Oleh :
Echa Putri Ayu Rimadhona MZ, S.Ked
2011901010
Pembimbing:
dr. Inggrit Anggraini, M.BIOMED, Sp.A
1)
Program Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang 2)Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab
utama penyakit akut dan kematian pada bayi di seluruh dunia. Persentase ISPA
(tahun 2017) pada anak usia 12-59 bulan di Kota Padang adalah 26,5% dan
Puskesmas Andalas 33,2%. ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kondisi
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko ISPA pada
balita di Padang, Indonesia.
Subjek dan Metode : Penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol yang
dilakukan di Puskesmas Andalas, Padang, Indonesia. Sampel yang digunakan
yaitu 90 anak dengan rentang usia 12-59 bulan. Variabel terikat adalah ISPA.
Variabel bebas adalah kelembaban, ventilasi rumah, kepadatan hunian, asap rokok
dalam ruangan. Data status ISPA diambil dari rekam medis. Variabel lain diukur
dengan angket dan lembar observasi. Data dianalisis dengan regresi logistik
ganda
Hasil : Ventilasi yang buruk (OR = 11,73; CI 95% = 2,16-63,86; p = 0,004),
kepadatan hunian tinggi (OR = 21,99; CI 95% = 3,75-129,04; p = 0,001), dan asap
rokok dalam ruangan (OR = 5,09; 95 % CI = 1,06-24,34; p = 0,042), dapat
meningkatkan risiko ISPA pada balita dan bermakna secara statistik.
Kesimpulan : Ventilasi yang buruk, kepadatan hunian tinggi, asap rokok dalam
ruangan, dan kelembaban udara yang tinggi meningkatkan risiko ISPA pada
balita.
Kata Kunci : Infeksi saluran pernafasan akut, kepadatan hunian, kelembaban
udara, balita
A. LATAR BELAKANG
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi penyebab
utama penyakit akut di seluruh dunia dan penyebab kematian pada bayi.
Sekitar 3,9 juta anak meninggal setiap tahun akibat ISPA (Taksande dan
Yeole, 2015). ISPA terdiri dari infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi
saluran pernafasan bagian bawah yang tergantung dari daerah saluran
pernafasan yang terkena (Nandasena et al, 2013). 40% - 60% kunjungan
pasien ke Puskesmas dan 15% -30% kunjungan pasien ke rumah sakit
adalah kasus ISPA dengan episode 3-6 (Kemenkes, 2012).
ISPA disebabkan oleh bakteri dan virus. Kelompok bakteri
termasuk yang umum yaitu Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus
aureus, Pneumococci, Haemophilus influenzae tipe b (Hib), Bordetella,
Korinebakteri dan spesies bakteri lainnya. Virus penyebab ISPA adalah
Mikovirus, Adenovirus, Corona-virus, Phorornavirus, Mycoplasma,
Herpes-virus, pernapasan virus syncytial (RSV), virus campak, virus
parainfluenza manusia tipe 1,2 dan 3 (PIV) -1, PIV-2 dan PIV-3),
influenza virus dan virus varicella (Fakunle, 2012).
Pemerintah berupaya memberantas ISPA dengan pendekatan
Manajemen Terintegrasi pendekatan Penyakit Anak untuk dapat
melakukan skrining penyakit yang memerlukan perawatan segera agar
angka kematian dapat dikurangi dan mampu menyaring kondisi yang
hanya membutuhkan perawatan di rumah. Keberhasilan ini bergantung
pada jumlah faktor risiko dan modifikasi faktor risiko (Wantania et al.,
2008).
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus
ISPA adalah kualitas udara yang rendah baik di dalam maupun di luar
rumah secara biologis, fisik dan kimiawi. Kualitas udara pada ruang rumah
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain struktur bangunan, kepadatan
hunian dan juga aktivitas dalam rumah seperti perilaku merokok di dalam
rumah (Kemenkes, 2011). Hampir 90% masyarakat menghabiskan waktu
dan beraktivitas di dalam ruangan terutama balita sehingga terkait dengan
risiko pencemaran udara dalam ruangan (Kemenkes 2011, Sati dkk,
2015).
Kelembaban dan kepadatan hunian memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian ISPA pada bayi (Rosdiana dan Hermawati,
2015). Adanya asap dalam ruangan merupakan faktor risiko terjadinya
ISPA (Yadav et al, 2013). Suhu ruangan yang tidak memenuhi persyaratan
memiliki risiko 2,29 kali lebih besar untuk mengalami ISPA dibandingkan
suhu ruangan yang memenuhi persyaratan (Sati et al., 2015).
Rumah merupakan bagian dari lingkungan yang mempengaruhi
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Komponen rumah terdiri dari
dinding, lantai, ventilasi, penerangan dan kepadatan penghuni (Masfufatun
et al., 2016; Depkes, 2007). Rumah yang tidak sehat dapat menyebabkan
tingginya koloni bakteri di rumah pada kelompok kasus (Fakunle, 2012;
Ana et al., 2013).
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Sanitasi
Udara di Ruang Rumah menetapkan persyaratan kualitas udara di ruang
rumah secara biologis, fisik, dan kimiawi. Secara biologis, ruang dengan
udara dalam keadaan sehat rumah harus bebas dari kuman udara
maksimal <700 CFU/m3. Kualitas fisik terdiri dari suhu udara,
penerangan, dan kelembaban.
Berdasarkan data Riskesdas 2013, Sumatera Barat menempati
urutan ke-10 dengan prevalensi ISPA tertinggi di Indonesia (25,7%).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2017, proporsi
ISPA pada bayi di Kota Padang sebesar 26,5%. ISPA pada balita tertinggi
di Puskesmas Andalas dengan jumlah 2.821 kasus (33,2%).
Kepemilikan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Andalas
masih rendah. Dari 15.393 rumah yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Andalas, 2.400 (15,6%) rumah yang diperiksa syarat kesehatannya dan
dinyatakan memenuhi syarat kesehatan dari 2.101 rumah sehat (87%),
sedangkan target 100% (Andalas Health Center, 2016).
B. SUBYEK DAN METODE
1. Desain Studi
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain case
control. Penelitian dilakukan di Puskesmas Andalas Padang, Indonesia.
2. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah anak-anak di Padang, Indonesia. Sampel
sebanyak 90 anak usia 12-59 bulan. Pemilihan sampel menggunakan
metode random sampling.
3. Instrumen Penelitian
Data kuman udara diukur dengan water volume sampler. Data
pencahayaan diukur dengan lux meter. Kelembaban dan suhu udara
diukur dengan thermohygrometer. Data dianalisis dengan regresi
logistik ganda.
C. HASIL
1. Karakteristik subjek
Distribusi frekuensi karakteristik subjek penelitian adalah sebagian
besar berusia <32 tahun pada 49 orang (54,4%), pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) (46,7%) pekerja swasta dan ibu rumah tangga
dengan proporsi yang sama yaitu 26 orang (28,9%).
Tabel 1. Karakteristik Subjek
Variabel n %
Usia
< 32 tahun 49 54.4
≥ 32 tahun 41 45.6
Pendidikan
Lulusan SMP 8 8.9
Lulusan SMA 42 46.7
Lulusan Kuliah 40 44.4
Pekerjaan
PNS/Prajurit 10 11.1
Pekerja Swasta 26 28.9
Pengusaha Swasta 25 27.8
Tenaga Kerja 2 2.2
Ibu Rumah Tangga 26 28.9
Asisten Rumah Tangga 1 1.1
ISPA
Variabel Total
ATAU 95% CI P
Independen Kasus Kontrol
n % n % n %
Jumlah Kuman Udara
Tinggi 31 73.8 11 26.2 42 100
6.84 2.71 -17.31 0.001
Rendah 14 29.2 34 70.8 48 100
Suhu
Rendah 14 66.7 7 33.3 21 100
2.45 0.88 -6.86 0.135
Tinggi 31 44.9 38 55.1 69 100
Kelembaban
Tinggi 32 76.2 10 23.8 42 100
8.62 3.32 -22.36 0.001
Rendah 13 27.1 35 72.9 48 100
Pencahayaan
Rendah 24 64.9 13 35.1 37 100
2.81 1.18 -6.72 0.032
Tinggi 21 39.6 32 60.4 53 100
Asap Rokok dalam Ruangan
Iya 30 61.2 19 38.8 49 100
100 1.16 -6.45 0.034
Tidak 15 36.6 26 63.4 41 100
Lantai
Buruk 20 58.8 14 41.2 34 100
100 0,75 -4.20 0.277
Baik 25 44.6 31 55.4 56 100
Dinding
Buruk 26 61.9 16 38.1 42 100
100 1,06-5.80 0.057
Baik 19 47.3 29 52.7 48 100
Ventilasi
Buruk 35 77.8 10 22.2 45 100
100 4.53-33.10 0.001
Baik 10 22.2 35 77.8 45 100
Kepadatan Tempat Tinggal
Tinggi 33 71.7 13 28.3 46 100
100 2.69-17.04 0.001
Rendah 12 27.3 32 72.7 44 100
D. PEMBAHASAN
1. Hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA
Kepadatan tempat tinggal berhubungan positif dengan kejadian
ISPA. Penelitian ini sejalan dengan Syahidi (2013) di Tebet, Jakarta
Selatan, bahwa ada pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA
(OR = 5,59; CI 95% = 2,16-14,50). Kepadatan hunian adalah rasio total
luas lantai ruangan dibagi jumlah penghuni, minimal 8m 2 /orang. Area
kamar tidur yang direkomendasikan adalah 8m2 /dua orang dan tidak
dianjurkan untuk tidur dalam satu kamar, kecuali anak di bawah usia 5
tahun (Departemen Kesehatan, 2007). Sedangkan kepadatan hunian
pengamatan di lapangan adalah 7,49 m2, Artinya rumah di Puskesmas
Andalas memiliki hunian yang padat.
Kepadatan tempat tinggal dapat mempengaruhi kelembaban, hal
ini dikarenakan jumlah penghuni yang banyak sehingga dapat
meningkatkan jumlah uap air dan Co2 yang mengurangi kadar oksigen
dan memiliki dampak pada penurunan kualitas udara ruangan
(Wulandari, 2013).
Kepadatan ruangan juga mempengaruhi suhu ruangan yang
disebabkan oleh pelepasan panas yang akan meningkatkan kelembapan
akibat uap air dari pernafasan. Bangunan sempit yang tidak sesuai
dengan jumlah penghuni akan mengakibatkan kekurangan oksigen di
dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh penghuni menjadi menurun,
dan dapat mempercepat resiko penyakit pernafasan seperti ISPA
(Affandi, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sati et.al tahun 2015
di Kabupaten Ogan Hilir yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA
(OR=6.61; 95% CI=1,02-42,82). Kepadatan tempat tinggal merupakan
prasyarat untuk proses penularan penyakit. Kepadatan hunian di dalam
rumah sangat penting untuk diperhatikan, hal ini dikarenakan jumlah
penghuni yang banyak di dalam rumah akan mempercepat terjadinya
pencemaran udara dalam penyebaran mikroorganisme di sekitar rumah
(lingkungan Hidup).
E. KESIMPULAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi penyebab
utama penyakit akut di seluruh dunia dan penyebab kematian pada bayi.
ISPA disebabkan oleh bakteri dan virus. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kota Padang tahun 2017, proporsi ISPA pada bayi di Kota
Padang sebesar 26,5%. ISPA pada balita tertinggi di Puskesmas
Andalas dengan jumlah 2.821 kasus (33,2%).
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
peningkatan kasus ISPA diantaranya yaitu kualitas udara yang rendah
baik di dalam maupun di luar rumah. Kualitas udara pada ruang rumah
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain struktur bangunan,
kepadatan hunian dan juga aktivitas dalam rumah seperti perilaku
merokok di dalam rumah.
Pada penelitian ini terdapat hubungan antara kepadatan hunian,
ventilasi rumah dan asap rokok dalam ruangan dengan kejadian ISPA
pada balita di Padang, Indonesia
DAFTAR PUSTAKA