Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS MELENA


DI RUANG ICU RUMAH SAKIT HERMINA PURWOKERTO

Oleh :
ARIENO ROGO
NIM. 200104008

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS MELENA

A. PENGERTIAN

Pendarahan saluran cerna bagian bawah (SCBA) dapat bermanifestasi


sebagai hematemesis, malena, atau keduanya. Perdarahan disaluran cerna atas
adalah kehilangan darah dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus
sampai duodenum, saluran cerna bagian bawah (SCBB) adalah kehilangan
darah di sebelah bawah ligementum treitz (Azmi dkk, 2016).
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam
seperti teh yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak
antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan,
sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah- merahan dan
bergumpal-gumpal BAB darah atau biasa disebut hematochezia ditandai
dengan keluarnya darah berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk
gumpalan atau telah bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah
berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja
tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber
perdarahan dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena
itu, perdarahan di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna
merah terang dibandingkan dengan perdarahan di kolon transversa dan
kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap atau merah
tua(Sjaifoellah Noor Dkk, 2013).
Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi
yang membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan
gastrointestinal mencapai lebih kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi
per tahun, umumnya berasal dari saluran cerna bagian atas. Perdarahan
saluran cerna bagian atas muncul 4 kali lebih sering dibandingkan
perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran cerna.
Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan
sebanyak 6-10% dari seluruh kasus.
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima
macam manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult
GI bleeding yang bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan
perdarahan pada pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti
syncope dan dyspnea. (Sylvia, A. Price, 2005)

B. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar sistem pencernaan manusia

Berikut Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia:


Saluran pencernaan menerima makanan dari luar dan mempersiapkan bahan
makanan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(mengunyah, menelan, dan penyerapan) dengan bantuan zat cair yang
terdapat mulai dari mulut sampai ke anus. Fungsi utama sistem pencernaan
adalah menyediakan zat nutrusi yang sudah dicerna secra berkesinambungan
untuk didistribusikan ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur air,
elektrolit, dan zat gizi. Sebelum zat gizi ini diserap oleh tubuh, makanan
harus bergerak sepanjang saluran pencernaan.
1. Mulut
Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang letaknya meluas
dari bibir sampai istimus fausium yaitu perbatasan mulut dengan faring.
Mulut terdiri dari bagian vestibulum oris dan kavum oris propia. Waktu
kita mengunyah gigi memecah makanan menjadi bagian kecil-kecil.
2. Tenggorokan (Faring)
Adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,
panjangnya ±12 cm. Letaknya tegak lurus antara basis kranii setinggi
vertebra servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Organ
yang terpenting didalam faring adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjer limfe
yang banyak mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap
infeksi, menyaring dan mematikan bakteri/ mikroorganisme yang masuk
melalui jalan pencernaan dan pernapasan.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring,
panjangnya ±25 cm dengan posisi mulai dari tengah leher sampai ujung
bawah rongga dada di belakang trakea. Sekresi esofagus bersifat mukoid
yaitu memberi pelumas untuk pergerakan makanan melalui esofagus, pada
peralihan esofagus ke lambung terdapat sfingter kardiak yang dibentuk
oleh lapisan otot sirkuler esofagus, Gerakan inilah yang membantu
mendorong makanan dari rongga mulut ke lambung, lebih kurang selama
6 detik.
4. Lambung
Sebuah kantong muskular yang letaknya antara esofagus dan usus halus,
sebelah kiri abdomen, dibawah diafragma bagian depan pankreas dan
limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena
adanya gerakan peristaltik, terutama didaerah epigaster. Variasi dari
bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan yang masuk, adanya
gelombang peristaltik tekanan organ lain, dan postur tubuh. Lambung
berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim.
5. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya ±6 m dan
merupakan saluran pencernaan paling panjang. Bentuk dan susunannya
berlipat-lipat melingkar, makanan dapat masuk karena adanya gerakan
yang memberikan permukaan yang lebih luas. Pada ujung dan pangkalnya
terdapat katup, intestinum minor terletak dalam rongga abdomen dan
dikelilingi oleh usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).
6. Usus Besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas
atau berdiameter besar dengan panjang 1,5-1,7 m dan berpenampang 5-6
m. Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum,
Kolon desendens (kiri). Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Usus Buntu
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
8. Umbai Cacing (appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam
bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda – beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum.
9. Rektum dan Anus
Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari
pertengahan sakrum sampai kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga
pelvis didepan os sakrum dan os koksigis. Anus merupakan bagian dari
saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar terletak didasar
pelvis, didindingnya diperkuat oleh sfingter ani yang terdiri dari ; sfingter
ani internus, sfingter levator ani, sfingter anieksternus.
10. Pankreas
Pankreas merupaakan organ lunak yang berjalan miring dan menyilang
dinding posterior abdomen pada regio epigastrium, terletak dibelakang
lambung dan terbentang dari duodenum sampai ke limpa.Pankreas
merupakan kelenjer eksorin dan kelenjer endokrin. Kelenjar eksorin
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis
protein, lemak dan karbohidrat. Sedangkan, kelenjer endokrin
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan
penting pada metabolisme karbohidrat.
11. Hati
Hati merupakan kelenjer aksesoris terbesar dalam tubuh berwarna coklat
dengan berat 1000-1800 gram. Hati terletak disebelah rongga perut bagian
kanan atas dibawah diafragma. Sebagian besar terletak pada region
hipokondria dengan region epigastrium. Hati adalah organ yang terbesar di
dalam badan manusia.
12. Kandung Empedu
Kandung empedu (vesika fallea) adalah kantong berbentuk buah pir yang
terletak pda permukaan viseral diliputi oleh peritoneum kecuali bagian
yang melekat pada hati dan terletak pada permukaan bawah hati di antara
lobus dekstra dan kaudatus hati. Organ ini terhubungkan dengan hati dan
usus dua belas jari melalui saluran empedu.
C. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya melena adalah sebagai berikut:
1. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah
penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah
penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik (NSAID +
steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul
hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat.
Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan
pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering
mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa
lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena
melena.
2. Wasir.

Penyakit wasir atau ambeien adalah penyakit yang terjadi di dalam


rektum. Biasanya orang-orang yang menderita penyakit in tidak akan
merasakan sakit pada saat buang air besar, namun darah darah tetap
keluar setelah buang air besar. Untuk gejala awal penyakit ini adalah
tidak jauh berbeda dengan penyakit ambein pada umumnya yakni
adanya rasa gatal dan panas di bagian lubang anus.
3. Disentri

Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai
darah atau lendir. Selain diare, gejala disentri yang lain
meliputi kram perut, mual, dan muntah.
4. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
5. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan
tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah,
nafsu makan turun dan diare.
2. Muntah darah (hematemesis)
3. Mengeluarkan tinja kehitaman (melena)
4. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
5. Denyut nadi cepat, TD rendah
6. Akral teraba dingin dan basah
7. Nyeri perut
8. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
9. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
10. Ascites, hidratonaks dan edemo.
11. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
12. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila
secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif.
Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
13. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput
medusa, wasir dan varises esofagus.
E. PATOFISIOLOGIS

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran
kolateral dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada
dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises
dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena
ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk
mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda
dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system
tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan
mengalami kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah
menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan
oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya
pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian
bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang
/ gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses
menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai
keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam
setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna
hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang
tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode
perdarahan tunggal.
F. PATHWAYS
varises esofagus, ulkus peptikum, sirosis hepatis, Ca esofagus, Gastritis

Peningkatan tekanan vena porta


Kurangnya informasi penyakit
Vena mengembang dan membesar

Peradangan /inflamasi Defisit pengetahuan


Nyeri akut Reaksi peradangan
Pembuluh darah mudah pecah
Perubahan status kesehatan
Pembuluh darah saluran cerna pecah
Gejala meningkat
perdarahan saluran cerna
Risiko infeksi Ansietas

Nafsu makan Mual, muntah Syok hipovolemi HB menurun Anemia Perdarahan


menurun
Anoreksia Plasma menurun Peningkatan tekanan kapiler
Risiko
Kelemahan ketidakseimba
ngan cairan Protein plasma hilang
Defisit Nutrisi Risiko syok
dan elektrolit
Intoleransi
Odema
aktivitas
Perdarahan terus-menerus
Penekanan pembuluh darah

Hipovolemia Kehilangan cairan berlebih Perfusi perifer tidak efektif Penurunan perfusi jaringan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologic

Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah


esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada
atau tidaknya varises.
2. Pemeriksaan endoskopik

Dengan adanya berbagai macam tipe fiberondokop, maka pemeriksaan secara


endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sendiri
mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit


hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat di kota besar saja.
4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa


hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap
untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk
menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori.
5. Kontras Barium (radiografi)
a. Barrium Foloow through.

b. Barrium enema
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas
dasar urgensinya dan keadaan kegawatan.

6. Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik.

7. Colonoscopy

Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.


H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan perdarahan pada melena yaitu:


1. Penatalaksanaan umum/suportif

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Kita


harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid
(seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander)
sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila
diperlukan. Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin,
hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor
aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan
pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation
(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah
seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT,
masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan
pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada penderita
dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya
varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide.
Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan
pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah
tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis
bila ada, dan memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan
keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan
bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan
lagi.
2. Penatalaksanaan khusus

Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan


adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan
suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan
terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi
laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu
hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif,
hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus
dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri
yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter
spesialis radiologi intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti
gizi, stres, lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif
seperti asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti
antasida, antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA),
penghambat pompa proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra
vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus intra vena 80 mg dilanjutkan
kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam kemudian intra vena 4
mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti lalu diganti
oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada perdarahan
non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga
menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil,
tidak lisis.
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat

berupa terapi tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :


Terapi tripel :
1) PPI + amoksisilin + klaritromisin

2) PPI + metronidazol + klaritromisin

3) PPI + metronidazol + tetrasiklin Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :

1) Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin

2) Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin

3) Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah


resistensi tinggi klaritromisin).

4. Usaha meningkatkan faktor


defensive
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan

faktor defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :


a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari

b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari

c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari

d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari

e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari


f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari

5. Penatalaksanaan bedah/operatif

Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup


penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang
sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan.

Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam :


a. Keadaan gawat I sampai II

b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum


refrakter

Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8


jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter,
sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I
pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.

6. Tirah baring

7. Diit makanan lunak

8. Pemeriksaan Hn, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah

9. Pemberian transfusi darah apabila terjadi perdarahan yang luas

10. Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan

11. Pengawasan terhadap tanda – tanda vital pasien

Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus,
dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
I. KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik, disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat
terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.


2. Gagal Ginjal Akut, terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi
dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati

dengan menggantikan volume intravaskuler.


3. Penurunan kesadaran, terjadi penurunan transportasi O2 ke otak,

sehingga terjadi penurunan kesadaran.


4. Ensefalopati, terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring
toksin di dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati
terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami
kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati.
J. FOKUS PENGKAJIAN

B. Pengkajian
Data subyektif :
1. Pasien mengeluh mual, muntah

2. Pasien mengatakan BAB berwarna hitam encer

Pasien mengatakan cemas dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya.

3. Pasein merasa nyeri

4. Pasien merasa lemas

5. Pasien mengeluh pusing

6. Pasien mengeluh tidak nafsu makan Data obyektif :

1. Muntah darah (hematemesis)

2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)

3. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)

4. Denyut nadi yang cepat

5. Akral teraba dingin dan basah

6. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan


terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
7. Demam ringan (38-39 º C)
8. Mual, muntah darah berwarna kehitaman

9. BAB berwarna hitam dan berbau busuk

10. Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)

11. Distensi abdomen

12. Bising usus hiperaktif

13. Berkeringat, membran mukosa pucat

14. Ekstremitas dingin

15. Wajah pucat

16. Turgor kulit jelek

17. Syok (denyut Jantung, Suhu Tubuh),

18. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis),

19. Nyeri
20. Lemas

21. Hiperperistaltik,

22. Penurunan Hb dan Hmt yang terlihat setelah beberapa jam,

23. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan
protein darah oleh bakteri usus.
K. MASALAH KEPERAWATAN / KOLABORATIF
Masalah keperawatan atau kolaboratif yang sering muncul pada pasien dengan melena
diantaranya adalah :
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
2. Hipvolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Diagnosa Rencana keperawatan

No Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI)
Perfusi perifer tidak SLKI : Perfusi Perifer (L.02011) SIKI : Manajemen Syok Hipovolemik (I.02050)
1
efektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x4 jam perfusi perifer 1. Observasi
dengan penurunan meningkat dengan kriteria hasil : a. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan
konsentrasi Menin Cukup Sedang Cukup Menur nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
Indicator
hemoglobin gkat meningkat menurun un b. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
Warna kulit 1 2 3 4 5 c. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor
Kode : D.0009
pucat kulit, CRT)
Kategori : Fisiologis Edema perifer 1 2 3 4 5
Parastesia 1 2 3 4 5 d. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
Subkategori : Kelemahan otot 1 2 3 4 5 2. Terapeutik
Sirkulasi a. Pertahankan jalan nafas paten
b. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
c. Pasang jalur IV berukuran besar (mis. No 14 atau 16)
d. Pasang kateter urne untuk menilai produksi urine
e. Pasang selang nasogastric untuk dekompresi lambung
3. Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu


2 Hipovolemia SLKI : Status Cairan (L.03028) SIKI : Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x4 jam status cairan 1. Observasi
kehilangan cairan membaik dengan kriteria hasil : a. Periksa tanda dan gejala hipovoleia (mis. Frekuensi nadi
aktif Memb Cukup Sedang Cukup Memb meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
Indikator
Kode : D.0023 uruk memburuk membaik aik tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
Kategori : Frekuensi nadi 1 2 3 4 5 mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
Tekanan nadi 1 2 3 4 5
Fisiologis Membran 1 2 3 4 5 meningkat, haus, lemah)
Subkategori : mukosa b. monitor intake dan outpun cairan
Nutrisi dan Cairan Suhu tubuh 1 2 3 4 5
2. Terapeutik
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
3 Intoleran aktifitas SLKI : Toleransi Aktivitas (L.05047) SIKI : Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan dengan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x4 jam toleransi aktivitas 1. Observasi
kelemahan
meningkat dengan kriteria hasil :
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Kode : D.0056
Memb Cukup Sedang Cukup Memb mengakibatkan kelelahan
Indicator
Kategori : Fisiologis uruk memburuk membaik aik
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Subkategori : Warna kulit 1 2 3 4 5
Aktivitas/istirahat Tekanan darah 1 2 3 4 5 2. Terapeutik
Frekuesi nafas 1 2 3 4 5 a. Sediakan lingkugan nyaman dan rendah stimulus
(mis. Cahaya, suara, kunjungan)

b. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

c. Fasilitasi duduk di sisi tempat tisur, jika tidak dapat


berpindah atau berjalan

3. Edukasi

a. Anjurkan tirah baring

4. Kolaborasi

a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta :
EGC
Chang, E., Daly, J., dan Elliot, D. 2009. Patofisiologi : Aplikasi pada Praktik Keperawatan.
Jakarta : EGC
Davey, P. 2005. At Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Grace. A. Pierce & Borley. Neil. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC
Kumar, R. 2013. Dasar-Dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang : Binarupa Aksara.
Mansjoer, dkk. 2007. Kapalita Selekta Kedokteran. Jakarta : Aeskulapius FKUI
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta : EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Syaifoellah Noer, dkk. 2013. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Volume 1.Edisi 8.Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. 2001. Jakarta:
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnosis. Edisi 1 Cetakan III. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai