Perekonomian Indonesia di Masa

Pandemi, Terpurukkah?
15 Mei 2020   19:28 Diperbarui: 15 Mei 2020   20:30 KOMPASIANA

Indonesia merupakan salah satu negara dengan perkembangan ekonomi terbesar di Asia

Tenggara. Bagaimana tidak, Indonesia telah berhasil menumbuhkan perekonomiannya setelah
melewati krisis finansial pada akhir dekade 1990. Pada saat ini, Indonesia masuk ke dalam 10
besar tingkat perekonomian dalam kekuatan daya beli. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil
mengurangi angka kemiskinan dengan mengurangi hampir setengah dari populasi miskin sejak
tahun 1999 menjadi 9,4% pada tahun 2019.(1)

Namun demikian, terhitung Mei 2020, masih cukup banyak penduduk Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia per
tahun 2019 adalah sekitar 267 juta jiwa. 

Dari total populasi tersebut, BPS menyatakan bahwa terdapat sekitar 25,14 juta jiwa yang hidup
dalam kemiskinan dan sekitar 20,6% dari seluruh populasi Indonesia rentan untuk jatuh pada
kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah pendapatan mereka yang berada di garis batas
kemiskinan nasional.(2)

Strategi perencanaan ekonomi Indonesia untuk menanggulangi masalah ini sendiri dibagi
menjadi 5 segmen dalam jangka waktu pelaksanaan sejak tahun 2005 hingga 2025. Tiap segmen
tersebut dinamakan RPJMN atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang
berdurasi selama 5 tahun dan tiap segmen tersebut memiliki prioritasnya masing-masing. 

Pada segmen 2015 -- 2020, RPJMN fokus kepada (1) pengembangan dan pembangunan
infrastruktur dan (2) program-program sosial yang berhubungan dengan edukasi dan pelayanan
kesehatan. Pergantian fokus ranah kerja mengizinkan lebih banyak investasi di berbagai sektor
yang dapat berdampak kepada masyarakat miskin.(1)

Sayangnya, dengan datangnya pandemi COVID-19 serta ditetapkannya berbagai regulasi yang

dikeluarkan pemerintah untuk menanggulangi pandemi tersebut, ekonomi menjadi salah satu
sektor yang terkena dampak. Meredupnya beberapa sektor industri serta ketenagakerjaan
memberikan pengaruh besar dari sisi prospek ekonomi dan kegiatan ekonomi masyarakat.
Akibatnya, sektor-sektor tersebut harus menerapkan strategi khusus untuk keberlangsungan
perekonomian tiap sektor.

Keadaan Ekonomi Indonesia pada Pandemi COVID-19

Asian World Bank memperkirakan Indonesia akan mengalami pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB)--yang terdiri dari total nilai jasa dan produksi barang--sekitar 2,5% pada tahun ini.
Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai angka
peningkatan PDB hingga 5,02%. 

Penurunan tersebut disebabkan oleh pandemi COVID-19 yang berhasil menghantam konsumsi
rumah tangga yang merupakan komponen terbesar dalam PDB di Indonesia.(1,3) Berbeda halnya
dengan PDB, terdapat kabar yang menjanjikan di sektor inflasi. BPS mencatat inflasi tahunan
hingga April 2020 berada pada angka 2,67%. Asian World Bank sendiri memperkirakan tingkat
inflasi Indonesia per akhir tahun 2020 berkisar pada angka 3%. (4,5)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa pandemi COVID-19 telah memberikan
dampak cukup besar kepada perekonomian di Indonesia. 
Pemerintah telah mencoba menerapkan kebijakan untuk menjaga ketersediaan kebutuhan pokok
serta pembebasan tarif listrik untuk beberapa pelanggan dalam rangka mengurangi tekanan
inflasi pada masa pandemi COVID- 19 di Indonesia, dan kebijakan tersebut terhitung cukup
berhasil. Meskipun begitu, beberapa sektor telah terkena dampak yang signifikan akibat pandemi
ini. (4,5)

Secara garis besar, terdapat beberapa sektor perekonomian yang terkena imbas Pandemi.

Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia, beberapa sektor yang terkena
dampak signifikan adalah industri perhotelan, penerbangan, dan ketenagakerjaan. 
Sektor-sektor industri tersebut merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Akibatnya,
devisa masing-masing sektor berkurang sehingga berdampak pada masa depan
kondisi ekonomi Indonesia.(6)

Sektor Industri yang Terkena Dampak Pandemi

Pandemi COVID-19 menyebabkan lesunya kegiatan perekonomian di berbagai sektor. Sektor

yang cukup terdampak adalah sektor perhotelan. Hariyadi P. Sukamdani, Ketua Umum
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), menyatakan bahwa hanya terdapat 30%
kamar hotel yang terisi di kawasan DKI Jakarta. 

Pernyataan tersebut didukung oleh Sri Mulyani. Beliau juga menambahkan bahwa di beberapa
tempat, tingkat okupasi telah menurun sebesar 90% dari sekitar 6000 hotel di Indonesia.
Fenomena ini menunjukkan bahwa hanya terdapat sekitar 10% dari kamar hotel yang terisi. (6,7)
Hal serupa juga terjadi pada bisnis perhotelan di daerah Bali. 

Pada masa pandemi ini, PHRI mencatat rata-rata okupasi hotel di daerah tersebut berada pada
angka 20%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa banyak sekali kamar hotel yang tidak
ditempati, bahkan di kawasan pariwisata seperti Ubud, Legian, Kuta, dan Jimbaran.(7)

Menurut Hariyadi P. Sukamdani, okupasi yang turun akan memengaruhi sistematika karyawan di
tiap hotel yang mengalami hal tersebut. Hal yang mungkin terjadi adalah pemotongan waktu
kerja karyawan. Imbas dari kondisi tersebut adalah penurunan nilai gaji yang diterima oleh
karyawan. 

Walaupun begitu, pemangkasan gaji karyawan bukanlah tindakan semata-mata yang dilakukan
untuk merugikan karyawan. Langkah ini bertujuan untuk menjaga arus kas (cash flow)
perusahaan tetap ideal dan menekan biaya operasional untuk keberlangsungan bisnisnya.(6,7)
Gambar 2. Grafik kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia. Sumber foto: Badan Pusat Statistik. Kunjungan wisatawan
mancanegara (maret 2019-2020). Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2020 Mei 4
Sektor pariwisata pun ikut terkena imbas. Permasalahan utama di industri tersebut adalah
menurunnya kunjungan wisatawan secara drastis. Menurut BPS, jumlah wisatawan mancanegara
per 4 Mei 2020 berada pada angka sekitar 470.000 kunjungan. 
Angka tersebut menurun secara drastis apabila dibandingkan dengan jumlah wisatawan pada
awal tahun 2020, yaitu sebesar 1,3 juta kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi
COVID-19 memiliki dampak negatif yang cukup signifikan sektor pariwisata (9)

Imbas pada Sektor Ketenagakerjaan

Sektor lain yang terkena imbas cukup signifikan dan tentunya sangat berkaitan dengan roda
perekonomian negara ini adalah sektor ketenagakerjaan. Menurut Ida Fauziyah, Menteri
Ketenagakerjaan, terdapat sekitar 3 juta tenaga kerja yang terdampak akibat pandemi COVID-19
per 3 Mei 2020. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,7 juta individu telah dirumahkan ataupun terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Sementara itu, sisanya masih dalam proses validasi. Mayoritas tenaga kerja yang dikenakan PHK
dan yang dirumahkan berasal dari industri pariwisata beserta turunannya. 

Seperti yang diketahui, sejumlah sektor pariwisata terpaksa harus menghentikan segala
aktivitasnya untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 Akibatnya, para tenaga kerja yang di
PHK maupun dirumahkan tidak mendapatkan pemasukan seperti biasanya.(10)

Selain pemutusan hubungan kerja serta karyawan yang dirumahkan, sebagian dari karyawan
mengalami penurunan penghasilan. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebanyak 65% dari 1.112 responden menyatakan bahwa tenaga
kerja berhasil selamat dari PHK dan masih harus bekerja di rumah. 

Ironisnya, sejumlah 15% responden mengaku di-PHK tanpa mendapatkan uang pesangon.
Sekitar 10% dari tenaga kerja yang selamat dari PHK mengaku mengalami penurunan
penghasilan lebih dari 50%. 

Selain itu, terdapat 11% tenaga kerja mengaku mengalami penurunan sebesar 30--50%.
Sementara 20%  tenaga kerja mengalami penurunan penghasilan hingga di bawah 30%.
Implikasinya adalah cukup banyak tenaga kerja yang pendapatannya menurun sehingga
mempengaruhi roda perekonomian individual. (11)

Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Imbas Perekonomian

Beberapa hal telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi dampak perekonomian yang
terjadi pada masa pandemi COVID-19. Selain fokus kepada memutus rantai penyebaran
 COVID-19, pemerintah juga berusaha dalam membantu masyarakat kecil untuk bertahan hidup,
serta mencoba membantu ketahanan usaha dalam menghadapi situasi ini. 

erbagai kebijakan yang diterapkan adalah pelonggaran pajak bagi dunia usaha serta pemberian
safety net kepada warga yang membutuhkan. Kelonggaran pajak bagi dunia usaha tersebut tidak
hanya untuk meringankan beban perusahaan dalam menghadapi pandemi ini, melainkan untuk
mencegah membludaknya angka tenaga kerja yang di PHK. 

Sampai saat ini, jumlah tenaga kerja yang dirumahkan sudah mencapai sekitar 3 juta jiwa.
Pemerintah tentu tidak ingin angka tersebut kian melonjak. Pemerintah juga harus
mempertimbangkan nasib tenaga kerja yang bergantung pada pekerjaan tersebut dan memiliki
pemasukan untuk menyambung hidupnya hari-demi hari.(12)

Selain itu, alam menanggapi keberlangsungan hidup masyarakatnya, pemerintah meluncurkan

dana sebesar Rp110 triliun ke dalam program bantuan social net. Program ini bertujuan untuk
menyalurkan bantuan pada Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta keluarga penerima
manfaat. Pemerintah pun akan menaikkan bantuannya sebesar 25% pada tahun ini.(12)

Secara rinci, dana social net akan digunakan untuk:

1. Meningkatkan penerima kartu sembako dari 15,2 juta jiwa menjadi 20 juta jiwa dengan
manfaat sebesar Rp200.000 selama 9 bulan.

2. Menaikkan dana pada Kartu Prakerja dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Penerima
akan mendapatkan biaya pelatihan sebesar Rp1 juta dan insentif sebesar Rp600 ribu.

3. Pembebasan biaya listrik selama 3 bulan untuk 24 juta pelanggan dengan kapasitas 450
VA serta diskon 50% kepada 7 juta pelanggan dengan kapasitas 900 VA.

Pemerintah sudah cukup berusaha dalam menyalurkan bantuan tersebut dalam rangka membantu
keberlangsungan hidup masyarakat di masa pandemi. Hanya saja, masih terdapat masalah terkait
program bantuan ini. Masalah tersebut berupa data yang dimiliki pemerintah masih belum akurat
serta koordinasi yang tumpang tindih. Hal ini terlihat dari beberapa penduduk yang masih belum
mendapatkan bantuan tersebut seperti di daerah Depok. 

Menurut Dewan Kesehatan Rakyat Kota Depok, terdapat sektitar 123 ribu kepala keluarga yang
belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dari situ, dapat dilihat bahwa implementasi
bantuan sosial ini masih jauh dari harapan. Alhasil, masih banyak warga yang bingung tentang
keberlangsungan hidup mereka. 

Dengan demikian, kinerja pemerintah dalam menjalani program ini masih harus ditingkatkan
karena khawatir berbagai konflik akan terjadi akibat permasalahan ini. (13)
Penutup

Pandemi COVID-19 telah berhasil mengganggu roda perekonomian Indonesia. Berbagai sektor
industri seperti industri perhotelan, restoran, serta ketenagakerjaan terkena imbas yang
signifikan. Pemerintah sedang berusaha untuk membantu keberlangsungan hidup masyarakat,
dari segi usaha maupun individu, dengan berbagai bantuan yang diberikan seperti dana safety net
serta pelonggaran pajak. 

Namun, upaya tersebut masih belum maksimal. Masih banyak yang belum mendapatkan bantuan
tersebut karena permasalahan data serta eksekusi yang masih tumpang tindih. 

Maka dari itu, pertanyaan besar selanjutnya adalah: Apakah semua yang telah ditetapkan oleh
pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi pada masa pandemi ini? Mungkin
sudah sepantasnya pemerintah berusaha mempersiapkan skenario terburuk agar kemungkinan
terjadinya resesi serta dampaknya dapat diminimalisasi.

OLEH: Fadhlan Dira 

Indonesia is one of the countries with the largest economic development in Southeast Asia. How could it
not be, Indonesia has succeeded in growing its economy after going through the financial crisis at the
end of the 1990s. At this time, Indonesia is in the top 10 levels of the economy in terms of purchasing
power. In addition, Indonesia has also succeeded in reducing the poverty rate by reducing almost half of
the poor population since 1999 to 9.4% in 2019. (1)
However, as of May 2020, there are still quite a lot of Indonesians living below the poverty line.
According to the Central Statistics Agency (BPS), Indonesia's population per 2019 is around 267 million.
Of the total population, BPS stated that there are around 25.14 million people living in poverty and
around 20.6% of the entire Indonesian population is vulnerable to falling into poverty. One of the
reasons is the income of those who are at the national poverty line. (2)
Indonesia's economic planning strategy to overcome this problem itself is divided into 5 segments in the
implementation period from 2005 to 2025. Each of these segments is called the RPJMN or National
Medium-Term Development Plan which lasts for 5 years and each of these segments has its own
priority.
In the 2015-2020 segment, the RPJMN focuses on (1) infrastructure development and development and
(2) social programs related to health education and services. The shift in focus on the realm of work
allows for more investment in various sectors that can impact the poor. (1)
Unfortunately, with the arrival of the COVID-19 pandemic and the enactment of various regulations
issued by the government to tackle the pandemic, the economy has become one of the sectors affected.
The decline in several industrial and employment sectors has had a major impact in terms of the
economic prospects and economic activities of the people. As a result, these sectors must implement
specific strategies for the economic sustainability of each sector.
The State of Indonesia's Economy in the COVID-19 Pandemic
The Asian World Bank estimates that Indonesia will experience a growth in Gross Domestic Product
(GDP) - which consists of the total value of services and production of goods - of around 2.5% this year.
This figure has decreased compared to 2019 which reached a GDP increase of up to 5.02%.
This decline was caused by the COVID-19 pandemic which succeeded in hitting household consumption,
which is the largest component of GDP in Indonesia. (1.3) In contrast to GDP, there is promising news in
the inflation sector. BPS noted that annual inflation until April 2020 was at 2.67%. The Asian World Bank
itself estimates that Indonesia's inflation rate by the end of 2020 will be around 3%. (4.5)

Based on the explanation above, it can be seen that the COVID-19 pandemic has had a considerable
impact on the economy in Indonesia.
The government has tried to implement policies to maintain the availability of basic necessities and the
exemption of electricity tariffs for some customers in order to reduce inflationary pressure during the
COVID-19 pandemic in Indonesia, and the policy has been quite successful. However, several sectors
have been significantly affected by this pandemic. (4.5)
Broadly speaking, there are several economic sectors that were affected by the pandemic. According to
Sri Mulyani, Minister of Finance of the Republic of Indonesia, several sectors that were significantly
affected were the hotel, aviation and labor industries.
These industrial sectors are one of the contributors to the country's foreign exchange. As a result, the
foreign exchange of each sector decreased, which would have an impact on the future conditions of the
Indonesian economy. (6)
Industrial Sector Affected by Pandemic
The COVID-19 pandemic has caused sluggish economic activity in various sectors. The sector which is
quite affected is the hotel sector. Hariyadi P. Sukamdani, Chairman of the Indonesian Hotel and
Restaurant Association (PHRI), stated that only 30% of hotel rooms are occupied in the DKI Jakarta area.
This statement was supported by Sri Mulyani. He also added that in several places, the occupation rate
has decreased by 90% from around 6,000 hotels in Indonesia. This phenomenon shows that only about
10% of hotel rooms are occupied. (6,7) The same thing happened to the hotel business in the Bali area.
During this pandemic, PHRI noted that the average hotel occupancy in the area was at 20%. This
indicates that many hotel rooms are not occupied, even in tourist areas such as Ubud, Legian, Kuta and
Jimbaran. (7)
According to Hariyadi P. Sukamdani, falling occupation will affect the systematics of employees in each
hotel experiencing this. What might happen is a cut in employee work time.

Even so, cutting employee salaries is not an act solely taken to harm employees. This step aims to keep
the company's cash flow ideal and reduce operating costs for the continuity of its business. (6,7)

Figure 2. Graph of foreign tourist visits in Indonesia. Photo source: Central Bureau of Statistics. Visits of
foreign tourists (March 2019-2020). Jakarta: Central Bureau of Statistics; 2020 May 4
The tourism sector was also affected. The main problem in the industry is the drastic decline in tourist
visits. According to BPS, the number of foreign tourists as of May 4 2020 was around 470,000 visits.
This figure has decreased drastically when compared to the number of tourists in early 2020, which
amounted to 1.3 million visits. This shows that the COVID-19 pandemic has a significant negative impact
on the tourism sector (9)
Impact on the Employment Sector
Another sector that was significantly affected and of course closely related to the wheels of the
country's economy is the labor sector. According to Ida Fauziyah, Minister of Manpower, there are
around 3 million workers affected by the COVID-19 pandemic as of 3 May 2020. Of these, around 1.7
million individuals have been dismissed or affected by Termination of Employment (PHK).
Meanwhile, the rest are still in the validation process. The majority of workers who are laid off and who
are sent home come from the tourism industry and their derivatives.
As is well known, a number of tourism sectors have had to stop all their activities to break the chain of
the spread of COVID-19. As a result, workers who were laid off or who were sent home did not get
income as usual. (10)
Apart from layoffs and employees who were laid off, some of the employees experienced a decrease in
income. According to a survey conducted by the Indonesian Institute of Sciences (LIPI), as many as 65%
of 1,112 respondents stated that workers survived layoffs and still had to work at home.
Ironically, 15% of respondents admitted to having been laid off without receiving severance pay. About
10% of the workforce who survived layoffs claimed to have experienced a decline in income of more
than 50%.
In addition, 11% of the workforce claimed to have decreased by 30-50%. Meanwhile, 20% of the
workforce experienced a decrease in income to below 30%. The implication is that there are quite a lot
of workers whose income has decreased so that it affects the wheels of the individual economy. (11)
Government Efforts in Overcoming Economic Impacts
Several things have been done by the government to overcome the economic impact that occurred
during the COVID-19 pandemic. Apart from focusing on breaking the chain of the spread of COVID-19,
the government is also trying to help small communities survive, and trying to help business resilience in
dealing with this situation.
various policies implemented are tax easing for the business world and the provision of a safety net to
residents in need. The tax concession for businesses is not only to ease the burden on companies in the
face of this pandemic, but to prevent an explosion in the number of laid-off workers.
Until now, the number of workers who have been sent home has reached around 3 million. The
government certainly does not want this figure to increase further. The government must also consider
the fate of the workers who depend on these jobs and have income to support them day-by-day. (12)
In addition, nature responds to the survival of its people, the government has launched a fund of Rp110
trillion into the social net social assistance program. This program aims to distribute assistance to the
Family Hope Program (PKH) to 10 million beneficiary families. The government will also increase its
assistance by 25% this year. (12)
In detail, the social net funds will be used for:
1. Increase the number of basic food card recipients from 15.2 million to 20 million with a benefit of IDR
200,000 for 9 months.
2. Increase the funds on the Pre-Work Card from IDR 10 trillion to IDR 20 trillion. Recipients will get a
training fee of IDR 1 million and an incentive of IDR 600 thousand.
3. Exemption of electricity costs for 3 months for 24 million customers with a capacity of 450 VA and
50% discount for 7 million customers with a capacity of 900 VA.

The government has made enough efforts in distributing this assistance in order to help the
community's survival during a pandemic. However, there are still problems related to this assistance
program. The problem is in the form of inaccurate data held by the government and overlapping
coordination. This can be seen from several residents who still have not received such assistance, such
as in the Depok area.
According to the Depok City People's Health Council, there are around 123 thousand heads of families
who have not received assistance from the government. From there, it can be seen that the
implementation of social assistance is still far from expectations. As a result, there are still many
residents who are confused about their survival.
Thus, the government's performance in carrying out this program still needs to be improved for fear that
various conflicts will occur due to this problem. (13)
Closing
The COVID-19 pandemic has succeeded in disrupting the wheels of the Indonesian economy. Various
industrial sectors such as the hotel, restaurant and employment industries were significantly affected.
The government is trying to help the livelihood of the community, both in terms of businesses and
individuals, with various assistance provided such as safety net funds and tax relief.
However, these efforts are still not maximal. There are still many who have not received this assistance
because of overlapping data and execution problems.
Therefore, the next big question is: Can everything that has been determined by the government be
able to solve the economic problems during this pandemic? Perhaps the government should try to
prepare for the worst case scenario so that the possibility of a recession and its effects can be
minimized.