DOSEN PEMBIMBING:
Ibu Euis D. Komariah, Ns., MSN
DISUSUN OLEH
Andreas Adam (2019004) Lea Sajow (2019031)
Cantika Wangko (2019006) Maria Moningka (2019034)
Claudia Pandeinuwu (2019008) Maria Rosario (2019035)
Gideon Kereh (2019020) Raynaldo Rumondor (2019046)
Hanna Dopong (2019025) Sesilia Untu (2019053)
Igar Richardo (2019026) Verrenia Losu (2019056)
TINGKAT I / SEMESTER II
AKADEMI KEPERAWATAN GUNUNG MARIA
TOMOHON
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmatnya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah pemberian obat rectal.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penyusun tidak
luput dari kesalahan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi
walaupun demikian, penyusun berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah
meskipun tersusun sederhana.
Penyusun menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta beberapa kerabat
yang member masukan yang bermanfaat bagi penyusun demi tersusunnya makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca
pada umumnya. Penyusun mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang
bersifat membangun.
penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………....... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………..................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………....... 1
B. TUJUAN………………………………………………….......................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN…………………………………………………................. 3
B. JENIS PEMBERIAN OBAT………………………………………………. 10
C. TEKNIK PEMBERIAN OBAT……………………………………………. 12
D. LOKASI PEMBERIAN OBAT……………………………………………. 13
E. INDIKASI PEMBERIAN OBAT………………………………………….. 13
F. KONTA INDIKASI PEMBERIAN OBAT ……………………………….. 14
G. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN……………………………………… 15
H. PRINSIP PEMBERIAN OBAT……………………………………………. 15
I. PROSEDUR PEMBERIAN OBAT………………………………………... 16
DAFTAR PUSTAKA 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rektum merupakan salah satu organ terakhir dari usus besar pada
manusia dan beberapa jenis mamalia lainnya yang berakhir di anus. Organ
ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi.
Pemberian obat baik bentuk padat maupun cair pada terapi pengobatan
maupun perawatan di rektum akan mengalami suatu proses
farmakodinamika (absorbsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi) yang
berupa serangkain system dari pemberian hingga penyerapan molekul zat
aktif pada reseptor. Rangkaian ini merupakan rincian dari DDS (Drug
Delivery System).
DDS adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran (delivery)
senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Sistem penghantaran
obat yang berkaitan dengan jumlah zat aktif yang diharapkan dapat
dilepaskan sesuai dengan kinetika yang dikehendaki sehingga mencapai
tempat tertentu dalam tubuh dimana titik penyerapan optimal. Merupakan
suatu kesatuan struktur yang mempengaruhi ketersediaan hayati zat aktif.
Potensi untuk pengembangan bentuk sediaan oral sangat terbatas
untuk bahan aktif yang kurang diserap dalam saluran pencernaan bagian atas
(GI) dan tidak stabil untuk enzim proteolitik. Populasi pasien tertentu,
terutama anak-anak, orang tua, dan mereka dengan masalah menelan, sering
sulit diobati dengan tablet oral dan kapsul.
Selain itu, pengobatan beberapa penyakit yang terbaik dicapai dengan
administrasi langsung di dekat daerah yang terkena, terutama dengan
1
penyakit yang melibatkan mata, berhubung dgn telinga, kulit, rongga mulut,
dan jaringan anorectal. Meskipun oral dapat digunakan untuk obat yang
ditargetkan untuk beberapa jaringan yang sakit, paparan wadah seluruh
tubuh terhadap obat diberikan tidak efisien dan dapat mengakibatkan efek
samping yang tidak diinginkan.
Pemberian obat rektal ini bisa menerima, namun hanya untuk
pemberian obat lokal dan sistemik. Ini telah efektif digunakan untuk
mengobati penyakit lokal daerah anorectal serta memberikan obat sistemik
sebagai alternatif untuk pemberian oral.
B. TUJUAN
1. Mengetahui anatomi rektum
2. Mengetahui kinetika (penyerapan) sediaan rektal
3. Mengetahui contoh obat-obat sediaan rektal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
3
dinding rental yang melewati sphincter ani interna. Kontraindikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rektal.
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui anus atau rektum. Umumnya berbentuk torpedo dapat
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak
sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang
bersifat local atau sistematik.
Suppositoria merupakan obat luar karena penggunaannya tidak melewati
mulut dan tidak menuju ke arah lambung, hanya dimetabolisme dalam darah
dan dinding usus.
Salep (cream) adalah sediaan yang digunakan untuk pemberian topikal
ke area perianal. Sebagian besar digunakan untuk terapi kondisi lokal pruritis
anorektal, inflamasi dan nyeri atau ketidaknyamanan akibat wasir
4
Luas permukaan rectal 200-400 cm2, pada saat kosong rectum
mengandung sejumlah kecil cairan (1-3 ml) dengan kapasitas buffer yang
rendah; pH sekitar 7,2 karena kD(kecepatan disolusi), pH akan bervariasi
sesuai obat yang terlarut di dalamnya. Panjang dari kolon sekitar 5 kaki (150
cm) dan terbagi lagi menjadi 5 segment. Rectum adalah segmen anatomi
terakhir sebelum anus yang merupakan bagian distal usus besar.
Rectum memiliki panjang pada manusia dewasa rata-rata 15-19 cm, 12-14
cm bagian pelvinal sampai 5-6 cm bagian perineal, pada bagian teratas
dibungkus dengan lapisan peritoneum. Sedang pada bagian bawah tidak
dibungkus dengan peritoneum maka disebut pula dengan rectal ampula.Yaitu
membrane serosa yang melapisi dinding rongga abdomen dan pelvis dan
melapisi visera.Kedua lapisan tersebut menutupi ruang potensial, rongga
peritoneum.Anal canal memiliki panjang 4-5 cm.
5
Rektum dialiri 3 jenis pembuluh darah :
a) Vena haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum inferior,
selanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah langsung ke
peredaran umum.
b) Vena haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang
bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna
selanjutnya membawa darah ke peredaran umum (kecuali hati).
c) Vena haemorrhoidales anterior = Vena haemorrhoidales medialis
Volume cairan dalam rektum sangat sedikit ( 2 mL) sehingga laju difusi
obat menuju tempat absorpsi lebih lambat.
pH cairan rektum netral 7,2 -7,4, sehingga kemungkinan obat melarut
lebih kecil dibanding oral yang terdiri dari beberapa bagian.
Adanya feses menghambat penyerapan, sehingga sebaiknya pemberian
sediaan setelah defekasi.
Rektum mempunyai dua peranan mekanik, yaitu sebagai tempat
penampungan feses dan mendorongnya saat pengeluaran.
Pada bagian anus terdapat jaringan kulit subkutan yang tebal. Valve adalah
lipatan membrane di dalam saluran atau kanal yang mencegah aliran balik refluks
isi yang melaluinya. Levator berupa otot yang mengangkat organ atau struktur
Mekanisme kerja
1. Cocokan akurasi dan kelengkapan tiap MAR dengan resep obat asli dari
dokter.Periksa kembali nama klien dan nama obat,dosis ,jalur dan waktu
pemberian obat
2. Lihat kembali rekam medis apakah terdapat riwayat pembedahan rectal atau
perdarahan.
3. Siapkan obat dan bandingkan label obat dengan MAR setidaknya dua kali
sebelum memberikan obat.
6
4. Berikan obat pada klien tepat waktu dan selalu cuci tangan.
5. Kenali klien dengan menggunakan setidaknya dua tanda identifikasi klien.
Bandingkan nama klien dan tanda identifikasi yang lain (contoh:nomor
registrasi rumah sakit) pada gelang identifikasi dengan MAR. Mintalah klien
untuk menyebutkan namanya sebagai identifikasi terakhir.
6. Bandingkan label obat dengan MAR sekali lagi disamping tempat tidur
klien.
7. Ajari klien mengenai obatnya. Jelaskan prosedur mengenai posisi dan
sensasi yang mungkin terjadi seperti rasa ingin buang air. Pastikan klien
mengerti prosedur tersebut jika ia ingin menggunakan obatnya sendiri.
8. Tutup pintu ruangan atau tarik horden agar didapatkan privasi.
9. Gunakan sarung tangan bersih.
10. Bantu klien mencapai posisi Sims’. Tutup bagian bawah klien sehingga
hanya area anus yang terlihat.
11. Pasikan pencahayaan cukup untuk melihat anus dengan jelas. Periksa
kondisi anus external,dan palpasi dinding rectum seperlunya. Lepas sarung
tangan jika kotor dan buang ditempat yang disediakan.
12. Gunakan sarung tangan baru.
13. Ambil supositoria dari bungkusnya, berikan pelumas pada ujung yang bulat
(lihat ilustrasi) dengan jeli pelumas larut air. Licinkan jari teluntuk tangan
dominan denganpelumas yang sama
14. Minta klien untuk mengambil nafas melalui mulut dan lemaskan sfinter anii.
15. Tarik bokong dengan tangan non dominan. Masukan perlahan supositoria
menyusuri dinding anus melewati sfinter bagian dalam, 10cm (4 inci) pada
orang dewasa, 5cm (2 inci) pada anak-anak dan bayi (lihat ilustrasi). Tekan
dengan lembut untuk menahan bokong sesaat sehingga obat tidak keluar
lagi.
16. Keluarkan jari, dan usap area anus dengan tisu.
17. Bereskan alat-alat, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan.
7
18. Mintalah klien untuk tetap berbaring atau miring selama kurang lebih 5
menit untuk mencegah obat keluar.
19. Jika supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses, letakan lampu
pemanggil didekat klien.
20. Catat pemberian obat pada MAR.
21. Perhatikan efek supositoria (contoh gerakan otot, obat mual) sesuai dengan
onset dan durasi obat.
8
2. Pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi
menuju membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau berdifusi
melintasi embran agar dapat mencapai sistem peredaran darah(efek
sistemik).
Sifat zat aktifnya
Kelarutan zat aktif
Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rectum
Obat-obat pada Rektal
9
bacterial
vaginosis
6. Xantin Aminophilin Suppositoria Meringankan
penyakit
asma
7. Obat untuk penyakit radang usus Mesalazine Suspensi Mengurangi
pembekakan
pada radang
usus besar
8. Obat aktif Kadiovaskular Nifedipin Cream Pengobatan
dan
pencegahan
insufisiensi
koroner
10
2. Rektal Larutan
Rektal suspensi, emulsi, atau enema pada sediaan rectal sangat sedikit
digunakan, karena tidak menyenangkan dan kepatuhan pasien rendah.
Contoh : rowasa rectal suspension enema (mesalamine), asacol rectal
suspension enema (mesalazine).
3. Rektal Aerosol
Rektal aerosol atau busa rektal aerosol disertai dengan aplikator untuk
memudahkan penggunaannya. Aplikator dimasukkan kedalam wadah berisi produk,
serta terdapat alat pengatur dosis obat aerosol. Aplikator dimasukkan kedalam anus
dan obat dapat diberikan melalui rektal. Contoh rektal aerosol : Proctofoam HC,
Cortifoam
11
4. Suppositoria
Suppositoria adalah obat solid (padat) berbentuk peluru yang dirancang
untuk dimasukkan ke dalam anus/rektum (suppositoria rektal), vagina
(suppositoria vagina) atau uretra (suppositoria uretra). Suppositoria
umumnya terbuat dari minyak sayuran solid yang mengandung obat.
Profeid supositoria, Dulcolax supositoria, Stesolid supositoria, Boraginol
supositori, Tromos supositoria, dll.
12
8. Kemudian lepaskan sarung tangan
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
13
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang
jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada
impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran
gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi factor penyebab,
sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk
memasikan pergerakan barium.
Persiapan pre-operasi
Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya dilakukan enema.
Anesthesia umum (GA) dalam pembedahan bisa diberikan melalui
enema dengan tujuan untuk mengurangi efek muntah selama dan setelah
operasi, juga mencegah terjadinya aspirasi.
14
G. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
1. Keuntungan:
Baik untuk pasien yang mengalami mual dan muntah
Baik untuk pasien yang tidak sadar
Baik untuk pasien yang menderita penyakit pencernaan bagian atas
yang dapat mempengaruhi absorpsi obat
Metabolisme lintas pertama dihindari sebagian
Bisa mengobati secara bertahap
Kalau misalnya obat menimbulkan kejang atau panas reaksinya
lebih cepat, dapat memberikan efek local dan sistemik
Contoh memberikan efek local dulcolax untuk meningkatkan
defekasi
2. Kerugian:
Dapat menimbulkan peradangan bila digunakan terus menerus
Absorpsi obat tidak teratur
Tidak menyenangkan
Onset of action lebih lama
Sakit tidak nyaman daya fiksasi lebih lama
Kalau pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar lagi
15
3. Benar dosis
Sebelum memberikan obat perawat harus memeriksa dosis obat
dengan hati-hati, jika ragu perawat harus berkonsultasi dengan dokter
atau apoteker sebelum dilajutkan ke pasien.
4. Benar cara/rute
Ada banyak rute/cara dalam memberikan obat, perawat harus teliti dan
berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat.
5. Benar waktu
Ketepatan waktu sangat penting khususnya bagi obat yang efektivitas
tergantung untuk mencapai atau mempertahankan darah yang memadai,
ada beberapa obat yang diminum sesudah atau sebelum makan, juga
dalam pemberian antibiotic tidak boleh diberikan bersamaan dengan
susu, karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu, sebelum dapat
diserap tubuh.
16
6. Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukkan
supositoria secara perlahan melalui anus, sphincter anal interna,
serta mengenai dinding rectal kurang lebih 10 cm pada orang
dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.
7. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal
dengan tissue
8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama
kurang lebih 5 menit
17
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Indonesia.
http://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?pld=3234®ioncode=JIPK
Kedokteran EGC.
18