Anda di halaman 1dari 3

1.

Partisipasi Masyarakat

a. Pengertian partisipasi

Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu “participation” adalah pengambilan bagian

atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan

emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam

definisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya

partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang di ikutsertakan dalam suatu

perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan

tingkat kemantangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-

bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.

Partisipasi masyarakat berarti menyiapkan pemerintah dan masyarakat untuk menerima

tanggung jawab dan aktfitas tertentu. Dalam hal ini terdapat pendelegasian wewenang dari

pemerintah dan masyarakat dalam aktifitas tertentu (Ramos dan Roman dalam Fahmyddin

A’raaf Tauhid, 2013:239).

Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah

berbagi kegiatan orang seorang, kelompok atau badan hukum yang timbul atas kehendak dan

keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak di penyelenggaraan

penataan ruang.

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat sesuai dengan hak dan

kewajibannya sebagai subjek dan objek pembangunan; keterlibatan dalam tahap

pembangunan ini dimulai sejak tahap perencanaan sampai dengan pengawasan berikut segala

hak dan tanggung jawabnya (Kamus Tata Ruang dalam Fahmyddin A’raaf Tauhid, 2013:240)

Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud

dengan partisipasi masyarakat dalam kebijakan rancang kota adalah keikutsertaan dan

keterlibatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan penataan ruang dan fisiknya dimulai dari
proses penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang fisik dalam rancang

kota.

b. Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Pembangunan partisipatif merupakan pendekatan pembangunan yang sesuai dengan

hakikat otonomi daerah yang meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh berkembang

dari masyarakat, diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh masyarakat dan hasilnya

dinikmati oleh seluruh masyarakat (Surmayadi dalam Fahmyuddin A’raaf Tauhid, 2013:249).

Sejak tahun 1999 dikeluarkan berbagai instrumen hukum berupa undang-undang atau

peraturan pemerintah yang membuka lebar ruang bagi partisipasi masyarakat dalam

pembuatan kebijakan publik dan monitoring pembangunan.

Sesungguhnya penyusunan kebijakan publik sejak awal harus melibatkan masyarakt

secara bersama-sama menentukan arah kebijakan (model bottom-up), sehingga melahirkan

suatu kebijakkan yang adil dan demokratis misalnya dalam kebijakan Rancang Kota.

Pembuat kebijakan yang demokratis menawarkan dan mejunjung tinggi pentingnya

keterbukaan dan keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah kebijakan pembangunan.

Melalui cara partisipatif seperti itu akan melahirkan suatu keputusan bersama yang adil dari

pemerintah untuk masyarakat, sehingga akan mendorong munculnya kepercayaan publik

terhadap pemerintah yang sedang berjalan. Keputusan pemerintah yang mencerminkan

keputusan rakyat mendorong terjadinya suatu sinergi antara masyarakat dan pemerintah.

Dalam konsep pembangunan, pendekatan partisipasi dimaknai:

1. Sebagai kontribusi masyarakat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pembangunan dalam mempromosikan proses-proses demokratisasi dan

pemberdayaan (Cleaver 2002 dalam Cooke dan Kothari 2002, dalam Fahmyuddin

A’raaf Tauhid, 2013;251).

2. Pendekatan ini juga dikenal sebagai partisipasi dalam dikotomi instrumen dan tujuan.
3. Partisipasi adalah elite capture yang dimaknai sebagai situasi dimana pejabat lokal,

tokoh masyarakat, LSM, birokrasi, dan aktor-aktor lainnya yang terlibat langsung

dengan program-program partisipatif, melakukan praktik-praktik yang jauh dari

prinsip partisipasi.

Anda mungkin juga menyukai