Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DENTISTRY UPDATE

Smile Design pada Penutupan Diastema Menggunakan Veneer Porselin pada kasus
Protrusif

Pengampu : drg. Raditya Nugroho, Sp.KG.

Oleh :
Kelompok 8

M. Ziyad Afif (181610101119)


Salsabila Izdihar (181610101120)
Ahmad Yarham (181610101122)
Syafika Nuring F (181610101123)
Octaviana Putri P.S. (181610101125)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2021

1
ABSTRAK

Nilai penampilan gigi menjadi semakin penting dalam masyarakat saat ini. Beberapa
Pilihan pengobatan tersedia untuk mengatasi masalah yang timbul di zona sensitivitas
estetika tinggi. Setiap perawatan menawarkan beberapa keuntungan dan kerugian.
Penggunaan veneer laminasi porselen untuk mengatasi masalah estetika dan
fungsional telah banyak dilakukan terbukti menjadi pilihan manajemen yang valid
terutama di zona estetika anterior. Desain senyum adalah prinsip ilmiah yang bisa
membantu operator mencapai tujuan estetika. Laporan kasus ini membahas pasien
dengan diastema di daerah anterior dengan posisi gigi protrusif. Pasien dirawat
dengan veneer laminasi porselen pada gigi anterior untuk diastema penutupan.
Tujuan: Laporan kasus ini ditulis untuk mengedepankan pengelolaan estetika yang
baik dan berhasil pengobatan rahang atas anterior dalam kasus posisi gigi protrusif.
Kasus dan manajemen: Seorang pasien wanita berusia 37 tahun mengeluhkan
diastema pada gigi anterior dan merasa tidak nyaman dengan kondisinya. Dia tidak
senang dengan penampilannya giginya dan menahan diri agar tidak tersenyum karena
kesadaran diri. Pada pemeriksaan, ditemukan diastema dalam dirinya daerah anterior
rahang atas dan rahang bawah. Desain Senyuman diterapkan pada pasien ini, dan
diputuskan untuk menggunakan porselen veneer laminasi. Preparasi gigi disimpan
dalam enamel pada kedalaman 0,5 mm menggunakan diamond cutting kedalaman
dan berlian meruncing dengan diameter 1 mm. 0,25 mm talang dipertahankan di
daerah serviks Garis akhir talang berada di tingkat margin gingiva. Prosedur retraksi
gingiva dilakukan sebelum pencetakan gigi terakhir menggunakan double teknik
kesan. Sementasi dilakukan setelah evaluasi akhir dari segi estetika dan fungsi.
Kesimpulan: Estetika Pengelolaan penutupan diastema dengan desain senyuman
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan porcelain laminate veneer yang di
beri hasil yang memuaskan.
PENDAHULUAN

Masyarakat dewasa ini menginginkan senyum menarik, yang menyebabkan


prosedur restorasi estetik semakin berkembang. Perkembangan teknik rehabilitasi
estetik atau smile design di bidang kedokteran gigi membawa sebuah perubahan
paradigma di bidang restorasi dan estetik. Tehnik ini mentuntun para Dokter gigi
untuk dapaat melakukan analisis yang baik dalam rencana perawatan pasien,
termasuk dalam kasuskasus kedokteran gigi kosmetik.
Perawatan estetik yang seringkali diinginkan adalah veneer laminasi porselin.
Dalam bidang kedokteran gigi veneer adalah lapisan tipis yang melaminasi
permukaan gigi dengan menggunakan material restorasi, dan biasanya yang
menggantikan email adalah bahan porselin. Porselin dental merupakan bahan yang
biokompatibel, dan dapat memberikan hasil seperti email gigi asli secara natural
sempurna. Peranan dari laboratorium juga penting sebagai partner dokter gigi untuk
membuat veneer secara presisi.
Untuk memperoleh hasil yang sempurna dalam restorasi estetik diperlukan
tahapan smile design. Smile Design membutuhkan prinsip – prinsip dari senyum yang
indah berdasarkan prinsip ilmiah. Desain ini membutuhkan data – data pasien , yaitu
model diagnosis, analisa senyum yang dibuat berdasarkan data klinis pasien. Ada tiga
komponen yang diperlukan dalam konsep smile design, yaitu komponen wajah,
komponen gigi dan komponen gusi.
Tinjauan Pustaka

1. Pengertian
Veneer adalah suatu lapisan tipis, sedikit tembus cahaya, terbuat dari
bahan restorasi sewarna gigi, yang dilekatkan pada permukaan gigi anterior
secara tetap dengan menggunakan etsa asam dan bonding agent. Lapisan ini
melaminasi atau menutupi gigi yang mengalami kerusakan, kelainan atau
perubahan warna; dapat terbuat dari porselen, komposit, atau keramik. Veneer
laminasi porselin adalah selapis tipis porselen yang difungsikan untuk
menutupi permukaan gigi, untuk meningkatkan penampilan estetik (Gurel,
2003).
Restorasi veneer bertujuan untuk memperbaiki kelainan yang terjadi
mencakup defisiensi estetik dan diskolorasi. Terdapat dua macam bahan yang
digunakan untuk restorasi veneer, yaitu komposit dan porselen. Veneer
komposit ditempatkan secara langsung atau direk dengan teknik layering yang
dibentuk di dalam rongga mulut atau prefabricated sebagai veneer yang sudah
tersedia dari pabrik. Veneer porselen merupakan veneer indirek yang
memerlukan laboratorium teknik gigi dan kemudian dilekatkan pada gigi
(Irmaleny, 2017).

2. Sejarah Veneer
Veneer pertama kali ditemukan oleh seorang dokter gigi berasal dari California,
Charles Pincus, pada tahun 1928 yang pada saat itu digunakan untuk keperluan
pembuatan film, dengan cara mengubah tampilan gigi aktor walau untuk sementara
waktu. Selanjutnya, pada tahun 1973 digunakan veneer akrilik fabricated yang
dilekatkan dengan bahan adesif untuk gigi tiruan, meskipun hanya bersifat sementara
karena adesinya yang kurang baik (Irmaleny, 2017).
Prosedur etsa yang diperkenalkan Buonocore pada tahun 1959 bertujuan untuk
meneliti perlekatan veneer porselen terhadap email gigiyang telah dietsa. Penelitian
yang dilakukan Simonsen dan Calamia pada tahun 1982 mengungkapkan bahwa
porselen dapat dietsa dengan asam hydrofluoric dan kekuatan ikat dapat dicapai pada
resin komposit dan juga pada porselen,yang diperkirakan dapat menahan porselen tetap
berada di permukaan gigi secara tetap. Saat ini,dengan perkembanganbahan bonding
yang lebih baik dapatmenjadikan suatu restorasi bertahan lebih lama di dalam rongga
mulut sekitar 10-30 tahun, dan dapat diganti akibat retak, bocor, diskolorasi, fraktur,
rusak akibat karies, pengerutan gingival dan rusak akibat jejas ataupun penggerindaan.

3. Indikasi dan Kontraindikasi

Dokter gigi menggunakan suatu veneer untuk mengembalikan gigi yang fraktur,
berubah warna, ataupun dapat menggunakan beberapa veneer untuk merubah
penampilan seseorang agar lebih estetik. Pasien dengan gigi yang kecil dapat
menimbulkan celah yang mungkin tidak dapat dikoreksi oleh seorang ortodontist.
Keausan gigi, gigi yang pendek dan malposisi gigi dapat ditanggulangi dengan
menggunakan veneer. Veneer dapat menyamakan warna dengan gigi yang ada,
memperbaiki bentuk dan memperbaiki posisi gigi serta efektif digunakan untuk pasien
usia lanjut.Penggunaan veneer terbatas hanya pada pasien yang bermasalah dengan
estetik gigi,retak,pecah yang tidak memerlukan pembuatan mahkota (Irmaleny, 2017).
Indikasi perawatan dengan veneer laminasi porselin, antara lain
diskolorisasi gigi akibat fluorosis tetrasiklin, devitalisasi, fluorosis dan proses
menua; maloklusi; defek permukaan gigi, misalnya retakan pada email akibat
trauma,penuaan,hipoplasia email atau malformasi seperti peg shaped; diastema;
gigi malposisi; mengganti veneer akrilik atau komposit yang rusak; fraktur tepi
insisal gigi/chipped teeth; keausan gigi yang berjalan lambat dan email masih
tersisa; gigi yang pendek misalnya akibat atrisi; dan agenesis gigi insisivus
lateralis. (Huen-Tai, 2007)
Kontra indikasi perawatan gigi dengan veneer laminasi porselin, antara
lain sisa email yang tidak mencukupi karena abrasi hebat, emailnya kurang
mampu dietsa akibat gigi terfluoridasi atau gigi sulung, maloklusi Angle Klas
III atau gigitan edge to edge, kebiasaan bruksisma, dan menggigit benda asing.
(Huen-Tai, 2007)

4. Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan teknik perawatan dengan veneer laminasi porselin, antara lain
estetik yang baik, daya tahan yang panjang, kekuatan porselen, integritas
marginal, biokompatibilitas jaringan lunak, dan pengurangan jaringan gigi yang
minimal.Sedangkan kekurangan perawatan ini adalah harga yang relatif mahal,
fragility saat try-in dan sementasi, tidak dapat diperbaiki, waktu kunjungan lebih
lama daripada direct veneer laminasi komposit, sulit mencocokkan warna saat
sementasi, dan tidak dapat dilakukan sementasi sementara. (Aschheim, 2001)
LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan usia 37 tahun, datang ke praktik dokter gigi dengan
keluhan gigi-gigi depan atas kiri dan kanan terasa berjarak dan pasien merasa tidak
percaya diri ketika tersenyum. Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi diastema pada
anterior rahang atas (Gambar 1) (Elline, 2019).

Gambar 1: Terlihat pasien dengan gigi anterior diastema

Hasil pemeriksaan intra oral pada gigi 13,12,11,21,22,23 terlihat normal


dengan kegoyangan fisiologis 1° dan kedalam sulkus gingiva sebesar 2 mm.
Hubungan oklusi anterior terlihat normal dan kesehatan mulut baik. Pemeriksaan
perkusi dan palpasi negatif dan testermal dingin memberikan respon ngilu. Diagnosis
gigi anterior adalah pulpa normal dan akan dilakukan veneer porselin indirek pada
gigi anterior (Elline, 2019).
Pada Kunjungan I dilakukan pengambilan foto wajah pasien (gambar 3)
pencetakan untuk mock up wax (gambar 2) gigi anterior rahang atas, dan nantinya
akan berfungsi untuk veneer sementara pasca restorasi (Elline, 2019).

Gambar 2 : Wax-up pada gigi anterior dan dicetak menggunakan heavy body (putty)

Smile design (analisis senyum) pada pasien ini dilakukan pada kunjungan
pertama, yaitu dengan membuat garis – garis makro estetik, yaitu: interpupilarry line,
midline, dan membagi wajah menjadi 3 bagian yang sama. Penentuan profil pasien
yaitu cembung/protrusif karena pada penentuan bidang rickets berada lebih dari 4 mm
terhadap garis imajiner. Penghitungan besar gigi yang sesuai dilakukan dengan
menggunakan RED Portion 70%, yaitu gigi insisivus pertama adalah sebesar 70%
gigi insisivus lateral, dan gigi caninius sebesar 70% dari insisivus lateral (Elline,
2019).

Gambar 3a : Foto pasien tampak depan dan profil pasien

Gambar 3b : Dilakukan analisis makro pada pasien

Pada kunjungan kedua dilakukan preparasi pada enam gigi anterior. Preparasi
insisal dilakukan sebanyak 1,5 mm dan menggunakan insisal overlap dan preparasi
labial setebal 1,3 mm meluas ke proksimal 1 mm dan menggunakan penduan depth
cutting bur. Finish line yang digunakan adalah berbentuk chamfer yang kemudian
dilanjutkan dengan penghalusan sudut tajam dan pembulatan embrasure insisal.
Setelah dilakukan preparasi, retraction cord ukuran 0.0 diaplikasikan sebelum
dilakukan pencetakan dan gigi anterior dengan menggunakan teknik double
impression (gambar 3) (Elline, 2019).
Gambar 5: Hasil preparasi dilihat dari model

Gambar 6: Hasil preparasi veneer pada gigi 13,12,11,21,22,23

Alasan melakukan preparasi email, antara lain menyediakan dimensi ruang


yang cukup untuk bahan porselen, membuang kecembungan dan menyediakan path of
insertion veneer, menyediakan ruang yang adekuat untuk aplikasi opak serta semen
resin komposit, menyediakan dudukan yang adekuat untuk memposisikan veneer saat
insersi, mempersiapkan permukaan email untuk proses etsa dan sementasi,
memfasilitasi penempatan sulcular marginpada gigi yang mengalami diskolorisasi,
dan memberi batas transisi dari veneer ke permukaan gigi yang halus sehingga
tidaknampak batasnya dan memudahkan prosedur pembersihan plak (Rahmi et al,
2013). Prinsip preparasi veneer laminasi porselin adalah harus sekonservatif mungkin,
menyediakan ruang untuk ketebalan veneer tanpa menyebabkan overkontur, jangan
sampai pada dentin terutama pada tepi preparasi yang mudah terjadi kebocoran,
memudahkan pembersihan marginal gingiva, preparasi memberikan path of insertion
veneer yang bebas undercut, tidak meliputi internal line angle yang tajam terutama
pada daerah tepi insisal yang mendapat tekanan lebih besar, dan semua permukaan
gigi yang terlihat dari labial harus tertutup oleh porselen.
Restorasi sementara dipersiapkan menggunakan self cure resin komposit, dan
diaplikasikan pada gigi anterior menggunakan bantuan mock-up dan cetakan awal
pasien (gambar 7). Pada saat ini komunikasi dengan laboratorium dilakukan untuk
penentuan panjang gigi, posisi, ukuran, warna dan oklusi yang diinginkan (gambar 8).
Foto wajah dan mock-up juga dilampirkan kepada laboratorium.

Gambar 7 : Hasil aplikasi restorasi sementara pada pasien, smile line pasien
termasuk di consonant smile arc.

Gambar 8 : Warna yang dikehendaki adalah warna A1 sehingga dikomunikasikan


dengan laboratorium

Pada kunjungan ketiga restorasi sementara dibuka dan veneer porselin


dipersiapkan untuk sementasi. Veneer diatur posisinya sehingga terhindar dari
peletakkan yang salah (Gambar 9).
Gambar 9: Veneer diatur posisinya

Veneer dietsa menggunakan 4% Hydrofluoric acid (Porcelain Etchant) selama


3 menit dan kemudian dibilas. Prosedur dilanjutkan dengan mengaplikasikan silane
coupling agent (Porcelain Primer) dan pengeringan selama 10 detik. Sementasi
dilakukan pada dua gigi insisifus sentral terlebih dahulu dan dicek kesesuaian
midline. Etsa gigi dilakukan dengan menggunakan asam fosfat 37% selama 15 detik,
kemudian bonding diaplikasikan dan dilakukan penyinaran selama 20 detik pada tiap
gigi. Sementasi dilakukan menggunakan semen dual cure dengan polimerisasi awal
selama 5 detik untuk dapat membersihkan ekses semen. Polimerisasi dilanjutkan
kembali selama 20 detik. Pengecekan oklusi dilakukan dalam keadaan oklusi sentrik
dan dicek posisi eksentrik.

Gambar 10 : Hasil pemasangan veneer porselin pada gigi anterior.


Gambar 11 : Analisis pasca perawatan veneer porselin, terlihat smile line yang ideal dan
senyum yang simetri.
PEMBAHASAN

Peningkatan jumlah pasien dewasa untuk perawatan ortodontik dan minat


mempercepat pergerakan gigi untuk mempersingkat durasi perawatan, banyak
teknologi telah dilakukan dan dikembangkan.

LIPUS di bidang kedokteran gigi, telah menunjukkan akselerasi gigi


ortodontik yang signifikan dengan pergerakan dan pengurangan ortodontik dalam
menginduksi resorpsi akar gigi pada hewan dan manusia (Raza et al., 2016).
Studi klinis retrospektif saat ini menganalisis efek LIPUS pada pengurangan
waktu perawatan ortodontik menggunakan Invisalign clear aligners. Hasil
menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan sistem LIPUS selama perawatan
ortodontik dapat mempersingkat durasi pengobatan secara keseluruhan rata-rata
sebesar 49% (El-Bialy et al., 2020).

Mekanisme

Pemeriksaan radiografi gigi anterior menunjukkan lesi karies terletak di


sepertiga tengah dentin (Gambar 2). Dengan demikian, penggunaan strip crown
dan restorasi langsung dengan resin komposit dipilih, karena, setelah pengangkatan
jaringan karies, sisa gigi sudah cukup untuk melakukan teknik ini.

Orthodontic tooth movement (OTM) adalah proses pembentukan kembali


tulang di mana terdapat interaksi berbagai jenis sel, seperti sebagai osteoblas,
osteoklas, dan osteosit. Resorpsi tulang, yang disebabkan oleh aktivasi osteoklas
diatur oleh reseptor-ligan tumor necrosis factor (TNF) yang meliputi OPG, reseptor
penggerak faktor inti kappa-β (RANK), dan RANK-ligan (RANK-L). Selama
tekanan mekanis aplikasi yang terdapat dalam ortodontik, osteosit melepaskan
RANK-L, yang berikatan dengan RANK, merangsang fusi pra-osteoblas,
diferensiasi, proliferasi, dan kelangsungan hidup osteoklas (Matsumoto et al., 2018
& Nakashima et al., 2011). OPG adalah reseptor yang mencegah pengikatan
RANK-L ke RANK, sehingga menghambat pembentukan osteoklas. RANK-L dan
OPG penting dalam mengatur remodeling tulang selama gerakan gigi. Selanjutnya,
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) meningkat selama OTM, yang
mencegah apoptosis osteoblas, merangsang perekrutan sel osteoprogenitor, dan
mempromosikan pembentukan nodul termineralisasi dan pelepasan ALP (Luo et
al., 2012). Beberapa faktor mempengaruhi OTM, termasuk besarnya gaya
ortodontik, jenis pergerakan gigi, dan kesehatan periodontal dan umum pasien
(Alikhani et al., 2015). Laju percepatan pergerakan gigi disebabkan oleh LIPUS
yang menginduksi regangan yang mempengaruhi reseptor mekanosensitif, seperti
integrin pada membran sel. Reseptor ini selanjutnya memulai peristiwa seluler dan
molekuler di dalam sel yang dikenal sebagai mechanotransduction. Beberapa jalur
pensinyalan seluler, seperti focal adhesion kinase (FAK), mitogen-activated
protein kinase (MAPK), dan jalur Rho, telah diaktifkan dengan aplikasi LIPUS
(dalam studi in-vitro). Melalui mekanisme tersebut, LIPUS terbukti meningkatkan
pembentukan tulang dan diferensiasi osteoblas dalam kasus penyembuhan patah
tulang (Kusuyama et al., 2017). Dan juga terbukti mempromosikan angiogenesis
dengan upregulasi ekspresi VEGF dalam osteoblas manusia, osteogenesis dini
dengan meningkatkan regulasi faktor pertumbuhan mirip insulin yang memediasi
ekspresi osterix, dan peningkatan ekspresi penanda osteogenik, yaitu, kolagen I,
osteocalcin, osteopontin, dan sialoprotein tulang (Cheung et al., 2011). LIPUS
meningkatkan proliferasi osteoprogenitor sel dengan peningkatan ekspresi protein
morfogenetik tulang 2 (BMP-2), BMP-7, dan faktor transkripsi (Runx2) (Gleizal et
al., 2006) Runx2 adalah faktor transkripsi untuk diferensiasi osteoblast dari sel
induk mesenkim. Sebuah studi oleh Xue et al. menunjukkan peningkatan
remodeling tulang alveolar dengan meningkatkan ekspresi Runx2 dan BMP-2 pada
model ortodontik tikus, sehingga meningkatkan kecepatan OTM.

Meskipun LIPUS telah terbukti meningkatkan ekspresi penanda osteogenik


dalam banyak penelitian, LIPUS juga terbukti mengatur diferensiasi osteoklas
melalui ekspresi OPG / RANK-L. LIPUS dengan intensitas 100 dan 150 mW / cm2
menunjukkan penurunan jumlah dan aktivitas osteoklas, dan peningkatan dalam
ekspresi OPG / RANK-L pada tikus yang diobati dengan LIPUS (Liu et al., 2012).
LIPUS meningkatkan aktivitas osteoklas, sedangkan pada sisi ketegangan LIPUS
mempercepat aktivitas osteoblas dan meningkatkan regenerasi tulang, sehingga
mempercepat pergerakan gigi dan aman (Tanaka et al., 2015)

Keuntungan

Keuntungan lain menggunakan LIPUS selama perawatan ortodontik adalah


efek pencegahan pada resorpsi akar. Selain itu terdapat pula induksi diferensiasi
osteogenik osteoblas, yang mengarah pada perbaikan jaringan tulang (Kaur dan El-
Bialy, 2020).
KESIMPULAN

Perawatan menggunakan restorasi veneer porselin dapat dijadikan pilihan


pada perawatan gigi dengan diastema. Dokter gigi harus dapat menentukan rencana
perawatan dan restorasi yang sesuai indikasi sehingga dapat tercapai keberhasilan.
DAFTAR PUSTAKA

Alikhani, M.; Alyami, B.; Lee, I.S.; Almoammar, S.; Vongthongleur, T.; Alikhani,
M.; Alansari, S.; Sangsuwon, C.; Chou, M.Y.; Khoo, E.; et al. Saturation of the
biological response to orthodontic forces and its effect on the rate of tooth
movement. Orthod. Craniofac. Res. 2015, 18, 8–17

Harmanpreet Kaur.; Tarek El-Bialy. Shortening of Overall Orthodontic Treatment


Duration with Low-Intensity Pulsed Ultrasound (LIPUS). J. Clin. Med. 2020, 9,
1303

Luo, Y.; Wang, Y.; Poynter, J.A.; Manukyan, M.C.; Herrmann, J.L.; Abarbanell,
A.M.; Weil, B.R.; Meldrum, D.R. Pretreating mesenchymal stem cells with
interleukin-1β and transforming growth factor-β synergistically increases
vascular endothelial growth factor production and improves mesenchymal stem
cell-mediated myocardial protection after acute ischemia. Surgery 2012, 151,
353–363

Anda mungkin juga menyukai