Anda di halaman 1dari 7

JEJAK PEMIKIRAN DAN KELAHIRAN TEORI MODAL SOSIAL

RESUME
Diajukan untuk Tugas individu Pada Mata Kuliah Teori Modal Sosial

Oleh:

Nama : Irzan Fachrozi


No. BP : 2020812008

PROGRAM MAGISTER SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
TAHUN 2020
JEJAK PEMIKIRAN DAN KELAHIRAN TEORI MODAL SOSIAL

Awal Pemikiran Tentang Modal Sosial

Awal pemikiran mengenai modal sosial menurut Rusydi Syahra (2001: 1)diilhami oleh
seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan untuk memperkenalkan
konsep modal sosial pertama kalinya. Dalam tulisannya berjudul 'The Rural School Community
Centre' (Hanifan, 1916:130) Hanifan mengatakan modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa
seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset
atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut Hanifan, dalam modal
sosial, termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan
kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial. Meski
begitu konsep modal sosial baru benar-benar dikenal dan diperhatikan di dunia akademis
menurut Rusydi Syahra (2001: 2) semenjak Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Perancis
kenamaan, dalam sebuah tulisan yang berjudul “The Forms of Capital” (1986) mengemukakan
bahwa untuk dapat memahami struktur dan cara berfungsinya dunia sosial perlu dibahas modal
dalam segala bentuknya, tidak cukup hanya membahas modal seperti yang dikenal dalam teori
ekonomi. Penting juga diketahui bentuk-bentuk transaksi yang dalam teori ekonomi dianggap
sebagai non-ekonomi karena tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material.

Sementara menurut Andrea A . Anderson dan Sharon Milligan (-: 23) karya Robert
Putnam tentang Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy (1993) telah dipuji
karena memicu minat yang luar biasa pada konsep modal sosial. Sejak penerbitannya, minat
yang luar biasa berkembang dalam ilmu-ilmu sosial dalam menerapkan konsep modal sosial
untuk penelitian yang berkaitan dengan kesejahteraan komunitas, demokrasi, pembangunan
ekonomi, kesehatan masyarakat, dan partisipasi politik dan sipil di Amerika dan sekitarnya.
Meskipun ia tidak mengemukakan istilah tersebut, Putnam mengemukakan gagasan bahwa
modal sosial adalah sumber daya “yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan
memfasilitasi tindakan terkoordinasi”

Konsep Tentang Modal Sosial

Beberapa ahli ilmu sosial mencoba melakukan penelitian mengenai modal sosial dan
memberikan definsi apa yang dimaksud dengan modal sosial. Berikut adalah beberapa tokoh
ilmu sosial yang terkemuka tersebut:

A. Pierre Bourdieu

Pierre Bourdieu (1986) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 121) mendefinisikan modal
sosial sebagai sumber daya actual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari
jaringan sosial yang terlembaga serta berlangsung terus-menerus dalam bentuk pengakuan dan
perkenalan timbal balik yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan
kolektif.

B. James Coleman

James Coleman (1990: 300) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 121) mendefinisikan
modal sosial sebagai “seperangkat sumber daya yang inheren dalam hubungan keluarga dan
dalam organisasi sosial komunitas serta sangat berguna bagi pengembangan kognitif dan sosial
seorang anak.”

Coleman dikutip Rusydi Syahra (2001: 5) lebih mengembangkan lagi pemikirannya


tentang modal sosial melalui sebuah karya besarnya yang terbit dua tahun kemudian dengan
judul Foundations of Social Theory (Coleman, 1990). Dalam bukunya itu Coleman mengatakan
antara lain bahwa modal sosial, seperti halnya modal ekonomi, juga bersifat produktif. Tanpa
adanya modal sosial seseorang tidak akan bisa memperoleh keuntungan material dan mencapai
keberhasilan lainnya secara optimal. Sebagaimana modal-modal lainnya, seperti modal fisik dan
modal manusia, modal sosial tidak selalu memberi manfaat dalam segala situasi, tetapi hanya
terasa manfaatnya dalam situasi tertentu. Suatu bentuk modal sosial bisa bermanfaat untuk
memudahkan seseorang melakukan tindakan dalam suatu situasi, tetapi dalam situasi lain tidak
ada gunanya dan bahkan bisa menimbulkan kerugian.

C. Alejandro Portes
Alejandro Portes dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 121) mendefinisikan modal sosial
sebagai “kemampuan individu-individu untuk mengatur sumber-sumber langka berdasarkan
keanggotaan mereka dalam jaringan atau struktur sosial yang lebih luas.” Sumber-sumber
langka tersebut dapat bersifat nyata secara ekonomi seperti potongan harga atau tidak nyata
seperti informasi tentang bisnis.

D. Robert Putnam
Robert Putnam seorang ilmuan Politik (1999) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 121)
memberi definisi modal sosial sebagai “jaringan-jaringan, nilai-nilai, dan kepercayaan yang
timbul di antara para anggota perkumpulan, yang memfasilitasi kooordinasi dan kerjasama untuk
manfaat bersama.
Sementara itu modal sosial menurut Putnam (1993a: 167) dikutip dari John Field (2003:
31) adalah “Social capital here refers to features of social organisation, such as trust, norms and
networks, that can improve the efficiency of society by facilitating coordinated actions”.
Unsur-Unsur Pokok Modal Sosial

Unsur-unsur pokok modal sosial adalah sebagai berikut:

1. Nilai

Nilai dipandang sebagai gagasan tentang apakah suatu pengalaman berarti, berharga,
bernilai, dan pantas atau tidak berarti, tidak berharga, tidak bernilai, dan tidak pantas.
Gagasan tersebut dipahami sebagai nilai. Nila terkait pula dengan ide yang dimiliki bersama
tentang sesuatu itu baik atau buruk, diharapkan atau tidak diharapkan (William, 1970: 27
dikutip dari Damsar dan Indrayani, 2009: 122)

Terdapat banyak nilai yang muncul dan menghilang di dalam kehidupan masyarakat,
namun begitu penulis mencoba mengkategorikannya merujuk pada pembagian yang
dilakukan oleh Damsar dan Indrayani (2009). Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:

a. Nilai Pribadi (Personal value)

b. Nilai Moral

c. Nilai Estetika

d. Nilai Material

e. Nilai Spiritual

2. Norma

Norma mengutip dari Damsar dan Indrayani (2009: 125) adalah aturan main bersama
yang menuntun perilaku seseorang. Norma memberikan kita suatu cara di mana kita
mengorientasikan diri kita terhadap orang lain. Norma menuntun kita dalam melakukan
definisi situasi atau memberikan interpretasi terhadap realitas sosial. Norma, oleh karena itu
menjadi kompas dalam menemukan jalan di belantara kehidupan sosial.

Sullivan dan Thompson (1984) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 125) membagi
norma atas tiga macam yaitu:

a. Kebiasaan (Folksways)

Horton dan Hunt (1984: 66) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 125) membagi
kebiasaan atas dua golongan yaitu: (1) hal-hal yang seharusnya diikuti sebagai sopan
santun dan perilaku sopan; (2) hal-hal yang harus diikuti karena yakin kebiasaan itu
penting untuk menyejahterakan masyarakat.

b. Tata Kelakuan (Mores)


Tata kelakuan menurut Horton dan Hunt dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 126)
kebiasaan yang dikaitkan dengan gagasan benar dan salah. Sehingga tata kelakuan ini
berkaitan erat dengan adat istiadat.

c. Hukum (Law)

Sementara hukum menurut Damsar dan Indrayani (2009: 125) adalah tata kelakuan
yang telah diformalkan dan dikodefikasikan dengan penerapan sanksi dan hukuman oleh
otoritas pemerintah, maka ia dipandang sebagai hukum, tata kelakuan tersebut bisa
berasal dari adat budaya atau agama.

Menurut Damsar dan Indrayani (2009: 127) Hukum dapat dibagi atas:

a. Hukum Privat

Hukum privat merupakan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara


orangyang satu dan orang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan pribadi.

b. Hukum Publik

Hukum public merupakan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara Negara
dan alat kelengkapannya serta warga negaranya.

3. Resiprositas

Resipositas dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 128) dalam perspektif psikologi
sosial dipandang sebagai norma sosial tentang tanggapan terhadap tindakan positif
dengan tindakan positif lainnya, menghargai tindakan-tindakan yang elok. Sebagai suatu
konstruksi sosial, respiositas bermakna bahwa dalam merespons tindakan tidak
menyenangkan, orang cenderung bertindak jauh lebih buruk dan juga brutal.

Marshal Sahlin (1972) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 127-135) menemukan
tiga jenis respirositas yaitu: 1) resiprositas sebanding (balanced reciprocity) merupakan
kewajiban membayar atau membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa
yang mereka berikan atau lakukan untuk kita secara setara, seringkali, langsung, dan
terjadwal. resiprositas umum (generalized reciprocity); 2) resiprositas umum merupakan
kewajiban memberi atau membantu orang atau kelompok lain tanpa mengharapkan
pengembalian, pembayaran, atau balasan yangsetara dan langsung; 3) resiprositas negatif
merupakan tindakan resiprokal yang telah mengalami transformasi dari keikhlasan cinta
masyarakat tradisional menuju rasionalitas pasar masyarakat modern.

Fehr dan Gachter (2000: 160) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 136)
membedakan respirositas menjadi dua jenis yaitu: 1) resiprositas positif merupakan
tindakan resiprokal yang dilandasi atas dasar kerja sama dan menguntungkan dan 2)
resiprositas negatif merupakan tindakan resiprokal yang dilandasi atas dasar tindakan
balas dendam dan berbahaya.

Callendo, Fossen, dan Kritikos (2010: 3-4) dikutip Damsar dan Indrayani (2009: 137)
menjelaskan bahwa resiprositas merupakan motivasi intrinsic untuk merespons perilaku
orang yang terkait. Konsep resiprositas dibagi dalam dua aspek yaitu: 1) resiprositas
positif merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu yang memiliki efek positif pada
orang lain dan dikembalikan dengan tindakan yang memiliki efek positif yang hampir
sama; dan 2) resiprositas negatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang
individu memiliki efek negatif pada orang lain dan dikembalikan dengan tindakan yang
memiliki efek negatif yang hampir sama.

4. Solidaritas Sosial

Solidaritas menurut Damsar dan Indrayani (2009: 138) merupakan sesuatu yang
menyatakan komunitas dalam berbagai bentuknya. Dalam buku the division of labor in
society, Durkheim menjelaskan tentang dua tipe solidaritas yaitu solidaritas mekanik dan
solidaritas organic.

5. Jaringan

Menurut Robert M.Z. Lawang dikutip oleh Damsar dan Indrayani (2009: 144-
145) jaringan merupakan sebuah ikatan antarsimpul (orang atau kelompok) yang
dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan
kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat ke dua belah pihak. Ada tiga
tingkatan jaringan yaitu: jaringan mikro, jaringan meso, dan jaringan makro.

6. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan menurut Giddens (2005: 44) Damsar dan Indrayani (2009: 156)
pada dasarnya terikat, bukan kepada risiko, namun kepada berbagai kemungkinan.
Kepercayaan selalu mengandung konotasi keyakinan di tengah-tengah berbagai akibat
yang serba mungkin, apakah dia berhubungan dengan tindakan individu atau dengan
individu atau dengan beroperasinya sistem.
DAFTAR PUSTAKA

A. Anderson, Andrea & Milligan,Sharon. Social Capital and Community Building


Field, John. 2003. Social Capital. New York: Taylor & Francis e-Library
Syahra, Rusydi. 2003. Modal Sosial: Konsep Dan Aplikasi. Jurnal Masyarakat dan Budaya,
Volume 5 No. 1 Tahun 2003
Damsar dan Indrayani. 2019. Pengantar Sosiologi Kapital. Jakarta : Penerbit Prenadamedia
Grup

Anda mungkin juga menyukai