Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU FARMASI KLINIK

UNIT DOSE DISPENSING SERVICES

ADE AYU SUKMA PUSPITA PUTRI


051711133095
D / SENIN SIANG

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA


DEPARTEMEN FARMASI PRAKTIS
SURABAYA
2021
Obat adalah salah satu alat utama terapi medis dan merupakan bagian penting dari
anggaran rumah sakit. Menerapkan sistem distribusi obat yang aman, teratur, dan efisien
sangat penting untuk mengendalikan biaya dan memastikan bahwa resep medis diikuti
dengan aman seperti yang diminta dalam tenggat waktu yang tepat. Sistem dispensing yang
tepat juga merupakan salah satu aspek penting untuk pencegahan atau pengurangan
kesalahan pengobatan (Anacleto et al., 2005).
Pemberian obat di rumah sakit mungkin melibatkan 20 hingga 30 langkah dari resep
hingga pengiriman dan pemantauan. Selama 50 tahun terakhir, hanya sedikit yang berubah
dalam proses ini kecuali untuk pengembangan dan penerapan sistem distribusi obat unit
dose dispensing. Sistem distribusi UDD ialah sistem dimana obat diresepkan oleh dokter
untuk pasien dikemas dalam dosis unit tunggal untuk suatu waktu tertentu oleh tenaga
kefarmasian (Nugroho et al., 2020). Sistem distribusi UDD sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep
individu yang mencapai 18% (Kemenkes RI, 2014). Sebuah studi pada tahun 1965
membandingkan kejadian kesalahan pengobatan di rumah sakit yang menggunakan sistem
dispensing yang berbeda, dan hasilnya menunjukkan penurunan yang signifikan dalam
tingkat kesalahan pengobatan dengan sistem UDD. Kesalahan yang terdeteksi pada tahap
penerimaan resep dan penyampaian obat, berkurang dari 31,2% menjadi 13,4% (penurunan
57%). Sistem baru meningkatkan partisipasi apoteker dalam pengendalian dan distribusi
obat sebesar 39,4%, dan waktu perawatan yang terkait dengan penggunaan obat berkurang
sebesar 13,7%. Tingkat kesalahan dispensing yang dilaporkan dalam sistem UDD adalah
3,8% (Anacleto et al., 2005).
Sistem distribusi UDD sehubungan dengan metode distribusi obat lain secara umum
lebih aman bagi pasien, lebih efisien dan ekonomis untuk rumah sakit, dan metode yang
lebih efektif dalam menggunakan sumber daya profesional. Lebih khusus lagi, keunggulan
inheren dari sistem distribusi UDD dibandingkan prosedur distribusi alternatif (ASHP, 1989) :
1. Penurunan insiden kesalahan pengobatan karena obat disiapkan oleh tenaga
farmasis (melalui kontrol yang bertahap) dan diserahkan langsung oleh farmasis kepada
pasiennya sehingga edukasi dan pemberian informasi obat benar-benar dapat dilakukan.
2. Penurunan total biaya kegiatan terkait pengobatan karena hanya membayar
pengobatan yang digunakan saja.
3. Penggunaan apotek dan personel keperawatan yang lebih efisien, memungkinkan
keterlibatan perawatan pasien yang lebih langsung oleh apoteker dan perawat.
4. Meningkatkan kendali obat secara keseluruhan dan pemantauan penggunaan
obat.
5. Tagihan obat pasien yang lebih akurat.
6. Penghapusan atau minimalisasi kredit obat.
7. Kontrol lebih besar oleh apoteker atas pola beban kerja apotek dan penjadwalan
staf sehingga kejadian duplikasi permintaan obat ke bagian farmasi, pencurian dan
terbuangnya obat dapat dihindari.
8. Penurunan jumlah persediaan obat yang terletak di area perawatan pasien.
9. Adaptasi yang lebih baik terhadap prosedur terkomputerisasi dan otomatis.
Sistem UDD ini begitu efisien, akan tetapi memerlukan modal besar serta memiliki
beberapa kekurangan. Keterbatasan dari sistem UDD adalah (Barker, 1986):
1. Frekuensi pengiriman yang lebih rendah dari teorinya, contohnya obat seharusnya
sampai 9x per hari berdasarkan kepada waktu minum obat pasien, namun kenyataannya
pengiriman diringkas untuk ditempatkan pada keranjang bangsal.
2. Kebutuhan pasien terhadap obat yang bersigna PRN tidak diberikan terlebih
dahulu, tetapi tergantung kondisi pasien. Dosis awalnya tidak disampaikan secara jelas
kepada pasien sehingga meningkatkan probabilitas terjadinya kelalaian.
3. Tidak semua dosis yang dikeluarkan dalam unit dosis satuan benar. Ambil contoh
bentuk sediaan salep, tetes mata, injeksi dan cairan oral akan lebih susah dilakukan baik
dalam pengukuran maupun pengemasannya.
Selain kekurangan tersebut, terdapat beberapa kekurangan lainnya seperti :
1. Kebutuhan tenaga farmasi lebih banyak.
2. Kebutuhan ruang khusus untuk penyimpanan obat.
3. Kebutuhan untuk peralatan khusus dalam pengemasan obat
Masalah distribusi sistem UDD cukup kompleks dan sulit untuk dipecahkan tetapi
bukan tidak mungkin untuk diatasi demi membangun sistem distribusi obat yang efektif,
aman dan berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anacleto, T. A. et al. (2005) Medication Errors and Drug-Dispensing Systems In A Hospital
Pharmacy, 60(4), p. 325. doi: 10.1007/978-3-319-95870-5_300153.
ASHP (1989) ASHP statement on unit dose drug distribution, American Journal of Hospital
Pharmacy, 46(11), p. 2346. doi: 10.37573/9781585286560.049.
Barker, K. N. (1986) Handbook of Institutional Pharmacy Practice. 2nd edn. USA: American
Society of Hospital Pharmacists.
Kemenkes RI (2014) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Nugroho, N. P. et al. (2020) Perbandingan Dispensing Error antara Bangsal dengan Unit
Dose Dispensing dan tanpa Unit Dose Dispensing di RSM Ahmad Dahlan, 2(2).
HASIL CEK PLAGIARISMA

Anda mungkin juga menyukai