Anda di halaman 1dari 5

Nama : Irzan Fachrozi

Mata Kuliah : Teori Sosiologi Post-Modernisme

Tugas : Masyarakat Modern Tahap Maju Menurut Anthony Giddens

Modernitas mengacu pada bentuk kehidupan yang muncul di Eropa pada kira-kira abad

ke-17 dan sesudahnya dan yang pada gilirannya menancapkan pengaruhnya ke seluruh dunia. Ini

mengasosiasikan modernitas dengan suatu kurun waktu dan dengan lokasi geografis awal

pembentukannya, namun pada saat yang sama membiarkan ciri utamanya teronggok diam di

dalam kotak hitam.

Bagi Giddens, dalam pembentukan modernitas ada empat gugus institusi: kapitalisme,

industrialisme, pengawasan, dan kekuatan militer. Keempat institusi ini saling mempengaruhi

dan saling memperkuat. Empat institusi ini pada gilirannya memunculkan empat

masalah/ancaman yang ditimbulkan.

Dengan perkembangan institusi sosial modern, suatu keseimbangan antara kepercayaan

dan resiko, keamanan dan bahaya muncul. Namun elemen-elemen yang ada didalamnya berbeda

dengan yang mendominasi era pra-modern. Dalam kondisi modernitas,aktivitas manusia tetap

ada dan mengalami kontekstualisasi. Namun dampak dari tiga kekuatan modernitas (pemisahan

ruang dan waktu,mekanisme pemisah, dan refleksivitas institusional) memutuskan beberapa

bentuk dasar relasi kepercayaan dari atribut konteks lokal.

Tiga sumber dominan dinamisme modernitas telah dibedakan, masing-masing terkait satu

sama lain. terpisahnya ruang dan waktu. Ini adalah kondisi penjarakan ruang-waktu pada

cakupan tiada batas; ini menyediakan sarana zonasi temporal


Relasi kekerabatan, bagi kebanyakan penduduk,tetap penting,khusunya dalam keluarga

inti, namun ia tidak lagi menjadi pembawa ikatan sosial yang diorganisasi secara intensif di

sepanjang ruang-waktu. Meski kewaspadaan terhadap tesis kemunduran peran keluarga yang

disebabkan oleh modernitas harus dilihat dan ada fakta bahwa beberapa milieu(lingkungan) lokal

terus-menerus menjadi pusat dari jaringan kekerabatan substansial hak dan kewajiban.

Posisi penting tempat dalam setting pra-modern telah diruntuhkan oleh pemisahan ruang

dan waktu. Tempat menjadi fantasmagoris karena struktur dimana dia dibangun tidak lagi ditata

pada konteks lokal. Lokal dan global dengan kata lain, telah terjalin erat. Perasaan terikat erat

atau identifikasi dengan tempat masih ada. Namun itu semua terlepas dengan sendirinya. Mereka

tidak lagi mengekspresikan praktik dan keterlibatan dasar namun penuh dengan pengaruh yang

lebih dalam.

Semakin lunturnya dampak agama dan tradisi. Sekularisasi tak dapat diragukan lagi

adalah persoalan kompleks dan tampaknya tidak berakibat pada kepunahan sepenuhnya

pemikiran dan aktivitas religius. Namun sebagian besar situasi kehidupan sosial modern secara

manifes tidak sebanding dengan agama sebagai sebuah pengaruh utama bagi kehidupan sehari-

hari. Kosmologi religius digeser oleh pengetahuan yang diatur secara refleksif, yang

dikendalikan oleh pengamatan empiris dan pemikiran logis, dan terfokus pada teknoloigi

material dan kode-kode yang diterapkan secara sosial.

Lingkungan resiko pramodern pun ditransformasikan dengan cara serupa. Dalam kondisi

modernitas, bahaya yang kita hadapi terutama tidak lagi berasal dari alam. Tentu saja, bencana

alam masih terjadi. Namun sebagian besar relasi kita dengan dunia fisik berbeda dengan masa-

masa sebelumnya,khususnya pada sektor-sektor yang terindustrialisasi. Sekilas bahaya ekologis


yang kita hadapi tampak mirip dengan yang ditemui pada era pramodern. Padahal yang terjadi

sebaliknya. Ancaman ekologis adalah akibat dari pengetahuan yang diorganisasi secara sosial,

dimediasikan oleh dampak industrialisme terhadap lingkungan material. Ancaman ekologis

adalah bagian dari yang oleh Giddens disebut dengan profil risiko baru yang diperkenalkan oleh

modernitas.

Selanjutnya,ancaman kekerasan militer tetap menjadi bagian dari profil resiko modernitas

seperti era pramodern sebelumnya. Namun,karakternya berubah secara mendasar, dalam

kaitannya dengan perubahan sifat kontrol kekerasan bila dikaitkan dengan perang. Hari ini,kita

hidup dalam tatanan militer global, sebagai akibat dari industrialisasi perang, skala kekuatan

destruktif persenjataan telah tersebar ke seluruh dunia secara lebih masif bila dibandingakan

dengan era sebelumnya. Kemungkinan adanya konflik nuklir menimbukan bahaya yang tidak

pernah dihadapi oleh generasi sebelumnya. Namun perkembangan ini diikuti dengan proses

damai di internal negara. Perang saudara menjadi fenomena yang tidak umum lagi,berbeda

dengan era pramodern.

Salah satu teoretisasinya yang menggemparkan dunia intelektual maupun kalangan

politisi adalah bukunya The Third Way, yang terbit tahun 1999. Buku ini terkenal dengan

ungkapan Giddens yang mengatakan bahwa sosialisme itu sudah mati. Giddens lalu dituduh

sebagai pengikut golongan “kanan.” Akan tetapi dalam buku itu juga Giddens mengecewakan

kelompok “kanan” karena ia mengatakan bahwa neoliberal atau New Right tak mungkin

melanjutkan programnya. Maka, oleh sejumlah orang buku The Third Way sering ditafsirkan

sebagai jalan keluar dari konflik antara sosialisme (yang menonjolkan negara) dan kapitalisme

(yang mengagungkan peran pasar). The Third Way memang berusaha untuk keluar dari
kebuntuan pemikiran “kiri” maupun “kanan”, tetapi berakar dalam visinya utopian realism

seperti diuraikan di atas.

Akan tetapi ada satu hal yang baru dalam buku ini: Giddens secara lebih rinci dan eksplisit

menguraikan tentang peran negara. Ia masih percaya bahwa negara atas dasar demokrasi

merupakan pilihan terbaik yang ada sekarang, juga percaya bahwa negara harus memainkan

peranan dalam masyarakat. Akan tetapi berbeda dari konsep-konsep klasik tentang negara,

Giddens menempatkan negara sebagai “rekan” (partner) dari masyarakat. Negara dan masyarakat

tidak beroposisi, masing-masing memainkan perannya yang saling menunjang dan saling

mengisi.
Sumber :
Giddens, Anthony. 2009. Konsekkuensi- Konsekkuensi Modernitas. Bantul :Kreasi Wacana

Anda mungkin juga menyukai