Anda di halaman 1dari 21

Departemen Keperawatan Dasar

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN AKTIVITAS DAN LATIHAN
DI RSUD LABUANG BAJI

DI SUSUN OLEH :

NURMA
70900120037

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak,
2008). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak
saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan
bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010). Mobilitas
adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara
sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (Potter&Poerry, 2010) Mobilisasi
adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas
(Kozier, 2010).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn
gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan fungsi
motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI, 2017).
2. Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Mobilitas
1) Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampun individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel,
contohnya terjadi hemiplegia karena stroke, parapelgia karena
cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).
b. Imobilitas
1) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat
dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
4) Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial (Widuri, 2010).
3. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :
a. Penurunan kendali otot
b. Penurunan kekuatan otot
c. Kekakuan sendi
d. Kontraktur
e. Gangguan muskuloskletal
f. Gangguan neuromuskular
g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)
h. Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik Adapun tanda gejala pada
gangguan mobilitas fisik yaitu :
i. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun.
j. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerak terbatas
d) Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).
4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik
dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus
otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi
menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam
pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
5. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik
Imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem
muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), dan perubahan perilaku (Widuri, 2010).
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya
basal metabolism rate ( BMR ) yang menyebabkan berkurangnya energi
untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan
oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan
proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat
berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat
juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan pengingkatan nitrogen.
Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada
hari kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, di
antaranya adalah pengurangan jumlah metablisme, atropi kelenjar dan
katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
deminetralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan
gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan
dari intravaskular ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat
menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot,
sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorbsi kalium.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya pemasukan
protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada
tingkat sel menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino,
lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan
aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal
ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung
yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan
penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan
anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang
meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat
berapa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan
oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan
lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan
vasokontrriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah
sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya
kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal.
Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstermitas bawah
bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya
jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan
oleh vena statsi yang merupakan hasil penurunan kontrasi muskular
sehingga meningkatkan arus balik vena.
g. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari
imobilitas adalah sebagai berikut:
1) Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan
turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas
otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot
betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya
akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan
fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya
kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak
berfungsi.
3) Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunannya sirkulasi darah akibat imobilitas dan
terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya
luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi
yang menurun ke jaringan.
4) Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah
jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
5) Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan
siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan
perilaku tersebut merupakan dampk imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan, dan lain-lain (Widuri, 2010).
B. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN
MOBILITAS FISIK
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap
ini (Rosyidi, 2013). Pengkajian pada masalah gangguan mobilitas fisik
menurut (Hidayat Alimul, 2009), adalah sebagai berikut:
a. Identitas pasien
Identitas pasien yang harus dikaji pada pasien fraktur meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, agama, suku, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, nomor registrasi, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan pada pasien post operasi fraktur
yaitu gangguan mobilitas fisik.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan pada pasien adanya riwayat penyakit sistem
muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis) sebelumnya.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebutkan terjadi keluhan atau gangguan mobilitas fisik seperti adanya
kelemahan otot, kelelahan, daerah yang mengalami gangguan mobilitas
fisik, lama terjadinya gangguan mobilitas fisik.
e. Kemampuan fungsi motorik dan fungsi sensorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau
spastis.
f. Kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah
tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai
berikut:
1) Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
2) Tingkat 1 Memerlukan pengguanaan alat
3) Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
4) Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan peralatan
5) Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan.
g. Kemampuan rentang gerak
Pengkajian rentang gerak dilakukan pada daerah tertentu seperti: leher,
bahu, siku, pergelangan tangan, tangan dan jari, pinggul, lutut dan kaki.
h. Perubahan intoleransi aktivitas
Pengkajian intoleransi yang berhubungan sistem kardiovaskuler seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
i. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas fisik antara lain: perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dan mekanisme koping.
j. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Lukman & Ningsih, 2013), pemeriksaan diagnostik pada pasien
fraktur yaitu:
1) Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma dan
jenis fraktur
2) Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI : memperlihatkan tingkat
keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada multipel trauma).
5) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel atau cedera hati.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi
masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnosa
keperawatan adalah sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan dan
menggambarkan suatu masalah kesehatan dan penyebab adanya masalah.
Menurut SDKI (2017) masalah keperawatan yang muncul pada klien
gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas antara lain yaitu gangguan
mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, keletihan dan risiko intoleransi aktivitas.
Diantara masalah keperawatan tersebut kondisi klinis terkait dengan fraktur
adalah gangguan mobilitas fisik.
Diagnosa 1 : Gangguan Mobilitas Fisik
a. Definisi
Mobilitas fisik Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
b. Penyebab
1) Kerusakan integritas struktur tulang,
2) Perubahan metabolisme,
3) Ketidakbugaran fisik,
4) Penurunan kendali otot,
5) Penurunan massa otot,
6) Penurunan kekuatan otot,
7) Keterlambatan perkembangan,
8) Kekauan sendi,
9) Kontraktur,
10) Malnutrisi,
11) Gangguan muskuloskeletal,
12) Gangguan neuromuskular,
13) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia,
14) Efek agen farmakologis,
15) Program pembuatan gerak,
16) Nyeri,
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik,
18) Kecemasan,
19) Gangguan kognitif,
20) Keengganan melakukan pergerakan,
21) Gangguan sensorik persepsi.
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
e. Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Cedera Medika spindalis
3) Trauma
4) Fraktur
5) Osteoarthritis
6) Ostemalasia
7) Keganasan
Diagnosa 2 : Intoleransi Aktivitas
a. Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imbobilitas
5) Gaya hidup monoton
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh lelah
Objektif
1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Disonea saat/setelah melakukan aktivitas
2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3) Merasa lemah
Objektif
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah melakukan
aktivitas
3) Gambaran EKG menunukkan iskemia
4) Sianosis
e. Kondisi klinis terkait
1) Anemia
2) Gagal jantung kongestif
3) Penyakit jantung koroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) PPOK
7) Gangguan metabolik
8) Gangguan muskuloskeletal
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan (SDKI) :
a. Gangguan mobilitas fisik
1. Dukungan ambulasi
Definisi : memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas
berpindah Tindakan Observasi:
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
d) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Tindakan
terapeutik:
1) Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu (mis, tongkat,
kruk)
2) Fasilitasi melakukan ambulasi dini
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi edukasi.
Tindakan edukasi:
a) Jelaskan tujuan dan prosedur ambusi
b) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis,
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
2. Dukungan Mobilisasi
Definisi: memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas
pergerakan fisik. Tindakan observasi:
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Tindakan terapeutik :
a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis, pagar
tempat tidur)
b) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Tindakan edukasi:
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis,
duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi).
b. Intoleransi Aktivitas
1. Manajemen Energi
a) Orientasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
b) Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah Stimulus
2) Lakukan latihan gerak pasif atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
c) Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, Anjurkan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang, Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
2. Manajemen medikasi
a) Orientasi
1) Identifikasi penggunaan obat
2) Identifikasi pengetahuan dan kemampuan menjalani
pengobatan
3) Monitor kepatuhan menjalani program pengobatan
b) Terapeutik
1) Sediakan informasi program pengobatan secara visul dan
tertulis
c) Edukasi
1) Ajarkan pasien dan keluarga cara mengelola obat (dosis,
penyimpanan, rute, dan waktu pemberian)
2) Anjurkan menghubungi petugas kesehatan jika terjadi efek
samping obat
d) Pemantauan tanda vital
a) Observasi
1) Monitor tekanan darah
2) Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
3) Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
4) Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
b) Terapeutik
1) Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
PATHWAY
Transisi HIV kedalam tubuh melalui darah, cairan sperva/vagina, ASI, ibu hamil
menderita HIV, tertusuk jarum bekas penderita HIV

Virus masuk

1-2 hari di kelenjar limfe


Hari ke 3 masuk ke pembuuh darah

Menyerang CD4

Virus masuk ke sel T dan menempel pada sitoplasma

Virus masuk ke sel untuk meniru DNA asli kecuali selubung virus

RNA virus membentuk untai DNA (enzim reserve transkiptase)

DNA asli dimusnahkan oleh virus

CD4 tidak mampu mendeteksi DNA virus dan DNA asli

Virus menyerang CD4 sehingga jumlah CD4 dalam sel T menurun

Mempengaruhi seluruh system imun dalam tubuh

Sistem pencernaan Dermatologi

Infeksi jamur pada mulut Kerusakan pada kulit

Peradangan mulut Terjadi lesi pada kulit

sulit menelan, mual Mengenai ujung saraf nyeri

Penurunan nafsu makan Saraf aferen

intake kurang kelemahan Kornu dorsalis

BB menurun Otak
Gangguan
mobilitas Saraf eferen
Defesit fisik
nutrisi

Nyeri
PATHWAY

Mobilisasi

Tidak mampu bergerak

Tirah baring yang lama

Kehilangan daya tahan otot

Penurunan tonus otot

Gangguan Resiko jatuh


mobilitas fisik
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. (2009). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.
Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC
Mubarak & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing edisi 7. Jakarta : Salemba medika.
Rosyidi, K. (2013). Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur).
(Sujono Riyadi, Ed.). Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai