Anda di halaman 1dari 22

PEMBERIAN OBAT REKTUM

Dosen Pembimbing:
Ibu Euis D. Komariah, Ns., MSN.

Disusun oleh:
Andreas adam (2019004)
Cantika wangko (2019006)
Claudia pandeinuwu (2019008)
Gideon kereh (2019020)
Hanna dopong (2019025)
Igar richardo (2019026)
Lea sajow (2019031)
Maria moningka (2019034)
Maria Rosario (2019035)
Raynaldo rumondor (2019046)
Sesilia untu (2019053)
Verrenia losu (2019056)

TINGKAT I / SEMESTER II
AKADEMI KEPERAWATAN
GUNUNG MARIA
TOMOHON

1
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmatnya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah pemberian obat
rectal.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penyusun tidak
luput dari kesalahan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi
walaupun demikian, penyusun berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah
meskipun tersusun sederhana.
Penyusun menyadari tanpa kerja sama antara penyusun serta beberapa
kerabat yang member masukan yang bermanfaat bagi penyusun demi tersusunnya
makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan
pembaca pada umumnya. Penyusun mengharapkan saran serta kritik dari berbagai
pihak yang bersifat membangun

Tomohon, 17 maret 2020

penulis

2
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………….
Daftar isi……………………………………………………………………..
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar belakang………………………………………………………
b. Tujuan……………………………………………………………….
BAB II. PEMBAHASAN
1. Pengertian……………………………………………………
2. Jenis pemberian obat………………………………………..
3. Teknik pemberian obat……………………………………..
4. Lokasi pemberian obat………………………………………
5. Indikasi pemberian obat……………………………………..
6. Kontraindikasi pemberian obat……………………………..
7. Prinsip pemberian obat………………………………………
8. Prosedur pemberian obat…………………………………….
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………….
Saran………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Rektum merupakan salah satu organ terakhir dari usus besar pada
manusia dan beberapa jenis mamalia lainnya yang berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Pemberian obat baik bentuk padat maupun cair pada terapi pengobatan
maupun perawatan di rektum akan mengalami suatu proses farmakodinamika
(absorbsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi) yang berupa serangkain
system dari pemberian hingga penyerapan molekul zat aktif pada reseptor.
Rangkaian ini merupakan rincian dari DDS (Drug Delivery System).
DDS adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran (delivery)
senyawa farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Sistem penghantaran
obat yang berkaitan dengan jumlah zat aktif yang diharapkan dapat dilepaskan
sesuai dengan kinetika yang dikehendaki sehingga mencapai tempat tertentu
dalam tubuh dimana titik penyerapan optimal. Merupakan suatu kesatuan
struktur yang mempengaruhi ketersediaan hayati zat aktif.
Potensi untuk pengembangan bentuk sediaan oral sangat terbatas untuk
bahan aktif yang kurang diserap dalam saluran pencernaan bagian atas (GI)
dan tidak stabil untuk enzim proteolitik. Populasi pasien tertentu, terutama
anak-anak, orang tua, dan mereka dengan masalah menelan, sering sulit
diobati dengan tablet oral dan kapsul.
Selain itu, pengobatan beberapa penyakit yang terbaik dicapai dengan
administrasi langsung di dekat daerah yang terkena, terutama dengan penyakit
yang melibatkan mata, berhubung dgn telinga, kulit, rongga mulut, dan

4
jaringan anorectal. Meskipun oral dapat digunakan untuk obat yang
ditargetkan untuk beberapa jaringan yang sakit, paparan wadah seluruh tubuh
terhadap obat diberikan tidak efisien dan dapat mengakibatkan efek samping
yang tidak diinginkan.
Pemberian obat rektal ini bisa menerima, namun hanya untuk pemberian
obat lokal dan sistemik. Ini telah efektif digunakan untuk mengobati penyakit
lokal daerah anorectal serta memberikan obat sistemik sebagai alternatif
untuk pemberian oral.

II. Tujuan
1. Mengetahui anatomi rektum
2. Mengetahui kinetika (penyerapan) sediaan rektal
3. Mengetahui contoh obat-obat sediaan rektal.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat


dengan memasukkan obat mealui anus dan kemudian rectum ,dengan tujuan
memberikan efek local dan sistematik. Tindakan pengobatan ini
disebut pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek
terapi obat , menjadikan lunak pada daerah fases ,dan merangsang buang air
besar .

6
Pemberian obat yang memiliki efek local, seperti obat dolcolas
supositoria,berfungsi untuk meningkatkan defekasi secara local pemberian
obat dengan obat sistemik, seperti obat aminofilin supositoria, berfungsi
mendilatasi bronchus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada
dinding rental yang melewati sphincter ani interna. Kontraindikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rektal.
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui anus atau rektum. Umumnya berbentuk torpedo dapat
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat local atau sistematik.
Suppositoria merupakan obat luar karena penggunaannya tidak melewati
mulut dan tidak menuju ke arah lambung, hanya dimetabolisme dalam darah
dan dinding usus.
Salep (cream) adalah sediaan yang digunakan untuk pemberian topikal ke
area perianal. Sebagian besar digunakan untuk terapi kondisi lokal pruritis
anorektal, inflamasi dan nyeri atau ketidaknyamanan akibat wasir

Anatomi dan Fisiologi Rektum


Rektal atau rektum merupakan salah satu organ dalam saluran
pencernaan yang diketahui sebagai bagian akhir proses ekskresi feses
sebelum anus. Rectal merupakan bagian dari kolon.

7
Anatomi Rektum Dan Anus

Luas permukaan rectal 200-400 cm2, pada saat kosong rectum mengandung
sejumlah kecil cairan (1-3 ml) dengan kapasitas buffer yang rendah; pH sekitar
7,2 karena kD(kecepatan disolusi), pH akan bervariasi sesuai obat yang terlarut
di dalamnya. Panjang dari kolon sekitar 5 kaki (150 cm) dan terbagi lagi
menjadi 5 segment. Rectum adalah segmen anatomi terakhir sebelum anus yang
merupakan bagian distal usus besar.
Rectum memiliki panjang pada manusia dewasa rata-rata 15-19 cm, 12-14
cm bagian pelvinal sampai 5-6 cm bagian perineal, pada bagian teratas
dibungkus dengan lapisan peritoneum. Sedang pada bagian bawah tidak
dibungkus dengan peritoneum maka disebut pula dengan rectal ampula.Yaitu
membrane serosa yang melapisi dinding rongga abdomen dan pelvis dan
melapisi visera.Kedua lapisan tersebut menutupi ruang potensial, rongga
peritoneum.Anal canal memiliki panjang 4-5 cm.

8
Rektum dialiri 3 jenis pembuluh darah :
a) Vena haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum
inferior, selanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah
langsung ke peredaran umum.
b) Vena haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang
bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna
selanjutnya membawa darah ke peredaran umum (kecuali hati).
c) Vena haemorrhoidales anterior = Vena haemorrhoidales medialis
✓ Volume cairan dalam rektum sangat sedikit ( 2 mL) sehingga laju difusi
obat menuju tempat absorpsi lebih lambat.
✓ pH cairan rektum netral 7,2 -7,4, sehingga kemungkinan obat melarut
lebih kecil dibanding oral yang terdiri dari beberapa bagian.
✓ Adanya feses menghambat penyerapan, sehingga sebaiknya pemberian
sediaan setelah defekasi.
Rektum mempunyai dua peranan mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan
feses dan mendorongnya saat pengeluaran.
Pada bagian anus terdapat jaringan kulit subkutan yang tebal. Valve adalah
lipatan membrane di dalam saluran atau kanal yang mencegah aliran balik

9
refluks isi yang melaluinya. Levator berupa otot yang mengangkat organ atau
struktur
Mekanisme kerja
1. Cocokan akurasi dan kelengkapan tiap MAR dengan resep obat asli dari
dokter.Periksa kembali nama klien dan nama obat,dosis ,jalur dan waktu
pemberian obat
2. Lihat kembali rekam medis apakah terdapat riwayat pembedahan rectal atau
perdarahan.
3. Siapkan obat dan bandingkan label obat dengan MAR setidaknya dua kali
sebelum memberikan obat.
4. Berikan obat pada klien tepat waktu dan selalu cuci tangan.
5. Kenali klien dengan menggunakan setidaknya dua tanda identifikasi klien.
Bandingkan nama klien dan tanda identifikasi yang lain (contoh:nomor
registrasi rumah sakit) pada gelang identifikasi dengan MAR. Mintalah
klien untuk menyebutkan namanya sebagai identifikasi terakhir.
6. Bandingkan label obat dengan MAR sekali lagi disamping tempat tidur
klien.
7. Ajari klien mengenai obatnya. Jelaskan prosedur mengenai posisi dan
sensasi yang mungkin terjadi seperti rasa ingin buang air. Pastikan klien
mengerti prosedur tersebut jika ia ingin menggunakan obatnya sendiri.
8. Tutup pintu ruangan atau tarik horden agar didapatkan privasi.
9. Gunakan sarung tangan bersih.
10. Bantu klien mencapai posisi Sims’. Tutup bagian bawah klien sehingga
hanya area anus yang terlihat.
11. Pasikan pencahayaan cukup untuk melihat anus dengan jelas. Periksa
kondisi anus external,dan palpasi dinding rectum seperlunya. Lepas sarung
tangan jika kotor dan buang ditempat yang disediakan.
12. Gunakan sarung tangan baru.
13. Ambil supositoria dari bungkusnya, berikan pelumas pada ujung yang bulat
(lihat ilustrasi) dengan jeli pelumas larut air. Licinkan jari teluntuk tangan
dominan denganpelumas yang sama

10
14. Minta klien untuk mengambil nafas melalui mulut dan lemaskan sfinter anii.
15. Tarik bokong dengan tangan non dominan. Masukan perlahan
supositoria menyusuri dinding anus melewati sfinter bagian dalam, 10cm
(4 inci) pada orang dewasa, 5cm (2 inci) pada anak-anak dan bayi (lihat
ilustrasi). Tekan dengan lembut untuk menahan bokong sesaat sehingga obat
tidak keluar lagi.
16. Keluarkan jari, dan usap area anus dengan tisu.
17. Bereskan alat-alat, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan.
18. Mintalah klien untuk tetap berbaring atau miring selama kurang lebih
5 menit untuk mencegah obat keluar.
19. Jika supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses, letakan lampu
pemanggil didekat klien.
20. Catat pemberian obat pada MAR.
21. Perhatikan efek supositoria (contoh gerakan otot, obat mual) sesuai dengan
onset dan durasi obat.
Penyerapan Obat pada Rektum
Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang juga
mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali intra
vena dan intaarteri.
Penyerapan perektum dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Kedudukan sediaan obat setelah pemakaian
b. Penempatan sediaan obat di dalam rectum
c. pH cairan rectum
d. Konsentrasi zat aktif dalam cairan rectum

Penyerapan di rektum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:


1. Lewat pembuluh darah secara langsung
2. Lewat pembuluh getah bening
3. Lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.

Kinetika Pre-Disposisi Zat

11
Pelelehan/peleburan; bahan pembawa dan sediaan obat →leleh →
pelarutan (zataktif berpindah ke cairan rektum) → proses difusi →absorbsi.
Kinetik predisposisi terdiri atas dua tahap yaitu:
1. Penghancur sediaan yang ditujukan untuk menimbulkan efek farmakologi
jauh lebih cepat.
2. Pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi
menuju membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau berdifusi
melintasi embran agar dapat mencapai sistem peredaran darah(efek
sistemik).
❖ Sifat zat aktifnya
❖ Kelarutan zat aktif
❖ Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rectum
Obat – Obat pada Rektal
No Golongan Contoh obat Bentuk Sediaan Indikasi
1. Anti Konvulsan Diazepam Gel Mengatasi
gelisah yang
berlebihan,
gemetaran
dan kegilaan
tiba-tiba
2. Obat Pra Operasi dan Induksi Pramoxine HCl Salep Anastesi
Anestesi Lokal
3. Analgesik Pronalges Suppositoria Mengobati
Ketoprofen Suppositoria nyeri
arthritis atau
sakit gigi
yang parah
4. Antiemetik Alizapride Suppositoria Mengobati
rasa mual

12
dan muntah-
muntah
5. Senyawa anti bakteri Metronidazole Suppositoria Infeksi yang
disebabkan
trichomonal
vaginitis dan
bacterial
vaginosis
6. Xantin Aminophilin Suppositoria Meringankan
penyakit
asma
7. Obat untuk penyakit radang usus Mesalazine Suspensi Mengurangi
pembekakan
pada radang
usus besar
8. Obat aktif Kadiovaskular Nifedipin Cream Pengobatan
dan
pencegahan
insufisiensi
koroner

B. Jenis-jenis pemberian obat rektal


1. Rektal semisolid
Rektal cream, gels dan ointments digunakan untuk pemberian topical ke area
perianal. Beberapa produk rectal cream, gel, dan ointment komersial yaitu :

13
2. Rektal larutan
Rektal suspensi, emulsi, atau enema pada sediaan rectal sangat sedikit
digunakan, karena tidak menyenangkan dan kepatuhan pasien rendah.
Contoh : rowasa rectal suspension enema (mesalamine), asacol rectal
suspension enema (mesalazine).

3. Rektal aerosol
Rektal aerosol atau busa rektal aerosol disertai dengan aplikator untuk memudahkan
penggunaannya. Aplikator dimasukkan kedalam wadah berisi produk, serta terdapat alat
pengatur dosis obat aerosol. Aplikator dimasukkan kedalam anus dan obat dapat diberikan
melalui rektal. Contoh rektal aerosol : Proctofoam HC, Cortifoam

4. Suppositoria

14
Suppositoria adalah obat solid (padat) berbentuk peluru yang
dirancang untuk dimasukkan ke dalam anus/rektum (suppositoria rektal),
vagina (suppositoria vagina) atau uretra (suppositoria uretra).
Suppositoria umumnya terbuat dari minyak sayuran solid yang mengandung
obat. Profeid supositoria, Dulcolax supositoria, Stesolid supositoria,
Boraginol supositoria, Tromos supositoria, dll.

Mekanisme Kerja Supositoria


1. Berefek mekanik
Bahan dasar yang dipakai di sini tidak peka terhadap penyerapan karena
tujuannya sebagai pencahar. Di sini mulai berefek bila terjadi kontak
yang menimbulkan reflek defekasi. Basis yang dipakai akan terjadi
fenomena osmose terhadap air yang akan mengakibatkan eksudasi usus
sehingga timbul peristaltika. Contoh: gliserin
2. Berefek setempat
Antiwasir yaitu senyawa efeknya disebabkan oleh adanya sifat
astringent
3. Berefek sistemik
Dapat diserap dan berefek ke organ tubuh lainnya

15
C. Cara Menggunakan Sediaan Rektal
1. Cuci tangan

2. Gunakan sarung tangan

3. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa

4. Olesi ujung obat supositoria dengan pelicin

5. Minta pasien mengambil posisi tidur miring (sims) lalu regangkan bokong
dengan tangan kiri. Kemudian masukkan supositoria dengan perlahan
melalui anus, sfingter interna dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10
cm pada orang dewasa, dan kurang lebih 5 cm untuk anak/bayi

6. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tisu

7. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang/miring selama kurang lebih


15 menit

8. Kemudian lepaskan sarung tangan

9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

D. Indikasi
➢ Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kotoran yang keras,
atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena
pergerakan feses melalui usus besar lambat dimana reabsorpsi cairan terjadi di usus
besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan
meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunteer pada proses defekasi.

➢ Impaksi feses (tertahannya feses)


Impaksi feses dapat didefinisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang
mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rectum. Impaksi terjadi pada retensi
yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yang gawat feses
terkumpul dan ada didalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya

16
diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari
massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada
rectum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada
keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rectum. Hadirnya tanda-tanda umum dari
terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi tegang dan bisa
juga terjadi muntah. Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air
besar yang jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada
impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran
gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi factor penyebab, sehingga
setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memasikan pergerakan
barium.
➢ Persiapan pre-operasi
Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya dilakukan enema. Anesthesia
umum (GA) dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema dengan tujuan untuk
mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi, juga mencegah terjadinya
aspirasi.

E. Kontra Indikasi
• Hipersensitif terhadap ketoprofen, esetosal dan ains lain.
• Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif
(inflamasi akut) pada saluran cerna.
• Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau
alergi.
• Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.
• Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau
hemoroid.
• Pembedahan rektal.
• Klien dengan pembedahan rectal

17
Keuntungan Pemberian Obat lewat Rektal
a. Baik untuk pasien yang mengalami mual dan muntah
b. Baik untuk pasien yang tidak sadar
c. Baik untuk pasien yang menderita penyakit pencernaan bagian atas yang
dapat mempengaruhi absorpsi obat
d. Metabolisme lintas pertama dihindari sebagian
e. Bisa mengobati secara bertahap
f. Kalau missal obat menimbulkan kejang atau panas reaksinya lebih cepat,
dapat memberikan efek local dan sistemik
g. Contoh memberikan efek local dulcolax untuk meningkatkan defekasi

Kerugian Pemberian Obat lewat Rektal


a. Dapat menimbulkan peradangan bila digunakan terus menerus
b. Absorpsi obat tidak teratur
c. Tidak menyenangkan
d. Onset of action lebih lama
e. Sakit tidak nyaman daya fiksasi lebih lama
f. Kalau pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar lagi
F. Prinsip pemberian obat
1. Benar pasien
Sebelum memberikan obat cek kembali identitas pasien.
2. Benar obat
Sebelum memberikan obat kepada pasien, label pada botol atau kemasan
harus diperiksa minimal 3 kali
3. Benar dosis
Sebelum memberikan obat perawat harus memeriksa dosis obat dengan
hati-hati, jika ragu perawat harus berkonsultasi dengan dokter atau apoteker
sebelum dilajutkan ke pasien.
4. Benar cara/rute
Ada banyak rute/cara dalam memberikan obat, perawat harus teliti dan
berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat.

18
5. Benar waktu
Ketepatan waktu sangat penting khususnya bagi obat yang efektivitas
tergantung untuk mencapai atau mempertahankan darah yang memadai, ada
beberapa obat yang diminum sesudah atau sebelum makan, juga dalam
pemberian antibiotic tidak boleh diberikan bersamaan dengan susu, karena
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu, sebelum dapat diserap tubuh.
G. Prosedur pemberian obat melalui rectal
➢ Persiapan alat dan bahan:
1) Obat supositoria dalam tempatnya
2) Sarung tangan
3) Kain kasa
4) Vaselin/pelican/pelumas
5) Kertas tissue
➢ Prosedur kerja
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Gunakan sarung tangan
4) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
5) Oleskan pelican pada ujung obat supositoria
6) Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukkan
supositoria secara perlahan melalui anus, sphincter anal interna,
serta mengenai dinding rectal kurang lebih10 cm pada orang
dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.
7) Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal
dengan tissue
8) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama
kurang lebih 5 menit

19
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

20
• Rektum adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis
mamalia yang berakhir di anus. Rektal atau rectum merupakan salah satu
organ dalam saluran pencernaan yang diketahui sebagai bagian akhir proses
ekskresi feses sebelum anus. Rectal merupakan bagian dari kolon. Terdapat
empat lapisan rektum dari arah luar ke dalam berurutan: lapisan serosa
peritoneal, lapisan otot, lapisan bawah mukosa, dan lapisan mukosa

• Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang


juga mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali
intra vena dan intaarteri. Penyerapan di rektum dapat terjadi dengan tiga cara
yaitu: lewat pembuluh darah secara langsung, lewat pembuluh getah bening,
dan lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati
.
• Rektal dibagi menjadi rectal semisolid seperti cream dan gel,
contohnya anusol; rektal larutan, contohnya asacol rectal suspension enema
(mesalazine); rektal aerosol, contohnya Proctofoam HC, Cortifoam; dan
supossitoria, contohnya dulcolax supossitoria, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

21
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Indonesia.

Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.Priharjo,R.


1995.Teknis Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat.Pada
http://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?pld=3234&regioncode=JIPK
MAL&pclientld=111. Diakses 17 maret 2020

Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai