PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memiliki anak adalah dambaan bagi setiap pasangan suami isteri, tetapi
tidak dapat dipungkiri bahwa ada keadaan dimana seorang isteri tidak dapat
mengandung karena adanya kelainan pada rahim sang isteri. Teknologi
kedokteran telah menemukan program bayi tabung yang dalam
perkembangannya dapat dilakukan dengan menggunakan surrogate mother.
Surrogate mother adalah seorang wanita yang mengadakan perjanjian (gestational
agreement) dengan pasangan suami isteri yang mana dalam
perjanjian tersebut si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan
suami isteri infertil tersebut dengan suatu imbalan tertentu.
Di Indonesia, peraturan mengenai bayi tabung diatur secara umum dalam
pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan dan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 72 /Menkes / Per / II / 1999 tentang Penyelenggaraan teknologi
Reproduksi Buatan. Dari kedua peraturan tersebut dengan jelas dikatakan
bahwa praktek surrogacy dilarang pelaksanaannya di Indonesia, hal ini
dipertegas dengan adanya sangsi pidana yang dapat dikenakan bagi yang
melakukan (pasal 82 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Akan tetapi jika
si pasangan suami isteri melakukan praktek surrogacy di luar negeri yang
mengizinkan praktek tersebut dan kemudian anak yang lahir dari praktek
surrogacy itu dibawa ke Indonesia maka akan menimbulkan permasalahan hukum
mengenai status anak tersebut. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak
mengatur mengenai status anak yang lahir dari praktek surrogacy, dan
tidak ada peraturan yang dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik, hal
ini memang belum terjadi di Indonesia tetapi bukan berarti Indonesia dapat
menutup mata atas permasalahan ini, karena permasalahan praktek surrogacy
dilarang di Indonesia. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari
ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila
1
dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada
temperatur -321 derajat Fahrenheit.Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan
untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan
secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang
permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan yang mana kemudian
program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan
lainnya yang menyebabkan tidak dimungkin untuk memperoleh keturunan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Surrogate Mother?
2. Apa sajakah tipe Surrogate Mother?
3. Apa penyebab program hamil Surrogate Mother?
4. Apa risiko program hamil Surrogate Mother?
5. Apa itu Surrogate Mother menurut hukum dan etika?
6. Apa itu surrogate Mother berdasarkan Prinsip Etika keperawatan
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi Surrogate Mother
2. Mengetahui tipe Surrogate Mother
3. Memahami penyebab program hamil Surrogate Mother
4. Memahami risiko program hamil Surrogate Mother
5. Mengetahui surrogate mother menurut hukum dan etika
6. Memahami surrogate mother berdasarkan prinsip etika keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Surrogate Mother adalah program hamil dimana terdapat ibu
pengganti yang hamil untuk menggantikan ibu aslinya, umumnya karena
ibu aslinya mengalami masalah kesuburan, tidak bisa hamil, atau kondisi
medis lainnya. Surrogate Mother juga disebut dengan sewa rahim. Anda
menyewa rahim seseorang untuk hamil bayi Anda dengan sperma dan sel
telur Anda dan pasangan, atau melalui pendonor sperma. Program hamil
dengan Surrogate Mother sedang jadi tren beberapa tahun belakang ini dan
menuai banyak kontroversi. Pertanyaan paling banyak tentang Surrogate
Mother adalah apakah DNA janin tersebut sama persis dengan DNA orang
tua asli, bagaimana cara melakukan Surrogate Mother , biaya yang
dibutuhkan, dan hukum legalitas Surrogate Mother.
3
dikatakan si ibu pengganti tersebut sebenarnya adalah ibu kandung
dari anak tersebut secara biologis.
4
D. Risiko Program Hamil Surrogate Mother
Terdapat beberapa risiko program hamil Surrogate Mother walaupun
metode ini sangat membantu untuk pasangan lain agar bisa memiliki anak.
Risiko menjadi ibu pengganti seperti masalah kehamilan pada umumnya
yaitu mual, muntah, berat badan naik, hingga kemungkinan keguguran.
Seorang ibu pengganti juga harus memerhatikan kesehatan mental
mereka karena pasti tidak mudah untuk merawat dan menjaga janin untuk
kemudian diberikan kepada pasangan lain. Serta kontroversi dan hukum
legalitas anak Surrogate
5
yang mengikatkan dirinya,cakap untuk membuat suatu
perjanjian,mengenai suatu hal tertentu,suatu sebab yang halal. Suatu
perjanjian harus mencermikan asas asas antara lain : asas kebebasan
berkontrak (Freedom Of Contract), asas konsensualisme ( Consensualism),
asas kepastian hukum ( Pacth sunt servanda),asas etikat baik (Good Faith),
asas kepribadian,asas kepercayaan,asas kekuatan mengikat,asas persamaan
hukum,asas keseimbangan,asas moral,asas kepatutan,asas kebiasaan,asas
perlindungan.
Indonesia belum memiliki aturan yang spesifik mengatur mengenai
surrogate mother,oleh karena itu pelaksanaan surrogate mother yang
terkait dengan perjanjian surrogacy tidak dimungkinkan dilakukan
diwilayah hukum Indonesia. Indonesia melarang segala tindakan terkait
surrogate mother karena bertentangan dengan norma adat,agama dan
kepatutan. Demikian pula sebagian besar negara negara di Eropa menolak
konsep Surrogate Mother karena perjanjian surrogacy bertentangan
dengan kebijakan publik dan menolak komersialisasi tubuh manusia.
6
4. Tidak Membahayakan
Tindakan keperawatan yang dilakukan tidak bersifat
membahayakan atau menimbulkan cedera fisik dan psiologis pada ibu
pengganti.
5. Kejujuran
Perawat harus menyampaikan kebenaran pada calon ibu pengganti
dan memastikan bahwa ia sangat mengerti dengan situasi yang sedang
dihadapi. Informasi yang disampaikan harus akurat, komprehensif dan
objektif.
6. Kesetiaan, menepati janji
Perawat memperlakukan klien dengan hormat dan dan mengormati
kesepakatan yang dibuat dengan klien
7. Kerahasiaan
Perawat wajib merahasiakan segala identitas maupun dokumen dan
catatan kesehatan pasien
8. Informed Content
Perawat menyiapkan surat persetujuan dari prosedur yang akan
dijalani pasien dan memastikan bahwa pasien memahami isi dari surat
persetujuan tersebut
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan
dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat
manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai
permasalahan moral etika dan hukum yang kompleks sehingga
memerlukan pertimbangan dan pengaturan yang bijaksana dalam rangka
memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap semua pihak yang
terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap
mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia.
B. Saran
Agar pemerintah dan organisasi profesi memperkuat pengawasan
dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kontrol etika dan moral
dalam penerapan teknologi reproduksi buatan serta membuat dan
menerapkan peraturan yang jelas dalam rangka memberikan rambu rambu
dalam pelaksanaan teknologi tersebut sehingga mampu memberikan
perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam penerapan
teknologi reproduksi buatan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Traci C. 2019. Using a Surrogate Mother: What You Need to Know.
https://www.webmd.com/infertility-and-reproduction/guide/using-surrogate-
mother#1.
Lindsay, Jessica. 2018. What is a surrogate mother and how does the process
work?. https://metro.co.uk/2018/01/17/surrogate-mother-process-work-
72372740/.