Anda di halaman 1dari 26

10

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kanker


2.1.1 Pengertian kanker
Kanker adalah sekelompok penyakit kompleks yang dicirikan
dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak
terkontrol Menurut American Cancer Society (ACS, 2010) Dalam
Hurst 2016. Kanker dapat terjadi dengan berbagai cara bergantung
pada sistem tubuh yang terkena dan jenis sel tumor yang terlibat.
Kanker dapat mempengaruhi individu dari berbagai usia, jenis
kelamin, etnisitas, atau daerah geografi. Meskipun frekuensi
insidens dan mortalitias kanker terus menurun sejak tahun 1990,
kanker tetap menjadi satu-satunya penyakit yang paling
menakutkan (ACS, 2010) Dalam Hurst 2016. Kanker dapat terjadi
dengan berbagai cara bergantung pada system tubuh yang terkena
dan jenis sel tumor yang terlibat. Kanker dapat mempengaruhi
individu dari berbagai usia, jenis kelamin, etnisitas, atau daerah
geografi. Meskipun frekuensi insiden dan mortalitas kanker terus
menurun sejak tahun 1990, kanker tetap menjadi satu-satunya
penyakit yang paling menakutkan (ACS, 2010) Dalam Hurst 2016.

Sementara itu menurut Hurst (2016) Kanker merupakan proses


penyakit yang dimulai ketika DNA salah satu sel abnormal
mengalami mutasi genetik, memproduksi sel klon, dan berprolifesi
dengan cepat tanpa memperhatikan sinyal regulasi pertumbuhan
sel normal. Tidak ada bagian tubuh manusia yang kebal terhadap
kanker.

Menurut (Savitri & Astrid, 2015) Penyakit kanker dapat


didefinisikan berdasarkan empat karakteristik yang dapat
11

menjelaskan bagaimana sel kanker belaku berbeda dengan sel


normal yaitu :
2.1.1.1 Klonalitas : Kanker yang berasal dari perubahan genetik
yang terjadi pada sebuah sel, yang kemudian berploriferasi
membentuk sel ganas.
2.1.1.2 Autonomi : Pertumbuhan tidak teratur dengan benar oleh
pengaruh biokimia dan fisik normal dalam lingkungan.
2.1.1.3 Anaplasia : Tidak terdapat diferensiasi sel yang normal dan
terkoordinasi.
2.1.1.4 Metastasis : Sel kanker memiliki kemampuan tumbuh
secara tidak kontinyu dan menyebar ke bagian tubuh lain.

2.1.2 Etiologi
Penyebab kanker sangat bervariasi dan tidak dapat diketahui dengan
pasti. Kanker dapat terjadi dikarenakan adanya kerusakan struktur
genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel menjadi tidak
terkontrol. Pola insiden kanker bervariasi sesuai jenis kelamin, ras,
dan letak geografik. Beberapa kanker dapat dipengaruhi faktor
genetik keluarga, namun yang paling sering terjadi karena faktor
lingkungan dan gaya hidup. Promotor kanker, yang disebut
karsinogen seperti bahan kimia, virus serta faktor lingkungan dan
gaya hidup (Savitri & Astrid, 2015).

2.1.3 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala kanker biasanya sangat bervariasi tergantung
kondisi dimana pertumbuhan kanker itu sendiri. Tidak jarang jika
banyak pasien kanker yang tidak dapat menyadari pertumbuhan dan
penyebaran kanker tersebut, setelah berada di sistem limfatik kanker
tentu akan menyebar dengan cepat (bermetastatis) dan juga pasien
kanker dapat mengalami periode laten yang lama tanpa terlihat gejala
khusus (Savitri & Astrid, 2015).
12

American Cancer Society telah mengidentifikasi tujuh tanda


peringatan kanker yang sering tidak terdeteksi.
2.1.3.1 Change (perubahan) kebiasaan BAB dan BAK.
2.1.3.2 A Sore (luka) yang tidak sembuh.
2.1.3.3 Unusual bleeding or discharge (perdarahan atau rabas yang
tidak lazim) dari mana pun.
2.1.3.4 Thickening or lump (penebalan atau benjolan) di dada atau
bagian tubuh lainnya.
2.1.3.5 Indigestion (indigesti) (kronis) atau kesulitan menelan.
2.1.3.6 Obvious change (perubahan yang nyata) pada kutil atau tahi
lalat.
2.1.3.7 Nagging cough (batuk yang mengganggu) atau parau yang
menetap.

2.1.4 Pembentukan Sel Kanker


Faktor yang menyebabkan kanker adalah factor eksternal (zat kimia,
radiasi, dan virus) serta internal (hormon, kondisi imun, dan mutasi
yang diturunkan). Faktor penyebab dapat bekerja bersama atau
dalam serangkaian untuk memulai atau mendukung karsinogenesis,
sebuah proses ketika sel normal berubah menjadi sel kanker. Sering
kali menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun antara pemajaan atau
mutasi dan kanker yang terdeteksi (Lemone et al., 2016).

Teori mutasi seluler menyatakan bahwa agens tertentu menyebabkan


mutasi pada DNA seluler dan mengubah sel menjadi sel kanker.
Agens ini disebut dengan karsinogen. Karsinogen dapat dibedakan
menjadi dua kelompok : karsinogen genotoksik yang secara langsung
mengubah DNA dann menyebabkan mutasi, dan serta zat pendukung
yang menyebabkan efek biologi merugikan lainnya, seperti
sitotoksisitas, ketidakseimbangan hormone, perubahan imunitas, atau
13

kerusakan jaringan kronis. Proses karsinogenik diyakini memiliki


tiga tahap, yaitu inisiasi, promosi dan progresi (Lemone et al., 2016).
2.1.4.1 Tahap inisiasi
Melibatkan kerusakan permanen dalam DNS seluler sebagai
akibat pemajanan terhadap karsinogen (missal radiasi dan zat
kimia) yang tidak diperbaiki atau mengalami perbaikan yang
tidak sempurna.
2.1.4.2 Tahap promosi
Tahap promosi dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan
melibatkan berbagai kondisi, seperti merokk atau penggunaan
alkohol, yang bekerja secara berulang terhadap sel yang
sudah terkena sebelumnya.
2.1.4.3 Tahap progresi
Pada tahap progresi selanjutnya menurunkan perubahan yang
didapat selama perkembangan replika sel menjadi kanker.

2.1.5 Klasifikasi kanker


Ada lima kelompok besar yang digunakan untuk mengklasifikasikan
kanker, yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, adenoma dan leukemia
(National Cancer Institute, 2009, Dalam penelitian Fadillah (2017)).
2.1.5.1 Karsinoma, yaitu kanker yang berasal dari kulit atau jaringan
yang menutupi organ internal.
2.1.5.2 Sarkoma, yaitu kanker yang berasal dari tulang, tulang rawan,
lemak, otot, pembuluh darah, atau jaringan ikat.
2.1.5.3 Limfoma, yaitu kanker yang berasal dari kelenjar getah
bening dan jaringan sistem kekebalan tubuh.
2.1.5.4 Adenoma, yaitu merupakan istilah untuk kanker yang berasal
dari tiroid, kelenjar pituitari, kelenjar adrenal, dan jaringan
kelenjar lainnya.
14

2.1.5.5 Leukemia, yaitu kanker yang berasal dari jaringan pembentuk


darah seperti sumsum tulang dan sering menumpuk dalam
aliran darah.

2.1.6 Jenis-Jenis Kanker Umum


Menurut Hurst (2016) Ada beberapa jenis kanker umum yang biasa
terjadi pada masyarakat yaitu :
2.1.6.1 Kanker Payudara
Kanker payudara merupakaan malignasi yang dapat berasal
dari duktus susu, lobulus jaringan payudara, atau lebih jarang
terjadi di sekitar lemak, jaringan ikat fibrosa.
2.1.6.2 Kanker Serviks Dan Uterus
Kanker serviks berasal dari sambungan skuamosa-kolumnar
baik di kanal servikal maupun di lubang seviks.
2.1.6.3 Kanker Testikular
Kanker testicular merupakan kondisi yang jarang terjadi (1%
dari seluruh kanker pria), yang lebih lazim pada populasi
kulit putih dan terjadi pada pria muda.
2.1.6.4 Kanker Prostat
Kanker prostat merupakan kanker yang paling lazim yang
saat ini menyerang lebih dari 2 juta pria. Kanker prostat
dalam bentuk yang lebih agresif, yang tumbuh dengan cepat,
hanya memilik persentase kecil.
2.1.6.5 Kanker Paru
Kanker paru terdiri atas malignasi sel kecil atau bukan sel
kecil (paling lazim) yang biasanya terjadi di lapisan saluran
udara. Biasa disebabkan dari asap tembakau dan iritasi
konstan.
2.1.6.6 Kanker Laringeal
Kanker terjadi ketika sel maligna terbentuk di epitel
skuamosa laring. Kanker laringeal dapat terjadi di setiap
15

bagian laring, tetapi paling sering berasal dari glottis yang


memiliki pita suara.
2.1.6.7 Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal merupakan pertumbuhan maligna yang
terjadi di dalam kolon atau rectum.
2.1.6.8 Kanker Kandung Kemih
Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita dan biasanya bermula didekat dasar kadung kemih
atau di leher kandung kemih dekat lubang uretra.
2.1.6.9 Kanker Lambung
Kanker lambung (perut) adalah malignasi yang bermula di
lapisan mukosa yang melapisi lambung dan menyebar
melalui dua lapisan lainnya ketika kanker tersebut tumbuh.
2.1.6.10 Kanker Kulit
Kanker kulit merupakan pertumbuhan sel kulit yang cepat
dan tidak teratur (sel basal, sel skuamosa, melanosit) yang
menjadi maligna.
2.1.6.11 Leukimia
Leukemia akut adalah kanker sel induk yang membentuk
darah dan diklasifikasikan menurut jenis sel yang utama.
Semua jenis leukemia dapat bersifat akut atau kronis
bergantung pada apakah gejala muncul secara tiba-tiba
dengan perburukan yang cepat atau berkembang secara
perlahan selama beberapa bulan atau tahun.

2.1.7 Stadium
Terdapat banyak klasifikasi yang berbeda, tetapi sistem TNM
merupakan sistem yang paling lazim digunakan untuk
menggambarkan :
T – Tingkat tumor primer
N – Tidak ada atau adanya/tingkat keterlibatan nodus limfa
16

M – Tidak ada atau adanya metastasis jauh


Penentuan stadium kanker :
2.1.7.1 Stadium 0 : Prekanker (tidak dianggap kanker yang
sebenarnya oleh kebanyakan dokter onkologi).
2.1.7.2 Stadium I : Kanker awal ; hanya terdapat pada lokasi asal
(kurang ekstensif didalam jaringan asal).
2.1.7.3 Stadium II (Terlokalisasi) : Kanker terbatas pada organ
tempat kanker mulai muncul dengan peningkatan ukuran dan
pertumbuhan yang ekstensif tanpa bukti penyebaran.
2.1.7.4 Stadium III (Regional) : Kanker telah menyebar dari lokasi
asal (primer) ke nodus limfa atau organ dan jaringan terdekat.
2.1.7.5 Stadium IV : Kanker telah menyebar dari lokasi primer ke
organ yang jauh atau nodus limfa yang jauh (Hurst, 2016).

2.1.8 Pencegahan
Tindakan pencegahan kanker secara primer dan sekunder dapat
menghentikan kanker sebelum terjadi atau mengidentifikasinya pada
tahap yang sangat dini.

Pencegahan primer merupakan tindakan awal untuk menghentikan


kanker yang dapat dicegah akibat pajanan karsinogen. Perilaku
pencegahan primer (gaya hidup) menjaga individu dari kanker, yang
melibatkan berpantang dari atau mengurangi pajanan terhadap
karsinogen yang diketahui, seperti tembakau atau pajanan (tanpa
pelindung) terhadap sinar matahari yang berbahaya, serta praktik
gaya hidup sadar kesehatan (Lemone, et al., 2016)
Berikut ini adalah beberapa contoh pencegahan primer :
2.1.8.1 Makan-makanan sehat yang dapat meningkatkan sistem imun
(porsi kecil daging merah dengan porsi buah, sayur dan
gandum utuh yang banyak)
17

2.1.8.2 Sayuran jenis kol, karena mengandung banyak serat tinggi,


fitokimia yang menjadi pelawan penyakit dan diketahui
berkaitan dengan penurunan insiden kanker prostat.
2.1.8.3 Perawat berkolaborasi bersama organisasi (American Heart
& Lung Society, American Cancer Society, etc) untuk
menyebarkan informasi kesehatan kepada public, dan untuk
menawarkan program penghentian merokok.
2.1.8.4 Makanan yang mengandung vitamin A dan Vitamin C dapat
mengurangi resiko kanker.
2.1.8.5 Penurunan risiko melibatkan komitmen terhadap modifikasi
diet, perubahan gaya hidup, dan skrining pencegahan dengan
evaluasi kesehatan tahunan oleh dokter.

Pencegahan sekunder diindikasikan untuk diagnosis awal dan angka


kesembuhan yang lebih tinggi. Tujuan pencegahan sekunder adalah
deteksi dini kanker sehingga kanker dapat disingkirkan secara
keseluruhan atau hanya sel yang mengandung kanker sehingga
mencegah metastasis ke jaringan lainnya. Contoh pencegahan
sekunder adalah pap smear atau skrining kolonoskopi tahunan rutin
(Lemone et al., 2016).

2.1.9 Terapi Kanker


Terapi kanker tergantung pada jenis kanker, stadium kanker, usia,
status kesehatan, dan karakteristik pribadi tambahan. Prinsip kerja
pengobatan ini adalah dengan membunuh sel-sel kanker, mengontrol
pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar
tidak menyebar dan mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh
kanker (Crosta, 2010 (Dalam penelitian Fadillah, (2017)).
18

2.1.9.1Tujuan terapi kanker bertujuan menyembuhkan,


mengendalikan, atau meredakan gejala. Ketika kanker
didiagnosis, fokus awalnya adalah pada pembedahan dan
terapi medis. Tujuan terapi meliputi :
(a) Menghilangkan tumor atau sel maligna
(b) Mencegah metastasis
(c) Mengurangi pertumbuhan selular dan inti tumor
(d)Mendukung kemampuan fungsional dan memberikan
pereda nyeri bagi mereka yang menderita penyakit yang
tidak berespons terhadap terapi
2.1.9.2 Terapi kanker dapat ditangani melalui :
(a) Pembedahan, Reseksi pembedahan digunakan untuk
diagnosis dan penentuan tahap lebih dari 90% dari
seluruh kanker dan untuk terapi primer pada lebih dari
60% kanker. Tujuan pembedahan adalah mengangkat
keseluruhan tumor dan jaringan sekitar terkait serta
nodus limfe sebanyak dan serealistis mungkin.
(b) Kemoterapi, melibatkan penggunaan obat sitotoksik
untuk menyembuhkan kanker, yaitu bertujuan untuk
menurunkan ukuran tumor, penunjang untuk
pembedahan atau terapi radiasi, atau untuk mencegah
dan menangani metastasis yang dicurigai.
(c) Terapi radiasi, dapat digunakan untuk membunuh
tumor, mengurangi ukurannya, menurunkan nyeri, atau
meredakan obstruksi. Terapi radiasi terdiri dari :
Radiasi Eksternal, juga disebut dengan telerapi.
Termasuk pengiriman radiasi dari sumber yang
memiliki beberapa jarak dari pasien. Dosis yang relative
sama diberikan ke tumor.
Radiasi Internal, juga disebut dengan brakiterapi.
Radiasi diberikan ke dalam tubuh dengan menempelkan
19

jumlah materi radioaktif yang kecil secara langsung ke


dalam tumor atau rongga tubuh. Teknik ini
memungkinkan pemberian dosis radiasi yang tinggi
pada tumor ketika membebaskan jaringan sekitar
(Lemone et al., 2016).

2.2 Konsep Kemoterapi


2.1.2 Pengertian Kemoterapi
Kemoterapi merupakan suatu medikasi antikanker pada kasus
keganasan yang tidak dapat tertangani. Hal ini hanya merupakan
salah satu aspek dari berbagai spektrum aspek yang luas dari
perawatan paliatif pasien dengan keganasan. WHO menyatakan
bahwa kanker, beberapa diantaranya dapat dicegah, beberapa dapat
dideteksi dini dan diobati, dan sekalipun pada stadium yang lebih
lanjut, nyeri akibat kanker dapat dikurangi dan progresinya dapat
dihambat. Tujuan perawatan paliatif adalah tercapainya kualitas
hidup terbaik untuk pasien dan keluarganya (Dr. Rasjidi, et al.,
2010).

Kemoterapi melibatkan pengguaan obat sitotoksik untuk


menyembuhkan kanker cairan dan padat, seperti leukemia,
limfoma, serta kanker cairan payudara dan prostat; untuk
menurunkan tumor, penunjang untuk pembedahan atau terapi
radiasi; atau untuk mencegah atau menangani metastasis yang
dicurigai. Seluruh kemoterapi memiliki efek samping atau efek
toksik. Jenis dan tingkat keparahan bergantung pada obat yang
digunakan. Oleh sebab itu, spesialis onkologi biasanya
memberikan jumlah kemoterapi yang maksimum yang ditoleransi
oleh pasien. Kemoterapi dosis tinggi tetap bersifat kontroversial
(Dr. Rasjidi, et al., 2010).
20

Oleh karena itu, rasio keuntungan dan toksisitas kemoterapi


menjadi sangat penting dalam hal ini. Keuntungan kemoterapi
adalah efek psikologis positif dari “melakukan sesuatu” untuk
menurunkan rekurensi kanker. Pada respons terapi yang buruk,
dengan penurunan PS dan kualitas hidup, tujuan terapi harus dikaji
ulang. Dokter harus mendiskusikan dengan pasien akan tidak
mungkinnya kemoterapi lebih lanjut (Dr. Rasjidi, et al., 2010).

2.2.2 Tujuan Penggunaan Obat Kemoterapi


Penggunaan kemoterapi melalui empat cara yaitu antara lain :
2.2.2.1 Terapi adjuvant
Adalah suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai
modalitas atau terapi tambahan untuk terapi lainnya
misalnya pembedahan dan radiasi yang bertujuan untuk
mengobati mikrometastasis.
2.2.2.2 Kemoterapi neo adjuvan
Yaitu pemberian kemoterapi yang bertujuan untuk
mengecilkan tumor sebelum dilakukan pengangkatan tumor
melalui pembedahan.
2.2.2.3 Terapi primer
Yaitu terapi pada pasien dengan kanker lokal dikarenakan
alternative terapi lain tidak terlalu efektif.
2.2.2.4 Kemoterapi induksi
Yaitu terapi primer pada pasien kanker karena tidak
memilki alternative terapi lain.
2.2.2.5. Kemoterapi kombinasi
Yaitu pemberian dua atau lebih obat kemoterapi dalam
terapi kanker yang obat tersebut bersifat sinergis atau saling
memperkuat aksi obat lainnya.
21

2.2.3 Kelas Obat Kemoterapi


Obat kemoterapeutik bermanfaat pada setiap fase siklus sel.
Berdasarkan susunan zat kimia dan aktivitas biologi mereka,
beragam obat digunakan untuk terapi kanker yang bekerja pada
fase spesifik dan subfase pada siklus sel (Lemone et al., 2016).

Pada kemoterapi pertama hari ke 10 biasanya pasien akan


mengalami rambut rontok dan akan tumbuh kembali setelah
kemoterapi frekuensi ke 6. Berikut klasifikasi agens
kemoterapeutik berdasarkan pada sifat agens nonfarmakologis :

Tabel 2.1 Klasifikasi Obat kemoterapi


Klasifikasi Obat Efek merugikan atau efek
samping
Agens Alkilasi Mual dan muntah
Kerusakan ginjal
Kerusakan kandung kemih
Antimetabolit Mual dan muntah
Gastritis
Diare
Anemia
Stomatitis (peradangan pada
mulut)
Alopesia (kondisi dimana
jumlah rambut yang rontok
lebih banyak dari rambut yang
tumbuh)
Leukopenia (rendahnya jumlah
sel darah putih)
Toksisitas pada hati dan paru
Antibiotik Antitumor Merusak otot jantung
Menggigil dan demam
Stomatitis (peradangan pada
mulut)
Alopesia (kondisi dimana
jumlah rambut yang rontok
lebih banyak dari rambut yang
tumbuh)
Leukopenia (rendahnya jumlah
sel darah putih)
22

Trombositopenia
Gastritis
Diare
Anemia
Mual dan muntah
Alkaloid tumbuhan Arefleksia
Kelemahan otot
Neuritis perifer
Konstipasi
Depresi
Alopesia
Mual dan muntah
Depresi sumsum tulang
Hipotensi dengan infsu yang
cepat
Kelabilan emosi
Peningkatan resiko infeksi
Ulkus perdarahan tidak terlihat
Beragam obat Depresi sumsum tulang :
leukopenia dan trombositopenia
Kerusakan tubulus ginjalli

2.2.4 Frekuensi dan Siklus Kemoterapi


Siklus dalam kemoterapi merupakan lama waktu pasien dalam
menjalani pengobatan kemoterapi yang didalamnya terdapat
rangkaian atau frekuensi pengobatan yang telah ditetapkan sesuai
prosedur kemoterapi yang dilakukan untuk kondisi yang serius.

Perencanaan siklus kemoterapi dapat dilakukan setelah pasien


menjalani serangkaian tes (misalnya pemeriksaan darah,
pemindaian, atau foto Rontgen) guna untuk mengetahui kondisi
kesehatan pasien, apakah cukup kuat untuk menjalani pengobatan
kemoterapi atau tidak. Kemoterapi biasanya diberikan dalam
hitungan siklus, yang terdiri dari masa kemoterapi ditambah
dengan masa istirahat. Pelaksanaan siklus kemoterapi umumnya
memakan waktu beberapa bulan yang terdiri dari beberapa
frekuensi.
23

Menurut (Tjokronegoro, 2006) Menjelaskan bahwa pemberian obat


kemoterapi tidak hanya diberikan sekali saja, namun diberikan secara
berulang (berseri) artinya pasien kanker yang menjalani kemoterapi
setiap dua seri, tiga seri, ataupun empat seri dimana setiap seri
terdapat proses pengobatan dengan kemoterapi diselingi dengan
periode pemulihan kemudian dilanjutkan dengan periode pengobatan
kembali dan begitu seterusnya sesuai dengan obat kemoterapi yang
diberikan. Karena pada kanker kematian sel tidak terjadi pada saat sel
terpapar dengan obat kemoterapi saja. Seringkali suatu sel harus
melalui beberapa tahap pembelahan sebelum kemudian akhirnya mati.
Oleh karena itu, hanya sebagian sel saja yang mati akibat obat yang
diberikan pada frekuensi tertentu, dosis kemoterapi yang berulang
tetap harus terus diberikan untuk mengurangi jumlah sel kanker
(Sudoyo, 2009).

Kemoterapi diberikan secara berkala untuk meminimalkan jumlah sel


kanker yang juga menimbulkan kerusakan pada sel sehat sehingga
menimbulkan beberapa gejala yang dirasakan mengganggu bagi
pasien. Semakin banyak frekuensi pemberian kemoterapi maka akan
semakin banyak sel kanker mengalami kerusakan dan kematian,
demikian juga pada sel sehat dalam tubuh, setelah beberapa periode,
satu sampai tiga minggu sel sehat pulih kembali namun mengalami
kerusakan yang berarti sehingga akan mengalami penurunan fungsi
dan ketahanan tubuh pasien juga akan menurun hal ini akan terus
berlanjut pada pemberian kemoterapi berikutnya (Smeltzer & Bare,
2013).

2.2.5 Penatalaksanaan pasien yang mendapat kemoterapi


Perawat juga membantu mengindentifikasi dan menangani efek
toksik atau efek samping obat serta memberikan dukungan
psikososial. Mual dan muntah, diare, inflamasi, dan ulserasi
24

membrane mukosa oral, rambut rontok, perubahan kulit anoreksia,


dan keletihan memerlukan tindakan keperawatan dan medis yang
spesifik.

Selama kemoterapi, sejumlah masalah psikologis yang dapat


menyebabkan gangguan emosional sedang hingga berat dapat
meningkat. Penurunan berat badan dan alopesia dapat mendorong
perasaan ketidakberdayaan dan depresi. Perawat dapat membantu
dengan mengevaluasi manifestasi secara cermat, memberikan
intervensi yang spesifik, dan memberikan kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran dan perasaan
mereka (Lemone et al., 2016).

2.3 Konsep Citra Tubuh


2.3.1 Pengertian Citra Tubuh
Menurut Arthur & Emily (Dalam penelitian Wiranatha & Supriasi,
2015) Citra tubuh adalah imajinasi subjektif seseorang terhadap
fisiknya. Menurut (Brek 2012, dalam penelitian Willianto (2017)).
Citra tubuh adalah konsepsi dan sikap terhadap penampilan fisik
seseorang (Brek, 2012).

Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan


tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi ukuran,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya.
Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik
yang disadari ataupun tidak, yang ditujukan terhadap dirinya. Beberapa
hal terkait citra tubuh antara lain :
2.3.1.1 fokus individu terhadap bentuk fisiknya lebih terasa pada usia
remaja.
25

2.3.1.2 bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, serta tanda-tanda


kelamin sekunder (mamae, menstruasi, perubahan suara,
pertumbuhan bulu) menjadi citra tubuh.
2.3.1.3 citra tubuh seseorang sebagian dipengaruhi oleh sikap dan
respons orang lain terhadap dirinya, dan sebagian lagi oleh
eksplorasi individu terhadap dirinya.
2.3.1.4 gambaran yang realistis tentang menerima dan menyukai
bagian tubuh akan memberi rasa aman serta mencegah
kecemasan dan meningkatkan harga diri.
2.3.1.5 individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap citra
tubuhnya dapat mencapai kesuksesan dalam hidup (Mubarak,
et al,. 2010).

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh


Dalam penelitian Willianto (2017), Faktor yang mempengaruhi citra
tubuh antara lain :
2.3.2.2 Konsep diri
Menurut Thompson (dalam Putri, 2012) mengungkapkan
bahwa salah satu faktor pembentuk citra tubuh adalah konsep
diri yang merupakan gambaran individu terhadap dirinya,
meliputi penilaian diri dan penilaian gambaran individu
terhadap dirinya, meliputi penilaian diri dan penilaian sosial.
2.3.2.3 Jenis Kelamin
Wanita dewasa memandang citra tubuh lebih negative jika
dibandingkan laki-laki dewasa karena mereka cenderung
memelihara dan merawat penampilannya.
2.3.2.3 Media massa
Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya
sosial. Media memberikan gambaran ideal mengenai fitur
perempuan yang mempengaruhi gambaran tubuh seseorang.
Majalah perempuan, film, dan tayangan yang menyajikan
26

gambar model fashion yang banyak menyebabkan perempuan


merasa tidak puas dengan dirinya.

2.3.2.4 hubungan interpersonal


Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung
membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang
diterimanya mempengaruhi konsep diri termasuk
mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik.
2.3.2.5 Kepribadiaan
Harga diri tinggi dapat meningkatkan evaluasi tubuh seseorang
kearah positif dan berfungsi sebagai pelindung terhadap
peristiwa yang mengancam citra tubuh seseorang.

2.3.3 Aspek-aspek Citra Tubuh


Menurut Grogon (Dalam penelitian Willianto, 2017), Aspek-aspek
citra tubuh yakni :
2.3.3.1 Aspek Persepsi, yakni seorang individu mengorganisasikan dan
menginterpretasikan kondisi fisiknya melalui proses
membandingkan ukuran tubuhnya dengan tingkat pemahaman
terkait dirinya sendiri dan kemudian ditandai dengan adanya
keinginan atau harapan untuk memiliki tubuh dan penampilan
lebih baik.
2.3.3.2 Aspek perasaan, yaitu emosi atau perasaan terhadap tubuh yang
dimiliki oleh individu. Perasaan yang muncul berupa perasaan
negative ataupun positif dengan tubuh yang dimiliki.
2.3.3.3 Aspek penilaian, yakni evaluasi terkait tubuh berupa pemikiran
mengenai perbandingan diri fisik dengan diri orang serta
bagaimana persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran
tubuhnya.
Pengukuran terhadap ketiga aspek ini menghasilkan kepuasaan serta
ketidakpuasaan individu terkait tubuh dan penampilan fisik yang
27

dimiliki. Kepuasaan menunjukkan tingginya citra tubuh, sedangkan


ketidakpuasan menunjukkan rendahnya citra tubuh.

2.3.4 Gangguan Citra Tubuh


Menurut Cash (dalam penelitian Putri, 2012) Gangguan citra tubuh
merupakan suatu bentuk ketidakpuasan terhadap penampilan fisik
tubuhnya yang tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Artinya
derajat kepuasan citra tubuhnya lebih rendah dari yang diharapkan.
Ketidakpuasan terhadap citra tubuh dapat terjadi pada semua bentuk
serta ukuran tubuh seseorang. Gangguan citra tubuh tersebut terjadi
akibat adanya muncul persepsi yang negatif, dimana seseorang
memiliki pandangan yang berlebihan mengenai tubuhnya.

Kanker dan terapi kanker sering mengakibatkan perubahan citra tubuh


psikologis dan fisiologis utama. Kehilangan tubuh (misal amputasi,
prostatektomi, atau mastektomi), perubahan kulit dan rambut rontok
akibat kemoterapi atau terapi radiasi, perusakan bagian tubuh (misal
limfedema pada ekstermitas atas dan bawah yang sakit), atau
pembuatan lubang tidak alami pada tubuh untuk eliminasi (misal
kolostomi atau ileostomi) dapat memiliki efek utama pada citra diri
individu. Penampilan fisik yang kurus dan lelah pada pasien kakeksia
atau lesi yang mengeluarkan rabas dan berbau busuk yang terjadi
ketika kanker menyebar melalui kulit merupakan etiologi penting
lainnya dari gangguan citra tubuh. Kondisi ini dapat meningkatkan
rasa takut akan penolakan. Selain seluruh penyakit yang diakibatkan
oleh kanker, pasien dapat mengalami perubahan besar dalam
penampilan fisik dan fungsi tubuh. Pasien dapat menunjukkan
perubahan fisik yang dapat dilihat pada beberapa bagian tubuh,
mengungkapkan perasaan negatif tentang tubuh dan/atau takut akan
penolakan oleh orang lain, menolak untuk melihat bagian yang sakit,
28

dan mengasingkan perubahan tubuh atau bagian yang hilang (Hurst,


2016).

2.3.4.1 Bantu pasien dan pihak berkepentingan untuk menangani


perubahan pada penampilan fisik :
a. Berikan lingkungan yang suportif.
b. Anjurkan pasien dan pihak penting untuk mengungkapkan
perasaan tentang situasi.
c. Berikan respons fakta yang sebenarnya terhadap
pertanyaan dan masalah.
d. Identifikasi strategi koping yang baru untuk menghadapi
perasaan.
e. Libatkan keluarga dan teman dalam menegaskan
kebermaknaan pasien. Lingkungan yang suportif dan
aman (perasaan dihargai dan strategi koping yang baru
bertujuan mendukung keyakinan), menegaskan bahwa
kebermaknaan pasien tidak berkurang karena perubahan
fisik.
2.3.4.2 Ajarkan cara mengurangi alopesia yang terjadi akibat
kemoterapi dan meningkatkan penampilan fisik hingga
rambut tumbuh kembali :
a. Bahas pola dan waktu rambut rontok. Pembahasan ini
memungkinkan pasien menghadapi perubahan dan
melibatkan dirinya ke dalam aktivitas sehari-hari
b. Anjurkan untuk menggunakan penutup kepala yang
berwarna terang dan ceria; bantu dalam mengombinasikan
warna mereka dengan pakaian yang biasa digunakan.
c. Rujuk ke toko wig yang bagus sebelum mengalami rambut
rontok. Warna dan tekstur rambut dapat disesuaikan untuk
meminimalkan perubahan penampilan fisik yang jelas.
29

d. Berikan dukungan bahwa rambut akan tumbuh kembali


setelah kemoterapi dihentikan, tetapi informasikan juga
bahwa warna dan tekstur rambut yang baru kemungkinan
berbeda. Rambut rontok diidentifikasikan sebagai gejala
yang paling menimbulkan stress dari sebagian besar
pasien.

2.3.5 Pengukuran Citra Tubuh


Pengukuran citra tubuh dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah menggunakan metode kuesioner. Namun, alat ukur
yang biasanya sering digunakan untuk mengukur citra tubuh
seseorang adalah Multidimensional Body Self Relations
Questionnaire – Appearance Scale (MBSRQ-AS) yang dibuat oleh
Thomas F.Cash (Dalam Putri, 2012).
MBSRQ-AS mencakup 4 dimensi dari citra tubuh, yaitu :
2.3.5.1 Evaluasi Penampilan Fisik (EPF) / Appearance Evaluation
Digunakan sebagai pengukuran kepuasan atau ketidakpuasan
individu terhadap penampilannya. Semakin tinggi skor
menunjukkan kepuasan terhadap penampilannya begitu pula
sebaliknya.
2.3.5.2 Orientasi Penampilan Fisik (OPF) / Apperance Orientation
Digunakan sebagai pengukuran tingkat perhatian individu
terhadap penampilannya. Karena semakin tinggi skor
menunjukkan penampilan individu dianggap sangat penting
oleh dirinya yang ditujukkan dengan sikap merawat bagian
tubuhnya dan menjaga penampilannya, begitu pula
sebaliknya.
2.3.5.3 Kepuasan Area Tubuh (KAT) / Body Area Satisfaction Scale
Digunakan sebagai pengukuran tingkat kepuasan individu
terhadap aspek-aspek tertentu dari penampilannya. Semakin
30

tinggi skor menunjukkan individu merasa puas dan bahagia


dengan sebagian besar area tubuhnya.
2.3.5.4 Pengkategorian Ukuran Tubuh (PUT) / Self-ClassifiedWeight
Digunakan untuk menggambarkan bagaimana individu
mempersepsikan dan melihat berat badannya sendiri.
2.4 Konsep Stres
2.4.1 Pengertian Stres
Stres merupakan bagian dari kehidupan yang mempunyai efek positif
dan negative yang disebabkan karena perubahan lingkungan. Secara
sederahana, stress adalah kondisi dimana adanya respons tubuh
terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal. Sementara itu,
stressor adalah sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
stress (Lestari, 2015).

Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distress dan


menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stress adalah
respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban
atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stress mengalami gangguan
pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi
dapat menjalankan fungsi pekedaannya dengan baik, maka disebut
mengalami distress (Lestari, 2015).

Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan
maupun penampilan individu didalam lingkungan (Lestari, 2015).

2.4.2 Respon Psikologis terhadap Stres


Menurut Lestari (2015) Respons psikologis terhadap stress dapat
berupa depresi, marah, dan kecemasan. Gejala-gejala stress pada diri
seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan
31

stress timbul secara lambat dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala
sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Berikut tahapan-tahapan stress sebagai berikut :
2.4.2.1 Stres tahap I
a. Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan
dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan berikut.
b. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
c. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya.
2.4.2.2. Stres tahap II
a. Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa
segar.
b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
c. Lekas merasa cape menjelang sore hari.
d. Sering mengeluh
e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya.
f. otot-otot panggung dan tengkuk terasa tegang.
g. tidak bisa santai.
2.4.2.3 Stres tahap III
a. gangguan lambung dan usus semakin nyata.
b. ketegangan otot-otot semakin terasa.
c. perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat.
d. gangguan pola tidur (insomnia)
2.4.2.4 Stres tahap IV
a. untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
b. aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
c. yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai
d. ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari.
32

e. gangguan pola tidur disertai dengan mimpi buruk.


f. seringkali menolak ajakan karena tidak ada semangat.
g. daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
h. timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya.

2.4.2.5 Stres tahap V


a. kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam.
b. ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-
hari yang ringan dan sederhana.
c. gangguan sistem pencernaan semakin berat.
d. timbul perasaaan ketakutan, kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik.
2.4.2.6 Stres tahap VI
a. debaran jantung teramat keras.
b. susah bernapas (sesak).
c. sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran.
d. ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.
e. pingsan atau kolaps.

2.4.3 Pengukuran Tingkat Stres


Menurut Lestari (2015), Tingkat stress dapat dikelompokkan dengan
menggunakan kriteria HARS (Hamilton Anxiety Ratin Scale). Unsur
yang dinilai antara lain : perasaan ansietas, ketegangan, ketakutan,
gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala
somatic, gejala respirasi, gejala kardiovaskuler, gejala otonom, gejala
tingkah laku, gejala gastrointestinal, gejala urinaria. Unsur –unsur
yang dinilai dapat menggunakan skoring, dengan ketentuan penilaian
sebagai berikut :
1 : Tidak ada gejala dari pilihan yang ada
33

2 : satu gejala dari pilihan yang ada


3 : kurang dari separuh dari pilihan yang ada
4 : separuh atau lebih dari pilihan yang ada
5 : semua gejala ada
Untuk selanjutnya skor yang dicapai dari masing-masing unsur atau
item dijumlahkan sebagai indikasi penilaian derajat stress, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Skor < 14 tidak ada stress
b. Skor 14-20 stres ringan
c. Skor 21-27 stres sedang
d. Skor 28-41 stres berat
e. Skor 42-56 stres berat sekali
34

2.5 Kerangka Teori

Komponen gangguan citra Pasien Kanker


tubuh : Pengobatan :
1. Evaluasi Kemoterapi
Penampilan Fisik
2. Orientasi Gangguan citra tubuh
Penampilan Fisik
3. Kepuasan Area Efek samping
Tubuh kemoterapi :
4. Pengkategorian Stres 1. Anoreksia,
Ukuran Tubuh kehilangan cita
rasa, nafsu
makan
Faktor yang mempengaruhi berkurang,
stress : eritema dan
Faktor yang mempengaruhi
1. Faktor fisik nyeri pada
gangguan citra tubuh :
2. Faktor psikososial bagian saluran
1. Konsep Diri
3. Faktor spritual gastrointestinal
2. Jenis kelamin
, mual,
3. Media massa
muntah, dan
4. Hubungan
diare.
interpersonal
2. Alopesia,
5. Kepribadian
infeksi,
penurunan
kemampuan
untuk
membekukan
darah, dan
anemia berat,
toksisitas
dengan
doksurubisin
atau
pneumositis
dengan
bleomisin,
kerusakan
kemampuan
Gambar : 2.2 Kerangkat Teori
reproduksi
atau perubahan
perkembangan
Sumber : (Lemone et al., 2016),
janin.
Thomas F.Cash (Dalam Putri, 2012) ,
(Lestari, 2015).
35

2.6 Kerangka konsep

Variable Independen Variable Dependen

Gangguan citra tubuh Tingkat stres

Gambar : 2.3 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara gangguan citra tubuh dengan tingkat
stress pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi di
RSUD Ulin Banjarmasin.
Ha : Ada hubungan antara gangguan citra tubuh dengan tingkat stress
pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi di RSUD
Ulin Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai