Oleh
Kelompok 3/A3C
Putu Yayang Kresna Yuda (18021081)
Ketut Pande Sukadiasa (18021082)
Ni Putu Sinthya Devi Widyarini (18021083)
Putu Sintya Eka Putri (18021084)
Om Swastyastu
Puji syukur penulis haturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa), karena atas rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Pharmacokinetics of Single-Dose I.V. Morphine in
Normal Volunteers and Patiens with End-Stage Renal Failure” tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam menempuh
pembelajaran mata kuliah Biofarmasetika dan Farmakokinetika pada semester Genap
tahun akademik 2020.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami beberapa kesulitan dan
hambatan, namun berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, hambatan tersebut
dapat diatasi. Oleh karena itu melalui pengantar ini penulis mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Biofarmasetika dan Farmakokinetika di
Universitas Bali Internasional
2. Rekan Mahasiswa yang telah mendukung dan memberikan masukan demi
kemajuan makalah ini
3. Orang tua yang telah mendukung penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan kecil ini masih sederhana, baik dari segi isi
maupun tata penulisannya. Terkait itu, segala kritik dan saran-saran yang konstruktif
dari para pembaca sangat diharapkan demi sempurnanya tulisan ini dan karya penulis
berikutnya. Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini ada manfaatnya.
Om Santih Santih Santih Om
Denpasar, 25 April 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Definisi
2.1.1. Definisi Biofarmasetika
Biofarmasetika merupakan cabang ilmu farmasi yang mempelajari
hubungan antara sifat-sifat fisiko kimia dari bahan baku obat dan bentuk
sediaan dengan efek terapi sesudah pemberian obat tersebut kepada pasien.
Terdapat faktor yang mempengaruhi biofarmasetika obat yaitu stabilitas obat
didalam suatu produk obat, pelepasan obat, laju pelepasan obat pada saat obat
mengalami proses absorbs dan absorpsi sistemik obat (Shargel et al, 2012).
2.1.2. Definisi Farmakokinetika
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari secara khusus
perubahan jumlah obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Dengan kata lain,
dalam pokok bahasan farmakokinetika dilakukan kajian-kajian terhadap
fenomena absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat secara kuantitatif. Oleh
karena itu, dalam penelitian-penelitian farmakokinetika dikembangkan
berbagai macam model-model matematika untuk menjelaskan proses
perjalanan obat di dalam tubuh. (Shargel et al, 2012).
Farmakokinetika mejelaskan tentang suatu obat yang dilepas dari bentuk
sediaanya, obat di absorpsi ke dalam jaringan sekitarnya, tubuh, atau
keduanya. Absorpsi obat sistemik dari saluran cerna atau dari berbagai site
ekstravaskuler lain bergantung pada sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan
yang digunakan dan anatimi fisiologi dari site absorpsi. Pendosisan oral
factor-faktor seperti luas area saluran cerna, laju pengosongan lambung,
motilitas saluran cerna dan aliran darah ke site absorpsi mempengaruhi laju
dan jumlah absorpsi obat. Dalam farmakokitenika, keseluruhan laju absorpsi
obat dapat digambarkan baik sebagai proses masuknya orde kesatu atau orde
nol. Sebagian besar model farmakokinetika menganggap absorpsi mengikuti
orde kesatu. (Shargel et al, 2012).
2.2. Kajian Jurnal
2.2.1.Judul Jurnal
Jurnal yang dikaji berjudul “Pharmacokinetics of Single-Dose I.V.
Morphine in Normal Volunteers and Patiens with End-Stage Renal Failure”
2.2.2.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tersebut dilakukan untuk membandingkan profil
farmakokinetik morfin yang diberikan secara intravena pada subjek relawan
normal (sehat) dan pada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir. Hasil
penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan
dosis dan penggunaan morfin secara intravena yang lebih tepat dan pasien
dengan komplikasi gagal ginjal stadium akhir.
2.2.3.Metode Penelitian
Studi ini telah disahkan oleh komite etika Bitish sebelumnya dan untuk
seluruh subyek penelitian telah diberikan penjelasan dan ditanyai persetujuan
sebelum dilakukannya pengambilan dan observasi sampel darah.
1. Sampel yang digunakan
Sampel diambil dari sebelas subjek relawan sehat (enam laki-laki), usia
rata-rata 30,6 tahun (kisaran 24-40 tahun) dan berat rata-rata 62,6 kg (kisaran
47-85 kg), dibandingkan dengan sembilan pasien (lima laki-laki) dengan gagal
ginjal kronis (usia rata-rata 30 tahun dengan kisaran 22-55 tahun) dan berat
rata-rata 58,7 kg (kisaran 38-83 kg). Semua telah berpuasa selama 6 jam
sebelum penelitian, dan pasien dengan gagal ginjal telah menjalani
hemodialisis dalam 10-24 jam sebelumnya. Pada subjek, kanula dimasukkan
ke dalam vena di fossa antecubital, dan morfin sulfat 0,125 mg kg -1 dalam
0.9% saline 10 ml disuntikkan selama 30 detik. Sampel yang digunakan
meupakan darah vena yang diambil pada 0.5, 2, 5, 10, 15, 20, 20, 30, 40, 60,
90 dan 120 menit setelah injeksi morfin. Darah disentrifugasi segera dan
plasma disimpan pada suhu ruang -70°C sampai diperlukan untuk analisis
(Aitkenhead, et all., 1984).
2. Cara Perlakuan Sampel
Dalam penelitian ini, kami mengambil sampel selama 2 jam setelah
pemberian morfin. Periode pengambilan sampel yang relatif singkat ini dapat
mengakibatkan kesalahan dalam estimasi waktu paruh eliminasi terminal.
Namun menurut Bullingham, dkk. (1982) dalam sebuah studi farmakokinetik
metadon, menunjukkan bahwa pengambilan sampel dalam waktu lama tidak
selalu mengarah pada perkiraan parameter turunan yang lebih baik. Sampel
darah yang didapat kemudian disentrifugasi segera dan plasma disimpan pada
suhu ruang -70°C sampai diperlukan untuk analisis (Aitkenhead, et all., 1984).
3. Dosis Obat yang digunakan
Dosis obat yang digunakan pada penelitian yaitu Morfin sulfat 0,125 mg
kg-1 (Aitkenhead, et all., 1984).
4. Cara Analisis konsentrasi obat dalam darah (plasma)
Analisis untuk morfin dilakukan sebanyak dua rangkap. Satu mililiter
plasma dicampur dengan natrium klorida 1 g. Kemudian ditambahkan 100
mikroliter nalorphine 250 ngml-1 sebagai standar internal, dan pH plasma
disesuaikan menjadi 8,2 dengan penambahan buffer borat. Setelah
penambahan kloroform 9 ml, sampel diguncang secara mekanis selama 15
menit, dan disentrifugasi pada 3000 putaran min-1 selama 5 menit. Lapisan
berair disedot dan lapisan kloroform dihapus dan diuapkan di bawah nitrogen
pada suhu 60°C. Komposisi fase gerak adalah 0,08 mol liter -1 kalium
dihidrogen ortofosfat 1000 ml, metanol 200 ml dan asam heptana sulfonat 2
ml. Residu yang diekstraksi dilarutkan dalam 120 mikroliter fase gerak.
Kolom terdiri dari fase balik u-Bondapak C18, panjang 25 cm dan diameter
4,4mm (Aitkenhead, et all., 1984).
Laju aliran melalui kolom adalah 1,5 ml min -1, dan detektor
elektrokimia pada 0,64 V digunakan untuk mengukur konsentrasi morfin
dalam plasma. Pemulihan morfin dari standar plasma adalah 100,9 ± 0,5%
(rata-rata ± SEM). Koefisien variasi pengujian kurang dari 5%. Batas bawah
sensitivitas uji sekitar 1 ng ml-1 (Aitkenhead, et all., 1984).
5. Cara Analisis dan mendapatkan parameter farmakokinetik
Data morfin waktu plasma dipasang oleh komputer setelah pendahuluan
eksponensial awal ke persamaan bi- dan tri-eksponensial menggunakan
analisis regresi kuadrat-terkecil non-linear. Bobot 1, 1 / C t, dan l /Ct2, di mana
Ct = konsentrasi pada waktu t yang digunakan. Pilihan pembobotan yang
optimal dibuat untuk setiap set data berdasarkan beberapa kriteria yaitu nilai
koefisien determinasi (r2), plot residu tertimbang, plot nilai yang dikumpulkan
dengan garis prediksi model yang ditarik melalui titik-titik, dan standar
deviasi dari estimasi parameter (Wagner, 1975). Pilihan model tiga
kompartemen ditentukan oleh pengujian Fratio untuk penelitian ini. Waktu
paruh eliminasi, volume distribusi, total clearance tubuh dan konstanta laju
transfer antar kompartemen yang nyata dihitung menggunakan rumus standar.
Signifikansi perbedaan antara kedua kelompok dievaluasi menggunakan uji
peringkat jumlah Wilcoxon untuk data non-parametrik (Aitkenhead, et all.,
1984).
Gambar 2.2 Konsentrasi plasma (ng ml-1) setelah injeksi i.v. dari morfin
0.125 mg kg-1 dari subjek relawan normal dan dari subjek pasien dengan
penyakit ginjal (Aitkenhead, et all., 1984).
Parameter farmakokinetika dihitung menggunakan program computer.
Data konsentrasi plasma morfin terhadap waktu dimasukkan pada komputer
lalu dimasukkan ke persamaan tri-eksponensial dengan metode residual
menggunakan analisis regresi kuadrat-terkecil non-linear. Parameter
farmakokinetika yang dicari meliputi waktu paruh baik eliminasi maupun
distribusi, volume distribusi, total clearance tubuh dan konstanta laju transfer
antar kompartemen (k10, k21, k13) yang dihitung menggunakan rumus
standar. Selanjutnya perbedaan antara kedua kelompok dievaluasi
menggunakan uji peringkat jumlah Wilcoxon untuk data non-parametrik.
Perbedaan profil farmakokinetika morfin sebagai berikut (Aitkenhead, et all.,
1984).
Gambar 2.3 Profil konsentrasi plasma (ng ml-1) setelah injeksi i.v. dari
morfin 0.125 mg kg-1 dari subjek relawan normal 11 (—) dan dari subjek 9
pasien dengan penyakit ginjal (- -) (Aitkenhead, et all., 1984).
2. Parameter Farmakokinetika
Parameter farmakokinetika yang dicari meliputi waktu paruh baik
eliminasi maupun distribusi, volume distribusi, total clearance tubuh dan
konstanta laju transfer antar kompartemen (k10, k21, k13) yang dihitung
menggunakan rumus standar.
3.1 Kesimpulan
Biofarmasetika merupakan cabang ilmu farmasi yang mempelajari hubungan
antara sifat-sifat fisiko kimia dari bahan baku obat dan bentuk sediaan dengan
efek terapi. Sedangkan farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari secara
khusus perubahan jumlah obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Dengan kata
lain, dalam pokok bahasan farmakokinetika dilakukan kajian-kajian terhadap
fenomena absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat secara kuantitatif. Kedua ilmu
ini berikatan erat dalam analisis profil obat pada tubuh pasien.
Berdasarkan studi penelitian pada jurnal yang dikaji telah ditemukan bahwa
distribusi dan eliminasi morfin yang diberikan secara intravena ke subyek relawan
normal dan pasien dengan ginjal kronis menghasilkan data tri-eksponensial
plasma konsentrasi morfin. Ada variasi yang luas antara hasil nilai parameter
kedua subjek tetapi rata-rata, pasien dengan gagal ginjal menunjukkan konsentrasi
plasma yang lebih tinggi setelah morfin diinjeksi, dan volume distribusi yang
lebih kecil yang dapat mengakibatkan peningkatan kepekaan terhadap efek
obat. Eliminasi dari tubuh pada kedua subjek tidak memiliki perbedaan secara
signifikan. Sehingga berdasarkan perbandingan kedua profil farmakokinetika,
maka dapat dilihat bahwa pada pasien gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
hemodialysis terjadi peningkatan konsentrasi plasma morfin didalam darah yang
dapat mengakibatkan peningkatan efek sensitivitas morfin dengan dosis tersebut
pada pasien gagal ginjal.
DAFTAR PUSTAKA