKIT TENAGA

LISTRIK SERTA UPAYA SISTEM STABILITAS TENAGA


LISTRIK
Dosen Pengampu Ir. Wiwik Handajadi M.Eng
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi Tugas 1 Mata Kuliah Stabilitas Sistem
Tenaga Listrik

Disusun Oleh :
Naufal Tegar Alintyasto
181048003

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa, Sulawesi Tenggara Tbk


adalah salah satu perusahaan milik negara penghasil tambang berupa nikel,
yang berada di Sulawesi Tenggara dan merupakan penggabungan dari 7
perusahaan negara. Energi listrik di PT. Antam tidak disuplai oleh PLN tetapi
dipasok pembangkit listrik sendiri berupa PLTD yang merupakan milik dari
PT. Wartsila yang telah memiliki kontrak dengan PT. Antam untuk pengadaan
pembangkit ini, dengan kontrak awal pengadaan 6 unit generator dengan
kapasitas masing-masing sebesar 17 MW yang juga dioperasikan oleh
Wartsila sendiri. Hingga saat ini jumlah unit generator yang ada pada PLTD
adalah sebanyak 8 buah.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka dilakukanlah penambahan


beban berupa smelter yang di PT. Antam sendiri diberi nama FENI. Hal ini
dilakukan guna untuk peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi aneka
tambang yang ada di PT. Antam khususnya nikel. Dengan adanya
penambahan beban ini, maka kebutuhan akan listrik pun meningkat untuk
mengimbangi penambahan beban tersebut. Maka dari itu, dibangunlah PLTU
yang diinterkoneksikan melalui jaringan 11 kV. Namun, dengan alasan
keamanan, jaringan 30 kV dibangun. Sehingga saat ini, jaringan interkoneksi
30 kV menjadi jalur utama antara PLTD dengan PLTU (unit pembangkit
baru), sementara jaringan interkoneksi 11 kV menjadi backup. Alasan lain
yang mendasari pembangunan PLTU adalah melakukan penghematan biaya
bahan bakar jika PLTU sudah sepenuhnya beroperasi.

Penambahan unit PLTU ini akan mempengaruhi tingkat kestabilan pada


sistem tenaga listrik di PT. Antam ini. Untuk itu, perlu dilakukanlah uji coba
analisis gangguan, pelepasan beban ataupun pembangkit dari unit PLTU,
untuk mengevaluasi respon dari PLTD. Hal ini dilakukan untuk melihat
keandalan dari PLTD jikalau pada saat operasi penuh dari PLTU, terjadi
gangguan ataupun suplai dari PLTU hilang

Di samping itu, dengan persediaan daya yang dimiliki PT. Antam, selain
cukup untuk memenuhi kebutuhan bebannya sendiri, dan juga dapat
digunakan PLN untuk memenuhi kebutuhan beban yang ada di sekitar PT.
Antam. Sehingga, sangat bisa interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN.
Dengan interkoneksi ini, tentu saja, akan mempengaruhi kestabilan pada
sistem tenaga listrik, baik di PT. Antam sendiri, maupun pada sistem PLN.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Tenaga Listrik

Sistem tenaga listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen
berupa pembangkitan, transmisi, distribusi dan beban yang saling berhubungan dan
berkerja sama untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan sesuai
kebutuhan. Secara garis besar sistem tenaga listrik dapat digambarkan dengan
skema seperti pada gambar berikut:

Fungsi masing-masing komponen secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan


tenaga listrik, yaitu mengubah energi yang berasal dari sumber energi
lain misalnya: air, batu bara, panas bumi, minyak bumi dan lain-lain
menjadi energi listrik.
2. Transmisi merupakan komponen yang berfungsi menyalurkan daya
atau energi dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
3. Distribusi merupakan komponen yang berfungsi mendistribusikan
energi listrik ke lokasi konsumen energi listrik.
4. Beban dalah peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan
energi listrik dari sistem tersebut.

Pada sistem pembangkitan, level tegangan disesuaikan dengan spesifikasi


generator pembangkit yang digunakan, biasanya berkisar antara 11 s/d 24 kV.
Untuk pembangkit yang berkapasitas lebih besar biasanya menggunakan level
tegangan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu
besar. Karena untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir berbanding
terbalik dengan tegangannya. Level tegangan pada pembangkit biasanya tidak
tinggi, karena semakin tinggi level tegangan generator, jumlah lilitan generator
harus lebih banyak lagi. Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan generator
menjadi lebih besar dan lebih berat sehingga dinilai tidak efisien.

Pada sistem saluran transmisi biasanya digunakan level tegangan yang lebih
tinggi. Hal ini karena fungsi pokok saluran transmisi adalah menyalurkan daya,
sehingga yang dipentingkan adalah sistem mampu menyalurkan daya dengan
efisiensi yang tinggi atau rugi-rugi daya dan turun tegangannya kecil. Upaya yang
dilakukan lebih kecil. Level tegangan saluran transmisi lebih tinggi dari tegangan
yang dihasilkan generator pembangkit. Tegangan saluran transmisi umumnya
berkisar antara 70 s/d 500 kV. Untuk menaikkan tegangan dari level pembangkit ke
level tegangan saluran transmisi diperlukan transformator penaik tegangan.

Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah dari
tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh masing-
masing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya yang
disalurkan saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan pelanggan
atau pengguna energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang sering
digunakan ada dua macam, yaitu 20 kV untuk jaringan tegangan menengah (JTM)
dan 220 V untuk jaringan tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan
gardu induk yang berisi trafo penurun tegangan untuk menurunkan tegangan dari
saluran transmisi ke tegangan distribusi 20 kV. Diperlukan juga trafo distribusi
untuk menurunkan tegangan dari 20 kV ke 220 V sesuai tegangan pelanggan.

Level tegangan beban pelanggan menyesuaikan dengan jenis bebannya,


misalnya beban industri yang biasanya memerlukan daya yang relatif besar
biasanya menggunakan tegangan menengah 20 kV, sedang beban rumah tangga
dengan daya yang relatif kecil, biasanya menggunakan tegangan rendah 220 V.

B. Saluran Transmisi

Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa
sejumlah konduktor yang dipasang membentang sepanjang jarak antara pusat
pembangkit sampai pusat beban. Fungsinya yaitu untuk mengirimkan energi
listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban.

Macam-macam saluran transmisi:

➢ Saluran udara: Kawat atau kondutor telanjang (tanpa isolasi)

yang digantung dengan ketinggian tertentu pada tower dengan

menggunakan isolator.
➢ Saluran bawah tanah: kabel atau konduktor berisolasi yang
ditanam dalam tanah dengan kedalaman tertentu.
➢ Saluran bawah laut: kabel atau konduktor berisolasi yang diletakkan
di dasar laut.
Saluran transmisi biasanya digunakan untuk mengirimkan daya listrik untuk
jarak yang relatif jauh. Dari ketiga jenis saluran transmisi, paling banyak digunakan
adalah saluran udara, karena lebih ekonomis. Biaya pembangunan saluran udara
relatif lebih ringan dibandingkan dengan jenis yang lain, karena menggunakan
penghantar yang telanjang atau tidak berisolasi, sedang jenis yang lain harus
menggunakan penghantar berisolasi.
C. Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang
berupa jaringan penghantar yang menghubungkan antara gardu induk pusat
beban ke pelanggan. Fungsinya yaitu mendistribusikan energi listrik ke
pelanggan sesuai kebutuhan.

Jaringan distribusi dalam operasinya tidak bisa dipisahkan dengan gardu


induk distribusi. Gardu induk distribusi ada yang berada di ujung saluran
transmisi, yang berfungsi mengatur distribusi daya yang diterima dari saluran
transmisi sekaligus menurunkan tegangan dari level saluran transmisi ke level
jaringan distribusi. Gardu induk juga ada yang berada di antara jaringan
distribusi yang berfungsi untuk membagi aliran daya dan menurunkan
tegangan distribusi ke tegangan rendah.

PELANGGA
GARDU N
INDUK TRAFO
DIST PELANGGA
N

PELANGGAN TRAFO PELANGGA


DISTR N
PELANGGA
N
Skema Jaringan Distribusi

D. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik

1. Kestabilan Tegangan

Kestabilan tegangan berkaitan dengan kemampuan suatu sistem daya


untuk menjaga tegangan tetap stabil pada semua bus dalam sistem pada
kondisi operasi normal dan setelah terjadi gangguan. Ketidakstabilan yang
terjadi akan mengakibatkan tegangan turun atau tegangan naik pada beberapa
bus. Akibat yang mungkin timbul dari ketidakstabilan tegangan adalah
hilangnya beban di daerah dimana tegangan mencapai nilai rendah yang tidak
dapat diterima atau hilangnya integritas sistem daya. Faktor utama yang
menyebabkan ketidakstabilan tegangan biasanya jatuh tegangan yang terjadi
ketika aliran daya aktif dan reaktif melalui reaktansi induktif yang terkait
dengan jaringan transmisi, dimana hal ini membatasi kemampuan jaringan
transmisi untuk mentransfer daya.

Masalah kestabilan tegangan biasanya terjadi pada sistem dengan


pembebanan yang besar. Ketidakstabilan tegangan dapat menginisiasi
terjadinya runtuh tegangan. Gangguan yang menyebabkan runtuh tegangan
dapat dipicu oleh beberapa hal, seperti naiknya beban atau gangguan besar
yang muncul secara tiba-tiba. Masalah yang paling mendasar adalah
lemahnya sistem tenaga listrik. Di samping kekuatan jaringan transmisi dan
kemampuan transfer daya, faktor-faktor yang berkontribusi dalam fenomena
runtuh tegangan (voltage collapse), antara lain batas kendali tegangan / daya
reaktif generator, karakteristik beban, karakteristik kompensator daya reaktif,
dan aksi dari divais kendali tegangan seperti transformator on-load tap
changer.

a. Kestabilan tegangan (voltage stability) adalah kemampuan dari sistem


tenaga listrik untuk mempertahankan tegangan pada seluruh bus
dalam sistem agar tetap berada dalam batas toleransi tegangan, baik
pada saat kondisi normal maupun setelah terkena gangguan.

b. Runtuh tegangan (voltage collapse) adalah proses dimana


ketidakstabilan tegangan berakhir pada nilai tegangan yang sangat
rendah pada bagian penting dari sistem tenaga listrik.

c. Keamanan tegangan (voltage security) adalah kemampuan dari sistem


tenaga listrik, tidak hanya untuk beroperasi stabil, tetapi juga tetap
stabil (selama sistem proteksi tetap bekerja untuk mempertahankan
tegangan) setelah terjadi gangguan atau perubahan keadaan sistem
yang signifikan.

2. Kestabilan Frekuensi
Pada sistem tenaga listrik, frekuensi merupakan indikator dari
keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem.
Frekuensi sistem akan turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau
kelebihan beban. Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan
kegagalan-kegagalan unit-unit pembangkitan secara beruntun yang
menyebabkan kegagalan sistem secara total. Pelepasan sebagian beban secara
otomatis dengan menggunakan rele frekuensi (under frequency relay) dapat
mencegah penurunan frekuensi dan mengembalikannya ke kondisi frekuensi
yang normal. Dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik dan
dengan adanya pembangkit-pembangkit baru yang masuk dalam sistem
interkoneksi, maka penyetelan rele frekuensi sudah perlu ditinjau kembali.

Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting
untuk dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi
berkaitan erat dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang
berkualitas bagi konsumen. Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas
baik akan menhindarkan peralatan konsumen dari kerusakan (umumnya alat
hanya dirancang untuk dapat bekerja secara optimal pada batasan frekuensi
tertentu saja 50 s.d 60 Hz).

Anda mungkin juga menyukai