Smile Design pada Penutupan Diastema Menggunakan Veneer Porselin pada kasus
Protrusif
Oleh :
Kelompok 8
1
ABSTRAK
Nilai penampilan gigi menjadi semakin penting dalam masyarakat saat ini. Beberapa
Pilihan pengobatan tersedia untuk mengatasi masalah yang timbul di zona sensitivitas
estetika tinggi. Setiap perawatan menawarkan beberapa keuntungan dan kerugian.
Penggunaan veneer laminasi porselen untuk mengatasi masalah estetika dan
fungsional telah banyak dilakukan terbukti menjadi pilihan manajemen yang valid
terutama di zona estetika anterior. Desain senyum adalah prinsip ilmiah yang bisa
membantu operator mencapai tujuan estetika. Laporan kasus ini membahas pasien
dengan diastema di daerah anterior dengan posisi gigi protrusif. Pasien dirawat
dengan veneer laminasi porselen pada gigi anterior untuk diastema penutupan.
Tujuan: Laporan kasus ini ditulis untuk mengedepankan pengelolaan estetika yang
baik dan berhasil pengobatan rahang atas anterior dalam kasus posisi gigi protrusif.
Kasus dan manajemen: Seorang pasien wanita berusia 37 tahun mengeluhkan
diastema pada gigi anterior dan merasa tidak nyaman dengan kondisinya. Dia tidak
senang dengan penampilannya giginya dan menahan diri agar tidak tersenyum karena
kesadaran diri. Pada pemeriksaan, ditemukan diastema dalam dirinya daerah anterior
rahang atas dan rahang bawah. Desain Senyuman diterapkan pada pasien ini, dan
diputuskan untuk menggunakan porselen veneer laminasi. Preparasi gigi disimpan
dalam enamel pada kedalaman 0,5 mm menggunakan diamond cutting kedalaman
dan berlian meruncing dengan diameter 1 mm. 0,25 mm talang dipertahankan di
daerah serviks Garis akhir talang berada di tingkat margin gingiva. Prosedur retraksi
gingiva dilakukan sebelum pencetakan gigi terakhir menggunakan double teknik
kesan. Sementasi dilakukan setelah evaluasi akhir dari segi estetika dan fungsi.
Kesimpulan: Estetika Pengelolaan penutupan diastema dengan desain senyuman
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan porcelain laminate veneer yang di
beri hasil yang memuaskan.
PENDAHULUAN
1. Pengertian
Veneer adalah suatu lapisan tipis, sedikit tembus cahaya, terbuat dari
bahan restorasi sewarna gigi, yang dilekatkan pada permukaan gigi anterior
secara tetap dengan menggunakan etsa asam dan bonding agent. Lapisan ini
melaminasi atau menutupi gigi yang mengalami kerusakan, kelainan atau
perubahan warna; dapat terbuat dari porselen, komposit, atau keramik. Veneer
laminasi porselin adalah selapis tipis porselen yang difungsikan untuk
menutupi permukaan gigi, untuk meningkatkan penampilan estetik (Gurel,
2003).
Restorasi veneer bertujuan untuk memperbaiki kelainan yang terjadi
mencakup defisiensi estetik dan diskolorasi. Terdapat dua macam bahan yang
digunakan untuk restorasi veneer, yaitu komposit dan porselen. Veneer
komposit ditempatkan secara langsung atau direk dengan teknik layering yang
dibentuk di dalam rongga mulut atau prefabricated sebagai veneer yang sudah
tersedia dari pabrik. Veneer porselen merupakan veneer indirek yang
memerlukan laboratorium teknik gigi dan kemudian dilekatkan pada gigi
(Irmaleny, 2017).
2. Sejarah Veneer
Veneer pertama kali ditemukan oleh seorang dokter gigi berasal dari California,
Charles Pincus, pada tahun 1928 yang pada saat itu digunakan untuk keperluan
pembuatan film, dengan cara mengubah tampilan gigi aktor walau untuk sementara
waktu. Selanjutnya, pada tahun 1973 digunakan veneer akrilik fabricated yang
dilekatkan dengan bahan adesif untuk gigi tiruan, meskipun hanya bersifat sementara
karena adesinya yang kurang baik (Irmaleny, 2017).
Prosedur etsa yang diperkenalkan Buonocore pada tahun 1959 bertujuan untuk
meneliti perlekatan veneer porselen terhadap email gigiyang telah dietsa. Penelitian
yang dilakukan Simonsen dan Calamia pada tahun 1982 mengungkapkan bahwa
porselen dapat dietsa dengan asam hydrofluoric dan kekuatan ikat dapat dicapai pada
resin komposit dan juga pada porselen,yang diperkirakan dapat menahan porselen tetap
berada di permukaan gigi secara tetap. Saat ini,dengan perkembanganbahan bonding
yang lebih baik dapatmenjadikan suatu restorasi bertahan lebih lama di dalam rongga
mulut sekitar 10-30 tahun, dan dapat diganti akibat retak, bocor, diskolorasi, fraktur,
rusak akibat karies, pengerutan gingival dan rusak akibat jejas ataupun penggerindaan.
Dokter gigi menggunakan suatu veneer untuk mengembalikan gigi yang fraktur,
berubah warna, ataupun dapat menggunakan beberapa veneer untuk merubah
penampilan seseorang agar lebih estetik. Pasien dengan gigi yang kecil dapat
menimbulkan celah yang mungkin tidak dapat dikoreksi oleh seorang ortodontist.
Keausan gigi, gigi yang pendek dan malposisi gigi dapat ditanggulangi dengan
menggunakan veneer. Veneer dapat menyamakan warna dengan gigi yang ada,
memperbaiki bentuk dan memperbaiki posisi gigi serta efektif digunakan untuk pasien
usia lanjut.Penggunaan veneer terbatas hanya pada pasien yang bermasalah dengan
estetik gigi,retak,pecah yang tidak memerlukan pembuatan mahkota (Irmaleny, 2017).
Indikasi perawatan dengan veneer laminasi porselin, antara lain
diskolorisasi gigi akibat fluorosis tetrasiklin, devitalisasi, fluorosis dan proses
menua; maloklusi; defek permukaan gigi, misalnya retakan pada email akibat
trauma,penuaan,hipoplasia email atau malformasi seperti peg shaped; diastema;
gigi malposisi; mengganti veneer akrilik atau komposit yang rusak; fraktur tepi
insisal gigi/chipped teeth; keausan gigi yang berjalan lambat dan email masih
tersisa; gigi yang pendek misalnya akibat atrisi; dan agenesis gigi insisivus
lateralis. (Huen-Tai, 2007)
Kontra indikasi perawatan gigi dengan veneer laminasi porselin, antara
lain sisa email yang tidak mencukupi karena abrasi hebat, emailnya kurang
mampu dietsa akibat gigi terfluoridasi atau gigi sulung, maloklusi Angle Klas
III atau gigitan edge to edge, kebiasaan bruksisma, dan menggigit benda asing.
(Huen-Tai, 2007)
Seorang pasien perempuan usia 37 tahun, datang ke praktik dokter gigi dengan
keluhan gigi-gigi depan atas kiri dan kanan terasa berjarak dan pasien merasa tidak
percaya diri ketika tersenyum. Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi diastema pada
anterior rahang atas (Gambar 1) (Elline, 2019).
Gambar 2 : Wax-up pada gigi anterior dan dicetak menggunakan heavy body (putty)
Smile design (analisis senyum) pada pasien ini dilakukan pada kunjungan
pertama, yaitu dengan membuat garis – garis makro estetik, yaitu: interpupilarry line,
midline, dan membagi wajah menjadi 3 bagian yang sama. Penentuan profil pasien
yaitu cembung/protrusif karena pada penentuan bidang rickets berada lebih dari 4 mm
terhadap garis imajiner. Penghitungan besar gigi yang sesuai dilakukan dengan
menggunakan RED Portion 70%, yaitu gigi insisivus pertama adalah sebesar 70%
gigi insisivus lateral, dan gigi caninius sebesar 70% dari insisivus lateral (Elline,
2019).
Pada kunjungan kedua dilakukan preparasi pada enam gigi anterior. Preparasi
insisal dilakukan sebanyak 1,5 mm dan menggunakan insisal overlap dan preparasi
labial setebal 1,3 mm meluas ke proksimal 1 mm dan menggunakan penduan depth
cutting bur. Finish line yang digunakan adalah berbentuk chamfer yang kemudian
dilanjutkan dengan penghalusan sudut tajam dan pembulatan embrasure insisal.
Setelah dilakukan preparasi, retraction cord ukuran 0.0 diaplikasikan sebelum
dilakukan pencetakan dan gigi anterior dengan menggunakan teknik double
impression (gambar 3) (Elline, 2019).
Gambar 5: Hasil preparasi dilihat dari model
Gambar 7 : Hasil aplikasi restorasi sementara pada pasien, smile line pasien
termasuk di consonant smile arc.
Mekanisme
Keuntungan
Alikhani, M.; Alyami, B.; Lee, I.S.; Almoammar, S.; Vongthongleur, T.; Alikhani,
M.; Alansari, S.; Sangsuwon, C.; Chou, M.Y.; Khoo, E.; et al. Saturation of the
biological response to orthodontic forces and its effect on the rate of tooth
movement. Orthod. Craniofac. Res. 2015, 18, 8–17
Luo, Y.; Wang, Y.; Poynter, J.A.; Manukyan, M.C.; Herrmann, J.L.; Abarbanell,
A.M.; Weil, B.R.; Meldrum, D.R. Pretreating mesenchymal stem cells with
interleukin-1β and transforming growth factor-β synergistically increases
vascular endothelial growth factor production and improves mesenchymal stem
cell-mediated myocardial protection after acute ischemia. Surgery 2012, 151,
353–363