Anda di halaman 1dari 28

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK – EKONOMI INDONESIA

MASA REFORMASI (1998-SEKARANG)

PADA MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE

DISUSUN OLEH :

1. SHOFIE JATUL MUKAROMAH (28)


2. WAHYU SETYO OVIATI (33)

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 KENDAL


Jl. Soekarno-Hatta Km 03 Kendal
Tahun Pelajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penyusunan Sistem dan Stuktur Politik- Ekonomi Indonesia Masa
Reformasi (1998- Sekarang) Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie dapat terselesaikan
dengan baik. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tidak lepas dari dukungan berbagai
pihak, oleh karena itu saya menyanpaikan ucapan Terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Suroyo Selaku Kepala SMK Negeri 1 Kendal
2. Bapak Ngudiana Putra, S,Pd selaku guru mata pelajaran sejarah ndonesia
3. Pihak-pihak lain yang turut membantu kelancaran penyusunan makalah yang namanya
tidak bisa saya sebutkan satu persatu
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam
penulisan maupun informasi yang disampaikan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat
bagi siswa dan siswi SMK Negeri 1 Kendal.

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
DAFTAR TABEL...............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................
B. Perumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................
D. Manfaat....................................................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA................................................................

A. Landasan Teori........................................................................................................
B. Kerangka Berfikir....................................................................................................
C. Hipotesa...................................................................................................................

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................................

A. Deskripsi Aspek Politik...........................................................................................


B. Deskripsi Aspek Ekonomi.......................................................................................

BAB V PENUTUP..............................................................................................................

A. Simpulan..................................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan
usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah
mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan
usahanya. Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi
kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi
PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat tajam serta muncul
kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang
otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5
paket UU serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan
utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat
itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti
akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya
Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang
gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “ Pahlawan reformasi”. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle cabinet pembangunan VII
menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi
belum bisa terbentuk karenan empat belas menteri menolak untuk diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan presiden Soeharto mundur
dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden
B.J. Habibie.Peristiwa ini menandai dimulainya orde reformasi.
B. Perumusan Masalah
Yang memjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dan tujuan reformasi?
2. Bagaimana sistematika pelaksanaan UUD 1945 Pada masa Orde Reformasi sampai
sekarang?
3. Bagaimana sistem pemerintahan pada masa orde reformasi?

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA

A. Landasan Teori
B. Kerangka Berfikir
C. Hipotesa
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Aspek Politik

Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik
Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil Presiden B.J Habibie dilantik
menjadi presiden RI ketiga di bawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar
hukum pengangkatan Habibie adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang
berisi “jika Presiden berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi
Presiden”.Ketika Habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis
ekonomi terburuk dalam waktu 30 tahun terakhir, disebabkan oleh krisis mata uang yang
didorong oleh hutang luar negeri yang luar biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah
menjadi seperempat dari nilai tahun 1997. Krisis yang telah menimbulkan kebangkrutan
teknis terhadap sektor industri dan manufaktur serta sektor finansial yang hampir ambruk,
diperparah oleh musim kemarau panjang yang disebabkan oleh El Nino, yang
mengakibatkan turunnya produksi beras.

Gambar 1.1 Foto Habibie

Ditambah kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan,


khususnya di kalangan investor keturunan Cina yang memainkan peran dominan dalam
ekonomi Indonesia. Larinya modal, dan hancurnya produksi serta distribusi barang-barang
menjadikan upaya pemulihan menjadi sangat sulit, hal tersebut menyebabkan tingkat
inflasi yang tinggi.
Pengunduran diri Soeharto telah membebaskan energi sosial dan politik serta frustasi
akibat tertekan selama 32 tahun terakhir, menciptakan perasaan senang secara umum akan
kemungkinan politik yang sekarang tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan
kelompok-kelompok pro demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem politik segera
terjadi, meminta pemilihan umum segera dilakukan untuk memilih anggota parlemen dan
MPR, yang dapat memilih presiden baru dan wakil presiden. Di samping tuntutan untuk
menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin, pemerintah juga berada di bawah
tekanan kuat untuk menghapuskan korupsi, kolusi dan nepotisme yang menandai Orde
Baru.

Tugas yang diemban oleh Presiden B.J Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi
untuk menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar,
serta sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Naiknya B.J Habibie ke
singgasana kepemimpinan nasional diibaratkan menduduki puncak Gunung Merapi yang
siap meletus kapan saja. Gunung itu akan meletus jika berbagai persoalan politik, sosial
dan psikologis, yang merupakan warisan pemerintahan lama tidak diatasi dengan segera.

Menjawab kritik-kritik atas dirinya yang dinilai sebagai orang tidak tepat menangani
keadaan Indonesia yang sedang dilanda krisis yang luar biasa. B.J. Habibie berkali-kali
menegaskan tentang komitmennya untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum
dan ekonomi. Secara tegas Habibie menyatakan bahwa kedudukannya sebagai presiden
adalah sebuah amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya ini ia berjanji akan
menyusun pemerintahan yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan yang
digulirkan oleh gerakan reformasi tahun 1998. Pemerintahnya akan menjalankan reformasi
secara bertahap dan konstitusional serta komitmen terhadap aspirasi rakyat untuk
memulihkan kehidupan politik yang demokratis dan meningkatkan kepastian hukum.

Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik
sebagai Presiden, pukul.19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui
RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato
tersebut bisa dikatakan merupakan visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab
tuntutan Reformasi secara cepat dan tepat. Beberapa point penting dari pidatonya tersebut
adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang yaitu :
1. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan
dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada
PEMILU sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN).
2. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.
3. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang
menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.
Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah
disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi
ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung
tinggi kerjasama regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan
akan berusaha dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika
pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan nasional dan internasional
yang tinggi.

Seperti dituturkan dalam pidato pertamanya, bahwa pemerintahannya akan komitmen pada
aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan ekonomi-sosial, meningkatkan kehidupan
politik demokrasi dan menegakkan kepastian hukum. Maka fokus perhatian pemerintahan
Habibie diarahkan pada tiga bidang tersebut.

a. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan


Sehari setelah dilantik, B.J. Habibie telah berhasil membentuk kabinet yang diberi nama
Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36 Menteri,
yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang
memimpin Departemen, dan 12 Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu. Dalam
Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang merupakan
Menteri pada Kabinet Pembangunan era Soeharto. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri
dari berbagai elemen kekuatan politik dalam masyarakat, seperti dari ABRI, partai politik
(Golkar, PPP, dan PDI), unsur daerah, golongan intelektual dari perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya masyarakat. Untuk pertama kalinya sejak pemerintahan Orde Baru, Habibie
mengikutsertakan kekuatan sosial politik non Golkar, unsur daerah, akademisi, profesional
dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sehingga diharapkan terjadi sinergi dari semua
unsur kekuatan bangsa tersebut. Langkah ini semacam rainbow coalitionyang terakhir kali
diterapkan dalam Kabinet Ampera.

Pada sidang pertama Kabinet Reformasi Pembangunan, 25 Mei 1998, B.J. Habibie
memberikan pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua
sasaran pokok, yakni tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali
roda perekonomian masyarakat. Pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan adalah
meningkatkan kualitas, produktivitas dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran
perusahaan kecil, menengah dan koperasi, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam
menghadapi krisis.
Dalam sidang pertama kabinet itu juga, Habibie memerintahkan bahwa departemen-
departemen terkait secepatnya mengambil langkah persiapan dan pelaksanaan reformasi,
khususnya menyangkut reformasi di bidang politik, bidang ekonomi dan bidang hukum.
Perangkat perundang-undangan yang perlu diperbaharui antara lain Undang-Undang Pemilu,
Undang-Undang tentang Partai Politik dan Golkar, UU tentang susunan dan kedudukan MPR,
DPR dan DPRD, UU tentang Pemerintahan Daerah.

Menindaklanjuti tuntutan yang begitu kuat terhadap reformasi politik, banyak kalangan
menuntut adanya amandemen UUD 1945.Tuntutan amandemen tersebut berdasarkan
pemikiran bahwa salah satu sumber permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara selama ini ada pada UUD 1945. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada presiden, tidak adanya check and balances system, terlalu fleksibel, sehingga dalam
pelaksanaannya banyak yang disalah gunakan, pengaturan hak azasi manusia yang minim dan
kurangnya pengaturan mengenai pemilu dan mekanisme demokrasi.

b. Sidang Istimewa MPR 1998


Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual
terhadap legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 November 1998, MPR mengadakan
Sidang Istimewa untuk menentapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di
segala bidang. Beberapa hasil yang dijanjikan pemerintah dalam menghadapi tuntutan keras
dari mahasiswa dan gerakan reformasi telah terwujud dalam ketetapan-ketetapan yang
dihasilkan MPR, antara lain:

 Terbukanya kesempatan untuk mengamandemen UUD 1945 tanpa melalui


referendum.
 Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR
No.XVIII/MPR/1998).
 Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai dua kali masa tugas,
masing masing lima tahun (Tap MPR No.XIII/MPR/1998).
 Agenda reformasi politik meliputi pemilihan umum, ketentuan untuk memeriksa
kekuasaan pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai perubahan terhadap
Dwifungsi ABRI.
 Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia, mendorong kebebasan
mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan
tahanan politik dan narapidana politik.
c. Reformasi Bidang Politik
Sesuai dengan Tap MPR No. X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah berupaya
melaksanakan sejumlah agenda politik, yaitu merubah budaya politik yang diwariskan oleh
pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip
demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan represif yang
menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai Hak Azasi Manusia dan
prinsip supremasi hukum.

Beberapa hal yang telah dilakukan B.J Habibie adalah:

 Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah, diharapkan akan meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi
daerah ditetapkan melalui Ketetapan MPR No XV/MPR/1998.
 Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik.
Sebelumnya. Dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada
pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk.
Menjelang Pemilihan Umum, partai politik yang terdaftar mencapai 141 partai.
Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 95 partai, dan
yang berhak mengikuti Pemilihan Umum sebanyak 48 partai saja. Dalam hal
kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan mengeluarkan
pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
 Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa
cetak,sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme
pencabutan Surat Izin Terbit. Hal penting lainnya dalam kebebasan mengeluarkan
pendapat bagi pekerja media massa adalah diberinya kebebasan untuk mendirikan
organisasi-organisasi profesi. Pada era Soeharto, para wartawan diwajibkan menjadi
anggota satu-satunya organisasi persatuan wartawan yang dibentuk oleh pemerintah.
Sehingga merasa selalu dikontrol dan dikendalikan oleh pemerintah.
 Dalam hal menghindarkan munculnya penguasa yang otoriter dengan masa kekuasaan
yang tidak terbatas, diberlakukan pembatasan masa jabatan Presiden. Seorang warga
negara Indonesia dibatasi menjadi Presiden sebanyak dua kali masa jabatan saja.

d. Pelaksanaan Pemilu 1999


Pelaksanaan Pemilu 1999, boleh dikatakan sebagai salah satu hasil terpenting lainnya yang
dicapai Habibie pada masa kepresidenannya. Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan pemilu
multipartai (yang diikuti oleh 48 partai politik). Sebelum menyelenggarakan pemilu yang
dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang partai politik, tentang pemilu, dan
tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.Setelah RUU disetujui DPR dan
disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-
anggotanya terdiri dari wakil partai politik dan wakil pemerintah. Hal yang membedakan
pemilu 1999 dengan pemilu sebelumnya (kecuali pemilu 1955) adalah dikuti oleh banyak
partai politik. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik.
Dengan masa persiapan yang tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu
1999 ini dapat dikatakan sesuai dengan jadwal, 7 Juni 1999.

Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata pemilu 1999 bisa
terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski dikuti partai yang jauh lebih
banyak, pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai dibandingkan
dengan pemilu sebelumnya. Berdasarkan laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya 19
orang meninggal semasa kampanye, baik karena kekerasan maupun kecelakaan dibanding
dengan 327 orang pada pemilu 1997 yang hanya diikuti oleh tiga partai. Ini juga menunjukkan
rakyat kebanyakan lebih rileks melihat perbedaan. Pemilu 1999, dinilai oleh banyak pengamat
sebagai Pemilu yang paling demokratis dibandingkan 6 kali pelaksanaan Pemilu sebelumnya.
Berdasarkan keputusan KPU, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), pada 1 September
1999,melakukan pembagian kursi hasil pemilu. Hasil pembagian kursi itu menunjukan lima
partai besar menduduki 417 kursi di DPR, atau 90,26 % dari 462 kursi yang diperebutkan.
PDI-P muncul sebagai pemenang pemilu dengan meraih 153 kursi. Golkar memperoleh 120
kursi, PKB 51 Kursi, PPP 48 kusi, dan PAN 34 kursi.

e. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur


Satu peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie adalah
diadakannya Referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menyelesaikan permasalahan
Timor-Timur yang merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Harus diakui bahwa
integrasi Timor-Timur (Tim-Tim) ke wilayah RI tahun 1975 yang dikukuhkan oleh TAP
MPR No.VI/M7PR/1978, atas kemauan sebagian warga Timor-Timur tidak pemah mendapat
pengakuan internasional. Meskipun sebenarnya Indonesia tidak pernah mengklaim dan
berambisi menguasai wilayah Tim-Tim. Banyak pengorbanan yang telah diberikan bangsa
Indonesia, baik nyawa maupun harta benda, untuk menciptakan perdamaian dan
pembangunan di Tim-Tim, yang secara historis memang sering bergejolak antara yang pro
integrasi dengan yang kontra. Subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat bahkan melebihi
dari apa yang diberikan kepada provinsi-provinsi lain untuk mengejar ketertinggalan. Namun
sungguh disesalkan bahwa segala upaya itu tidak pernah mendapat tanggapan yang positif,
baik di lingkungan internasional maupun di kalangan masyarakat Timor-Timur sendiri.

Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan. Sebanyak 8 resolusi


Majelis Umum PBB dan 7 resolusi Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan. Indonesia harus
menghadapi kenyataan bahwa untuk memulihkan citra Indonesia, tidak memiliki pilihan lain
kecuali berupaya menyelesaikan masalah Timor-Timur dengan cara-cara yang dapat diterima
oleh masyarakat internasional. Dalam perundingan Tripartit Indonesia menawarkan gagasan
segar, yaitu otonomi yang luas bagi Timor-Timur. Gagasan itu disetujui oleh Portugal namun
dengan prinsip yang berbeda, yaitu otonomi luas ini sebagai solusi antara (masa transisi antara
5-10 tahun) bukan solusi akhir seperti yang ditawarkan Indonesia. Pihak-pihak yang tidak
menyetujui integrasi tetap menginginkan dilakukan referendum, untuk memastikan rakyat
‘Timor-Timur memilih otonomi atau kemerdekaan.

Bagi Indonesia adalah lebih baik menyelesaikan masalah Timor-Timur secara tuntas, karena
akan sulit mewujudkan Pemerintahan Otonomi Khusus, sementara konflik terus berlarut-larut
dan masing-masing pihak yang bertikai akan menyusun kekuatan untuk memenangkan
referendum. Karena itu, melalui kajian yang mendalam dan setelah berkonsultasi dengan
Pimpinan DPR dan Fraksi-Fraksi DPR, pemerintah menawarkan alternatif lain. Jika mayoritas
rakyat Timor-Timur menolak Otonomi Luas dalam sebuah “jajak pendapat”, maka adalah
wajar dan bijaksana bahkan demokratis dan konstitusional, jika pemerintah mengusulkan Opsi
kedua kepada Sidang Umum MPR, yaitu mempertimbangkan pemisahan Timor-Timur dari
NKRI secara damai, baik-baik dan terhormat.

Rakyat Timor-Timur melakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai dengan
Persetujuan New York. Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada 4 September 1999,
adalah 78.5% menolak dan 21,5% menerima. Setelah jajak pendapat ini telah terjadi berbagai
bentuk kekerasan, sehingga demi kemanusiaan Indonesia menyetujui percepatan pengiriman
pasukan multinasional di Timor–Timur.

Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD ‘45, bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka Presiden Habibie mengharapkan MPR
berkenan membahas hasil jajak pendapat tersebut dan menuangkannya dalam ketetapan yang
memberikan pengakuan terhadap keputusan rakyat Timor-Timur. Sesuai dengan perjanjian
New York, ketetapan tersebut mensahkan pemisahan Timor-Timur dan RI secara baik,
terhormat dan damai, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bagian dari
masyarakat internasional yang bertanggung jawab, demokratis, dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia.

f. Reformasi Bidang Ekonomi


Sesuai dengan Tap MPR tentang pokok-pokok reformasi yang menetapkan dua arah
kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran
terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan
harga terjangkau, serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi
ekonomi.
Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana
Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian
Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga tujuan utama yaitu:
1. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
2. Memperkuat basis sektor riil ekonomi.
3. Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.

Secara perlahan presiden Habibie berhasil membawa perekonomian melangkah ke arah yang
jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk, ketika terjadinya
pengalihan kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie. Pemerintahan Habibie
berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi kebutuhan pokok mulai kembali berjalan
dengan baik. Selain itu, yang paling signifikan adalah nilai tukar rupiah mengalami penguatan
secara simultan hingga menyentuh Rp. 6.700,-/dolar AS pada bulan Juni 1999.

Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih sekitar Rp. 15.000,-/dollar AS. Meski
saat naiknya eskalasi politik menjelang Sidang Umum MPR rupiah sedikit melemah mencapai
Rp. 8000,-/dolar AS.Sesuai TAP MPR No. X/MPR/1998 tentang penanggulangan krisis di
bidang sosial budaya yang terjadi sebagai akibat dan krisis ekonomi, Pemerintah telah
melaksanakan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Program Jaring Pengaman Sosial,
terutama di bidang kesehatan dan pendidikan, telah banyak membantu masyarakat miskin
dalam situasi krisis.
Pada masa Presiden B.J. Habibie pembangunan kelautan Indonesia mendapat perhatian yang
cukup besar. Pembangunan kelautan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pembangunan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional
untuk didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan ketahanan bangsa Indonesia.

g. Reformasi Bidang Hukum


Sesuai Tap MPR No.X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum diarahkan untuk
menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda reformasi di bidang hukum yang sekaligus
dimaksudkan untuk menunjang upaya reformasi di bidang ekonomi, politik dan sosial budaya.

Keberhasilan menyelesaikan 68 produk perundang-undangan dalam waktu yang relatif


singkat, yaitu hanya dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan rata-rata dapat dihasilkan sebanyak
4,2 undang-undang yang jauh melebihi angka produktivitas legislatif selama masa Orde Baru
yang hanya tercatat sebanyak 4,07 undang-undang per tahun (0,34 per bulan).

Untuk meningkatkan kinerja aparatur penegak hukum, organisasi kepolisian telah


dikembangkan keberadaannya sehingga terpisah dari organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Dengan demikian, fungsi kepolisian negara dapat lebih terkait ke dalam kerangka sistem
penegakan hukum.Tekad untuk mengadakan reformasi menyeluruh dalam kehidupan
nasional, telah berulang kali ditegaskan oleh B.J Habibie bahwa Undang-Undang Dasar 1945
sebagai hukum dasar tertinggi negara yang selama ini seakan-akan disakralkan haruslah
ditelaah kembali untuk disempurnakan sesuai dengan kebutuhan zaman. Penyempurnaan
Undang-Undang Dasar dipandang penting untuk menjamin agar pemerintahan di masa-masa
yang akan datang semakin mengembangkan sesuai dengan semangat demokrasi dan tuntutan
ke arah perwujudan masyarakat madani yang dicita-citakan. Untuk itu pada era pemerintahan
B.J. Habibie Ketetapan MPR No 11/1978 mengenai keharusan dilakukannya referendum
terlebih dahulu sebelum diberlakukannya amandemen terhadap Undang-undang Dasar
dicabut.

Pada tanggal 1 sampai 21 Oktober 1999, diadakan Sidang Umum MPR hasil pemilu 1999.
Tanggal 1 Oktober 1999, 700 anggota DPR/MPR periode 1999-2004 dilantik. Lewat
mekanisme voting, Amin Rais dari Partai Amanat Nasional (PAN) terpilih sebagai Ketua
MPR dan Akbar Tanjung dari Partai Golkar terpilih sebagai Ketua DPR. Pada 14 Oktober
1999, Presiden B.J. Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang
Umum MPR. Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas pidato pertanggung jawaban
Presiden Habibie tanggal 15-16 Oktober 1999, dari sebelas fraksi yang menyampaikan
pemandangan umumnya, hanya empat fraksi yang secara tegas menolak, sedangkan enam
fraksi lainnya masih belum menentukan putusannya. Kebanyakan fraksi itu memberikan
catatan serta pertanyaan balik atas pertanggungjawaban Habibie itu. Pada umumnya masalah
yang dipersoalkan adalah masalah Timor-Timur, pemberantasan KKN, masalah ekonomi dan
masalah Hak Azasi Manusia.

Setelah mendengar jawaban Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi-fraksi, MPR
dalam sidangnya tanggal 20 Oktober 1999, dini hari akhirnya menolak pertanggungjawaban
Presiden Habibie melalui proses voting. Tepat pukul 00.35 Rabu dini hari, Ketua MPR Amin
Rais menutup rapat paripurna dengan mengumumkan hasil rapat bahwa pertanggungjawaban
Presiden Habibie ditolak pagi harinya, 20 Oktober 1999, pada pukul 08.30 di rumah
kediamannya. Presiden Habibie memperlihatkan sikap kenegarawanannya dengan
menyatakan bahwa dia ikhlas menerima keputusan MPR yang menolak laporan pertanggung
jawabannya. Pada kesempatan itu, Habibie juga menyatakan mengundurkan diri dari
pencalonan presiden periode berikutnya.

Pada 20 Oktober 1999, Rapat Paripurna ke-13 MPR dengan agenda pemilihan presiden
dilaksanakan. Beberapa calon diantaranya adalah Abdurrahman Wahid, Megawati
Soekarnoputri dan Yusril Ihza Mahendra. Calon yang disebut terakhir menyatakan
pengunduran dirinya beberapa saat menjelang dilaksanakannya voting pemilihan presiden.
Lewat dukungan poros tengah (koalisi partai-partai Islam) Abdurrahman Wahid
memenangkan pemilihan presiden melalui proses pemungutan suara. Ia mengungguli
Megawati yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang nota bene
adalah pemenang pemilu 1999. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Presiden
Habibie yang hanya berlangsung singkat kurang lebih 17 bulan.

B. Deskripsi Aspek Ekonomi

Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era reformasi. Dalam periode awal menjabat
presiden beliau masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan
Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang paling dekat dan di percaya oleh
Soeharto. Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto termasuk
keadaan ekonomi Indonesia yang mengalami keterpurukan yang otomatis menyebabkan
kesejahteraan rakyat makin menurun. Sebelum berpikir jauh, alangkah baiknya mengetahui
dari definisi ekonomi itu sendiri. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang
mempelajari aktivitas yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan
konsumsi barang dan jasa. Istilah “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani oikos yang
berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos, atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara
garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.”.
Menurut Bapak Ekonomi yaitu Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya An Inquiry into
the Nature and Causes of the Wealth of Nation, biasa disingkat The Wealth of Nation, yang
diterbitkan pada tahun 1776 Ilmu ekonomi adalah Bahan kajian yang mempelajari upaya
manusia memenuhi kebutuhan hidup di masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Jadi
bagaimana kebijakan Habibie dalam kepemimpinannya untuk meningkatkan dan memenuhi
kebutuhan hidup rakyat Indonesia, inilah yang jadi pembahasan.
Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan
perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan
mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji.
Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan,
akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan
terjadilah PHK. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997
persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan
harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat. Ini adalah kesalahan Pemerintah Orde Baru yang mempunyai tujuan menjadikan
Negara Republik Indonesia sebagai negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi
riil di Masyarakat Indonesia yang merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat
pendidikan yang tergolong masih rendah. Dan ujung-ujungnya masyarakat miskin Indonesia
menjadi bertambah dan bertambah pula beban pemerintah dalam mendongkrak perekonomian
guna meningkatkan kesejehteraan rakyat. Habibie yang menjabat sebagai presiden
menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah. Langkah-langkah yang dilakukan oleh
Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan untuk menjalankan
pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu
oleh menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik
Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet
Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu
diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Langkah pertama yang dilakukan BJ Habibie dalam mengatasi krisis ekonomi Indonesia
antara lain mendapatkan kembali dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan
komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
mulai positif pada Triwulan I dan II tahun 1999. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian
Indonesia mengalami pemulihan. Untuk mewadahi reformasi ekonomi telah diberlakukan
beberapa Undang-Undang yang mendukung persaingan sehat, seperti UU Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat dan UU Perlindungan Konsumen. Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persai ngan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum. Sedangkan Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dan
semuanya berdasarkan kepada asas Demokrasi Ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Serta untuk mecapai
tujuan menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil.
Pengembangan ekonomi kerakyatan yang dalam rangka memberdayakan masyarakat,
meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat ketahanan ekonomi sosial penekanannya adalah
pada usaha kecil, menengah dan koperasi menjadi salah satu perhatian utama. Nilai tukar
rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar pada awal
terjadinya krisis moneter dan utang luar negeri yang jatuh tempo sehinga membengkak akibat
depresiasi (penyusutan) rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami
kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-
mana. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki
perekonomian Indonesia antaranya :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus
mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga)
bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
 Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
 Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
 Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban
atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan
swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah
mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi
Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi.
Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan
selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei.
Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei.
Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi
sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di
akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Pada tanggal 15 januari 1998 (masih orde baru ) Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF. Salah satunya adalah memberikan bantuan
(pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas. Skema ini dilakukan
berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pemberian
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan konsekuensi diterbitkannya kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres No.55/1998. Keppres itu
terbit setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI (Soedradjad Djiwandono,
ketika itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan disetujui oleh Presiden Soeharto
sesuai surat Mensesneg No.R 183/M.sesneg/12/19997. Atas dasar hukum itulah Bank
Indonesia melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada
perbankan nasional. Total BLBI yang dikucurkan hingga program penyehatan perbankan
nasional selesai mencapai Rp144,5 triliun, dana itu tersalur ke 48 bank. Pada tahun 1999 di
zaman Presiden BJ Habibie sebanyak 48 Bankir penerima BLBI melakukan penyelesaiaan
settlement aset atas BLBI yang diterimanya melalui berbagai macam perjanjian dengan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang terdiri dari lima bankir mengikat perjanjian
dengan skema Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) dimana nilai aset yang
diserahkan kepada pemerintah sama dengan total hutang BLBI yakni sebesar Rp89,2 triliun,
tiga bankir menyelesaikan utang dengan mengikat perjanjian Master of Refinancing and
Notes Issuence Agreement (MRNIA) dimana nilai aset lebih kecil dibandingkan hutang BLBI
yang diterima sehingga harus ditambah personal guarantee dengan total utang BLBI sebesar
Rp22,7 triliun.Selain itu terdapat 25 bankir mengikat perjanjian penyelesaian hutang melalui
skema Akte Pengakuan Utang (APU) sebesar Rp20.8 triliun, sementara 15 bankir semua
asetnya langsung ditangani oleh Bank Indonesia yang sampai hari ini belum jelas pertanggung
jawabannya sebesar Rp11,8 triliun. Jadi untuk MSAA dan MRNIA saja sudah 77 % mewakili
penyelesaain BLBI. Khusus untuk perjanjian APU tidak semua menandatanganinnya di era
Presiden Habibie, sebagian di era Presiden Abdurahman ‘Gusdur’ Wahid, sebagian lagi
dimasa Presiden Megawati. Sementara sebagian yang tidak kooperatif dan diserahkan kepolisi
pada masa pemerintahan Megawati jumlahnya delapan orang, diantarannya Atang Latief
(Bank Bira), James Januardy (Bank Namura), Ulung Bursa (Lautan Berlian).
Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha kerja keras
para kabinetnya yang reformis. Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang
benar-benar reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya,
beliau terpaksa menjalani 50 butir kesepakatan (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan
IMF, sehingga penangganan krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada
penyembuhan dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun “obat
tradisional”. Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh. Disisi
lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orde baru duduk di kabinetnya, padahal
masyarakat menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya
sebagai Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.
2.3.  Politik Indonesia Pada Masa Presiden BJ Habibie
Apa sih yang di maksud dengan politik ? mungkin ini pertanyaan yang terbesit di otak kita
ketika pertama kita membicarakan politk di negeri ini. Secara etimologis, politik berasal dari
bahasa Yunani ”polis” yang berarti kota yang berstatus negara. Secara umum istilah politik
dapat diartikan berbagai macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Menurut
Miriam Budiardjo dalam buku ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, ilmu politik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai
kehidupan yang baik. Beberapa definisi berbeda juga diberikan oleh para ahli , misalnya:
1. Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan.
2. Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam
menangani pemerintahan.
3. Dilain pihak pemikir Prancis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang
mengatur perkembangan negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat ini
didukung juga oleh R.N. Gilchrist.
Presiden Habibie mengadakan reformasi dalam bidang politik dan berusaha menciptakan
politik yang transparan, yang selama orde baru Indonesia selalu diwarnai Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Kolusi
merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi
dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas
tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar kecenderungan untuk
mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dl jabatan, pangkat di
lingkungan pemerintah. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab
berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya.

Gambar 1.2 Habibie Dan Ainun


Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik
dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus
demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya
mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi
tersebut. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama
(DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau
demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum. Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai
pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Agenda reformasi yang disuarakan oleh
mahasiswa yang antara lain penghapusan Dwi fungsi ABRI dan Otonomi daerah yang seluas-
luasnya menjadi perhatian BJ Habibie dalam kebijakan politiknya.
Pengertian Dwifungsi ABRI adalah fungsi yang melekat dan dimiliki pada seluruh prajurit
ABRI sebagai kekuatan hankam dan kekuatan sosial politik dalam rangka perjuangan nasional
untuk mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (SK. Menhankam
Pangab No. Skep 614/VI/1982). Memang Dwi fungsi ABRI telah ada sejak masa Revolusi
Kemerdekaan, walaupun pada masa itu belum ada undang-undang yang mengatur tentang
penetapan Dwi Fungsi ABRI. Tetapi dalam masa rezim Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI benar-
benar menjelma dalam setiap sendi-sendi dan unsur pemerintahan, ini menunjukan bahwa
militer ingin lebih berperan dalam menentukan hajat hidup rakyat Indonesia bukan hanya
menjadi alat pertahanan negara, tetapi juga berkecimpung dalam lembaga-lembaga legislatif
dan eksekutif. Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul
turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan
dalam perannya di bidang sosial-politik.Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di
Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38
orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu
Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri
memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah
ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara.
Pembangunan Indonesia pada masa orde baru yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian
besar disedot ke pusat dapat membawa negeri ini ke arah disintergrasi bangsa. Namun UU
Otonomi Daerah yang dilahirkan pada masa pemerintahan Habibie berhasil memberikan
landasan yang kokoh bagi Indonesia untuk tidak terjerumus kedalam nasib yang sama seperti
Negara Yugoslavia dan Uni Soviet. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim
Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan
dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu :
1. mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru
untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pada tahun 1999, Atas desakan publik, Pemilu yang baru segera dilaksanakan, sehingga hasil-
hasil Pemilu 1997 segera diganti Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni
1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan
diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik,
termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang
merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian
dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil
presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya
bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden
Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun
2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebelum
menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai
Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan
DPRD. Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil
dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan
Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali
peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta
Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu
1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang
diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa
terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti.
Dengan terselenggaranya Pemilu 1999 yang dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) Perjuangan pimpinan Megawati Soekarno Putri, BJ Habibie telah menunjukan dan
mengajari kita tentang pendidikan politik dalam arti demokrasi yang sebenarnya. Karena
“demokratis”-nya Habibie, maka ia pun memberikan opsi referendum bagi rakyat Timor-
Timur untuk menentukan sikap masa depannya. Timor-timur menjadi bagian Indonesia pada
17 Juli 1976. Namun, perlu dicatat bahwa Habibie bukanlah orang yang bodoh dengan mudah
memberikan opsi referendum tanpa alasan yang jelas dan tepat. Habibie sebagai Presiden RI
memberikan opsi referendum kepada rakyat Timor-Timur mengingat bahwa Timor-Timur
tidak masuk dalam peta wilayah Indonesia sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Secara yuridis, wilayah kesatuan negara Indonesai sejak 17 Agustus
1945 adalah wilayah bekas kekuasaan kolonialisme Belanda yakni dari Sabang (Aceh) hingga
Merauke (Irian Jaya/ Papua). Ketika Indonesia merdeka, Timor-Timur merupakan wilayah
jajahan Portugis. Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah
perjanjian yang disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk
Timor timur memilih merdeka dari Indonesia dan menjadi Negara Timor Leste. Inilah yang
dianggap sebagai kebijakan yang salah oleh masyarakat Indonesia dan mendorong adanya
usaha untuk menjatuhkan Habibie dari kursi kepresidenan.
Pada sidang umum MPR tahun 1999, laporan pertanggungjawaban BJ Habibie sebagai
Presiden di tolak oleh MPR. Akibatnya Habibie tidak akan mencalonkan lagi sebagai Presiden
sebagai gantinya pada tanggal 20 Oktober 1999 KH. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai
Presiden RI ke 4 dan Megawati Soekarno Putri sebagai pimpinan partai pemenang pemilu
menjadi Wakil Presiden RI ke 8. Dengan demikian berakirlah tugas sang Presiden Transisi
dalam memimpin Republik Indonesia. Meski diliputi lepasnya Timor Timur, transformasi dari
Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancer. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang
berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan
jaman

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
B. Gaya kepemimpinan BJ Habibie mengandung unsur-unsur kepemimpinan bisnis
modern: di situlah ia dibesarkan. Namun jelas terlihat juga unsur-unsur kepemimpinan
terkenal Indonesia. Tidak salah lagi, dengan segala kekuasaannya dalam dunia bisnis
internasional modern, ia tetap putera bangsa dan negaranya. Perpaduan antara ke-
Islamannya, nasionalismenya, kejawaannya, kesulawesiannya, ilmu dan teknologi
serta internasionalnya, dan lugasan bisnisnya, menjadikan BJ Habibie sebagai bagian
dari Indonesia modern.
C. Adapun kebijakan yang dilakukan B.J. Habibie pada masa pemerintahannya adalah:
D.     Sistem Pers : Pers diberi kebebasan untuk mengkritik dan mengungkap fakta yang
sebenarnya dimana selama Orba dilarang dan mencabut SIUPP 
E.     Dwi Fungsi ABRI : Mempersempit dan membatasi peranan dengan adanya Dwi
fungsi ABRI dalam pemerintahan dengan membagi Abri menjadi kepolisian dan TNI,
serta mengurangi jumlah anggota ABRi dalam Legislatif 
F.     Pemilu :Memangkas aturan yang menekan kebebesan dan keterbukaan
berdemokrasi kepada rakyat dan parpol dengan mencabut 5 paket UU Politik Orba 
G.     Perekonomian : memusatkan perhatian pada peningkatan kualitas, produktivitas,
dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran perusahaan kecil, menengah,
dan koperasi, karena terbukti memiliki ketahananekonomi dalam menghadapi krisis
dan memprioritaskan pada pemerataan pertumbuhan ekonomi 

H. Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa
kepemimpinan itu perlu selalu dipupuuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin
diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar
biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin,
pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya
adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas
pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai