Anda di halaman 1dari 13

Tugas Mata Kuliah Pengolahan Limbah

Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Anggota Kelompok:

1. Ahmad Ali Fikri 205061100111045


2. Dhicky Adji Dharmawan 205061100111048
3. Ragil sudar sugiono 205061107111038
4. Bisma Lukmanuzzaman FH 205061100111037
5. 4.Muhammad Merdy 205061100111044
6. Ngasden Liyus S. 205061100111041
7. Ilham Kurniawan 205061107111036

Fakultas Teknik

Teknik Kimia

Universitas Brawijaya Malang

2021

i
Daftar Isi

Cover....................................................................................................................................... i

Daftar isi.................................................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan.................................................................................................................01

A. Identifikasi Masalah....................................................................................................01
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................01
C. Tujuan..........................................................................................................................01

BAB II Tinjauan Pustaka........................................................................................................02

BAB III Analisis dan Pembahasan..........................................................................................04

1. Potensi dampak sebelum pembakaraan.......................................................................04


2. Potensi dampak selama proses pengoperasian boiler..................................................05
3. Potensi dampak setelah proses pembakaran batu bara................................................06

BAB IV Penutup.....................................................................................................................08

A. Kesimpulan..................................................................................................................08
B. Saran............................................................................................................................08

Daftar Pustaka.........................................................................................................................09

Lampiran.................................................................................................................................10

ii
BAB 1

Pendahuluan

A. Identifikasi Masalah
Unit Pembangkitan Paiton adalah sebuah pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) yang dikelola oleh PT Pembangkitan Jawa-Bali milik PT PLN (Persero).
Pembangkit ini berada di kompleks pembangkit listrik di Kecamatan Paiton,
Kabupaten Probolinggo. Tepatnya berada di posisi paling timur kompleks yang
berada di tepi jalur pantura Surabaya-Banyuwangi. Pembangkit ini
mengoperasikan 2 PLTU dengan total kapasitas 800 MW. Energi listrik ini
kemudian didistribusikan melalui SUTET 500 kV Sistem Interkoneksi Jawa-Bali.
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah suatu sistem dari beberapa unit
pembangkit yang mengandalkan energi mekanis dari uap untuk menghasilkan
energi listrik. Dalam PLTU, energi primer yang dikonversikan menjadi energi
listrik adalah bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan dapat berupa batubara
(padat), minyak (cair), atau gas. Ada kalanya PLTU menggunakan kombinasi
beberapa macam bahan bakar.
Seperti diketahui, PLTU Paiton merupakan salah satu industri modern
berskala besar karena menghasilkan produk listrik dengan daya cukup besar.
Selain memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap lingkungan hidup
perairan, air limbah dari PLTU dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap
keseimbangan alam, seperti pencemaran lingkungan. Makin besar daya listrik
yang terpasang dalam suatu unit pembangkit, makin besar pula limbah yang
dihasilkan, serta makin luas pula perairan yang tercemar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja limbah yang dihasilkan oleh PLTU Paiton?
2. Bagaimana daya dukung lautnya?

C. Tujuan
1. Mengetahui potensi limbah berbahaya yang dihasilkan PLTU Paiton
2. Mengetahui daya dukung laut didekat PLTU Paiton

1
BAB 2

Tinjauan Pustaka

PLTU setiap melakukan pembakaran batubara akan menghasilkan uap dan gas buang
yang sangat panas. Gas buang tersebut berfungsi untuk memanaskan pipa boiler yang berada
di atas lapisan mengambang. Gas buang ini selanjutnya dialirkan ke pembersih yang di
dalamnya terdapat alat pengendap debu. Setelah gas tersebut bersih, kemudian dibuang ke
atmosfer melalui cerobong, sedangkan uapnya dialirkan ke turbin yang akan menyebabkan
turbin bergerak. Poros turbin dihubungkan atau dikopel dengan poros generator. Gerakan
turbin tersebut akan menyebabkan gerakan generator pula, sehingga menghasilkan energi
listrik. Uap tersebut kemudian dialirkan ke kondensor untuk diubah menjadi air. Selanjutnya
air tersebut dengan bantuan pompa air umpan (Boiler Feed Water Pump) dialirkan ke boiler
sebagai air pengisi. Pada umumnya, generator yang digunakan berukuran besar dengan
jumlah lebih dari satu unit dan dioperasikan bergantian. Pada saat PLTU batubara beroprasi
terjadi kenaikan suhu yang sangat cepat pada kondensor yang mengakibatkan kondensor
menjadi panas. Untuk mendinginkan kondensor diperlukan air dalam jumlah yang besar, oleh
karena itu perlu dipertimbangkan pembangunan PLTU berada di daerah pantai atau daerah
yang banyak air.

Masih dominannya penggunaan PLTU Batu bara di Indonesia berpotensi


menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, termasuk dampak negatif bagi ekosistem
pesisir dan laut. Perlindungan ekosistem pesisir dan laut menjadi aspek yang perlu
diperhatikan karena kegiatan PLTU batu bara umumnya terletak di wilayah pesisir. Seluruh
kegiatan operasional PLTU Batu bara, dimulai dari transportasi batu bara, penyimpanan batu
bara, sampai air limbah hasil pembakaran batu bara, dapat menurunkan kualitas air laut dan
menganggu kehidupan flora dan fauna air. Kegiatan PLTU berbahan bakar batu bara
membutuhkan air dalam kuantitas yang cukup besar untuk proses pendinginan pembangkit
sehingga biasanya kegiatan PLTU Batu bara berada di wilayah pesisir. Air dibutuhkan sejak
dari pengangkutan batu bara, penyimpanan batu bara, dan untuk mendinginkan dan
mengembunkan uap. Air yang dibutuhkan untuk proses pendinginan bergantung dari
teknologi yang dibutuhkan, tetapi rata-rata satu PLTU Batu bara memasok air laut sebanyak
13.515 gallon dan menggunakan 482 gallon air per MWh untuk proses pendinginan dan
pengembunan uap. Dengan berada di wilayah pesisir, dampak yang ditimbulkan PLTU Batu
bara terhadap ekosistem pesisir dan laut pun juga cukup signifikan. Penulis membagi dampak

2
negatif yang ditimbulkan oleh PLTU Batu bara terhadap ekosistem pesisir dan laut ke dalam
tiga bagian yakni potensi dampak sebelum proses pembakaran batu bara, potensi dampak
selama proses pengoperasian boiler, dan potensi dampak setelah proses pembakaran batu
bara. Potensi dampak sebelum proses pembakaran batu bara seperti debu batu bara dari
kegiatan penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat batu bara dan air limpasan dan air
lindi dari penyimpanan batu bara (coal stockpile).

Di Indonesia produksi limbah abu terbang dan abu dasar dari PLTU diperkirakan
mencapai 2 juta ton pada tahun 2006, dan meningkat menjadi hampir 3,3 juta ton pada tahun
2009. Khusus untuk PLTU Surabaya, sejak tahun 2000 hingga 2006 diperkirakan ada
akumulasi jumlah abu sebanyak 219.000 ton per tahun (PLN, 1997). Produksi abu terbang
dari pembangkit listrik di Indonesia ini terus meningkat, pada 2000 jumlahnya mencapai 1,66
miliar ton dan mencapai 2 miliar ton pada 2006. Menurut Thahir (2017), PLTU Suralaya
sebagai salah satu anak perusahaan dari PLN dan Independent Power Producer (IPP),
menghasilkan limbah batubara sebesar 2,7 juta ton/tahun dan bisa terus bertambah hingga
11,2 juta ton/tahun pada 2027. PLTU sebagai penyumbang terbesar produksi FABA (Fly Ash
Dan Bottom Ash) akan menjadi penyumbang pencemaran pula bagi lingkungan jika tidak
menangani masalah FABA ini dengan baik. Salah satu kemungkinan penanganannya adalah
dengan memanfaatkan FABA ini secara masif untuk bahan baku konstruksi, semen,
pembuatan refraktori, road base. Pemanfaatan lain seperti bahan pembenah lahan, material
penetral, absorber dapat pula dipakai namun tidak semasif pada pemanfaatan sebagai material
konstruksi.

Seperti di Indonesia, batubara dimanfaatkan sebagai sumber energi utama di Cina,


dan FABA sebagai material yang tersisa dari pembakaran batubara, juga dianggap sebagai
limbah dan harus disimpan atau dibuang. Persamaan lain, Cina juga menghasilkan abu
terbang dalam jumlah besar dan mendapat perhatian publik yang cukup besar pula.Salah satu
contoh lokasi pembuangan FABA di Indonesia adalah di PLTU Paiton Jawa Timur,
mempunyai luas keseluruhan kira-kira 29 Ha yang sudah diratakan dan dipadatkan untuk
pengelolaan FABA. Penampungan ini terdiri dari satu laguna penampung FA, satu laguna
penampung BA dan satu laguna penampung air limpasan yang dirancang dengan sistem
tertutup yang dilengkapi dengan sistem penyekat dengan pengaturan permeabilitas sesuai
aturan yang ditetapkan (Sprint Consultant, 2015). FABA dianggap sebagai sumber limbah
padat tunggal industri terbesar pada saat ini. Zat-zat yang bersifat racun dalam FABA

3
diperkirakan tidak hanya mencemari tanah, udara dan air setempat, tetapi juga akan
menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia melalui rantai makanan.

BAB 3

Analisis dan Pembahaasan

1. Potensi Dampak Sebelum Proses Pembakaran Batu Bara


a. Debu batu bara dari kegiatan penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat batu bara.
Batu bara dapat diangkut menggunakan truk, kereta, tongkang, atau melalui pipa
dengan air sebagai media transportasi (slurry pipeline). Sebelum diangkut, batu bara akan
disemprot dengan air terlebih dahulu untuk mengurangi debu-debu yang akan
berterbangan terkena angin. Batu bara selanjutnya diangkut ke tempat penyimpanan batu
bara. Apabila kegiatan pengangkutan, bongkar muat dan penyimpanan batu bara dalam
keadaan terbuka, tidak menutup kemungkinan debu batu bara tertiup angin dan jatuh ke
laut atau batu bara tumpah ke laut saat proses bongkar muat.
Partikel-partikel batu bara yang ada di laut dapat meningkatkan kekeruhan air laut
sehingga menghambat proses fotosintesis dari produsen primer yang kemudian akan
mengganggu keseluruhan rantai makanan. Partikel batu bara juga dapat menyumbat organ
pencernaan dan pernapasan hewan-hewan laut sehingga mengurangi efisiensi kinerja
organ dan merusak organ-organ tersebut. Partikel batu bara yang jatuh sampai ke dasar
laut akan mencekik pernafasan hewan-hewan dan tanaman-tanaman yang ada di dasar laut

b. Air limpasan dan air lindi dari penyimpanan batu bara (coal stockpile)
Apabila tempat penyimpanan batu bara dalam keadaan terbuka, batu bara yang
terkena air hujan akan menghasilkan air limpasan dan air lindi. Air limpasan adalah air
hujan yang mengalir di permukaan tumpukan batu bara dan membawa serbuk batu bara
yang menempel pada badan batu bara. Air lindi adalah air yang mengandung organik dan
anorganik elemen hasil pencucian batu bara dan kemudian masuk ke tanah atau badan air
lainnya. Air limpasan dan air lindi akan dialirkan ke kolam pengendapan (settling pond)
untuk mengendapkan partikel-partikel padat dalam batu bara dan mengurangi kandungan
logam berat dalam air lindi dan air limpasan.Dampak negatif terbesar yang dapat
ditimbulkan dari air lindi dan air limpasan adalah kandungan logam berat yang
dikandungnya, misalkan seng, timbal, aluminium, arsen, dan tembaga. Logam berat ini

4
bersifat beracun bagi tanaman, ikan, margasatwa, dan serangga akuatik serta menurunkan
kualitas badan air penerima sehingga tidak layak untuk menjadi sumber air minum dan
sumber rekreasi.

2. Potensi Dampak Selama Proses Pengoperasian Boiler

a. Kematian organisme akuatik akibat pemasokan air laut melalui cooling water intake
structure

Ada dua dampak yang dapat ditimbulkan dari pemasokan air laut melalui cooling
water intake structure. Ketika air laut dalam jumlah besar diambil untuk proses
pendinginan kondenser, organisme akuatik seperti plankton, benthos, ikan, dan larva
dapat ikut tertarik masuk dan terjebak di dalam cooling water intake structure. Perubahan
suhu dan perubahan tekanan secara tiba-tiba akan mengakibatkan kematian bagi
organisme akuatik tersebut. Apabila dalam cooling water intake structure dipasang
saringan (screen), organisme akuatik dapat tertahan di saringan dan mati. Kematian
biota-biota laut akan menganggu keseimbangan rantai makanan. Misalkan, penurunan
populasi telur dan larva akibat mati terseret masuk ke dalam cooling water intake
structure akan mengakibatkanrangnya sumber makanan bagi burung dan ikan sehingga
kompetisi untuk mendapatkan makanan akan meningkat. Apabila area tempat penurunan
populasi telur dan larva merupakan area migrasi untuk spesies-spesies tertentu,
penurunan populasi telur dan larva dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan
skala lokal dan regional. Lebih jauh lagi, hal ini dapat berdampak pada perekonomian
dan pariwisata area yang bersangkutan.

b. Limbah air panas/limbah bahang hasil proses pendinginan pembangkit yang dibuang ke
laut

Pada saat PLTU Batu bara beroperasi, suhu pada kondensor naik dengan cepat
sehingga mengakibatkan kondensor menjadi panas. Air laut yang dipasok dengan
cooling water intake structure akan digunakan untuk mendinginkan kondenser sehingga
kondenser dapat kembali beroperasi. Kebiasaan hidup, tingkat pertumbuhan, dan tingkat
reproduksi bentos, alga, karang, dan organisme-organisme lainnya dapat terpengaruh
sehingga berujung pada kematian. Peningkatan suhu air laut sampai melebihi 31 oC akan
mengakibatkan pemutihan karang (coral bleaching) serta merubah pola migrasi dan
reproduksi biota laut. Peningkatan suhu air laut sebesar 1,5oC-2,5oC juga akan

5
mempengaruhi populasi kelompok cetacean. Air laut yang telah menjadi panas disebut
sebagai limbah bahang/limbah air panas dan akan dibuang ke laut. Pembuangan limbah
bahang dengan suhu yang lebih tinggi dengan suhu air laut akan mengakibatkan
peningkatan suhu air laut, menurunkan kadar oksigen dalam laut, dan menurunkan
kualitas ekosistem laut.

c. Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan PLTU Batu bara

Air limbah yang dimaksud di sini adalah air limbah selain limbah bahang, air lindi,
dan air limpasan, yaitu air limbah yang bersumber dari proses pencucian (dengan atau
tanpa kimia) dari semua peralatan logam, blowdown cooling tower, blowdown boiler,
laboratorium, regenerasi resin water treatment plant, air limbah dari kegiatan fasilitas
desalinasi, dan air limbah yang mengandung minyak yang berasal dari drainase lantai
kerja, kebocoran (seepage), kebocoran air limbah dari pencucian peralatan. Apabila tidak
dikelola dengan baik, polutan dan mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah
tersebut akan berpindah ke laut ketika air limbah dibuang. Misalkan air limbah dari hasil
pencucian peralatan logam akan mengandung logam berat yang berasal dari bahan
konstruksi peralatan yang dicuci, biasanya berupa besi, nikel, seng, dan tembaga.
Besarnya derajat negatif yang timbul dari air limbah tersebut bervariasi bergantung
kesehatan komunitas sekitar, karakteristik limbah, dan tindakan pengelolaan limbah yang
dilakukan.

3. Potensi Dampak Setelah Proses Pembakaran Batu bara


a. Air lindi dari tempat penyimpanan abu batu bara
Batu bara yang telah dibakar akan menghasilkan limbah padat hasil pembakaran batu
bara (coal combustion residue) yang terdiri dari fly ash, bottom ash, boiler slag, dan
limbah padat dari Flue Gas Desulfurization (“FGD”). Proporsi terbesar dari limbah padat
hasil pembakaran batu bara adalah fly ash dan bottom ash yang biasanya disebut sebagai
abu batu bara dengan komposisi keduanya yaitu 75%-80% fly ash dan 20%-25% bottom
ash. Ada dua metode untuk menangani abu batu bara, yaitu penanganan basah dan
penanganan kering. Pada penanganan basah, abu batu bara akan dialirkan menggunakan
air ke kolam pengendapan (settling pond). Abu batu bara akan mengendap di dasar kolam
dan air yang ada di kolam akan dibuang ke laut atau dipompa kembali ke pembangkit
untuk digunakan kembali. Pada penanganan kering, abu batu bara akan langsung dibuang
ke tempat pembuangan akhir (landfill) tanpa menggunakan media air. Air lindi akan

6
dihasilkan baik pada kolam pengendapan ataupun tempat pembuangan akhir. Biasanya,
pada kolam pengendapan dan tempat pembuangan akhir akan dipasang lapisan pengendap
(liner) di bawahnya untuk mencegah air lindi meresap ke air tanah dan menjamin air lindi
diolah dengan baik sebelum dibuang ke laut.Air lindi yang dihasilkan dari kolam
pengendapan dan tempat pembuangan akhir mengandung logam berat yang berbahaya
bagi ekosistem laut karena logam berat ini bersifat bioakumulasi, artinya logam berat tidak
akan terdegradasi dan konsentrasinya akan semakin meningkat seiring dengan semakin
tingginya posisi logam berat di rantai makanan. Karakteristik dan kandungan logam berat
dalam setiap abu batu bara bervariasi bergantung dari tipe batu bara, kondisi pembakaran
batu bara, teknologi yang digunakan untuk mengontrol emisi, dan metode penanganan abu
batu bara. Beberapa logam berat paling berbahaya yang umumnya terdapat dalam air lindi
adalah arsen, merkuri, selenium, timbal, kadmium, boron, bromida, nitrogen, dan fosfor

b. Emisi hasil PLTU Batu bara sebagai kontributor hujan asam

Batu bara yang dibakar memancarkan sejumlah polutan seperti NOx dan SO3 yang
merupakan kontributor utama dalam hujan asam. Asam dalam air hujan menambah
kemampuan air itu untuk melarutkan dan membawa lebih banyak logam-logam berat
keluar dari tanah sampai akhirnya mencapai laut, misalkan arsenik, nikel, krom, timbal,
dan merkuri. Hujan asam juga mengakibatkan asidifikasi laut yang akan menurunkan
kualitas laut dan mengganggu proses metabolisme hewan-hewan di laut. Untuk menurunkan
konsentrasi SO3 dari gas buang (fluegas) atau dikenal dengan flue gas desulfurization (FGD).

7
BAB 4

Penutup

A. Kesimpulan

1. Dalam proses pengelolahan batu bara menjadi PLTU terdapat limbah yang berpotensi
dapat memperburuk lingkungan dari sebelum proses pembakaran batu bara, ketika
masa penyimpanan yang menyebarkan partikel/debu batu bara. Selama proses
pengoperasian boiler yang menghasilkan limbah bahang/air panas. Dan yang terakhir,
potensi setelah proses pembakaran batu bara yang menghasilkan air lindi dan polutan
berupa NOx dan SO3 yang merupakan penyebab hujan asam.
2. Untuk mengatasi limbah-limbah hasil pembakaran batu bara dilakukan upaya seperti
batu bara disemprot terlebih dahulu dengan air agar partikel/debu tidak bertebaran,
mengalirkan limbah air limpasan dan lindi ke kolam pengendapan (setting pond)
untuk mengurangi kandungan logam berat, dan menggunakan metode FGD untuk
menurunkan konsentrasi SO3.
B. Saran
Dengan semakin majunya perkembangan zaman juga harus diiringi dengan
perkembangan teknologi pengelola limbah yang menggunakan prinsip reuse (pakai
ulang), reduction (pengurangan limbah), recovery, dan recycling (daur ulang). Sehingga
lingkungan disekitar dapat terjamin kebersihan dan tidak merusak biota laut maupun
ekosistem lainnya.

8
Daftar Pustaka

9
Lampiran

10
11

Anda mungkin juga menyukai