Anda di halaman 1dari 3

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan

Tingkat Ketimpangan Distribusi Pendapatan


Terhadap Tingkat Kemiskinan
Di Provinsi Bengkulu

Dosen Pembimbing :

Dr. Bambang Agoes H, S.E.,M.Sc

Disusun Oleh :

Muhammad Rifqi

Saputra

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS EKONOMI DAN

BISNIS EKONOMI

PEMBANGUNAN

2021
1.1 Latar Belakang

Masalah besar yang biasanya dihadapi oleh setiap negara-negara berkembang


termasuk Indonesia ialah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan
antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan
rendah (Tambunan, 2001). Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi
pendapatan masih menjadi masalah terbesar dalam realita kehidupan di negara-negara maju
terlebih lagi berkembang. Bagi negara berkembang masalah ketimpangan telah menjadi
pembahasan utama dalam mengambil kebijakan. Perhatian ini timbul karena adanya
kecendrungan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi sehingga
menimbulkan semakin tingginya kesenjangan pendapatan yang akan terjadi.

Di negara miskin dan negara berkembang permasalahan ketimpangan pendapatan tidak


bisa dipisahkan dari permasalahan kemiskinan. Negara miskin menjadi perhatian utama bagi
masalah pertumbuhan dengan distribusi pendapatan. Bahkan, di beberapa negara yang sedang
berkembang seperti (india, Kenya, Pakistan) dapat menimbulkan penurunan absolut bagi
penduduk miskin baik diperkotaan maupun pedesaan.

Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau, menyebabkan perbedaan
karakteristik wilayah yang beragam dan itu adalah konsekuensi yang tidak bisa dihindari.
Karena karakteristik wilayah yang berbeda – beda berpengaruh kuat pada terciptanya pola
pembangunan ekonomi, sehingga menjadi suatu kewajaran apabila pola pembangunan
ekonomi di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini berpengaruh kepada kemampuan
setiap wilayah yang mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh dengan
lambat. Kemampuan tumbuh dari setiap wilayah ini kemudian menyebabkan terjadinya
ketimpangan baik pembangunan maupun pendapatan antar daerah.

Kondisi ini merupakan tantangan dalam pembangunan yang harus dihadapi mengingat
masalah kesenjangan pendapatan itu dapat menyulitkan dalam melaksanakan pembangunan
ekonomi nasional yang berlandaskan pemerataan. Ketimpangan menjadi masalah klasik bagi
negara – negara berkembang oleh karena itu ketimpangan tidak dapat dimusnahkan, melainkan
hanya dapat dikurangi sampai pada tingkat yang bisa diterima oleh suatu sistem sosial tertentu
agar tetap terpelihara dalam proses pertumbuhannya. Kritik yang timbul dalam proses
pembangunan pada dasarnya bukanlah sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai
akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut
tidak mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, bahkan dapat
menciptakan ketimpangan pendapatan semakin besar.

Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dengan berbagai bentuk, aspek, dan
dimensi. Seperti ketimpangan hasil pembangunan misalnya ketimpangan kegiatan atau proses
pembangunan itu sendiri dan pendapatan perkapita atau pendapatan daerah. Timbulnya
kawasan-kawasan kumuh di beberapa kota besar, tidak hanya itu hadirnya pemukiman mewah
di tepian kota atau bahkan di pedesaan adalah suatu bukti nyata ketimpangan yang terjadi
sekarang ini. Gaya hidup masyarakat yang berbeda merupakan bukti lain dari ketimpangan ini.
Secara administratif, Provinsi Bengkulu terdiri atas 9 kabupaten yaitu Kabupaten Bengkulu
Tengah, Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kaur, Kepahiang, Lebong, Rejang Lebong,
Muko Muko, dan Seluma. Serta 1 kota yaitu Kota Bengkulu.

Permasalahan yang dihadapi oleh 10 kabupaten/kota di provinsi Bengkulu cukup


banyak, diantaranya kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan distribusi pendapatan. Aspek
yang penting untuk diperhatikan selain peningkatan pendapatan ialah pemerataan pendapatan,
karena merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional ialah pemerataan
pendapatan. Menurut Kuznets (1996), pada tahap – tahap awal pertumbuhan ekonomi
pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap – tahap berikutnya akan 4
membaik, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan tumbuhnya ekonomi.
Hipotesis ini lebih dikenal dengan nama hipotesis “U-terbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk
rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan
pertumbuhan GNP per kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U terbalik.

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 sebesar 281,2 ribu jiwa
(16,4 persen), kemudian pada tahun 2011 mengalami kenaikan penduduk miskin menjadi
303,4 ribu jiwa (17,36 persen). Pada tahun 2012 kembali mengalami kenaikan namun tidak
terlalu signifikan sebanyak 313,7 ribu jiwa (17,51 persen). Selanjutnya tahun 2013 provinsi
bengkulu masih mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 323,5 jiwa (17,75
persen). Pada tahun 2014 provinsi bengkulu mengalami penurunan jumlah penduduk miskin
sebanyak 316,50 ribu jiwa (17,09 persen). Kembali naik jumlah penduduk miskin di provinsi
Bengkulu sebanyak 334,07 ribu jiwa (17,88 persen).

Berdasarkan uraian di atas, Indonesia khususnya Provinsi bengkulu memiliki beberapa


kendala dan kebijakan untuk mengatasi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Karena pengentasan kemiskinan sendiri merupakan masalah sosial ekonomi yang sangat
kompleks dan di Indonesia ini memiliki banyak wilayah menyebabkan cara penanganannya
berbeda-beda oleh setiap daerah dan menjadi proyek nasional yang harus ditangani oleh setiap
daerah. Oleh karena itu menjadi sangat menarik untuk mengetahui bagaimana suatu daerah
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya namun juga mampu menangani atau bahkan
mengurangi masalah kemiskinan. Dalam hal ini penulis bermaksud menganalisis perbedaan
tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
serta kemiskinan untuk setiap kabupaten/kota Provinsi Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai