Anda di halaman 1dari 11

PEGADAIAN SYARIAH (RAHN)

A.ADI ANUGRAH
MUHAMMAD FADJRIN H
Pendahuluan:
Salah satu produk dalam pembiayaan syariah
yang berkembang cukup pesat di Indonesia dan
khususnya dalam praktik perbankan syariah
adalah Rahn.
Kekhasan produk perbankan syariah ini diminati
masyarakat karena memberikan dukungan dalam
memperoleh modal dalam mendukung kegiatan
usaha masyarakat.
Pelaksanaanya yang mudah dan cepat serta halal
menjadi salah satu pertimbangan mengapa
produk ini menjadi pilihan bagi konsumen.
A. DEFINISI RAHN:
Menjadikan suatu benda berharga
dalam pandangan syara’ sebagai
jaminan hutang dengan
kemungkinan hutang tersebut
bisa dilunasi dengan barang
tersebut atau sebagiannya.
B. DASAR HUKUM RAHN
1. Al-Quran: “Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu’amalah secara tidak tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang).” al-Baqarah:283
2. Hadis: Riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah
ra., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah saw.
membeli makanan dengan berhutang dari seorang
Yahudi dan menggadaikan sebuah baju besi
kepadanya”.
3. Ijma’: Para ulama mujtahidin berijma’ atas
disyariatkannya rahn. (al-Zuhaili, al Fiqh al
Islami wa Adillatuhu, 1985, V:181).
C. RUKUN
DAN SYARAT RAHN
1. RAHIN: Yaitu orang yang menggadaikan.
2. MURTAHIN: Yaitu orang yang menerima gadai.
Syarat keduanya adalah keduanya harus ahli
tasarruf (orang yang tindakannya itu berakibat
hukum menurut syara’).
3. MARHUN: Yaitu borg/barang jaminan).
Syaratnya:
a. Mempunyai nilai menurut syariat;
b. Harus ada pada waktu akad;
c. Harus bisa diserahkan seketika kepada Murtahin
atau
wakilnya.
4. MARHUN BIH/DAIN: Yaitu hutang.
Syaratnya:
a. Harus jelas bagi Rahin dan Murtahin;
b. Harus tetap dapat dimanfaatkan;
c. Harus lazim (mengikat) pada waktu akad.
4. IJAB DAN QABUL: Yaitu pernyataan gadai dari
para pihak.
Syaratnya:
a. Keduanya jelas mengungkapkan
keinginan membuat akad rahn.
b. Kesesuaian qabul dengan ijab.
c. Masing-masing orang yang berakad mengetahui
maksud lawannya.
d. Persambungan qabul dengan ijab dalam majlis
akad.
D. BERAKHIRNYA AKAD RAHN
1. Barang jaminan telah diserahkan kepada pemiliknya.
2. Rahin membayar hutangnya.
3. Barang gadai dijual dengan perintah hakim atas
perintah Rahin.
4. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun
tidak disetujui Rahin.
-2-
PERKEMBANGAN
PEGADAIAN
SYARIAH
DI INDONESIA
1. Tahun1998: Beberapa General Manager melakukan
studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi
banding, mulai dilakukan penggodokan rencana
pendirian Pegadaian Syariah.
2. Tahun 2000: Konsep bank syariah mulai marak. Saat
itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan
kejasama dan membantu dari segi pembiayaan dan
pengembangan.
3. Tahun 2002: MOU musyarakah antara Perum
Pegadaian dan BMI ditandatangani.
4. Tahun 2003: 14/1/2003 Pegadaian syariah resmi
dioperasikan atas kerjasama Perum pegadaian dengan
BMI. BMI mensupport dana (1,55 M) sementara Perum
Pegadaian menyediakan tenaga ahli dan operasional.
5. Tahun 2005: Sistem gadai syariah sudah berjalan di
13 kantor WIlayah (Kanwil) dengan dana yang
telah disalurkan sebesar Rp 151 Milyar.
6. Tahun 2006:
A. Omzet dan pendapatan: Pertumbuhan
Pegadaian Syariah mencapai 105 persen. Bank &
Asuransi Syariah hanya 40-50 persen. Pegadaian
Konvensional hanya 35-40 persen.
B. Nilai Pinjaman: Hingga April 2006, nilai
pinjaman yang disalurkan meningkat jadi Rp
158,564 miliar.
C. Kantor Cabang: Saat ini Pegadaian Syariah
telah memiliki 36 outlet di seluruh Indonesia.
MENGAPA PRODUK RAHN
BERKEMBANG
DENGAN PESAT?
1. Loyalitas nasabah: Loyalitas itu terjadi karena
kesadaran nasabah dan pelayanan yang cukup baik
(praktis, cepat dan ramah).
2. Produk halal: Tidak terlibat dengan bunga/riba
(menentramkan).
3. Resiko tidak terlalu besar: Sebab seluruh pinjaman
yang diajukan telah dijamin dengan barang gadaian
yang nilainya melebihi nilai pinjaman.
4. Berkah.

Anda mungkin juga menyukai