Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SOLID STATE PHYSICS

GROUP 3
1. ALVIANI SURBAKRI (4182121020)
2. KHAIRINA RANGKUTI (4183121048)
3. LUNI KARLINA MANIK (4182121021)
4. M. AINAL YUSRI (4181121004)

KELAS: PESP 2018

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1. GELOMBANG ELASTIK..........................................................................................4
2.2. Vibrasi Pada Kisi Monoatomik...................................................................................6
2.3. Kristal Linier Diatomik...............................................................................................8
2.4. KAPASITAS PANAS DAN STATISTIK FONON.................................................11
2.4.1. Model Teori Klasik............................................................................................12
2.4.2. Model Einstein...................................................................................................14
2.4.3. Model Debey......................................................................................................16
2.4.4. Energi dan Jumlah Fonon...................................................................................19
2.5. Konduksi Termal.......................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi tentang dinamika kisi Kristal secara khusus menelah getaran atom-atom di dalam
Kristal. Hal ini penting mengingat bahwa getaran atom-atom di dalam Kristal itu menentukan
sifat termal Kristal dan pula memainkan peran sangat penting di dalam berbagai gejala fisik
seperti : hamburan netron, relaksasi spin kisi, transmisi sinar infra merah, perambatan
gelombang ultrasonik dan lain sebagainya.

Energi vibrasi dari kisi disebut sebagai fonon, yang mana merupakan vibrasi kolektif
suatu bahan.Vibrasi ini dapat terjadi pada atom monoatomik dan diatomik.Getaran atom
dapat pula disebabkan oleh gelombang yang merambat pada kristal. Ditinjau dari panjang
gelombang yang digunakan dan dibandingkan dengan jarak antar atom dalam kristal, dapat
dibedakan pendekatan gelombang pendek dan pedekatan gelombang panjang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kisi kristal?
2. Apa yang dimaksud dengan gelombang elastic?
3. Bagaimana kisi pada atom monoatomic?
4. Bagaimana kisi pada atom diatomic?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dinamika kisi kristal
2. Mengetahui gelombang elastic
3. Mengetahui kisi pada atom monoatomic
4. Mengetahui kisi atom pada atom diatomic

3
BAB II
PEMBAHASAN

Kristal tersusun oleh atom-atom yang “diam” pada posisinya di titik kisi.
Sesungguhnya, atom-atom tersebut tidaklah diam, tetapi bergetar pada posisi
kesetimbangannya.Getaran atom-atom pada suhu ruang adalah sebagai akibat dari energi
termal, yaitu energi panas yang dimiliki atom-atom pada suhu tersebut.

Getaran atom dapat pula disebabkan oleh gelombang yang merambat pada kristal.
Ditinjau dari panjang gelombang yang digunakan dan dibandingkan dengan jarak antar atom
dalam kristal, dapat dibedakan pendekatan gelombang pendek dan pedekatan gelombang
panjang.

 Pendekatan gelombang pendek apabila gelombang yang digunakan memiliki panjang


gelombang yang lebih kecil dari pada jarak antar atom. Dalam keadaan ini, gelombang
akan “melihat” kristal sebagai tersusun oleh atom-atom yang diskrit; sehingga pendekatan
ini sering disebut pendekatan kisi diskrit. Sebaliknya, bila dipakai
 Gelombang yang panjang gelombangnya lebih besar dari jarak antar atom, kisi akan
“nampak” malar (kontinyu) sebagai suatu media perambatan gelombang. Oleh karena itu,
pendekatan ini sering disbut sebagai pendekatan kisi malar.
2.1. GELOMBANG ELASTIK

Vibrasi dapat dipandang sebagai gelombang elastis.


Andaikan gelombang elastis merambat dalam suatu medium
yang berbentuk batangan seperti disamping.

Dalam pendekatan gelombang panjang, tinjau sebuah


batang berpenampang A dengan rapat massa ρ , yang dirambati
gelombang mekanik ke arah memanjang batang x. Pada setiap titik x dalam batang terjadi
perubahan panjang u (x) sebagai akibat adanya tegangan S(x) dari gelombang. Maka
berlaku:

∂2 u ( x)
ρdx= =[ S ( x+ dx )−S ( x ) ] A …………………………………… (2.1)
∂ t2

Dimana: ρ=rapat massa


A= LuasPenampang
4
S= stress yang didefinisikangayapersatuanluas
S

Sesuai dengan hukum hooke,

S=Ye ¿…………………….(2.20)

Dengan Y = modulus Young (atau modulus elastis “bulk” K), e = strain yang
didefinisikan sebagai :

du
e= ……………………………………..………….(2.3)
dx

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.2) dan dengan menggantikan S pada


persamaan (2.1), maka diperoleh

∂2 u ρ ∂2 u ∂2 u 1 ∂2 u
= ; − =0………………………(2.4)
∂ x 2 Y ∂ t2 ∂ x 2 v 2 ∂ t2

Penyelesaian Persamaan (2.4) adalah berbentuk :

i(kx−ωt)
U =C e ……………………………………….……. (2.5)

Dimana :

C = Amplitudo

k = Bilangan gelombang

ω = frekuensi sudut gelombang

Substitusikan bentuk solusi persamaan diatas makaakan menghasilkan persamaan:

2
ω Y
2 = ………………………….……………. (2.6)
k ρ

Dari teori gelombang diketahui bahwa kecevatan phase gelombang adalah:

ω
v= = v= Y ………………………… (2.7)
k ρ √
Jelas bahwa kecepatan gelombang mekanik dalam batang (secara umum pada zat
padat) bergantung pada “besaran elastik” bahan tersebut, yakni modulus Young.Karena

5
perambatan gelombang tersebut bergantung pada besaran elastik maka gelombang yang
bersangkutan disebut gelombang elastik.

Hubungan antara ω dan k dapat dilihat pada grafik sebagai berikut.

Gambar 2.1
Hubungandispersigelombangelas
Hubungan ω (k) untuk perambatan gelombang dalam suatu zat perantara dinamakan
hubungan dispersinya. Untuk sebagian besar proses-proses fisik yang menyangkut bahan
curah dengan panjang gelombang yang jauh lebih besar dari jarak antar atomik, kita akan
menjumpai hubungan disperse yang bersifat linier.

2.2. Vibrasi Pada Kisi Monoatomik

Energi vibrasi dari kisi disebut sebagai fonon, yang mana merupakan vibrasi kolektif
suatu bahan. Gambar 2.2.memperlihatkan model kisi dengan basis monoatomik dalam satu
bidang s dengan konstanta kisi sama dengan a. Pada saat bervibrasi setiap atom berpindah
dari tempatnya. Karena atom-atom berinteraksi satu sama lain dengan atom terdekatnya,
atom-atom yang bervibrasi bergerak secara bersamaan. Bila terdapat gaya yang bekerja pada
bidang s sehingga mengakibatkan perpindahan atom-atom pada bidang s ke s+p, dimana gaya
tersebut sebanding dengan perbedaan perpindahan kedua bidang, (Us+p – Us). Bila kita hanya
memperhatikan interaksi antara bidang terdekat saja, yaitu p = ± 1 saja, supaya total pada s
yang datang dari bidang s ± 1 :

F S=μ (U s +1−U s )+ μ(U s−1−U s) = - μ(2 U s −U s+1−U s−1)…………..(2.8)

6
a
b

Gambar 2.2. Model kisi monotomik (a). Bidang atom berpindah pada gelombang
longitudinal (b). Bidang atom berpindah pada gelombang transversal,
menggambarkan perpindahan bidang s dari posisi kesetimbangannya.

Pada zat padat yang homogen transmisi suatu gelombang bidang dalam arah tertentu,
arah x dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan perpindahan,

U s= Aexp[i ( kx−ωt ) ]……………………………….(2.9)

7
Dimana:

Lebih khusus seamalog dengan Persamaan (2.9), perpindahan bidang ke s,


U s= Aexp[i ( ksa−ωt ) ]……………………………….(2.10)

A=amplitudo, Dimana :

k = bilangan gelombang sa = posisi kesetimbangan bidang s

ω= frekwensi sudut a = jarak antarbidang

t = waktu

Turunan dua kali pers.(2.10) terhadap waktu t, diperoleh

d2U s 2
2
=−ω A exp [−i ( ksa−ωt ) ]=−ω U s ………….. (2.11)
dt

Sesuai dengan hukum Newton kedua, gaya pemulihan pada bidang s adalah

d2 U s 2
F s=m 2
=−mω U s……………………….…………. (2.12)
dt

Dari persamaan (2.8) dan (2.12)

−mω2 U s=¿-μ ¿

μ U s+1 U s−1
ω 2=
m (
2−
Us

Us )
μ
= ( 2−exp . [ ika ] −exp .[−ika] )…………………….(2.13)
m

Kita ketahui bahwa 2 cos x = e ix +e−ix , maka

μ
ω 2= ( 2−2 cos ka )
m


= ( 1−cos ka )
m

4μ 2
= sin ¿ )……………………………………………………….(3.14)
m

2.3. Kristal Linier Diatomik

8
Dalam model ini kita memiliki dua jenis atom yang bermasa M yang terletak dalam
suatu bidang dan atom yang bermasa m pada bidang yang lain. Kedua atom tersebut dapat
dipandang sebagai satu rantai linier dimana jarak antara dua atom terdekat pada saat keadaan
kesetimbangannya adalah a.

m
M

Gambar 2.3. Untaian


linier atom bermasa m dan M dengan jarak antara dua atom terdekat adalah a, jarak
pengulangan adalah 2a

Diasumsikan bahwa interaksi hanya terjadi diantara atom terdekat saja dan konstanta
gaya adalah identik. Perpindahan yang terjadi adalah dalam daerah jangkauan hukum Hooke.
Persamaan gaya bagi perpindahan U2l dan U2l + 1 adalah:

d2 U 2r
M 2
= −mω2 U 2 r=μ(2U 2 r +1 +U 2 r−1−2 U 2 r )
dt

d 2 U 2 r+1
M 2
= −mω2 U 2 r+1 =μ (2U 2 r+2 +2U 2 r−U 2 r +1)…………………(2.15)
dt
Persamaan ini diharapkan mempunyai solusi :

U 2 r =A ei [ka (2 r )−ωt ] ¿ ¿…………………………………………………..…….(2.16)

U 2 r +1=B ei ¿ ¿ ¿………………………………………………..….(2.17)

Substitusikan persamaan (2.16) kedalam persamaan (2.15), diperoleh persamaan linear


simultan.

Mω2 B=μA [ eika +e−ika ] −2 μB

9
mω2 A=μB [ e ika + e−ika ] −2 μA

Atau

Mω2 B=μA [ 2 cos ⁡(ka) ] −2 μB

mω2 A=μB [ 2 cos ⁡(ka) ] −2 μA ……………………….. (2.18)

Ini memberikan persamaan untuk A dan B

(2 μ−mω2 ¿ A - ¿)B=0

- ¿)A + (2 μ−mω2 ¿ B = 0

Persamaan ini memiliki solusi yang tidak trivial hanya jika determinan koefisien A dan B
sama dengan nol.

Yang merupakan solusi untuk ω 2

……………………….(2.19)

Dari persamaan 2.19 didapat 2 solusi:

10

ω 2= untuk ka=π /a…………….. (2.20)
m

Cabang bagian bawah pada Gambar 2.4 diperoleh dari pemilihan negatif pada Persamaan (2-
19).Cabang ini disebut dengan cabang akustik.Sedangkan cabang bagian atas diperoleh dari
pemilihan tanda positif pada persamaan (2.19).Cabang ini disebut dengan cabang optik.

Gambar 2.4. Cabang optik (bagian


atas) dan akustik (bagian bawah) dari relasi dispersi untuk kisi linier diatomik, dengan jarak
pengulangan adalah 2a.

2.4. KAPASITAS PANAS DAN STATISTIK FONON

Sejumlah panas (∆ Q) yang diperlukan per mol zat untuk menaikkan suhunya disebut
kapasitas panas. Bila kenaikan suhu zat ∆T, maka kapasitas panas adalah:

∆Q
C=
∆T

Jika proses penyerapan panas berlangsung pada volume tetap, maka panas yang diserap
sama dengan peningkatan energi dalam zat, ∆Q = ∆E, E menyatakan energi dalam. Kapasitas
panas pada volume tetap (Cv) dapat dinyatakan :

11
C v=( ∆∆ TE )=( ∂∂ TE )
Kapasitas panas zat bergantung pada suhu, lihat gambar 2.11.Kapasitas panas zat pada
suhu tinggi mendekati nilai 3R; R menyatakan tetapan gas umum. Karena R ≅ 2 kalori/K-
mol, maka pada suhu tinggi kapasitas panas zat padat :

C v ≅ 6 kalori/K-mol

Gambar 2.11. Kebergantungan kapasitas panas zat padat pada suhu

Nilai di atas berlaku dalam selang suhu termasuk suhu ruang. Kenyataannya Cv memiliki
nilai 3R pada suhu tinggi untuk semua zat, ini yang dikenal sebagai hukum Dulong-Petit.
Pada suhu rendah, Cv menyimpang dari hukum Dulong-Petit, Nilai Cv menurun seiring
dengan berkurangnya suhu T, dan Cv menuju nol untuk T = 0. Di sekitar T = 0 nilai Cv
sebanding dengan T3. Bagaimanakah kebergantungan Cv terhadap T ini dapat diterangkan ?
Berikut akan dibahas tiga buah model untuk menjelaskan Cv tersebut.

2.4.1. Model Teori Klasik

Apabila zat padat penyerap energi panas akan terjadi gejala termal, yaitu atom-atom
bergetar di sekitar posisi setimbangnya. Menurut fisika klasik, getaran atom-atom zat padat
dapat dipandang sebagai osilator harmonik.Satu getaran atom identik dengan sebuah osilator
harmonik. Osilator harmonik merupakan suatu konsep/model yang secara makroskopik dapat
dibayangkan sebagai sebuah massa m yang terkait pada sebuah pegas dengan tetapan pegas
C. Untuk osilator harmonik satu-dimensi, energinya dapat dirumuskan :

12
…….………….2.39

Dengan v laju getaran osilator, x

simpangan osilator dan ω frekuensi sudut getaran osilator ¿( √ mc ).Persamaan (2.39) adalah
energi yang dimiliki oleh sebuah osilator harmonik; dan karena setiap osilator dalam gerak
harmoniknya mempunyai energi yang berbeda-beda, maka dapat ditentukan energi rata-rata
osilator harmonik.

vm xm
−ε
∫ ∫ ε exp ( kT ) dv dx
έ = v=0
v
x=0
x
m m
−ε
∫ ∫ exp ( kT ) dv dx
v=0 x=0

dengan k tetapan Boltzmann dan T suhu osilator. Faktor exp (-ε/kT) disebut bobot Boltzmann
atau lengkapnya fungsi distribusi Maxwell - Boltzmann.

Energi rata-rata osilator seperti pada persamaan (2.40) dapat juga ditentukan melalui
prinsip ekuipartisi energi.Menurut prinsip ini, setiap sistem yang mempunyai satu derajad
bebas yang berbentuk kuadrat dari besaran gerak (v2, x2, ω2 ....) mempunyai energi rata-rata

1
yang setara dengan kT.
2

Jadi untuk osilator harmonik satu dimensi yang mempunyai dua derajat bebas (persamaan
2.39) mempunyai energi rata-rata :

1 1
έ = kT + kT =kT
2 2

Selanjutnya, karena atom-atom dalam kristal membentuk susunan tiga-dimensi, maka


untuk satu mol osilator harmonik tiga-dimensi, energi dalamnya:

E=3 N A έ=3 N A kT =3 RT

Dengan demikian kapasintasi panasnya:

13
C v= ( ∂∂ ET )=3 R
Dari hasil (2.42) ini terlihat bahwa menurut model fisika klasik, kapasitas panas zat padat
tidak bergantung suhu dan berharga 3R.Hal ini sesuai dengan hukum Dulong-Petit yang
hanya berlaku untuk suhu tinggi.Sedangkan untuk suhu rendah jelas teori ini tidak berlaku.

2.4.2. Model Einstein

Dalam model ini, atom-atom dianggap sebagai osilator-osilator bebas yang bergetar
tanpa terpengaruh oleh osilator lain di sekitarnya. Energi osilator dirumuskan secara kuantum
(berdasarkan teori kuantum) yang berharga diskrit :

ε n=n ħω 2.43
n = 0,1,2,3
h
Dengan ħ= ; h tetapan Planck. Pada tingkat dasar n = 0, energi osilator ε0 = 0. Tingkat

berikutnya n = 1, 2 dan seterusnya. Perbedaan energi antar tingkat adalah ħω ; lihat gambar
2.12.

Gambar 2.12.Spektrum energi osilator satu


dimensi menurut teori kuantum.
Energi osilator seperti pada persamaan (2.43) berdasarkan anggapan bahwa setiap
osilator terisolasi terhadap osilator lainnya. Kenyataannya, osilator-osilator akan saling
“bertukar” energi dengan sekitarnya, sehingga energi osilator akan selalu berubah. Pada
keseimbangan termal, energi rata-rata osilator dinyatakan oleh :

−ε

έ =
∑ εn exp
n=0
( kT )
n

(2.44)
−ε
∑ exp ( kT )
n

n=0

14
faktor (bobot) Boltzmann exp(-εn/kT) menyatakan kebolehjadian keadaan berenergi εn
tertempati. Kapasitas panasnya adalah:

ħω
∂E ħω 2 e kT (2.46)
C v=( ) ( )
∂T
=3 R
kT ¿ ¿

Dalam model Einstein frekuensi osilator ω biasa ditulis ωE yang disebut frekuensi
Einstein. Untuk menyederhana persamaan (2.46) didefinisikan suhu Einstein (θE) menurut :

k θ E=ħ ωt

E
θE 2 e T
C v =3 R( )
T ¿¿
(2.48)

Cv menurut persamaan terakhir ini bila dilukiskan sebagai fungsi T akan menghasilkan kurva
yang secara kualitatif menyerupai kurva eksperimen dalam gambar 2.11.; terutama untuk
suhu rendah dimana Cv → 0 bila T → 0K. Suatu hal yang tidak dihasilkan oleh model fisika
klasik pada pembahasan terdahulu. Tetapi, apakah benar bahwa hasil (2.48) cocok secara
kuantitatif dengan kurva eksperimen?

Pada suhu tinggi (T>>), maka nilai (θE/T) berharga kecil; sehingga exp (θE/T) dapat
diuraikan ke dalam deret sebagai berikut :

15
Menurut hasil ini jelas bahwa model Einstein cocok pada suhu tinggi. Bagaimana
untuk suhu rendah?Pada suhu rendah (T<<) nilai (θE/T) besar. Hal ini berdampak pada
penyebut dalam persamaan (2.48); yaitu :

eθE /T - 1 ≅ eθE /T

Sehingga ungkapan panas menjadi:

θ E 2 −θT E

C v =3 R ( )
T
e

−θE
T
≡ B(T )e

Dengan

2
θ
B (T )=3 R E
T( )
−θ E
Jadi, pada suhu rendah Cv sebanding dengan e T dan jelas ini tidak cocok dengan hasil

eksperimen, dimana Cv sebanding dengan T3. Sekali lagi, model inipun gagal menjelaskan
Cv pada suhu rendah.

2.4.3. Model Debey


Dalam model Einstein, atom-atom dianggap bergetsr secara terisolasi dari atom di
sekitarnya. Anggapan ini jelas tidak dapat diterapkan, karena gerakan atom akan saking
berinteraksi dengan atom-atom lainnya. Seperti dalam kasus penjalaran gelombang mekanik
dalam zat padat, oleh karena itu rambatan gelombang tersebut atom-atom akan bergerak
kolektif. Frekuensi getaran atom bervariasi dari ω=0 sampai dengan ω=ω D . Batas frekuensi
ω D disebut frekuensi potong Debye.
Menurut model Debye ini, energi total getaran atom pada kisi diberikan oleh
ungkapan
ω0

E=∫ έ ( ω ) g ( ω ) dω (2.51)
0

έ ( ω ) adalah energi rata-rata osilator seperti pada model Einstein, lihat persamaan (2.45)
, sedangkan g ( ω ) adalah rapat keadaan seperti pada persamaan (2.19). dalam selang frekuensi
antara ω=0 dan ω=ω D ,g ( ω ) memenuhi :

16
ωD

∫ g ( ω ) dω=3 N A (2.52)
0

Jumlah moda getaran sama dengan jumlah mol osilator tiga dimensi, yang dalam kurva
pada gambar 2.13 ditunjukkan oleh daerah terarsir. Frekuensi potong ω D dapat ditentukan
dengan cara memasukkan persamaan (2.19) ke dalam persamaan (2.52),yang memberikan :
1
6 π2 N A
ω D =v s
V( ) 3
(2.53)

Gambar 2.13. rapat keadaan menurut model Debye

Apabila kita menggambarkan kontur yang berhubungan dengan ω=ω D dalam ruang-q
seperti pada gambar 2.4. akan diperoleh sebuah bola yang disebut bola Debye, dengan jejari
q D yang disebut jejari Debye dan memenuhi (lihat gambar 2.14):

V 4π
q D=n A (2.53a)
(2 π ) 3
3

Gambar 2.14. bola Debye dengan jejari q D

kembali pada persamaan (2.51), dengan substitusi έ (ω) pada persamaan (2.54) dan
g(ω) pada persamaan (2.19) diperoleh ukuran energi getaran kisi :
ωD
3V ℏ ω3
E= 2 3 ∫ ℏω/ kT dω (2.54)
2 π vs 0 e −1

Turunan pertama terhadap sushu persamaan (2.45) menghasilkan kapasitas panas :

17
ωD
3 V ℏ2 ω 4 e ℏω/ kT
C v = 2 3 2 ∫ ℏω dω (2.55)
2 π v s kT 0 kT 2
(e −1)

Penampilan persamaan (2.55) dapat disederhanakan dengan mendefenisikan :


ℏω
X=
kT
Dan suhu Debyeθ D :
k θ D =ℏ ω D

Sehingga bentuknya menjadi :


3 θ D /T
T x4 ex
( )∫
C v =9 R
θD 0 (e x −1)2
dx (2.56)

Pada suhu tinggi (T>>θ D), batas atas integral (θ D /T ¿ sangat kecil, demikian juga
variabel x. Sebagai pendekatan dapat diambil :

e x ≅ 1+ x
Sehingga integral yang bersangkutan menhhasilkan :
θD 3
1 θ
2
∫ x dx= 3 TD
0
( ) (2.57)

Masukkan hasil ini ke persamaan (2.56) :


3
T 3 1 θD
C v =9 R
( ) ( )
θD 3 T
(2.58)

= 3R

18
Sesuai dengan Dulong-Petit, sehingga pada suhu tinggi model ini cocok dengan hasil
eksperimen.
Pada suhu rendah (T<<θ D), batas integral pada persamaan (2.56) menuju tak
4 π4
berhingga: dan integral tersebut menghasilkan . Dengan demikian :
15

T 3 4 π4
C v =9 R ( )
θD
.
15

12 π 4 R 3
¿ T (2.59)
5 θ3D

Tabel 2.1 Suhu Debye untuk beberapa zat

2.4.4. Energi dan Jumlah Fonon

Pada subbab 2.1 telah dibahas bahwa gerakan atom dapat dipandang sebagai paket
energi yang disebut fonon. Bila dihubungkan dengan model Debye, energi fonon
terkuantisasi yang diberi bentuk :
ε =ℏω (2.60)
Analog dengan foton, maka momentum fonon dapat ditulis :
ṕ=h q́ (2.61)

19
Dengan

|qr|= 2λπ
Dalam hal ini dapat dibayangkan bahwa bila gelombang elektromagnet merambat
identik dengan adanya arus foton, sedangkan pada rambatan gelombang mekanikatau
gelombang suara identik dengan adanya aliran arus fonon yang membawa energi dan
momentum seperti pada persamaan (2.60) dan (2.61).
Jumlah fonon dalam suatu moda gelombang pada kesetimbangan termal dapat
diprediksi dari persamaan (2.45). karena energi setiap fonon adalah ℏω dan energi rata-rata
fonon dalam suatu moda gelombang adalah :
1
ń= ℏω /kT (2.62)
e −1
Jadi jumlah fonon bergantung suhu, pada T = 0, n = 0, tetapi bila T meningkat, n akan
bertambah. Pada suhu tinggi ń ≅ kT /ℏ. Dengan demikian dapat ikatakan fonon tercipta dengan
menaikkan suhu ; dan hal ini berbeda dengan partikel lain (proton,elektron) yang jumlahnya
tetap meskipun suhunya berubah.
2.5. Konduksi Termal

Bila pada ujung-ujung suatu bahan padat berada pada suhu yang berbeda T 1 dan T2,
dengan T2 > T1 , maka panas akan mengalir dari ujung yang bersuhu tinggi ke ujung yang
bersuhu rendah, lihat gambar 2,15.

Gambar 2.15. Konduksi termal oleh gelombang kisi (fonon). Tanda panah menyatakan fonon-fonon

Rapat arus panas Q, yaitu arus per satuan luas, sebanding dengan gradien suhu (∂ T / ∂x) dan
dituliskan sebagai :
∂T
Q=−K (2.63)
∂x

20
Tetapan K menyatakan kemudahan perambatan panas dalam zat padat yang disebut
konduktivitas termal. Tanda minus (-) diberikan agar K merupakan bilangan positif.
Dalam pembahasan rambatan panas oleh fonon sangat tepat untuk membayangkan
fonon-fonon sebagai suatu gas seperti pada gambar 2.15. pada setiap daerah dalam ruang
selalu terdapat fonon yang bergerak acak ke segala arah. Penggunaan model gas ini
memungkinkan diterapkan teori kinetik gas. Pada keadaan tertentu, konsuktivitas termal
dapat dinyatakan sebagai berikut :
1
K= Cv vl (2.64)
3
Dengan C v kapasitas bebas rata-rata fonon (lintasan yang ditempuh fonon tanpa menumbuk).
Pada tabel 2.2. diberikan data konduktivitas termal dan lintasan bebas rata-rata fonon untuk
beberapa bahan.
Tabel 2.2 . konduktivitas termal dan lintasan bebas rata-rata fonon

21

Anda mungkin juga menyukai