Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Sistem Reproduksi adalah blok XVII pada semester 6 dari sistem
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi
pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah
Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian
dari metode Problem Based Learning (PBL) tersebut. Dalam tutorial
mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok
dibimbing oleh seorang tutor atau dosen sebagai fasilitator untuk
memecahkan kasus yang ada.
Proses tutorial juga merupakan bagian dari evaluasi mahasiswa pada
bagian evaluasi formatif dengan tujuan untuk membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran. Proses tutorial juga merupakan syarat untuk
mengikuti ujian OSOCA (Objective Structure Oral Case Analysis) yang
merupakan bagian dari evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif bertujuan untuk
menilai hasil pencapaian peserta didik agar dapat ditentukan tingkatan
kompetensi yang telah dicapai. Penilaian sumatif dilakukan dengan merujuk
kepada taksonomi pembelajaran yang dikemukakan oleh Bloom yang terdiri
dari penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario
dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

24
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Otchi Putri Wijaya
Moderator : Usman Primawijaya
Sekretaris Meja : Nyimas Salsabiila Khoirunisaa’
Sekretaris Papan : Tessa Maretha
Waktu : Selasa, 26 Maret 2019
Pukul :08.00 – 10.30 WIB
Kamis, 27 Maret 2019
Pukul :08.00 – 10.30 WIB
Peraturan :
a. Semua Anggota tutorial harus mengeluarkan
pendapat.
b. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan
argumen.
c. Sopan dan penuh tata krama dalam mengemukakan
pendapat.
d. Izin saat akan keluar ruangan.

2.2 Skenario Kasus


“Pernikahan Dini”
Ny.N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu, dibawa
keluarganya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh
sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit, dan Ny.N
sadar setelah kejang. Sebelum kejang, Ny.N mengeluh nyeri kepala yang
hebat.
Dua minggu sebelumnya, Ny.N juga sering mengeluh sakit kepala. Ny.N
kontrol kehamilan ke puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan dikatakan
normal. Riwayat epilepsi dan demam tidak ada.

24
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sakit berat dan tampak gelisah, sensorium : apatis, GCS: 11
Tanda Vital : TD: 200/130 mmHg,
Ekstremitas : Edema tungkai (+/+)
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan luar : Tinggi fundus uteri ½ pusat-processus xyphoideus (27
cm), memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, HIS (-),
DJJ : 136x/menit.
Pemeriksaan dalam : portio lunak, posterior, pendataran 0%, pembukaan
kuncup, kepala Hodge I penunjuk belum dapat dinilai, ketuban belum dapat
dinilai.
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin: Hb: 12g/dl, leukosit : 9000/mm3, trombosit : 200.000/mm3
Urin rutin: Protein (+++)

2.3 Klarifikasi Istilah

Tabel 1.1 Daftar Istilah yang diklarifikasi pada Kasus


Istilah Keterangan
Apatis Rasa tidak memiliki perasaan, ketidakacuhan
Epilepsi Bentuk status epileptikus berupa kejang motorik fokal,
ditandai oleh gerakan klonik terus menerus di beberapa
bagian tubuh
Fundus uteri Bagian uterus di atas orificium tuba uterina
Kejang Kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi otot-otot
berulang volunter
Hodge Bidang diafragma anteroposterior dari apertira pelvis
superior
Portio Bagian atau divisi serviks uteri yang menonjol ke vagina.
HIS (Power) Kontraksi uterus selama masa kehamilan yang
memungkinkan janin dapat lahir.
Processus Bagian inferior dari os sternum
Xyphoideus

24
DJJ Denyut jantung janin dalam kandungan yang normalnya
120-160 mmHg
Ketuban Merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat, pada
(Cairan bagian dalamnya berhubungan dengan cairan merupakan
Amnion) jaringan sel kuboid yang asalnya
Edema tungkai Bengkak pada satu atau beberapa anggota gerak
(pengumpulan
cairan secara
abnormal)
Nyeri kepala Gangguan mirip migraine yang ditandai dengan serangan
nyeri hebat unilateral pada mata dan dahi
Penurunan 5/5 Belum masuknya kepala janin ke dalam pintu panggul
Pembukaan Belum terjadinya pembukaan (Kala I).
kuncup

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ny.N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu, dibawa
keluarganya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh
sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit, dan
Ny.N sadar setelah kejang.
2. Sebelum kejang, Ny.N mengeluh nyeri kepala yang hebat. Dua minggu
sebelumnya, Ny.N juga sering mengeluh sakit kepala.
3. Ny.N kontrol kehamilan ke puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan
dikatakan normal. Riwayat epilepsi dan demam tidak ada.
4. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sakit berat dan tampak gelisah, sensorium : apatis, GCS:
11
Tanda Vital : TD: 200/130 mmHg,
Ekstremitas : Edema tungkai (+/+)
5. Pemeriksaan Obstetri

24
Pemeriksaan luar : Tinggi fundus uteri ½ pusat-processus xyphoideus (27
cm), memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, HIS (-),
DJJ : 136x/menit.
Pemeriksaan dalam : portio lunak, posterior, pendataran 0%, pembukaan
kuncup, kepala Hodge I penunjuk belum dapat dinilai, ketuban belum
dapat dinilai.
6. Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin: Hb: 12g/dl, leukosit : 9000/mm3, trombosit : 200.000/mm3
Urin rutin: Protein (+++)

2.5 Analisis Masalah


1. Ny.N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu, dibawa
keluarganya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh
sejak 5 jam yang lalu. Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit, dan
Ny.N sadar setelah kejang.
a. Apa hubungan usia, status gravida dan usia kehamilan dengan
kasus ini?
Jawab :
Usia 18 tahun : Usia kehamilan yang ekstrim
merupakan faktor risiko
terjadinya hipertensi dalam
kehamilan (HDK)
Status gravida : Primigravida juga merupakan
faktor risiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan
(HDK) yang dapat
mengakibatkan eklampsia
pada kehamilan 20 minggu ke
atas. H. HLAG blm terinvasi
secara sempurna

Usia kehamilan 32-33 Minggu : Berhubungan dengan

24
preeklampsia, dimana
preeklampsia terjadi pada
saat usia kandungan min.20
minggu.
Sintesis :
Wanita yang hamil pada usia ekstrem (< 20 tahun atau > 35 tahun)
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami preeklampsia
dibandingkan dengan wanita yang hamil pada usia reproduksi (20
– 35 tahun). Ibu hamil yang berusia < 20 tahun dan > 35 tahun
cenderung mengalami preeklampsia berat dibandingkan dengan ibu
hamil yang berusia 20 tahun sampai 35 tahun (Cunningham, 2010).
Ibu hamil pada usia < 20 tahun mempunyai risiko terjadi
preeklampsia 3,58 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang
berusia 20-35 tahun. Hal ini terjadi karena fisik dan psikis pada
seorang wanita yang usianya terlalu muda belum siap dalam
menghadapi kehamilan dan persalinan (Rozikhan, 2007). Usia
reproduktif dari seorang wanita adalah 20 – 35 tahun. Usia
reproduktif ini merupakan periode yang paling aman untuk hamil
dan melahirkan karena pada usia tersebut risiko terjadinya
komplikasi selama kehamilan lebih rendah. Pada usia < 20 tahun,
ukuran uterus belum mencapai ukuran yang normal untuk
kehamilan, sehingga kemungkinan terjadinya gangguan dalam
kehamilan seperti preeklampsia menjadi lebih besar (Cunningham,
2010).
Pada primigravida memiliki kecenderungan terjadi preeklampsia
dua kali lipat lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies yang
dilakukan oleh HLA-G (human leucocyte antigen G) terhadap
antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses
implantasi trofoblas ke jaringan desidua ibu menjadi terganggu,

24
dan proses ini akan semakin sempurna pada kehamilan berikutnya
(Novianti, 2016: 30).
Primigravida juga rentan mengalami stres dalam menghadapi
persalinan yang akan menstimulasi hipotalamus untuk
memproduksi CRH (Corticotrophin releasing hormon) yang akan
menstimulasi hipofisis anterior untuk mengeluarkan ACTH
(adrenocorticotrophin hormon). Selanjutnya ACTH akan
menstimulasi zona fasciculata glandula suprarenal untuk
mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon
simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah juga akan
meningkat (Novianti, 2016: 30).
Usia kehamilan 32-33 minggu termasuk usia kehamilan pada
trimester ketiga, preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang
akut dan dapat terjadi pada ante, intra, dan postpartum.

Sehingga, usia ibu, status gravida dan usia kehamilan


merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia Ny.N.

b. Apa makna status kehamilannya G1P0A0?


Jawab:
Gravid (pernah hamil)  1 kali
Partus (pernah melahirkan )  0 kali
Abortus (keguguran) 0 (tidak pernah keguguran)
Jadi, pada kasus adalah Primigravida.
Sintesis:
Paritas adalah keadaan melahirkan anak baik hidup ataupun mati,
tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan
demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali
paritas. Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status
paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-A, dimana G
menyatakan jumlah kehamilan (gestasi), P menyatakan jumlah

24
paritas, dan A menyatakan jumlah abortus. Sebagai contoh,
seorang perempuan dengan status paritas G3P1A1, berarti
perempuan tersebut telah pernah mengandung sebanyak dua kali,
dengan satu kali paritas dan satu kali abortus, dan saat ini tengah
mengandung untuk yang ketiga kalinya (Cunningham, 2010).
Gravida adalah istilah yang digunakan dalam kebidanan yang
artinya seorang wanita yang sedang hamil. Kehamilan adalah suatu
keadaan dimana janin dikandung didalam tubuh wanita, yang
sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan diakhiri dengan
proses persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Primi berarti pertama. Primigravida adalah seorang wanita hamil
untuk pertama kali. Kehamilan terjadi apabila ada dua pertemuan
dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan mani (spermatozoa)
lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus kira-kira 280
hari atau 40 minggu kehamilan (Cunningham, 2010).

c. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi uterus dan


plasenta?
Jawab:
ANATOMI
PLASENTA
Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapis, yaitu bagian dalam
disebut sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsitiotrofoblas.
Endometrium atau sel desidua di mana terjadi nidasi menjadi pucat
dan besar disebut sebagai reaksi desidua. Sebagian lapisan desidua
mengalami fagositosis oleh sel trofoblas. Reaksi desidua agaknya
merupakan proses untuk menghambat invasi, tetapi berfungsi
seagai sumber pasokan makanan (Wiknjosastro dalam
Prawirohardjo, 2009: 148).

24
Gambar. Struktur Plasenta
Sumber: (123RF.com)
Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan
endometrium mendekati lapisan basal endometrium di mana
terdapat pembuluh spiralis, kemudian terbentuk lakuna yang berisi
plasma ibu. Proses pelebaran darah arteri spiralis sangat penting
sebagai bentuk fisiologik yaitu model mangkuk. Hal ini
dimungkinkan karena penipisan lapisan endotel arteri akibat invasi
trofoblas yang menumpuk lapisan fibrin di sana (Wiknjosastro
dalam Prawirohardjo, 2009: 148).
Proses invasi trofoblas tahap kedua mencapai bagian
miometrium arteri spiralis terjadi pada kehamilan 14-15 minggu
dan saat ini perkembangan plasenta telah lengkap. Apabila model
mangkuk tersebut kurang sempurna, akan timbul kekurangan
pasokan darah ibu yang berakibat iskemia plasenta dan terjadi
preeklampsia. Lakuna yang kemudian terbentuk akan menjadi
ruang intervili (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 148-9).

24
Gambar. Implantasi Embrio
Sumber: (Mescher, 2013)

Sel trofoblas awal kehamilan disebut vili primer, kemudian


akan berkembang menjadi sekunder dan tersier pada trimester
akhir. Bagian dasar sel trofoblas akan menebal yang disebut korion
frondosum dan berkembang menjadi plasenta. Sementara itu,
bagian luar yang menghadap ke cavum uteri disebut korion laeve
yang diliputi oleh desidua capsularis. Desidua yang menjadi tempai

24
implantasi plasenta disebut desidua basalis (Wiknjosastro dalam
Prawirohardjo, 2009: 149).
Pada usia kehamilan 8 minggu (6 minggu dari nidasi) zigot
telah melakukan invasi terhadap 40-60 arteri spiralis di daerah
desidua basalis. Vili sekunder akan mengapung di kolam darah ibu,
di tempat sebagian vili melekatkan diri melalui integrin kepada
desidua (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 151).

Struktur Plasenta
Vili akan berkembang seperti akar pohon di mana di bagian
tengah akan mengandung pembuluh darah janin. Pokok vili (stem
villi) akan berjumlah lebih kurang 200, tetapi sebagian besar yang
di perifer akan menjadi atrofik, sehingga tinggal 40-50
berkelompok sebagai kotiledon (Wiknjosastro dalam
Prawirohardjo, 2009: 151).
Luas kotiledon pada plasenta aterm diperkirakan 11 m 2. Bagian
tengah vili adalah stroma yang terdiri atas fibroblas, beberapa sel
besar (sel Hoffbauer), dan cabang kapiler janin. Bagian luar vili ada
dua lapis, yaitu sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas, yang pada
kehamilan akhir lapisan sitotrofoblas akan melipat yang disebut
sebagai simpul (syncitial knots). Bila sitotrofoblas mengalami
hipertrofi, maka itu pertanda hipoksia (Wiknjosastro dalam
Prawirohardjo, 2009: 151).

24
Gambar. Membran Ekstraembrionik dan Decidua
Sumber: (Mescher, 2013)

Arus darah utero-plasenta


Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi
dua arteri dan satu vena. Vena berisi darah penuh oksigen,
sedangkan arteri yang kembali dari janin berisi darah kotor. Tali
pusat berisi massa mukopolisakarida yang disebut jeli Wharton dan
bagian luar adalah epitel amnion. Panjang tali pusat bervariasi yaitu
30-90 cm (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 152).
Pembuluh tali pusat berkembang dan berbentuk seperti heliks,
maksudnya agar terdapat fleksibilitas dan terhindar dari torsi.
Tekanan darah arteri pada akhir kehamilan diperkirakan 70/60
mmHg, sedangkan tekanan vena diperkirakan 25 mmHg. Tekanan
darah yang relatif tinggi pada kapiler, termasuk pada vili
maksudnya adalah seandainya terjadi kebocoran, darah ibu tidak
masuk ke janin (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 152).

24
Gambar. Plasenta
Sumber: (Mescher, 2013)

Pada kehamilan aterm arus darah pada tali pusat berkisar 350
ml/menit. Pada bagian ibu di mana arteri spiralis menyemburkan
darah, tekanan relatif rendah yaitu 10 mmHg. Arus darah
uteroplasenta pada kehamilan aterm diperkirakan 500-750 ml/menit
(Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 152).
Patologi pada berkurangnya arus darah uteroplasenta, misalnya
pada preeklampsia, mengakibatkan perkembangan janin terhambat
(PJT). Konsep yang diterima saat ini adalah implantasi plasenta
yang memang tidak normal sejak awal menyebabkan model arteri
spiralis tidak sempurna (relatif kaku). Hal ini menyebabkan
sirkulasi uteroplasenta abnormal dan berakibat risiko preeklampsia
(Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 152).

24
Transfer Plasenta
Plasenta merupakan organ yang berfungsi sebagai respirasi,
nutrisi, ekskresi, dan produksi hormon. Transfer zat melalui vili
terjadi melalui mekanisme difusi sederhana, difusi terfasilitasi
aktif, dan pinositosis. Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer
tersebut adalah berat molekul, solubilitas, dan muatan ion
(Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 152).
Difusi sederhana juga diatur oleh epitel trofoblas, tetapi dapat
terjadi seperti pada membran semipermeabel, misalnya oksigen,
akan terjadi pertukaran akibat perbedaan kadar pada janin dengan
ibu. Difusi terfasilitasi (facilitated diffusion) terjadi akibat
perbedaan (gradien) kadar zat dan juga dapat terjadi akselerasi
akibat peran enzim dan reseptor, misalnya perbedaan kadar glukosa
antara ibu dan janin. Transpor aktif terjadi dengan melibatkan
penggunaan energi, misalnya pada asam amino dan vitamin.
Pinositosis terhadi pada transfer zat bermolekul besar, yaitu
molekul ditelan ke dalam sel dan kemudian diteruskan ke dalam
sirkulasi janin, misalnya zat IgG, fosfolipid, dan lipoprotein
(Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 152-3).
Sel janin seperti eritrosit dan limfosit dalam jumlah sangat
sedikit mungkin dapat ditemukan pada sirkulasi perifer ibu. Ini
menandakan bahwa tidak sepenuhnya terisolasi, hal ini
memungkinkan deteksi kelainan bawaan janin setelah seleksi sel
darah dari ibu (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 153).

Fungsi plasenta
Pertukaran gas yang terpenting adalah transfer oksigen dan
karbondioksida. Saturasi oksigen oada ruang intervili plasenta
adalah 90%, sedangkan tekanan parsial adalah 90 mmHg.
Sekalipun tekanan pO2 janin hanya 25 mmHg, tingginya
hemoglobin F janin memungkinkan penyerapan oksigen dari

24
plasenta. Di samping itu, perbedaan kadar ion H + dan tingginya
kadar karbondioksida dari sirkulasi janin memungkinkan
pertukaran dengan oksigen (efek Bohr) (Wiknjosastro dalam
Prawirohardjo, 2009: 153).
Perbedaan tekanan 5 mmHg antara ibu dan janin
memungkinkan pertukaran CO2 (dalam bentuk asam karbonat,
karbamino Hb, atau bikarbonat) pada plasenta. Ikatan CO 2 dengan
Hb bergantung pada faktor yang mempengaruhi pelepasan oksigen.
Jadi karbamino Hb meningkat bila oksigen dilepas disebut efek
Haldane (Wiknjosastro dalam Prawirohardjo, 2009: 153).
Keseimbangan asam basa bergantung pada kadar H +, asam
laktat, dan bikarbonat pada sirkulasi janin-plasenta. Pada
umumnya, asidosis terjadi akibat kekurangan oksigen. Metabolisme
karbohidrat terutama ditentukan oleh kadar glukosa yang dipasok
oleh ibu. Sebanyak 90% dari kebutuhan energi berasal dari
glukosa. Kelebihan glukosa akan disimpan sebagai glikogen dan
lemak. Glikogen disimpan di hati, otot, dan plasenta. Sedangkan,
lemak disimpan di sekitar jantung dan belakang skapula. Glukosa
dan monosakarida dapat langsung melewati plasenta, tetapi
disakarida tidak dapat. Kadar glukosa janin berkaitan dengan kadar
ibu dan tidak dipengaruhi oleh hormon karena mereka tidak
melewati plasenta. Plasenta mengatur utilisasi glukosa dan mampu
membuat cadangan separuh dari kebutuhan (Wiknjosastro dalam
Prawirohardjo, 2009: 154).

UTERUS

24
Gambar Uterus
Sumber : Drake, 2012

Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah pir


dan berdinding tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang
uterus 3 inchi (8cm), lebar 2 inchi (5cm), dan tebal 1 inchi (2,5
cm). Uterus dibagi menjadi fundus, corpus, dan cervix uteri.
Fundus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di atas muara
tuba uterina. Corpus uteri merupakan bagian uterus yang terletak di
bawah muara tuba uterina. Ke arah bawah corpus akan menyempit,
yang berlanjut sebagai cervix uteri. Cervix menembus dinding
anterior vagina dan dibagi menjadi portio supravaginalis dan portio
vaginalis cervicis uteri (Snell, 2011).
Struktur Uterus
Uterus diliputi oleh peritoneum, kecuali di bagian anterior dan di
bawah ostium internum, di tempat ini peritoneum berjalan ke depan
ke atas vesica urinaria. Dinding otot, atau myometrium, berdinding
tebal dan dibentuk oleh otot polos yang disokong oleh jaringan
ikat. Tunica mucosa yang meliputi corpus uteri disebut
endometrium (Snell, 2011).

24
Perdarahan Uterus
Arteri utama yang mendarahi uterus adalah arteria uterina, sebuah
cabang dari arteri iliaa interna. Pembuluh ini mencapai uterus
dengan berjalan ke medial di basis ligamenti lati. Vena uterina
mengikuti arteri dan bermuara ke dalam vena iliaca interna (Snell,
2011).
Aliran Limfe
Pembuluh limfe dari fundus uteri menyertai arteria ovarica dan
mengalirkan limfe ke nodi paraaortici setinggi vertebra L1.
Beberapa pembuluh limfe mengikuti ligamentum teres uteri di
dalam canalis inguinalis dan mengalirkan limfe ke nodi inguinales
superficiales (Snell, 2011).
Persarafan
Saraf-saraf simpatik dan parasimpatik berasal dari plexus
hypogastricus inferior (Snell, 2011).
Histologi Uterus
Secara histologi, uterus terdiri dari 3 lapisan jaringan yaitu
perimetrium, miometrium dan endometrium (Sherwood, 2014).
 Perimetrium
Perimetrium merupakan lapisan luar uterus atau serosa
merupakan bagian dari perimetrium visceral yang tersusun
atas epitel skuamus simpleks dan jaringan ikat areolar
(Sherwod, 2014).
 Miometrium
Lapisan tengah uterus atau miometrium terdiri dari 3
lapisan serat otot polos yang tebal didaerah fundus dan
menipis didaerah serviks, dipisahkan oleh untaian tipis
jaringan ikat interstitial dengan banyak pembuluh
darah.selama proses persalinan dan melahirkan, akan terjadi
sebuah koordinasi kontraksi otot miometrium dalam
merespon hormon oksitosin yang berasal dari hipofisis

24
posterior yang berfungsi membantu mengeluarkan janin dan
uterus (Sherwood, 2014).
 Endometrium
Lapisan dalam uterus atau endometrium merupakan lapisan
yang kaya akan pembuluh darah memiliki 3 komponen,
yaitu epitel kolumnar simpleks bersilia dan bergoblet,
kelenjar uterina yang merupakan invaginasi dari epitel
luminal yang kemudian meluas hampir ke miometrium, dan
stroma endometrium. Endometrium terbagi menjadi 2
lapisan yaitu, stratum fungsional dan stratum basal
(Sherwood, 2014).

d. Apa makna kejang berulang seluruh tubuh sejak 5 jam yang


lalu?
Jawab:
Maknanya yaitu terjadi periode episodic atau berulang pada kejang
pada kasus eklampsia bila tidak segera diberi obat-obat anti kejang
maka akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya.
(Prawiroharjo,s.2010)

e. Apa kemungkinan penyebab kejang berulang?


Jawab:
Keluhan kejang dapat terjadi pada keadaan tertentu, antara lain
(Baumann, 2002):
 Perdarahan otak
 Hipertensi
 Hipertermia
 Lesi otak
 Kelainan metabolik
 Eklampsia

24
 Meningitis
 Epilepsi iatrogenik

f. Bagaimana patofisiologi dari kejang berulang pada kasus?


Jawab:
Faktor risiko (usia, primigravida)  turunnya ekspresi HLA-G
(Human Leucocyte Antige-G) pada membran desidua plasenta
menghambat invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot
(endomentrium) arteri spiralis dan jaringan matriks sekitar 
lapisan otot arteri spiralis tetap kaku  lumen arteri spiralis tidak
distensi ataupun vasodilatasi  arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi  terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis” 
penurunan aliran darah uteroplasenta  hipoksia & iskemik
plasenta  plasenta menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang
disebut hidroksil yang sangat toksik terutama pada endotel
pembuluh darah  merusak membran sel, nukleus, & protein sel
endotel  disfungsi endotel  penurunan prostasiklin dan nitric
oxide (sebagai vasodilator) serta peningkatan tromboksan dan
endotelin (vasokonstriktor)  vasokonstriksi pembuluh darah
sistemik maternal  hipertensi  penurunan perfusi oksigen dan
nutrisi ke otak  gangguan pembentukan neurotransmitter
inhibitor GABA di otak  peningkatan eksitasi potensial
transmembran neuron (terjadi ketidakseimbangan)  terjadi
stimulasi saraf yang terus menerus hingga melemah  kejang.

g. Apa makna kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit, dan
Ny.N sadar setelah kejang?
Jawab:
Maknanya adalah kemungkinan ia mengalami eklamsi, dan ia
sudah masuk ke dalam tahap kejang klonik. Makna dari setelah

24
kejang ia sadar adalah tidak terjadinya kerusakan pada otak dan ia
belum memasuki fase koma.
Sintesis:
Konvulsi pada eklampsia terdiri dari 4 fase (Prawirohardjo, 2010):
 Fase awal atau aura
Berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka,
kelopak mata dan ekstremitas bergetar.
 Kejang tonik
Tanda-tanda dari kejang tonik ialah dengan dimulainya
gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka
khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian
disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga
seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini, wajah
penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua
lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam
posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam
keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30
detik.
 Kejang klonik
Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara
tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula
dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian
disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka
dan otot-otot seluruh tubuh. Keadaan ini berlangsung 1-2
menit.
 Fase koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara
perlahan-lahan penderita sadar lagi, tetapi dapat pula
terjadi serangan baru dan berulang, sehingga ia tetap dalam
keadaan koma.

24
h. Apa dampak yang terjadi jika ibu hamil mengalami kejang?
Jawab:
Dampak yang terjadi jika mengalami kejang pada kehamilan
(Norwitz, 2010):
 Morbiditas Perinatal
Preeklampsia memberikan pengaruh pada suplai darah dari
ibu ke plasenta, yang dapat menyebabkan buruknya
pertumbuhan janin dalam kandungan ibu dan dapat memicu
terjadinya persalinan prematur. Preeklampsia adalah
penyebab dari 12% bayi yang lahir dengan berat badan lahir
rendah dan seperlima dari bayi yang lahir prematur. Di
negara dengan tingkat pendapatan tinggi, bayi yang
dilahirkan terlalu dini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas perinatal, dan preeklampsia
adalah faktor utama kelahiran prematur. Komplikasi yang
berasosiasi dengan kelahiran prematur meliputi respiratory
distress, apneu, ikterik, kerniketrik, kesulitan dalam
menyusu, hipoglikemia, kejang, periventricular
leucomalacia, dan memperpanjang waktu perawatan di
rumah sakit42. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa
bayi yang lahir dari ibu dengan preeklampsia memiliki
risiko lebih besar untuk menderita cerebral palsy
dibandingkan dengan anak yang lahir dari ibu dengan
kondisi kehamilan tanpa komplikasi dan 30 juta bayi
mengalami gangguan pertumbuhan setiap tahunnya di
negara berkembang, dan 1 dari 7 bayi tersebut berhubungan
dengan kasus ibu dengan preeklampsia.
 Intra uterine growth restriction (IUGR)
Pertumbuhan janin dalam kandungan merupakan penanda
yang baik akan kondisi janin. Kehamilan dengan
komplikasi intra uterine growth restriction didefinisikan

24
sebagai proses patologis reduksi pertumbuhan janin yang
diasosiasikan dengan meningkatan angka kematian
perinatal. Preeklampsia sebagai komplikasi kehamilan
dengan karakter penurunan aliran darah dan iskemi
uteroplasenta merupakan faktor risiko yang paling dominan
dalam terjadinya intra uterine growth restriction. Srinivas et
al (2009) mengemukakan bahwa ibu dengan preeklampsia
memiliki risiko 2,7 kali lebih besar untuk melahirkan bayi
dengan pertumbuhan terhambat dibandingkan dengan ibu
dengan kehamilan tanpa komplikasi.
 Berat badan lahir rendah
Pertumbuhan janin dalam uterus ibu memiliki pengaruh
yang besar terhadap berat badan bayi ketika lahir. Suplai
darah dan nutrisi dari sistem uteroplasenta memiliki peran
yang penting dalam pertumbuhan janin intra uteri dan berat
badan lahir. Pada kasus ibu dengan preeklampsia, dimana
terjadi gangguan pada sistem uteroplasenta, pertumbuhan
janin dan berat badan lahir menjadi tidak optimal sehingga
muncul luaran perinatal berupa bayi berat badan lahir
rendah.
 Asfiksia
Sebuah studi menunjukkan bahwa faktor risiko akan
terjadinya asfiksia pada bayi dapat dilihat dari riwayat
obstetri ibu, riwayat perkembangan janin, dan komplikasi
persalinan. Di antara faktor risiko tersebut, terdapat
preeklampsia dan kelahiran prematur sebagai faktor risiko
terjadinya asfiksia. Diagnosis asfiksia dapat ditegakkan
dengan melihat skor APGAR dari bayi, sehingga dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu asfiksia
ringan, sedang, dan berat.

24
 Gawat janin
Salah satu patogenesis dari preeklampsia adalah adanya
hipoperfusi uteroplasenta yang berefek pada terganggunya
suplai oksigen dari ibu kepada janin. Jika kondisi ini terus
menerus berlanjut, maka janin akan berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang kadar oksigennya tidak
optimal dan berusaha untuk melindungi organ-organ vital
dari kerusakan yang disebabkan oleh kondisi tersebut.
Proses adaptasi yang diupayakan oleh janin tidak dapat
terus berlangsung, terlebih lagi jika suplai oksigen terus
turun dan menstimulasi kemoreseptor pada arteri karotikus
sehingga refleks vagal muncul dan menyebabkan janin
mengalami bradikardi yang nampak sebagai kondisi gawat
janin.
 Kelahiran prematur
Preeklampsia dapat muncul jika proses inflamasi sistemik
pada ibu menyebabkan ibu untuk melakukan dekompensasi.
Ibu dengan preeklampsia mengalami peningkatan produksi
kortisol dan dan sitokin yang lebih besar dibandingkan
dengan ibu tanpa komplikasi kehamilan. Hal ini
diasosiasikan dengan meningkatnya risiko kelahiran bayi
prematur. Studi lain menunjukkan bahwa kelahiran
prematur sering terjadi pada ibu dengan preeklampsia
terjadi dikarenakan persalinan merupakan terapi definitif
preeklampsia, sehingga persalinan perlu dilakukan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi.

24
i. Apa saja klasifikasi dari preeklampsia?
Jawab:
Klasifikasi preeklampsia berdasarkan derajat ringan dan beratnya
(Prawirohardjo, Sarwono, 2018):
 Preeklampsia ringan
Preeklampsia rungan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan
dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivitas endotel.
Prognosis
Diagnose preeklampsia ringanditegakan berdasarkan atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema
setelah kehamilan 20 minggu.
- Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg dan
kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai
kriteria preeklamsia.
- Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstick.
- Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria
preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut,
edema generalisata.
 Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg
disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan kriteria preeklampsia berat
sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeclampsia
digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih
gejala sebagai berikut.
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah
diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun

24
meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan
sudah menjalani tirai baring.
- Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan
kualitatif.
- Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
- Kenaikan kadar kreatinin plasma.
- Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri
kepala, skotoma, dan pandangan kabur.
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen (akibat teregangnya kapsula glisson).
- Edema paru-paru atau sianosis.
- Hemolysis mikroangiopatik.
- Trombositopenia berat: < 100 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat.
- Gangguan fungsi hepar( kerusakan hepatoseluler):
peningkatan kadar alanin dan apartate aminotransferase.
- Pertumbuhan janin intrauterine terhambat.
- Sindrom HELLP.

j. Apa saja faktor resiko dari preeklamsi, impending eklamsi dan


eklamsi?
Jawab:
Terdapat banyak factor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam factor risiko sebagai
berikut (Prawirohardjo, 2010):
1) Primigravida, primipaternitas
2) Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan
multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
3) Umur yang ekstrim
4) Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

24
5) Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil
6) Obesitas

k. Bagaimana patofisiologi dari preekalmpsia, impending


eklampsia dan eklampsia?
Jawab:
Preeklampsia
Faktor risiko (usia, primigravida)  turunnya ekspresi HLA-G
(Human Leucocyte Antige-G) pada membran desidua plasenta
menghambat invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot
(endomentrium) arteri spiralis dan jaringan matriks sekitar 
lapisan otot arteri spiralis tetap kaku  lumen arteri spiralis tidak
distensi ataupun vasodilatasi  arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi  terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis” 
penurunan aliran darah uteroplasenta  hipoksia & iskemik
plasenta  plasenta menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang
disebut hidroksil yang sangat toksik terutama pada endotel
pembuluh darah  merusak membran sel, nukleus, & protein sel
endotel  disfungsi endotel  penurunan prostasiklin dan nitric
oxide (sebagai vasodilator) serta peningkatan tromboksan dan
endotelin (vasokonstriktor)  vasokonstriksi pembuluh darah
sistemik maternal  hipertensiFaktor risiko (usia, primigravida) 
turunnya ekspresi HLA-G (Human Leucocyte Antige-G) pada
membran desidua plasenta menghambat invasi sel-sel trofoblast
pada lapisan otot (endomentrium) arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitar  lapisan otot arteri spiralis tetap kaku  lumen
arteri spiralis tidak distensi ataupun vasodilatasi  arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi  terjadi kegagalan “remodelling
arteri spiralis”  penurunan aliran darah uteroplasenta  hipoksia
& iskemik plasenta  plasenta menghasilkan oksidan (radikal

24
bebas) yang disebut hidroksil yang sangat toksik terutama pada
endotel pembuluh darah  merusak membran sel, nukleus, &
protein sel endotel  disfungsi endotel  penurunan prostasiklin
dan nitric oxide (sebagai vasodilator) serta peningkatan
tromboksan dan endotelin (vasokonstriktor)  vasokonstriksi
pembuluh darah sistemik maternal  hipertensi (preeklampsia)

Impending Eklampsia
Faktor risiko (usia dan primigravida) HLA-G belum terekspresi
sempurna gagalnya sel-sel trofoblast dalam mengekspresikan
integrit  kegagalan invasi trofoblast pada lapisan arteri spiralis
dan jaringan matriks sekitarnya  lapisan otot arteri spiralis
menjadi kaku dan keras  lumen arteri kesulitan untuk distensi
dan vasodilatasi  arteri spiralis vasokontriksi  kegagalan
remodelling arteri spiralis  aliran darah uteroplasenta berkurang
 hipoksia dan iskemik pada plasenta  terbentuk radikal bebas
 disfungsi endotel  peningkatan bahan vasopresor 
vasospasme pembuluh darah  preeklampsia  hipoksia di otak
 nyeri kepala (Impending eklampsia)

Eklampsia
Faktor risiko (usia, primigravida)  turunnya ekspresi HLA-G
(Human Leucocyte Antige-G) pada membran desidua plasenta
menghambat invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot
(endomentrium) arteri spiralis dan jaringan matriks sekitar 
lapisan otot arteri spiralis tetap kaku  lumen arteri spiralis tidak
distensi ataupun vasodilatasi  arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi  terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis” 
penurunan aliran darah uteroplasenta  hipoksia & iskemik
plasenta  plasenta menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang
disebut hidroksil yang sangat toksik terutama pada endotel

24
pembuluh darah  merusak membran sel, nukleus, & protein sel
endotel  disfungsi endotel  penurunan prostasiklin dan nitric
oxide (sebagai vasodilator) serta peningkatan tromboksan dan
endotelin (vasokonstriktor)  vasokonstriksi pembuluh darah
sistemik maternal  hipertensi  penurunan perfusi oksigen dan
nutrisi ke otak  gangguan pembentukan neurotransmitter
inhibitor GABA di otak  peningkatan eksitasi potensial
transmembran neuron (terjadi ketidakseimbangan)  terjadi
stimulasi saraf yang terus menerus hingga melemah  kejang
(eklampsia)

2. Sebelum kejang, Ny.N mengeluh nyeri kepala yang hebat. Dua minggu
sebelumnya, Ny.N juga sering mengeluh sakit kepala.
a. Apa makna sebelum kejang, Ny.N mengeluh nyeri kepala yang
hebat?
Jawab:
Maknanya adalah ia mengalami preeklampsia menuju eklampsia.
Dan itu adalah peringatan gejala sebelum timbulnya kejang
eklampsia.
Sintesis:
Menurut Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang
memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah
sakit kepala yang berat dan menetap, perubahan mental sementara,
pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual,
muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang mengalami
gejala ini. Prosentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia
adalah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%), gangguan
penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-
15%), perubahan mental sementara (5-10%).

24
b. Apa makna dua minggu sebelumnya, Ny.N juga sering
mengeluh sakit kepala?
Jawab:
Makna 2 minggu sebelumnya Ny. N juga sering mengeluh sakit
kepala adalah kemungkinan pada saat 2 minggu sebelumnya telah
mengalami impending eklampsia yang dimana diakibat oleh
hipoperfusi darah ke otak yang menyebabkan nyeri kepala.

c. Apa hubungan sakit kepala dengan kejang yang dialami Ny.N?


Jawab:
Hubungan sakit kepala dengan kejang yang dialami Ny. N adalah
pada 2 minggu sebelumnya kemungkinan sudah mengalami
impending eklamsia akibat hipoperfusi darah di otak yang
diakibatkan peningkatan tekanan darah. Kejang yang dialami Ny.N
sekarang sudah mengalami eklamsia yang dimana kbentuk
kompensasi tubuh mulai berkurang, sehingga hipoperfusi darah di
otak dapat dapat menyebabkan gangguan neurotransmitter(↑acth
dan ↓ gaba) mengakibatkan ketidak seimbangan pontensial
membran sehingga hifusi Na+ dan K+ lalu menimbulkan kejang
(Sherwood, 2014).

d. Apa saja kemungkinan penyebab dari nyeri kepala pada ibu


hamil?
Jawab:
Nyeri kepala dibagi menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan
sekunder. Adapun penyebabnya menurut Raskin (2005) adalah
sebagai berikut:
Nyeri Kepala Primer
 Migraine
 Tension Type headache
 Nyeri kepala cluster dan hemicrania proksimal kronik

24
 Nyeri kepala lain yang tidak ada hubungannya dengan lesi
struktural
Nyeri kepala sekunder
 Nyeri kepala karena trauma
 Nyeri kepala karena kelainan vaskular
 Nyeri kepala karena kelainan intracranial nonvaskular
 Nyeri kepala karena penggunaan zat
 Nyeri kepala karena infeksi
 Nyeri kepala karena kelainan metabolic
 Nyeri kepala atau nyeri wajah karena kelainan saraf

Pada kasus dapat diduga nyeri kepala disebabkan oleh dua


kemungkinan yaitu hipertensi dan faktor neurologik akibat
hiperperfusi otak sehingga menyebabkan vasogenik edema
(Raskin, 2005).

e. Bagaimana patofisiologi nyeri kepala pada kasus?


Jawab:
Faktor risiko (usia, multigravida, dan riwayat preeklampsia) 
turunnya ekspresi HLA-G (Human Leucocyte Antige-G) pada
membran desidua plasenta menghambat invasi sel-sel trofoblast
pada lapisan otot (endomentrium) arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitar  lapisan otot arteri spiralis tetap kaku  lumen
arteri spiralis tidak distensi ataupun vasodilatasi  arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi  terjadi kegagalan “remodelling
arteri spiralis”  penurunan aliran darah uteroplasenta  hipoksia
& iskemik plasenta  plasenta menghasilkan oksidan (radikal
bebas) yang disebut hidroksil yang sangat toksik terutama pada
endotel pembuluh darah  merusak membran sel, nukleus, &
protein sel endotel  disfungsi endotel  penurunan prostasiklin

24
dan nitric oxide (sebagai vasodilator) serta peningkatan
tromboksan dan endotelin (vasokonstriktor)  vasokonstriksi
pembuluh darah sistemik maternal  hipertensi  penurunan
perfusi oksigen dan nutrisi ke otak  nyeri kepala.

3. Ny.N kontrol kehamilan ke puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan dan


dikatakan normal. Riwayat epilepsi dan demam tidak ada.
a. Apa makna Ny.N kontrol kehamilan ke puskesmas pada usia
kehamilan 7 bulan dan dikatakan normal?
Jawab:
Maknanya menyingkirkan hipertensi kronik dan hipertensi
gestasional. Dimana pada hipertensi kronik adalah hipertensi yang
timbul sebelum kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama
kali di diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
Dan hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang 3
bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda tanda
preeklamsia teteapi tanpa proteinuria.
Pada kasus Ny. Tina kontrol kehamilan pada usia kehamilan 7
bulan atau setara 28 minggu dan dikatakan normal yang artinya
pada usia kehamilan tersebut Ny. Tina belum terdiagnosis secara
pasti bahwa Ny. Tina mengalami preeklampsia atau bisa terjadi
miss diagnosis karena tekanan darah yang labil (Prawirohardjo,
2018).

b. Bagaimana prosedur pemeriksaan ANC?


Jawab:
Prosedur ANC menurut Badan Litbanges Depkes RI, standar
minimal pelayanan ANC adalah 14T, yaitu (Depkes, 2010):
1) Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah

24
2) Tinggi badan dan berat badan ditimbang
3) Temukan kelainan / periksa daerah muka dan leher
(gondok, vena jugularis externa), jari dan tungkai (edema),
lingkaran lengan atas, panggil (perkusi ginjal), dan refleks
lutut
4) Tekanan darah diukur
5) Tekan / palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara,
senam payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan
ASI
6) Tinggi fundus uteri diukur
7) Tentukan posisi janin (Leopold I-IV) dan denyut jantung
janin
8) Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa
9) Tentukan kadar Hb dan periksa laboratorium (protein dan
glukosa urin), sediaan vagina, dan VDLR (PMS) sesuai
indikasi
10) Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit
lainnya sesuai indikasi (gondok, malaria, dll)
11) Tetanus toxoid imunisasi
12) Tingkatkan kesegaran jasmani (accu pressure) dan senam
hamil
13) Tingkatkan pengetahuan ibu hamil (penyuluhan) : makanan
bergizi ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, petunjuk agar
tidak terjadi bahaya pada waktu kehamilan dan persalinan
14) Temu wicara konseling

24
c. Apa manfaat dari ANC? (reza, danu, della)
Jawab:
Manfaat dari Ante Natal Care (ANC) adalah sebagai berikut
(Prawirohardjo, 2010):
1) Mendeteksi sedini mungkin adanya faktor risiko dan tanda-
tanda awal komplikasi pada kehamilan, seperti perdarahan
dan preeklampsia.
2) Memberikan edukasi kepada para bumil seputar masalah
gizi, persiapan persalinan, dan kemungkinan terjadinya
komplikasi persalinan.

d. Apa dampak Ny.N baru satu kali melakukan pemeriksaan


ANC pada kehamilan ini?
Jawab:
Tujuan utama asuhan antenatal adalah untuk memfasilitasi hasil
yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara
membina hubungan saling percaya dengan ibu, mendeteksi
komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran
dan memberikan pendidikan (Adriaansz, 2009). Sehingga bila
ANC tidak dilakukan sebagaimana mestinya maka akan
mengakibatkan dampak:
 Ibu hamil akan kurang mendapat informasi tentang cara
perawatan kehamilan yang benar.
 Tidak terdeteksinya tanda bahaya kehamilan secara dini
 Tidak terdeteksinya anemia kehamilan yang dapat
menyebabkan perdarahan saat persalinan.
 Tidak terdeteksinya tanda penyulit persalinan sejak awal
seperti kelainan bentuk panggul atau kelainan pada tulang
belakang, atau kehamilan ganda.

24
 Tidak terdeteksinya penyakit penyerta dan komplikasi
selama kehamilan seperti pre eklampsia, penyakit kronis
seperti penyakit jantung, paru dan penyakit karena genetik
seperti diabetes, hipertensi, atau cacat kongenital.

e. Berapa kali ANC yang dianjurkan selama kehamilan?


Jawab:
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan
yaitu (Saifudin, 2009) :

1. Satu kali trimester pertama


2. Satu kali trimester kedua
3. Dua kali trimester ketiga.
Kriteria Keteraturan ANC
Pemeriksaan kehamilan di lakukan berulang-ulang dengan
ketentuan sbb (Saifudin, 2009) :
1. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin
ketika haidnya terlambat satu bulan.
2. Periksa ulang 1 x sebelum sampai kehamilan 7 bulan.
3. Periksa ulang 2 x sebulan sampai kehamilan 9 bulan.
4. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
5. Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan.

f. Apa hubungan hasil pemeriksaan ANC Ny.N normal pada usia


kehamilan 7 bulan dengan keluhan Ny.N saat ini?
Jawab:
Untuk menyingkirkan diagnosis banding dari hipertensi kronik
maupun hipertensi gestasional.

g. Apa makna riwayat epilepsi dan demam tidak ada?


Jawab:

24
Untuk menyingkirkan diagnosis banding dari penyebab kejang,
seperti kejang demam dan epilepsi.
4. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sakit berat dan tampak gelisah, sensorium : apatis, GCS:
11
Tanda Vital : TD: 200/130 mmHg,
Ekstremitas : Edema tungkai (+/+)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Jawab:
Tabel 2.2 Interpretasi hasil pemeriksaan fisik

Pemeriksaa
Kategori Kasus Interpretasi
n

Compos mentis Penurunan


Keadaan Apatis
GCS : 15 kesadaran
umum GCS: 11 ( Moderet)
(kesadaran baik)

Normal : <120/<80
mmHg
Prehipertensi: 120 –
139/ 80 – 89 mmHg
Tekanan Hipertensi derajat I: Hipertensi
200/130 mmHg
Darah 140 – 159/ 90 – 99 derajat II
mmHg
Hipertensi derajat
II: >160/ >100
mmHg

Nadi 60-100 x/menit 96x/menit Normal

RR 16-24x/menit 24x/menit Normal

Temperatu
36,5 – 37,2 oC 36,80C Normal
r

Konjungtiv Tidak pucat/ tidak Tidak pucat Normal

24
a hiperemis

Cor dan pulmo Cor dan pulmo


Thoraks Normal
dalam batas normal dalam batas normal

Ekstremita
edema tungkai (-/-) edema tungkai (+/+) Abnormal
s

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?


Jawab:
Faktor risiko (usia dan primigravida)  HLA-G belum terekspresi
sempurna  gagalnya sel-sel trofoblast dalam mengekspresikan
integrit  kegagalan invasi trofoblast pada lapisan arteri spiralis
dan jaringan matriks sekitarnya  lapisan otot arteri spiralis
menjadi kaku dan keras  lumen arteri kesulitan untuk distensi
dan vasodilatasi  arteri spiralis vasokontriksi  kegagalan
remodelling arteri spiralis  aliran darah uteroplasenta berkurang
 hipoksia dan iskemik pada plasenta terbentuk radikal bebas
 disfungsi endotel  perubahan pada sel endotel kapiler di
glomerulus  peningkatan permeabilitas membrane basalis 
terjadi kebocoran  proteinuria  hipoalbuminemia  tekanan
onkotik menurun  perpindahan cairan intravascular ke interstisial
 edema tungkai.

24
5. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan luar : Tinggi fundus uteri ½ pusat-processus xyphoideus (27
cm), memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, HIS (-),
DJJ : 136x/menit.
Pemeriksaan dalam : portio lunak, posterior, pendataran 0%, pembukaan
kuncup, kepala Hodge I penunjuk belum dapat dinilai, ketuban belum
dapat dinilai.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan obstetri?
Jawab:
Tabel 2.3 Interpretasi hasil pemeriksaan obstetri
Hasil Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi
Pemeriksaan luar:
34 minggu tinggi fundus < 31 cm di atas
Tinggi fundus uteri
uteri berada 31 cm, diatas simpisis, indikasi
½ pusat-processus
simphisis pubis, BBLR.
xyphoideus (27 cm),
Memanjang, Punggung Letak memanjang
memanjang,
kanan atau kiri normal (vertikal lie)
punggung kiri,
Bagian terbawah kepala Presentasi kepala
terbawah kepala
Penurunan 5/5 Penurunan 5/5 – kepala di Kepala belum
atas PAP, mudah digerakan memasuki rongga
Penurunan 4/5 – sulit panggul.
digerakan, bagian terbesar
kepala belum masuk
panggul
Penurunan 3/5 – bagian

24
terbesar kepala belum
masuk panggul
Penurunan 2/5 – bagian
terbesar kepala belum
masuk panggul
Penurunan 1/5 – kepala di
dasar panggul
Penurunan 0/5 – di
perineum
HIS (-), DJJ Normal
DJJ: 136x/menit. 120-160 x/menit
Pemeriksaan
dalam: Normal
- portio lunak, ketuban belum
posterior, pecah
pendataran 0%,
pembukaan
kuncup
- kepala Hodge I
- penunjuk belum
dapat dinilai,
ketuban belum
dapat dinilai.
dinilai, ketuban
belum bisa
dinilai.

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan


obstetri?
Jawab:
Tidak ada, normal semua

24
c. Bagaimana klasifikasi dari bidang Hodge?
Jawab:
Klasifikasi dari bidang Hodge (Sarwono, 2018):
1) Bidang hodge IBidang setinggi pintu atas panggul (PAP)
yang dibentuk oleh promotorium, artikulasio sakro-iliaka,
sayap sakrum, linea inominata, ramus superior os. Pubis,
tepi atas simfisis pubis.
2) Bidang hodge IIBidang setinggi pinggir bawah simfisis
pubis, berhimpit dengan PAP (Hodge I)
3) Bidang hodge IIIBidang setinggi ischiadika berhimpit
dengan PAP (Hodge I).
4) Bidang hodge IVBidang setinggi ujung koksigis berhimpit
dengan PAP (Hodge I).

d. Bagaimana prosedur dari pemeriksaan obstetri?


Jawab:
PALPASI ABDOMEN PADA KEHAMILAN
Tehnik :
1) Jelaskan maksud dan tujuan serta cara pemeriksaan palpasi
yang akan saudara lakukan pada ibu.
2) Ibu dipersilahkan berbaring telentang dengan sendi lutut
semi fleksi untuk mengurangi kontraksi otot dinding
abdomen.
3) Leopold I s/d III, pemeriksa melakukan pemeriksaan
dengan berdiri disamping kanan ibu dengan menghadap
kearah muka ibu ; pada pemeriksaan Leopold IV,

24
pemeriksa berbalik arah sehingga menghadap kearah kaki
ibu.

Gambar: Leopold I

1) Leopold I :
 Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak
fundus uteri.
 Tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia
kehamilan.
 Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus
(bokong atau kepala atau kosong).

Gambar: Leopold II

24
2) Leopold II :
 Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah
sampai disamping kiri dan kanan umbilikus.
 Tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi
auskultasi denyut jantung janin nantinya.
 Tentukan bagian-bagian kecil janin.

Gambar: Leopold III


3) Leopold III :
 Pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati oleh karena
dapat menyebabkan perasaan tak nyaman bagi pasien.
 Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk
tangan kanan.
 Ditentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan
ditentukan apakah sudah mengalami engagemen atau
belum.

24
Gambar: Leopold IV

4) Leopold IV
 Pemeriksa merubah posisinya sehingga menghadap ke arah
kaki pasien.
 Kedua telapak tangan ditempatkan disisi kiri dan kanan
bagian terendah janin.
 Digunakan untuk menentukan sampai berapa jauh derajat
desensus janin.

VAGINAL TOUCHER PADA KASUS OBSTETRI


Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:
1) Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan muda.
2) Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu
digunakan untuk melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri
klinik) dan menentukan apakah ada kelainan pada jalan lahir yang
diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya proses persalinan
pervaginam.
3) Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase
persalinan dan diagnosa letak janin.
4) Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses
persalinan sesuai dengan yang diharapkan.

24
5) Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada
tidaknya prolapsus bagian kecil janin atau talipusat.
6) Pada saat inpartu, ibu nampak ingin meneran dan digunakan untuk
memastikan apakah fase persalinan sudah masuk pada persalinan
kala II.
Tehnik
Vaginal toucher pada pemeriksaan kehamilan dan persalinan:
a) Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia
eksterna.
b) Tahap berikutnya, pemeriksaan inspekulo untuk melihat
keadaan jalan lahir.
c) Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari
dan jari telunjuk tangan kiri dari sisi kranial untuk
memaparkan vestibulum.)

d) Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi


lurus dan rapat dimasukkan kearah belakang - atas vagina
dan melakukan palpasi pada serviks.

24
 Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik
(prosentase).
 Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh
atau sudah pecah, bila sudah pecah tentukan :
i. Warna
ii. Bau
iii. Jumlah air ketuban yang mengalir keluar
 Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi
(berdasarkan denominator) serta derajat penurunan
janin berdasarkan stasion.

 Menentukan apakah terdapat bagian-bagian kecil


janin lain atau talipusat yang berada disamping

24
bagian terendah janin (presentasi rangkap –
compound presentation).
 Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk
melakukan pelvimetri klinik :
i. Pemeriksaan bentuk sacrum
ii. Menentukan apakah coccygeus menonjol
atau tidak.
iii. Menentukan apakah spina ischiadica
menonjol atau tidak.
iv. Mengukur distansia interspinarum.
v. Memeriksa lengkungan dinding lateral
panggul.
vi. Meraba promontorium, bila teraba maka
dapat diduga adanya kesempitan panggul
(mengukur conjugata diagonalis).
vii. Menentukan jarak antara kedua tuber
ischiadica.
Auskultasi
 Auskultasi detik jantung janin dengan menggunakan
fetoskop de Lee.
 Detik jantung janin terdengar paling keras didaerah
punggung janin.
 Detik jantung janin dihitung selama 5 detik dilakukan 3 kali
berurutan selang 5 detik sebanyak 3 kali.
 Hasil pemeriksaan detik jantung janin 10 – 12 – 10 berarti
frekuensi detik jantung janin 32 x 4 = 128 kali per menit.
 Frekuensi detik jantung janin normal 120 – 160 kali per
menit.

24
6. Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin: Hb: 12g/dl, leukosit : 9000/mm3, trombosit : 200.000/mm3
Urin rutin: Protein (+++)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawab:
Tabel 2.4 Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Pada kasus Nilai normal Interpretasi

Hb 12 mg/dl 12-16 mg/dl Normal

Trombosit 200.000/ml 150.000-350.000/ml Normal

Leukosit 9000/ml 4000-9000/ml Normal

Protein +3 Negatif Proteinuria

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan


laboratorium?
Jawab:
Faktor risiko (usia dan primigravida)  HLA-G belum terekspresi
sempurna  gagalnya sel-sel trofoblast dalam mengekspresikan
integrit  kegagalan invasi trofoblast pada lapisan arteri spiralis
dan jaringan matriks sekitarnya  lapisan otot arteri spiralis
menjadi kaku dan keras  lumen arteri kesulitan untuk distensi
dan vasodilatasi  arteri spiralis vasokontriksi  kegagalan
remodelling arteri spiralis  aliran darah uteroplasenta berkurang
 hipoksia dan iskemik pada plasenta terbentuk radikal bebas
 disfungsi endotel  perubahan pada sel endotel kapiler di
glomerulus  peningkatan permeabilitas membrane basalis 
terjadi kebocoran  proteinuria.

24
7. Jika dari semua keluhan digabungkan, maka...
a. Bagaimana cara diagnosis pada kasus?
Jawab:
 Anamnesis:
Ny.N, berusia 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu,
dengan keluhan kejang berulang seluruh tubuh sejak 5 jam
yang lalu.
Kejang terjadi 2 kali, lama kejang 2-3 menit, dan Ny.N
sadar setelah kejang.
Sebelum kejang, Ny.N mengeluh nyeri kepala yang hebat.
Dua minggu sebelumnya, Ny.N juga sering mengeluh sakit
kepala.
Riwayat epilepsi dan demam tidak ada.
 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit berat dan tampak gelisah,
sensorium : apatis, GCS: 11
Tanda Vital : TD: 200/130 mmHg,(Hiipertensi)
Ekstremitas : Edema tungkai (+/+)(Eklamsia)

 Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin: Hb: 12g/dl,
leukosit : 9000/mm3,
trombosit : 200.000/mm3
Urin rutin: Protein (+++)(Proteinuria)

b. Apakah diagnosis banding pada kasus?


Jawab:
Diagnosis banding pada kasus adalah:
 Eklampsia
 Ensefalopati tifoid

24
 Epilepsi
 Tetanus toksoid

c. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dibutuhkan untuk


menegakkan diagnosis pada kasus?
Jawab:
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah:
 Pemeriksaan hepar (SGPT, SGOT, bilirubin direct dan
indirect)
 Pemeriksaan ginjal (kreatinin, ureum)
 BSS

d. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?


Jawab:
Eklampsia

e. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini secara kompehensif?


Jawab:
Penatalaksaan kasus ini :
Penanganan Kejang
Magnesium sulfat dapat diberikan secara intravena melalui infus
kontinu atau secara intramuskular melalui injeksi berkala.
Infus Intravena Kontinu:
1) Berikan dosis awal magnesium sulfat sebesar 4-6 g yang
diencerkan dalam 100 mL cairan IV dan diberikan selama
15-20 menit.
2) Mulai infus rumatan 2g/jam dalam 100 mL cairan IV.
3) Pantau toksisitas magnesium:
a) Periksa reflesi tendon secara berkala
b) Ukur kadar magnesium serum jika kadar kreatinin serum
> 1,0 mg/dL

24
4) Pemberian magnesium sulfat dihentikan 24 jam pasca
pelahiran.

Injeksi Intramuskular Intermitten:


1) Berikan 4 g magnesium sulfat sebagai larutan 20% secara
intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.
2) Lanjutkan segera dengan 10 g larutan magnesium 50%,
separuhnya disuntikkan profunda di kuadran kanan luar
kedua bokong menggunakan jarum ukuran 20 sepanjang 3
inci. Jika kejang menetap 15 menit, berikan kembali
magnesium sulfat dalam larutan 20% dengan dosis hingga 2
g dan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.
3) Setelah itu, tiap 4 jam berikan 5 g larutan magnesium sulfat
50% yang disuntikkan profunda di kuadran kanan luar
bokong kanan dan kiri secara bergantian, tetapi dilakukan
setelah memastikan:
1) Refleks patella positif
2) Respirasi tidak tertekan
3) Keluaran urin dalam 4 jam terakhir melebihi 100
mL
4) Pemberian magnesium sulfat dihentikan 24 jam
pascapelahiran.
(Cunningham, 2010)

Penanganan umum
 Turunkan TD (hidralazin 5 mg IV pelan-pelan selama 5
menit sampai TD turun; atau nifedipine 5 mg sublingual,
jika respon tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5
mg sublingual.
 Pasang infuse RL dengan jarun besar (16 gauge atau >)
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.

24
 Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan
proteinuria.
 Jika jumlah urin < 30 ml per jam:
 Infus cairan dipertahankan 1L/8 jam
 Pantau kemungkinan edema paru.
 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
 Observasi tanda-tanda vital, reflex dan DJJ setiap jam.
 Auskultasi paru untuk mencari edema paru (krepitasi), jika
ada, stop pemberian cairan, dan berikan diuretic misal
Furosemide 40 mg IV.
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan
terjadi koagulopati (Cunningham, 2010).

Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa


memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Lakukan terminasi
kehamilan, bila anak hidup sectio caesarea dapat dipertimbangkan.

f. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?


Jawab:
Komplikasi yang dapat terjadi adalah multiorgan failure dan gawat
janin.

g. Bagaimana prognosis kasus ini?


Jawab:
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad malam

24
h. Kompetensi tingkat berapa untuk dokter umum dalam
penanganan kasus ini?
Jawab:
Kompetensi dokter umum pada kasus preeklampsia adalah 3B
(KKI, 2012: 48).

Sintesis:
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2012: 31-32) kompetensi
dokter umum adalah sebagai berikut:

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan


Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran
klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut,
selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap
penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan awal, dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

24
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

i. Apa pandangan islam pada kasus ini?


Jawab:

Artinya:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (Q.s Luqman: 14).

Sintesis:
Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk
memenuhi hak kedua orang tua, yaitu dengan berbakti kepada
keduanya. Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan
sebab yang mengharuskan berbakti kepada kedua orang tua,
terutama ibu. Ibu merasakan berbagai derita. Sejak calon bakal

24
anak sebagai mani, si ibu merasakan ngidam dan kurang nafsu
makan, merasakan sakit, lemah, dan semakin bertambah lemah
ketika janin semakin membesar, kelemahan pun bertambah ketika
hendak melahirkan dan ketika melahirkan.
Maksudnya, waktu menyapih yang paling lambat ialah setelah
anak berumur dua tahun. Yaitu dengan beribadah kepada-Nya dan
memenuhi hak-hak-Nya, serta tidak menggunakan nikmat-nikmat-
Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Yaitu dengan berbuat ihsan
kepada keduanya baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
Misalnya adalah mengucapkan kata-kata yang lembut dan halus,
sedangkan dengan perbuatan adalah dengan merendahkan diri,
menghormati, memuliakan, dan memikul bebannya, serta menjauhi
sikap yang menyakitkannya, baik bentuknya ucapan maupun
perbuatan.
Yakni kamu wahai manusia akan dikembalikan kepada Tuhan
yang memerintahkan dan membebanimu demikian, Dia akan
bertanya kepadamu, apakah kamu telah melaksanakannya sehingga
kamu akan diberi pahala, atau kamu malah melalaikannya sehingga
kamu memperoleh siksa.

24
2.6 Kesimpulan
Ny.N, 18 tahun, G1P0A0, hamil 32-33 minggu mengalami kejang
berulang karena Eklampsia.

2.7 Kerangka Konsep

Faktor Risiko (usia,


primigravida)

Gangguan invasi
trofoblast

Kegagalan
remodelling
a.spiralis

Alirah darah
uteroplasenta
menurun

Hipoksia

Disfungsi endotel

Hipoperfusi
Eklampsia O2dan nutrisi ke Preeklampsia
otak 24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an. Qs: Luqman ayat 14.

Adriaansz, George. 2009. Asuhan antenatal. Dalam Prawirohardjo, Sarwono.


Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal 278-279.

Baumann, 2002. Febrile Seizures. E Med J, March 12, vol.2, No. 3 : p7.

Cunningham FG et al. 2007. Obsetrics. 23rd edition. New York: MCGraw-Hill


Companies Inc. Hal 531 dan 650.

Depkes. 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neopnatal


Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 Jam di Rumah Sakit. Jakarta : Bakti
Husada

Mescher, Anthony L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th
Edition. United States of America: Mc-Graw Hill Education.

Norwitz ER, Hsu CD, John T. 2010. Acute complications of preeclampsia. Clin.
Obstet Gynecol. Volume 45, number 2, 308–329

Novianti, Hinda. 2016. Pengaruh Usia dan Paritas Terhadap Kejadian


Preeklampsia di RSUD Sidoarjo. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 9(1): 29-30.

Prawirohardjo, S. 2010.Perawatan Eklampsia.Ilmu kebidanan. Edisi 4

Prawirohardjo, Sarwono. 2018. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina


Pustaka. Hal 543-545.

Raskin, Neil H. 2005. Harrison’s, Principles of Internal Medicine. 16th edition.


United States of America: Mc-Graw Hill Education.

Rozikhan, 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Preeklamsia Berat Di Rumah


Sakit Dr. H. Soewondo Kendal, Tesis, Universitas Diponegoro Semarang.

Safuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Ed. 1, cetakan ke-5. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Hal 86.

24
Snell, R. S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh
Sugarto L. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro H. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

24

Anda mungkin juga menyukai