Anda di halaman 1dari 12

Makalah

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIJAKAN ERA OTONOMI DAERAH

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

DHEA ANANDA MOKODONGAN (C01418033)

FATMA WIDIANTI DARUSSALAM (C01418045)

FIRNALIS LAKORO (C01418058)

FITRIA NINGRUM (C01418061)

FITRIAN MAKU (C01418062)

FINGKY MAJILI (C01418054)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmat-Nya, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan judul “Sistem pelayanan kesehatan dan kebijakan era
otonomi daerah” . Tujuan penulis sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk
memperdalam pemahaman mengenai materi ini.

Makalah “Sistem pelayanan kesehatan dan kebijakan era otonomi daerah” merupakan
bahasan yang kami uraikan selanjutnya yang menjadi pembelajaran bagi kami agar
bertambahnya wawasan kami mengenai kesehatan, terutama pada pelayanan kesehatan dan
kebijakan era otonomi daerah.

Semoga apa yang kami persembahkan dapat menjadi motivasi dalam meningkatkan
prestasi belajar para mahasiswa khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Kami mohon maaf
bila ada kesalahan, oleh karena iti saran yang baik sangat kami harapkan bagi para mahasiswa
guna meningkatkan kualitas makalah selanjutnya.

Gorontalo 5 Desember 2020

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Otonomi Daerah
2.1.2 Pelayanan Di Era Otonomi Daerah
2.1.2 Pelayanan Dasar Kesehatan Di Era Otonomi Daerah
2.1.3 Kebijakan Kesehatan Di Era Otonomi Daerah

2.2 Perubahan Paradigma Pembangunan Kesehatan Dalam Kerangka Desentralisasi


2.2.1 Empat Bentuk Desentralisasi (MILLS DKK, 1990)
2.2.2 Kebijakan Desentralisasi Di Bidang Kesehatan

2.3 Urusan Kesehatan Yang Diserahkan Kepada Daerah


2.4 Beberapa Implikasi Penting UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016
Dalam Tata Kelola Sektor Kesehatan.
2.4.1 Fungsi melindungi masyarakat di sektor kesehatan
BAB III Penutup
3.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kebijakan otonomi daerah dan otonomi di bidang kesehatan membawa implikasi
terhadap perubahan sekaligus tantangan bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
termasuk rumah sakit. Salah satu perubahan yang terjadi di dalam pengelolaan rumah
sakit adalah berubahnya system pengelolaan keuangan menjadi rumah sakit swadana.
Perubahan rumah sakit menjadi swadana baik secara langsung maupun secara tidak
langsung akan berakibat bergesernya rumah sakit dari fungsi sosial murni berubah
menjadi fungsi sosial ekonomi.
Dampak krisis ekonomi, krisis moneter dan krisis multidimensi yang di hadapi
oleh bangsa Indonesia mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi rendah, dimana
salah satunya mengakibatkan ketidakmampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan. Oleh karenanya disikapi pemerintah dengan pemberian jaminan pemeliharaan
kesehatan melalui program kompensasi BBM dengan pemberian jaminan asuransi
kesehatan keluarga miskin (Askes Gakin) untuk membebaskan penderita keluarga miskin
dari semua biaya pemeliharaan kesehatan. Namun demikian hal ini juga membawa akibat
ikutan yang mempengaruhi manajemen rumah sakit.
Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun
operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu antara lain
bahwa rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan
biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien.
Tuntutan lainnya adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah
yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, tindakan
ekonomis, sumber daya manusia yang di miliki (profesionalitas) dan yang tidak kalah
penting adalah perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri. Rumah sakit
pemerintah yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh
perkembangan tuntutan tersebut.
Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit
pemerintah merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke
bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas.
Biaya kesehatan cenderung terus meningkat, dan rumah sakit dituntut untuk secara
mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan menyebabkan
fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah
memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya
rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang di maksud dari otonomi daerah ?
2. Jelaskan Perubahan paradigma pembangunan kesehatan dalam kerangka
desentralisasi ?
3. Urusan kesehatan yang diserahkan kepada daerah ?
4. Beberapa implikasi penting UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016 dalam
tata kelola sektor kesehatan ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pelayanan kesehatan dasar yang dijalankan diera otonomi daerah
2. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada pelayanan kesehatan dasar di era
otonomi daerah
3. Untuk mengetahui kebijakan kesehatan yang dijalankan pemerintah di era otonomi
daerah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian otonomi daerah


Otonomi daerah merupakan momentum yang sangat penting bagi pemerintah
daerah untuk menajamkan skala prioritas pembangunan, termasuk pembangunan sektor
kesehatan. Pembangunan sektor kesehatan dipandang cukup strategis dalam mewujudkan
kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan hendaknya
dipandang secara holistik, artinya pembangunan kesehatan tidak dapat dipisahkan sari
pembangunan ekonomi, sosial dan politik. Sementara itu, dari berbagai kalangan,
pembangunan kesehatan masih dipahami sebagai permasalahan teknis yang hanya
melibatkan para dokter, perawat, dan tenaga para medis lainnya. Dari segi kebijakan,
pembangunan kesehatan juga belum banyak dijadikan diskursus publik secara luas.
Pembangunan kesehatan seakan-akan telah dianggap mampu melakukan perubahan
secara otomatis untuk merespon dinamika sosial dan politik yang berkembang pada saat
ini. Wacana yang dikembangkan dalam pembangunan kesehatan bertolak dari paradigma
kesehatan untuk semua (health for all). Paradigm ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang
mendasari pelaksanaan otonomi daerah yaitu demokrasi, keadilan, dan partisipasi
masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
2.1.1 Pelayanan di era otonomi daerah
Sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintahan dipusat dan daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk
barang dan jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Lembaga Administrasi Negara,
1998).
- 3 unsur dalam pelayanan publik :
a. Unsur pertama adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu
pemerintah daerah.
b. Unsur kedua adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat
atau organisasi yang berkepentingan.
c. Unsur ketiga adalah kepuasan yang diberikan dan diterima oleh penerima layanan
(pelanggan).
2.1.2 Pelayanan dasar kesehatan di era otonomi daerah
Puskesmas adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang disediakan oleh
pemerintah. Puskesmas bersama unit penunjangnya, seperti posyandu , pustu, pusling,
dan polindes, sangat penting perannya karena merupakan pelayanan kesehatan utama
yang dapat menyebar sampai ke masyarakat tingkat desa dan biayanya relatif dapat di
jangkau oleh kantong masyarakat miskin.
a. Pelayanan Puskesmas
Sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar di tingkat kecamatan, umumnya
setiap puskesmas mempunyai seorang dokter yang merangkap sebagai kepala
puskesmas. Namun tugas administrasi seorang kepala puskesmas menyita waktu
pelayanannya bagi masyarakat. Akibatnya, penanganan pasien lebih banyak
diserahkan kepada tenaga perawat dan bidan. Dibeberapa puskesmas juga
ditemukan bahwa dokter kepala puskesmas dan tenaga medis lainnya memberikan
pelayanan pasien pribadi pada jam kerja puskesmas.
b. Keuangan Puskesmas
Puskesmas dibeberapa daerah mengeluhkan minimya dana operasional
yang diterima di era otonomi daerah. Keluhan lain berkenaan dengan monopoli
pengelolaan dana oleh kabupaten. Saat ini, meskipun usulan program dan rencana
keuangan tahunan disusun oleh puskesmas, namun puskesmas hanya menerima
dana dalam bentuk program yang telah ditentukan oleh kabupaten.
2.1.3 Kebijakan kesehatan di era otonomi daerah
a. Program obat murah
 Mati suri, kucuran dana yang terkadang macet di tengah jalan.
 Diragukan masyarakat karena kualitas dari obat murah tersebut.
b. Alternatif kesehatan produktif di era otonomi daerah
 Prokontra penghapusan dari departemen BKKBN dan tujuan dari BKKBN
dimasukkan ke dalam departemen baru.
 Kesehatan reproduksi tidak sebatas pada pelayanan teknis medis, tetapi
juga masalah sosial.
2.2 Perubahan paradigma pembangunan kesehatan dalam kerangka desentralisasi
a. Paradigma lama
 Program dan kebijakan yang top down
 Mentalitas nrimo
 Meninabobokan potensi lokal
 Pembangunan kesehatan berbasis pemerintah
 System purnabayar pelayanan kesehatan
 Pembangunan kesehatan sektoral
b. Paradigma baru
 Bottom-up
 Mentalitas proaktif
 Pemberdayaan kesehatan berbasis masyarakat
 Sistem prabayar pelayanan kesehatan
 Pembangunan kesehatan multisektor.
2.2.1 Empat bentuk desentralisasi (MILLS DKK, 1990)
a. Dekonsentrasi
Yaitu pemindahan sebagian kewenangan dari pemerintah pusat ke kantor-
kantor daerah secara administratif. Kantor-kantor daerah tersebut mempunyai
tugas-tugas administratif yang jelas dan derajat kewenangan tersendiri, tetapi
mereka mempunyai tanggungjawab utama ke pemerintah pusat.
b. Devolusi
Yaitu kebijakan untuk membentuk atau memperkuat pemerintah daerah
yang dalam beberapa fungsi benar-benar independen dari pemerintah pusat, missal
pencarian sumber daya.
c. Delegasi
Yaitu pemindahan tanggungjawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu ke
organisasi-organisasi yang berada diluar struktur pemerintah pusat dan
pelaksanaannya secara tidak lansung dikontrol oleh pemerintah pusat (termasuk
pengajian), sedangkan pengelolaannya/penugasan merupakan wewenang pemda
melalui dinas kesehatan.
d. Privatisasi
Yaitu pemindahan tugas-tugas pengelolaan atau fungsi kepemerintahan ke
organisasi-organisasi sukarelawan atau perusahaan swasta for profit maupun
nonprofit.
2.2.2 Kebijakan desentralisasi di bidang kesehatan
a. Dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, pemerataan, potensi dan
keanekaragaman daerah
b. Didasarkan dengan otonomi luas, nyata, bertanggung jawab
c. Des-kes luas dan utuh dikabupaten dan kota
d. Pelaksanaannya sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin
hubungan serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah
e. Des-kes meningkatkan kemandirian daerah otonom. Pemerintah puasat
memfasilitasi
f. Meningkatkan peran dan fungsi badan legilatif daerah. Dalam hal fungsi legislasi,
pengawasan, amggaran
g. Dekonstrasi kesehatan diletakkan di provinsi sebagai pelengkap Des-kes
h. Pendukung Des-kes melaksanakan tugas pembantuan, khususnya penanggulangan
KLB, bencana, masalah kegawat daruratan kesehatan lainnya.

2.3 Urusan kesehatan yang diserahkan kepada daerah


1. Upaya kesehatan :
 Pengelolaan UKP daerah kab/kota dan rujukan tingkat daerah kab/kota
 Pengelolaan UKM daerah kab/kota dan rujukan tingkat
 Penerbitan izin RS kelas C dan D dan fasilitas kesehatan tingkat daerah.
2. Sumber daya manusia kesehatan :
 Penerbitan izin praktik dan izin kerja tenaga kesehatan
 Perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan UKP
daerah
3. Sediaan farmasi, alkes, dan makanan minuman :
 Penerbitan izin apotek, toko obat, toko alat kesehatan dan optikal
 Penerbitan izin usaha mikro obat tradisional (UMOT)
 Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan kelas 1 (satu) tertentu dan
PKRT kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga
 Penerbitan izin produksi makanan dan minuman pada industry rumah
tangga
 Pengawasan post market produk makanan minuman industry rumah
tangga.
4. Pemberdayaan masyarakat :
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan melalui tokoh
kabupaten/kota, kelompok masyarakat, organisasi swadaya masyarakat
dan dunia usaha tingkat kabupaten/kota.
2.4 Beberapa implikasi penting UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016 dalam tata
kelola sektor kesehatan.
1. Terhadap RS :
 Pasal 209 UU No. 23 Tahun 2014 : Tak ada lagi nomenklatur RS
 Pasal 21 (provinsi) & Pasal 43 (Kab/kota) PP No. 18 Tahun 2016 : RS sebagai
UPT Dinas Kesehatan.
2. Hubungan pusat dan kabupaten :
 Mempengaruhi system kesehatan kabupaten
 Mempengaruhi rencana strategis : sejak dari misi sampai program.
2.4.1 Fungsi melindungi masyarakat di sektor kesehatan :
1. Lembaga pelayanan kesehatan yang bermutu
2. Tenaga kedokteran dan kesehatan yang tidak kompeten
3. Pelayanan kesehatan tradisional dan alternatif yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan
4. Jaminan kesehatan yang tidak bermutu dan banyak fraud
5. Bisnis obat yang buruk
6. Salon kecantikan dan pelangsingan tubuh yang tidak jelas manfaatnya
7. Penjualan makanan dan minuman yang buruk.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelayanan kesehatan di era otonomi daerah, khususnya bagi daerah terpencil, banyak
pendapat yang menyatakan belum siapnya negara ini dengan pelaksanaan konsep
desentrlisasi.
2. Puskesmas sebagi ujung tombak poelayanan kesehatn di daerah dan kabupaten/kota
memainkan peranan penting untuk terciptanya masyarakat sehat. Untuk mengatasi
masalah biaya operasional puskesmas di era desentrlisasi yang semakin kecil,
sebenarnya kabupaten/kota dapat meningkatkan PAD melalui retribusi rumah sakit
dan puskesmas. Namun kenaikan tarif pelayanan kesehatan tersebut dikhawatirkan
tidak sebanding dengan peningkatan mutu pelayanannya, apalagi memenuhi tujuan
puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang paling dekat dan terjangkau oleh
masyarakat.
3. Kebijakan kesehatan yang di lakukan pemerintah pada era otonomi daerah adalah
program obat murah dan BKKBN.
DAFTAR PUSTAKA

Lelea, M.A., G.M. Roba, A. Christinck, B. Kaufmann. (2014). Methodologies For Stakeholder Analysis –For
Application In Transdisciplinary Research Projects Focusing On Actors In Food Supply Chains. German
Institute For Tropical And Subtropical Agriculture (DITSL).
Witzenhausen, Germany Setyaningsih, E. (2017). Disertasi Ph.D. Attracting and Retaining Village
Midwives In Indonesia Remote Postings: ‚Success Cases‛ From West Nusa Tenggara.
Victoria University of Wellington. Soehino. (2008). Ilmu Negara. Cetakan Kedelapan. Liberty.
Yogyakarta.
Thabrany, H. (2001). Strategi Pengembangan Asuransi Kesehatan di Era. Pusat Kajian Ekonomi
Kesehatan. Universitas Indonesia.
Thabrany, H. (2014). Bab I Sejarah Asuransi Kesehatan, 1–26. Retrieved from http://staff.ui.ac.id/
system/files/users/hasbulah/material/ babisejarahasuransikesehatanedited.pd

Anda mungkin juga menyukai