Anda di halaman 1dari 18

I.

KONSITUSI

1. Pengertian Konsitusi

Secara sederhana konsitusi merupakan hukum dasar yang memuat aturan


pokok/aturan-aturan dasar negara

Konstitusi berasal dari kata Constitution(Eng), Constitutie (Ned), dan Constituer


(Fra) yang berarti membentuk , menyatakan atau menyusun. Dalam bahasa Indonesia,
konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD .

Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang
disebut negara .Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu
negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk, memerintah dan mengatur
negara baik yang tertulis maupun tidak.

Pengertian Konstitusi Dalam perkembangannya ,istilah konstitusi mempunyai 2


pengertian, yaitu :
A.Pengertian Luas : (Oleh Bolingbroke) Konstitusi adalah keseluruhan dari ketentuan
- ketentuan dasar atau hukum dasar.
B.Pengertian Sempit : (Oleh Lord Bryce) Konstitusi berarti piagam dasar atau UUD,
yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar
negara.
Namun sesungguhnya pengertian konstitusi berbeda dengan Undang Undang Dasar.
Menurut :
1. L.J. Apeldoorn
a. UUD hanyalah sebatas hukum tertulis
b. Konstitusi mencakup hukum dasar yang tertulis ….maupun tidak tertulis.
2. Herman Hemler
a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik didalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan, belum dalam artihukum. Konstitusi masih merupakan pengertian
sosiologis atau politik.
b. Setelah orang mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi , maka konstitusi menjadi
suatu kaidah hukum (recht verfassung).
c. Kemudian orang mulai menulisnya kedalam suatu naskah sebagai undang-undang
yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Jadi jika pengertian UUD itu harus dihubungkan dengan pengertian konsitusi
maka arti UUD itu baru merupakan sebagian dari pengertian konsitusi yang ditulis.
Sedangkan konsitusi itu sebenarnya tidak hanya berupa yuridis akan tetapi juga sosiologi
dan politis. Suatu hukum dasar memerlukan 2 syarat.

1
a. bentuknya, naskah tertulis yang merupakan undang-undang tertinggi yang berlaku
dalam suatu Negara
b. syarat isinya, isinya merupakan peraturan yang mengandung arti bahwa maslah yang
penting harus dimuat dalam konsitusi atau semua hal-hal yang bersifat pokok

2. Nilai Konsitusi (Karl Loewenstein)

Menurut karl Loewenstein, bahwa ada tiga jenis penilaian konsitusi. Yaitu :
a.Nilai normatif: apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi
juga merupakan suatu kenyataan (reality). Dalam arti sepenuhnya dan
efektif dengan perkataan lain konsitusi itu dilaksanakan secara murni dan
konsekuen
b.Nilai nominal: bahwa konstitusi secara hukum berlaku , namun berlakunya tidak
sempurna karena ada pasal-pasal tertentu yang dalam kenyataan tidak
berlaku. Ketidaksempurnaan berlakunya konsitusi ini jangan dikacaukan
bahwa seringkali suatu konsitusi yang tertulis berbeda dari konsitusi yang
dipraktekkan
c.Nilai semantik: konstitusi secara hukum tetap berlaku tetapi dalam kenyataannya hanya
sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk
melaksanakan kekuasaan politik.

3. Sifat Konsitusi

a.Fleksibel (luwes), konstitusi bila perubahannya mudah dan tidak diperlukan cara yang
istimewa (sama dengan cara merubah UU biasa), maka konstitusi termasuk fleksibel.
b.Rigid (kaku), konstitusi bila perubahannya sangat sukar dan diperlukan cara
istimewa(tidak sama dengan cara merubah UU biasa), maka konstitusi tersebut
termasuk kaku.

4. Sejarah UUD 1945


Pada 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk panitia sembilan untuk
merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah
dihilangkannya anak kalimat 'dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-
pemeluknya' , maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah pembukaan UUD 1945.
Disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).Pada 29 Agustus 1945, pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Naskah rancangan UUD 1945 disusun pada masa sidang ketua
Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Masa sidang ke-2 pada 10-
17 Juli 1945 dan Pada 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-
undang Dasar Republik Indonesia.
2
Adapun periode berlaku UUD 1945 hingga Periode Perubahan UUD 1945 :

1. Periode Berlakunya UUD 45 (18 Agustus 45 - 27 Desember 49)


Pada 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena
Indonesia disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat
Wakil Presiden Nomor X, pada 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan
legislatif diserahkan kepada Komite Nasional Indoesia Pusat (KNIP), karena MPR dan
DPR belum terbentuk. Pada 14 November 1945, dibentuk Kabinet Semi-Presidensial
(Semi Parlementer) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama
dari sistem pemerintah Indonesia terhadap UUD 1945.
2. Periode Berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 49 - 17 Agustus 50)
Pada masa ini, sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer. Bnetuk
pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari
negara-negara, yang masing-masing memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus
urusan dalam negerinya. Hal ini merupakan perubahan UUD 1945 yang
mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.
3. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 50 - 5 Juli 59)
Pada periode UUDS 1950, diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang
sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini kabinet silih berganti, akibatnya
pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan
kepentingan partai atau golongannya.Rakyat Indonesia kemudian sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok karena aturan pokok itu mengatur
bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan Indonesia.
4. Periode Kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 59 - 1966)
Pada Sidang Konstituante 1959, banyak kepentingan partai politik sehingga gagal
menghasilkan UUD baru. Maka pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan
Dekrit Presiden yang salah satu isinya, memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai
undang-undang dasar, menggantikan Undang-undang Dasar Sementara 1950.
Namun dalam pelaksanaanya ada 2 penyimpangan UUD 1945, di antaranya :

 Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta wakil ketua
DPA menjadi Menteri Negara.
 MPRS menetapkan Sukarno sebagai presiden seumur hidup.

5. Periode UUD 1945 Masa Orde Baru (11 Maret 66 - 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan
UUD 1945, dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 menjadi konstitusi yang sangat 'sakral', di antara
melalui sejumlah peraturan :Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan
bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnya.Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang

3
Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah
UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaanKetetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
6. Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999
Pada masa ini dikenal dengan masa transisi, yaitu masa sejak Presiden Soeharto
digantikan oleh B.J. Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
7. Periode Perubahan UUD 1945
Tujuan perubahan UUD 1945 adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak
mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan
kesatuan, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 1-4 kali amandemen yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR :
a.Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999 = Perubahan Pertama UUD 1945
b.Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2002 = Perubahan Kedua UUD 1945
c.Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001 = Perubahan Ketiga UUD 1945
d.Sidang Tahun MPR 2002, 1-11 Agustus 2002 = Perubahan keempat UUD 1945
II. SUMBER-SUMBER HUKUM TATA NEGARA

1. Pengertian Sumber Hukum


Dalam bahasa Inggris, sumber hukum itu disebut source of law. Perkataan
“sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan
hukum”, ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal
basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau
perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara
hukum. Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian
tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal. Dalam Pasal 1
Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 ditentukan bahwa: Sumber hukum adalah sumber
yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan;
Akan tetapi, dalam pandangan Hans Kelsen dalam bukunya “General Theory of
Law and State”, istilah sumber hukum itu (sources of law) dapat mengandung banyak
pengertian, karena sifatnya yang figurative. sources of law juga dapat dikaitkan dengan
cara untuk menilai alasan atau the reason for the validity of law. Semua norma yang
lebih tinggi merupakan sumber hukum bagi norma hukum yang lebih rendah. Oleh
karena itu, pengertian sumber hukum (sources of law) itu identik dengan hukum itu
sendiri (the source of law is always itself law).
Menurut R. Suroso dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2005:117-118)
Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat

4
dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi
yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

2. Sumber Hukum Formil dan Materil


Menurut R. Suroso dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2005:118).
Mengenai macam-macam sumber hukum Sudikno menyebutkan sumber hukum dibagi
menjadi dua yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materil.
1.  Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal yakni :

a. Undang-Undang
Undang-undang atau legislasi adalah hukum yang telah disahkan oleh
badan legislatif atau unsur ketahanan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-
undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi
untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk
menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk
mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif
(misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas
di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamendemen (diubah)
sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.
b. Traktat
Traktat atau perjanjian internasional (bahasa Inggris: treaty, bahasa
Prancis: traité) adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum
internasional oleh beberapa pihak yang utamanya adalah negara, walaupun ada
juga perjanjian yang melibatkan organisasi internasional. Traktat merupakan salah
satu sumber hukum internasional
c.  Konvensi
Tatanan kebiasaan merupakan tatanan yang norma-normanya sangat dekat
dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan
masyarakat yang begitu rumit, kompleks dan selalu berubah-ubah, sedangkan
undang-undang yang berlaku secara positif dan telah terkodifikasi belum tentu
dapat memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan masyarakat.
d.Doktrin
Doktrina berasal dari kata doctor, yang dalam bahasa latin berarti : Guru,
Doctrina berarti apa yang telah diajarkan guru atas dasar ilmu. Dari asal kata
doktrina itu, dapatlah kita ambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan
doktrina adalah hukum yang diciptakan oleh orang-orang cerdik pandai.
e .Yurisprudensi (keputusan hakim)

5
Yurisprudensi adalah proses penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim
berdsarkan kasus kasus kongkrit yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian
menjadi preseden bagi kepuutusan keputusan hakim selanjutnya.
2. Sumber Hukum Materil
Sumber hukum materil merupakan faktor yang membantu pembentukan
hukum misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi,
tradisi (kriminologi, lalu-lintas), perkembangan internasional, keadaan geografis.
Dengan luasnya pengertian sumber hukum materiil tersebut, ada beberapa
sumber hukum materiil yang populer dan lazim dikenal dalam ilmu hukum. Sumber
hukum materiil tersebut antara lain:
a.  Dasar atau pandangan hidup suatu bangsa (philosophy grondslag)
Dasar atau pandangan hidup suatu bangsa merupakan salah satu sumber
hukum materiil terpenting. Pandangan hidup suatu bangsa yang kemudian menjelma
menjadi jiwa/semangat suatu bangsa (volksgeist) mempengaruhi corak hukum yang
berlaku di dalam masyarakat bangsa tersebut. Dapat dikatakan bahwa hukum tidak
lain adalah rumusan nilai, norma, kehendak, dan jiwa suatu bangsa. Jadi secara
materiil, pandangan hidup suatu bangsa memberi bahan kepada hukum yang berlaku.
Dalam hal ini perlu dikemukakan aliran Historische Rechtsschule yang dipelopori
Carl Von Savigny. Pada pokoknya, menurut aliran ini hukum adalah hasil perumusan
dari karakter, kepribadian, dan sejarah suatu bangsa. Sedangkan tiap bangsa memiliki
pandangan hidup (dasar filosofis) yang berbeda-beda satu sama lain.
b.  Kesadaran Hukum Masyarakat
Antara kesadaran hukum masyarakat dengan pandangan hidup suatu
masyarakat/bangsa memiliki hubungan yang erat. Hubungan yang erat ini dapat di
deskripsikan melalui pendapat Prof. Sudikno Mertokusumo yang disitir oleh Prof.
Achmad Ali dalam bukunya “Menguak Tabir Hukum”. Prof. Sudikno Mertokusumo
mengatakan bahwa kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam
masyarakat tentang apa itu hukum. Dari pendapat Prof. Sudikno diatas tersimpul
pengertian bahwa kesadaran hukum masyarakat tiada lain adalah pandangan hidup
masyarakat tersebut.
c.  Kekuatan-kekuatan politik
Kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat peraturan hukum
dirumuskan merupakan salah satu sumber hukum materiil bagi peraturan hukum
tersebut. Kekuatan politik, konstelasi politik, dan konfigurasi politik tentu akan
mempengaruhi materi suatu undang-undang. Antara undang-undang dan politik itu
mempunyai kaitan yang sangat erat, karena pada dasarnya hukum adalah produk
politik.
d. Keadaan ekonomi

6
Keadaan ekonomi suatu masyarakat/bangsa memiliki afiliasi terhadap hukum
yang berlaku pada masyarakat tersebut. Bagi ahli ekonomi atau penganut aliran
ekonomi hukum, sumber hukum yang membantu dan mempengaruhi pembentukan
suatu peraturan hukum adalah apa yang nampak dalam lapangan ekonomi.
e. Nilai-nilai religius/agama
Nilai-nilai religius atau ajaran agama merupakan salah satu sumber hukum
materiil. Ajaran agama/hukum agama sebagai sumber hukum materiil berlaku di
negara-negara yang tidak menggunakan hukum agama sebagai hukum positifnya.
Sedangkan bagi negara yang menggunakan hukum agama sebagai hukum positifnya
(hukum nasional) maka hukum agama adalah sumber hukum formil.
Contoh: Arab Saudi, Arab Saudi menggunakan hukum Islam sebagai hukum
positifnya, sehingga hukum Islam dapat langsung diterapkan pada peristiwa
hukumnya. Artinya, manakala seorang melanggar hukum, misalnya membunuh,
maka sanksi/hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman menurut hukum Islam, yaitu
misalnya dihukum pancung.
2. Sumber-sumber Hukum TataNegara Republik Indonesia

Hamim S Attamimi mengemukakan pandangan dalam sumber hukum tata


Negara Indonesia dengan pengertian jenis atau bentuk. Dari pandangan ini, sumber
Hukum Tata Negara Indonesia antara lain :
a. Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis
yang mengatur masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan
lainnya.
Bentuk bentuk peraturan perundang undangan Republik Indonesia
menurut UUD 45 adalah : undang undang dasar, ketetapan MPR, undang undang
dan atau peraturan pemerintah pengganti undang undang (perpu), peraturan
pemerintah, keputusan presiden, peraturan pelaksanaan lainnya, seperti peratuatn
menteri, intruksi menteri dan peraturan daerah.
b. Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan
Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk
hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
c.Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Dalam hal keadaan dan kepentigan yang memaksa, presiden berhak
menetapkan peraturan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang undang
(perpu). Peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan dewan perwakilan

7
rakyat dalam persidangan, namun jika tidak mendapat persetujuan, peraturan
pemerintah itu harus dicabut.
d. Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan
DPR, oleh UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan
Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan
Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang
tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.
e. Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk
peraturan perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959
berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni
sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk
melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966, Keputusan Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk
peraturan perundang-undangan menurut UUD 1945
f.  Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti
Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas
berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
g.  Convention (Konvensi Ketatanegaraan)
Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan
yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek
ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang
sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering
kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser peraturan-peraturan hukum yang
tertulis.
h.Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau
lebih. Kalau kita amati praktek perjanjian internasional bebrapa negara ada yang
dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni perundingan (negotiation), penandatanganan
(signature), dan pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang dilakukan
hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan
(signature).

III. ASAS-ASAS YANG TERMUAT/DIANUT UUD 1945

a. Asas Pancasila

8
Bangsa indonesia telah menetapkan falsafah/ asas dasar negara adalah pancasila
yang artinya setiap tindakan/perbuatan baik tindakan pemerintah maupun perbuatan
rakyat  harus sesuai dengan ajaran pancasila. Dalam bidang hukum, Pancasila 
merupakan sumber hukum materiil, sehingga setiap isi peraturan perundangan-undangan 
tidak boleh bertentangan  dengan sila-sila yang terkandung dalam pancasila
b. Asas Kekeluargaan
Adanya ketentuan baru dalam Pasal 33 ini terutama dimaksudkan untuk
melengkapi “asas keke-luargaan” yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) dengan prinsip-
prinsip kebersamaan, efisiensi ber-keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, ke-
mandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kema-juan dan kesatuan ekonomi
nasional.Asas kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional dimaksudkan sebagai
rambu-rambu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi -ekonomi di
Indonesia.
c. Asas Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu
wilayah. Kedaulatan  rakyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat. Sehingga dalam
pemerintah melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat. Pasal 1 ayat 2
undang-undang dasar 1945 berbunyi : ” Kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD “.  Rumusan ini secara tegas bahwa kedaulatan ada ditangan
rakyat yang diatur dalam UUD 1945.  UUD 1945 menjadi dasar dalam pelaksanaan suatu
kedaulatan rakyat tersebut baik wewenang tugas dan fungsinya ditentukan oleh UUD
1945.
d. Asas Pembagian Kekuasaan
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pemisahan kekuasaan. Pemisahaan
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian
seperti dikemukaan oleh :
J ohn Locke yaitu Kekuasaan legislatif,Kekuasaan eksekutif,Kekuasaan federatif. 
Sedangkan Montesquieu  mengemukakan  bahwa setiap negara terdapat tiga jenis
kekuasaan yaitu trias politica, eksekutif ,legislatif,yudikatif. Dari ketiga kekuasaan itu
masing-masing terpisah satu sama lainnya baik mengenai orang nya maupun fungsinya.

IV. KEWARGANEGARAAN

a.Pengertian

9
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu
(secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara.
Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam
pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atauwarga
kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak
(biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
b. Warga Negara Indonesia
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga
Negara Indonesia (WNI) adalah :
1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2.  anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3.  anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara
asing (WNA), atau sebaliknya
4.  anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak
memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi
sebagai berikut:
1.   Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di
wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
2.   Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara
sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
V. HAK ASASI MANUSIA ( HAM )

a. Pengertian
- HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
- Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human
Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa
HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia
mustahil dapat hidup sebagai manusia.
- John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
- Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang

10
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
b. Ciri Pokok Hakikat HAM
- HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
- HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
- HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
c. Perkembangan Pemikiran HAM
a) Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
- Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan
politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya
keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum
yang baru.
- Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-
hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua
menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa
generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi
ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
- Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga
menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum
dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.
Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami
ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti
pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan
sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang
dilanggar.
- Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam
proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan
dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan
melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People
and Government.
b) Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:

11
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada
Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan
perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD
dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik
Indonesia Serikat
3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945
VI. PEMILIHAN UMUM

a. Definisi Pemilihan Umum


Pemilihan umum adalah salah satu ciri yang harus ada pada negara demokrasi.
Dengan demikian pemilu merupakan sarana yang penting untuk rakyat dalam kehidupan
negara, yaitu dengan jalan memilih wakil-wakilnya yang pada gilirannya akan
mengendalikan roda pemerintahan. Hasil pemilihan umum yang diselengarakan dalam
suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
mencerminkan dengan agak akurat mencerminkan aspirasi dan partisipasi masyarakat.
Definisi pemilihan umum menurut para ahli sebagai berikut :
a)  Harris G. Warren
Pemilihan umum adalah kesempatan bagi para warga negara untuk memilih
pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk
dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusannya itu para warga negara
menentukan apakah sebenarnya yang mereka inginkan untuk dimiliki.
Jadi kesimpulan dari definisi diatas bahwa pemilu merupakan suatu cara atau
sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mwakili rakyat dalam menjalankan
roda pemerintahan.
b)  A. Sudiharto
Pemilu adalah sarana demokrasi yang penting dan merupakan perwujudan
yang nyata untuk keikut sertaan rakyat dalam kehidupan kenegaraan. Sebab rakyat
memiliki hak untuk memilih.
b. Perkembangan Pemilihan Umum
a)   Di Athena Kuno dan Roma, pemilhan umum digunakan untuk pemilihan kaisar dan
Paus. Asal usul pemilu di dunia munculnya bertahap di Eropa dan Amerika Utara
pada abad ke-17.
b)  Abad ke-18, organisasi merupakan jembatan ke ruang politik, serta setiap bentuk-
bentuk partisipasi dalam pemilu telah diatur dalam adat istiadat setempat
c)  Abad ke-19, dalam reformasinya Inggris memperluas kriteria pemilih. Pada saat itu
pendukung demokrasi penuhlah pencetus mengenai hak pilih universal.

12
d)  Abad ke-20, di Eropa Barat penggunaan pemilihan massa yanh kompetetif memiliki
tujuan dan pengaruh mempersatukan keberagaman yang ada akan tetapi jika ditilik,
pemilu massa sangatlah berbeda dengan konsep satu partai pada rezim komunis.
e)  Tahun 1970-an, pemilu telah memasuki sejumlah kecil negara yang memiliki
kediktattoran militer, juga pada saat itu telah munculnya pemilihan yang kompetetif
yang juga diperkenalkan secara bertahap di sebagian besar daerah Amerika Latin.
f)   Di Asia, pemilu komperatif baru muncul dan diterapkan setelah Perang Dunia II yaitu
di negara Fillipina dan Korea.
VII. LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD 1945

Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara


menurut UUD NKRI 1945 adalah:
1.  Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
  Sebelum amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota –
anggota DPR ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1 ayat
1 UU No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai Lembaga Tertinggi
Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari
seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat
presiden dan wakil presiden.
Hal yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya amandemen UUD
adalah dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Selain itu,
perubahan – perubahan yang terjadi di lembaga MPR baik mengenai susunan,
kedudukan, tugas maupun wewenangnya adalah :
a.  MPR tidak lagi menetapkan GBHN
b. MPR tidak lagi mengangkat presiden. Hal ini dikarenakan presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. (Pasal 6A ayat (1) UUD NRI 1945).
MPR hanya bertugas untuk melantik presiden terpilih sesuai dengan hasil pemilu.
(Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD 1945).
c. Susunan keanggotaan MPR mengalami perubahan yaitu terdiri dari anggota DPR dan
DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
d. MPR tetap berwenang mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1) UUD NRI
1945)
e. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan
atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya, apabila atas usul DPR yang berpendapat
bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan
golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan. Wewenang
DPR menurut UUD 1945 adalah:

13
a. Bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 ayat (1)) dengan kata lain
bahwa DPR berwenang untuk memberikan persetujuan RUU yang diajukan presiden
disamping mengajukan sendiri RUU tersebut.(Pasal 21 UUD 1945)
b. Bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1))
c. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban
presiden.
Adanya amandemen terhadap UUD 1945, sangat mempengaruhi posisi dan
kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah diberikannya
kekuasaan kepada DPR untuk membentuk UU, yang sebelumnya dipegang oleh presiden
dan DPR hanya berhak memberi persetujuaan saja.
Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga
legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme
pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas fungsi DPR,
yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme
kontrol antar lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD NRI 1945)
3.  Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk setelah amandemen UUD, DPD
dibentuk dengan tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai wujud
keterwakilan daerah ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak lanjut peniadaan
utusan daerah dan utusan golongan sebagai anggota MPR. Sama halnya seperti anggota
DPR, anggota DPD juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu (Pasal 22 C
ayat (1) UUD NRI 1945).
DPD mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait
dengan kepentingan daerah. (Pasal 22 D ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945)
4.  Lembaga Kepresidenan
a)  Lembaga Kepresidenan Sebelum Amandemen UUD 1945
dalam pasal 5 TAP MPR No. VI/MPR/1973 tentang kedudukan dan hubungan
tata kerja Lembaga tertinggi Negara dengan/ atau antar lembaga – lembaga tinggi
Negara yang berbunyi:
1)   Presiden tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan pada akhir masa jabatannya memberikan pertanggungan jawab atas
pelaksanaan Haluan Negara yang ditetapkan oleh Undang – Undang Dasar atau
Majelis di hadapan Sidang.
2)   Presiden wajib memberikan pertanggungan jawab dihadapan sidang istimewa
Majelis yang khusus diadakan untuk meminta pertanggungan jawab Presiden
dalam pelaksanaan Haluan Negara yang ditetapkan oleh Undang – Undang
Dasar atau Majelis..
b)  Lembaga Kepresidenan Setelah Amandemen UUD 1945
UUD 1945 sebelum perubahan memberikan pengaturan yang dominan terhadap
lembaga kepresidenan, baik jumlah pasal maupun kekuasaannya. Tiga belas ( pasal 4
14
sampai pasal 15 dan pasal 22) dari 37 pasal UUD 1945 mengatur langsung mengenai
Jabatan Kepresidenan, selain itu terdapat ketentuan lain yang juga masih berkaitan
dengan Lembaga Kepresidenan yakni tentang APBN, ketentuan yang mengatur
wewenang MPR, DPR, DPA, BPK, undang – undang Organik, dsb.
Adapun Wewenang, Kewajiban, dan Hak yang dimiliki oleh Presiden berdasarkan UUD
1945 yakni:
1) memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD [Pasal 4(1)];
2) berhak mengajukan RUU kepada DPR [Pasal 5 (1)*];
3) menetapkan peraturan pemerintah [Pasal 5 (2)*];
4) memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa [Pasal 9 (1)*];
5) memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10);
6) dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain [Pasal 11 (1)****];
7) membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR [Pasal 11 (2)***];
8) menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12);
9) mengangkat duta dan konsul [Pasal 13 (1)]. Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 13 (2)*];
10) menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR
[Pasal 13 (3)*];
11) memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA [Pasal 14
(1)*];
12) memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR [Pasal 14
(2)*];
13) memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU
(Pasal 15)*;
14) membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16)****;
15) pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri [Pasal 17 (2)*];
16) pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR [Pasal 20 (2)*]
serta pengesahan RUU [Pasal 20 (4)*];
17) hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam kegentingan
yang memaksa [Pasal 22 (1)];
18) pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD [Pasal 23 (2)***];
19) peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD [Pasal 23F (1)***];
20) penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan disetujui DPR
[Pasal 24A (3)***];
21) pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan DPR [Pasal 24B
(3)***];
15
22) pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan orang anggota
hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***].
5.  Mahkamah Agung (MA)
Ketentuan mangenai Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi
Yudisial diatur dalam UUD 1945 BAB IX tentang kekuasaan kehakiman. Ketentuan
umun siatur dalam pasal 24 dan ketentuan khusus mengenai Mahkamah Agung dalam
pasal 24A yang terdiri atas lima ayat.
Mahkamah Agung adalah puncak dari kekuasaan Kehakiman dalam lingkungan
peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha, dan peradilan militer. Mahkamah
ini pada pokoknya merupakan pengawal undang-undang.
Dengan diamandemennya UUD 1945, maka posisi hakim agung menjadi kuat
karena mekanisme pengangkatan hakim agung diatur sedemian rupa dengan melibatkan
tiga lembaga, yaitu DPR, Presiden dan Komisi Yudisial. Komisi Yudisial ini memang
merupakan lembaga baru yang sengaja dibentuk untuk menangani urusan terkait
pengangkatan hakim agung serta penegakan kehormatan, keluhuran martabat dan
perilaku hakim (Pasal 24B ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Yang anggota Komisi
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B
ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).

6. Mahkamah Konstitusi (MK)


Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi
memiliki kewenangan yakni:
a. Menguji konstitusionalitas undang-undang
b. Memutus sengketa keweangan konstitusional antar lembaga Negara
c. Memutus perselisihan mengenai hasil pemilu
d. Memutus pembubaran partai
e. Memutus pendapat DPR yang berisi tuduhan pada presiden melanggar hukum maupun
tidak lagi memenuhi syarat sebgai presiden/wakil presiden sebagaimana yang
ditentukan dalam UUD 1945, sebalum hal tersebut dapat diusulkan untuk
memberhentikan oleh MPR.
Dalam konstitusi 1945 pengaturan mengenai Mahkamah Konstitusi diatur dalam
pasal 24C yang terdiri dari 6 ayat, yang didahului dengan pengaturan mengenai Komisi
Yudisial pada pasal 24B. Semula pengaturan mengenai Komisi Yudisial tersebut hanya
dimaksudkan terkait dengan keberadaan Mahkamah Agung, tidak dengankeberadaan
mahkamah konstitusi.
Jika dibandingkan dengan sesama lembaga tinggi lainnya, kedudukan Mahkamah
Konstitusi memiliki posisi yang unik. DPR yang membentuk undang-undang tetapi MK
yang membatalkannya jika bertentangan dengan UUD. MA mengadili semua ketentuan
hukum yang berada dibawah UUD. Jika DPR ingin mengajukan tuntutan pemberhentian
terhadap Presiden dalam masa jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk
diambil putusan, maka tuntutan tersebut harus diajukan dulu pada MK untuk mendapat
16
pembuktian secara hukum. Semua lembaga Negara yang saling berselisih atau
bersengketa dalam melaksanakan keweangan konstitusionalnya maka yang memutus
final dan mengikat atas persengketaan adalah Mahkamah Konstitusi.
7.  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undang- undang. Hasil
Pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pasal 23 yang
berbunyi :
a.  Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang.
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan
pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
b.  Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
c.  Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Setelah Amandemen UUD 1945 terjadi beberapa perubahan mendasar mengenai (i)
keuangan Negara dan pengelolaan keuangan Negara. (ii) struktur organisasi dan
BPK berubah secara sangat mendasar, yakni:
pertama, pengertian keuangan Negara dan dan pengelolaan keuangan Negara berubah
secara mendasar, jika sbelumnya uang Negara dalam konteks APBN maka skarang
pengertian uang Negara menjadi luas mencakup uang Negara yang terdapat atau
dikuasai oleh subyek badan hukum perdata atau perorangan, asal merupakan uang
atau asset yang dimiliki Negara tetap termasuk dalam uang negara.
kedua, keweangan dan kedudukan BPK semakin kuat. pasal 23E ayat 1 UUD 1945
menyebutkan bahwa: “untuk memeriksa keuangan dan tanggung jawab keuangan
Negara, diadakan suatu badan pengawas keuangan yang bebas dan mandiri”. Dalam
pasal 23G ayat 1 menyebutkan: “BPK berkedudukan di ibu kota Negara, dan
memiliki perwakilan disetiap provinsi. Artinya, UUD mewajibkan BPK ada
disetiap provinsi.
Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan keweangannya yang sekmakin besar, fungsi
BPK secara mendasar terdiri dari 3:
a.  fungsi operatif berupa pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidikan atas penguasaan,
pengurusan dan pengelolaan kekayaan Negara.
b.  fungsi yudikatif berupa kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi
terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sehingga merugikan
keuangan negara.
c.  Fungsi Advisory yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
pengurusan dan pengelolaan keuangan Negara.
8. Dewan Pertimbangan Agung (Likudasi)
DPA merupakan sebuah badan yang berkewajiban member pertimbangan kepada
pemerintah (Council of State). Perlu diingat bahwa DPA ini berada dalam bidang
pemerintahan sebagai badan penasehat presiden, tetapi namun demikian kedudukan DPa
17
tidak berada dibawah kekuasaan Presiden, karena badan ini tidak lepas dari
pertanggungjawabannya kepada masyarakat dan Negara. Hak DPA diatur secara khusus
dalam UUD 1945, jadi Presiden dan wakil Presiden wajib membicarakan usul DPA,
walaupun pada akhirnya keputusan tetap di tangan Presiden, apakah menerima, menolak
atau tidak menjawab (mendiamkannya).    
9.  Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:
a.   mengusulkan pengangkatan hakim agung;
b.   menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di
bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil
ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota Komisi
Yudisial lima tahun

18

Anda mungkin juga menyukai