Anda di halaman 1dari 25

PEMBANGUNAN PERTANIAN

PROSES PEMBANGUNAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DAN


SUBSEKTOR PANGAN

Diajukan sebagai salah satu syarat pemenuhan tugas mata kuliah Pembangunan
Pertanian
Dosen Pengampu:
Dr. Yusuf Muhyiddin, M.Pd.

Disusun oleh:

Wanda Alifah Mutiara Salsabila 1810631200064


Resty Nurfrida 1810631200065
Muhammad Ravy Mulyadi 1810631200069
D. Nurul Fadillah 1810631200115
Putra Damay Indrianto 1810631200116
Muhammad Rizky Fajri 1810631200117
Anwar Hidayattulloh 1810631200122

5C

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan salah satu tugas pembuatan
makalah mata kuliah Pembangunan Pertanian tentang “Proses Pembangunan,
Subsektor Perkebunan dan Subsektor Pangan”.
Makalah ini dibuat semaksimal mungkin kami upayakan dan dengan dibantu
oleh berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan laporan hasil praktikum ini khususnya kepada Dr. Yusuf Muhyiddin,
M.Pd. yang bersedia membimbing dan mengarahkan dalam proses penyusunan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa, dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi pembaca
yang ingin memberikan saran atau kritikan demi memperbaiki makalah yang telah
dibuat ini.

Karawang, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

2.1 Pembangunan Pertanian ..................................................................................... 3

2.2 Tahapan Pembangunan Pertanian ...................................................................... 3

2.2.1 Pertanian Tradisional (Pertanian Subsisten) ................................................ 3

2.2.2 Penganekaragaman Produk Pertanian ......................................................... 4

2.2.3 Pertanian Modern ........................................................................................ 5

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................... 6

3.1 Sejarah ................................................................................................................ 6

3.2 Produksi Teh Berkelanjutan ............................................................................... 7

3.2.1 Konsepsi ...................................................................................................... 7

3.2.2 Dimensi Keberlanjutan Produksi Teh ......................................................... 8

3.2.3 Tahapan Menuju Produksi Teh Berkelanjutan ............................................ 9

3.2.4 Sertifikasi dan Maximum Residue Limits (MRLs - Batas Maksimum


Residu) ................................................................................................................ 10

3.3 Sistem Perkembangan Pertanian Tradisional ................................................... 11

3.3.1 Pertanian Tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi ........................ 12

3.3.2 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekologi ............................ 13

3.4 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Sosial ..................................... 14

3.4.1 Kelebihan Dan Kekurangan Pertanian Tradisional ................................... 14

ii
3.4.2 Menuju Pertanian Modern ......................................................................... 14

3.4.3 Sistem Perkembangan Pertanian Modern .................................................. 15

3.5 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekonomi ..................................... 16

3.6 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekologi ....................................... 17

3.7 Keanekaragaman Produksi Pangan di Indonesia ............................................. 19

BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 20

4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 20

4.2 Saran ................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan sosial.


Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan
petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi
sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan,
maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan
(change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).Pembangunan pertanian bukan hanya suatu
proses atau kegiatan dalam menambah produksi pertanian, melainkan proses yang
menghasilkan perubahan sosial baik nilai, norma, perilaku, taraf hidup masyarakat dan
sebagainya. Demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, khususnya pada petani.

Pada dasarnya pembangunan itu suatu proses perubahan yang direncanakan dan
merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan berkelanjutan dan bertahap
menuju tingkat yang lebih baik. Keberhasilan pembangunan nasional merupakan
cerminan keberhasilan pembangunan daerah. Sektor pertanian dan perkebunan sebagai
salah satu sektor ekonomi termasuk sektor yang sangat potensial dalam memberikan
sumbangan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, baik dari segi
pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja.

Sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
perekonomian, terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,
penerimaan devisa negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan
kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industridalam negeri, perolehan nilai
tambah dan daya saing serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam harus
diselenggarakan, dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara terencana, terbuka,
terpadu, professional dan bertanggung-jawab, sehingga mampu meningkatkan
perekonomian rakyat, bangsa dan negara.Sub sektor perkebunan mencakup semua
jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan baik oleh rakyat maupun

1
perusahaan perkebunan.Pembangunan perkebunan telah dimulai sejak tahun 1970-an,
dalam realisasi kebijakannya, baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat
antara tahun 1970-1980. Sementara untuk sektor pertanian pembangunan adanya
peranan penting dalam pertanian.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting dalam pembangunan.
Sektor pertanian utamanya berperan sebagai penyedia bahan baku, penyedia bahan
pakan, penyedia bahan baku untuk industri kecil, menengah, dan besar, penyumbang
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerap tenaga kerja, dan sumber utama
pendapatan rumah tangga. Salah satu subsektor pada sektor pertanian adalah subsektor
tanaman pangan. Komoditas yang terdapat pada subsektor tanaman pangan juga
memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan. Komoditas tanaman
pangan, khususnya padi, jagung, dan kedelai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang menjadi peranan sektor pertanian pangan dan perkebunan dalam
pembangunan pertanian.
2. Apa saja tahap-tahap pembangunan pertanian.
3. Bagaimana cara petani dala era modern menggunakan teknologi baru dalam
fungsi ekonomi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tahapan proses pembangunan pada pertanian pangan di
Indonesia.
2. Mengetahui tahapan proses pembangunan pada perkebunan di Indonesia.
3. Mengetahui tahapan dalam subsektor pembangunan pertanian.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Pertanian


Pembangunan pertanian adalah suatu proses yang ditujukan untuk selalu
menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus
mempertinggi pendapatan, produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan
menambah jumlah modal dan skill, untuk memperbesar turut campur tangannya
manusia didalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Paradigma
pembangunan pertanian ke depan adalah pertanian berkelanjutan yang berada dalam
lingkup pembangunan manusia, yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan
kompetensi sumber daya manusia.
Pembangunan pertanian merupakan salah satu tulang punggung pembangunan
nasional dan implementasinya harus sinergi dengan pembangunan sektor lainnya.
Tujuan pembangunan pertanian menurut Departemen Pertanian (2004) adalah: 1)
Membangun sumber daya manusia aparatur profesional, petani mandiri, dan
kelembagaan pertanian yang kokoh; 2) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya
petani secara berkelanjutan; 3) Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; 4)
Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; 5) Menumbuh
kembangkan usaha pertanian yang dapat memacu aktivitas ekonomi pedesaan; dan 6)
Membangun sistem ketatalaksanaan pembangunan pertanian yang berpihak kepada
petani.
Sasaran pembangunan pertanian yang harus tercapai sebagaimana ditetapkan
oleh pemerintah menurut Departemen Pertanian (2004) adalah: 1) Terwujudnya sistem
pertanian industrial yang memiliki daya saing; 2) Mantapnya ketahanan pangan secara
mandiri; 3) Terciptanya kesempatan kerja bagi masayarakat petani; 4) Terhapusnya
kemiskinan di sektor pertanian serta meningkatnya pendapatan petani.

2.2 Tahapan Pembangunan Pertanian


2.2.1 Pertanian Tradisional (Pertanian Subsisten)
Menurut Todaro (2000) pertanian subsisten klasik adalah pertanian dimana
sebagian output dikonsumsi sendiri oleh keluarga petani, produk andalannya

3
adalah biji-bijian bahan pangan pokok (staple food) saja dan tingkat
produktifitasnya rendah karena menggunakan peralatan tradisional serta
investasi modal yang minim. Ciri khas pertanian subsisten adalah memiliki
berbagai variasi tanaman dan hewan ternak untuk dimakan, terkadang juga serat
untuk pakaian dan bahan bangunan. Keputusan mengenai tanaman apa yang
akan ditanam biasanya bergantung pada apa yang ingin keluarga tersebut makan
pada tahun yang akan datang.
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi sama
banyaknya dan hanya satu atau dua macam tanaman saja yang merupakan
sumber pokok bahan makanan. Produksi dan produkivitasnya rendah, karena
hanya menggunakan peralatan yang sangat sederhana dan modal yang sedikit.
Motivasi utama dalam pertanian subsisten ini barangkali bukanlah
meningkatkan penghasilan tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan
kehidupan petani dan keluarganya.
2.2.2 Penganekaragaman Produk Pertanian
Tahap penganekaragaman produk pertanian merupakan tahap transisi yang
dilalui dalam proses peralihan dari pertanian subsisten menjadi produk yang
terspesialisasi dan menuju ke pertanian modern. Penganekaragaman produk
pertanian menjadikan tanaman pokok tidak lagi mendominasi produk pertanian
dan munculnya produk-produk baru seperti buah-buahan, teh, kopi dan lainnya,
bahkan usaha peternakan sederhana mulai dijalankan.
Penganekaragaman merupakan suatu langkah pertama yang cukup logis
dalam masa transisi dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Pada tahapan
ini diversifikasi produk pertanian mulai dilakukan, dimana diversifikasi dapat
memperkecil dampak kegagalan panen tanaman pokok dan memberikan jaminan
kepastian pendapatan yang sebelumnya tidak pernah ada.
Keberhasilan atau kegagalan usaha-usaha untuk tahapan transisi tidak
hanya tergantung pada ketrampilan dan kemapuan para petani dalam
meningkatkan produktivitasnya saja, tetapi juga tergantung pada kondisi-kondisi
sosial, komersial dan kelembagaan.

4
2.2.3 Pertanian Modern
Pertanian modern merupakan gambaran tingkat tahapan pertanian yang
paling maju dimana produk pangan untuk kebutuhan sendiri dan jumlah surplus
bukan lagi menjadi tujuan pokok, tetapi sudah menjadi tujuan komersial.
Pertanian modern menitikberatkan pada satu jenis tanaman tertentu, komoditas
yang ditanam terspesialisasi dimana pengelolaannya menggunakan peralatan
dan teknologi modern yang didukung dengan modal yang besar. Sistem
pertanian modern juga dikenal dengan istilah agribisnis.

Pertanian modern atau disebut juga dengan istilah merupakan pertanian


yang paling maju. Pertanian spesialisasi ini berkembang sebagai respon
terhadap dan sejalannya dengan pembangunan yang menyeluruh di bidang-
bidang lain dalam ekonomi nasional. Dalam pertanian modern, keuntungan
komersial murni merupakan ukuran keberhasilan dan hasil maksimum per
hektar dari hasil upaya manusia dimana produksi diarahkan untuk keperluan
pasar.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah
Teh merupakan minuman yang menyegarkan dan menyehatkan. Komoditas teh
mempunyai peranan yang sangat strategis terhadap perekonomian Indonesia. Pada
tahun 2012 komoditas teh mampu menghasilkan devisa sebesar US$ 156,74 juta.
Walaupun jumlahnya relatif kecil namun yang dihasilkan dari teh merupakan nett
devisa karena komponen impornya sangat kecil. Secara nasional industri teh
menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp. 1,2 trilyun.
Dalam aspek kelestarian sumber daya alam, pengembangan teh terbukti
memperbaiki kondisi hidro-orologis setempat karena perkebunan teh dapat
mempertahankan fungsi hidrologi setara dengan hutan karena tajuk tanaman menutup,
perakaran beserta seresah dibawah pohon dapat meningkatkan infiltrasi dan
mengurangi volume aliran air dan kelembaban udara dapat dipertahankan, serta lahan
dengan kemiringan > 40% ditanami hutan koloni. Perkebunan teh dapat mereduksi
erosi hingga di bawah erosi lapisan tanah di hutan, karena tajuk tanaman dapat
menahan energi kinetis air hujan sehingga pada saat jatuh ke tanah tidak
mengakibatkan erosi percikan.
Pada tahun 2011 luas areal perkebunan teh di Indonesia seluruhnya seluas 123.938
ha yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Bengkulu, D.I. Yogyakarta, Sulawesi
Selatan dan Kalimantan Timur yang masing-masing dikelola oleh Perkebunan Besar
Negara (PBN) seluas 38.609 ha (31,15%), Perkebunan Besar Swasta (PBS) seluas
29.346 ha (23,69%) dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 55.983 ha (45,16%). Produksi
yang dihasilkan oleh perkebunan teh seluruhnya 150.776 ton, dengan rincian berturut-
turut yaitu dari PBN sebesar 65.144 ton (43,20%), PBS sebesar 34.125 ton (22,63%)
dan PR sebesar 51.507 ton (34,16%).
Pada era globalisasi ini, pelaksanaan pembangunan perkebunan di Indonesia harus
memperhatikan kelestarian ekosistem dan memberdayakan masyarakat sekitar
sehingga tidak akan mengakibatkan terjadinya degradasi lahan maupun permasalahan
sosial yang lain, karena pada dasarnya program pembangunan pertanian berkelanjutan

6
berawal dari permasalahan pokok tentang bagaimana mengelola sumberdaya alam
secara bijaksana. Bentuk pendekatan dan implementasinya harus bersifat multi
sektoral dan holistik yang berorientasi pada hasil nyata dan kongkrit yakni (1) adanya
peningkatan ekonomi masyarakat; (2) pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
pelestarian lingkungan; (3) penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan,
serta (4) pemerataan akses dan keadilan bagi masyarakat dari generasi ke generasi.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, maka perlu menyusun Pedoman
Teknis Budidaya Teh Yang Baik (Good Agriculture Practices /GAP on Tea).

3.2 Produksi Teh Berkelanjutan


3.2.1 Konsepsi
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan
yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan
pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang.
Konsepsi produksi teh berkelanjutan (sustainable tea production)
tentunya harus mengacu pada konsepsi pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture) yang mulai gencar disosialisasikan dalam beberapa dasawarsa
terakhir ini. Pertanian berkelanjutan yaitu pengelolaan sumberdaya yang
berhasil untuk usaha pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus
berubah dan sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan
dan melestarikan sumberdaya alam.
Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga aspek, yaitu pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Ketiga aspek
tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan
hubungan sebab-akibat.
Hubungan antara ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan
hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan
diharapkan dapat terus berjalan (viable). Hubungan antara sosial dan lingkungan
bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan
(sustainable).

7
3.2.2 Dimensi Keberlanjutan Produksi Teh
Keberlanjutan sistem produksi teh meliputi 4 dimensi:
a. Dimensi Lingkungan Fisik

Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik berlaku prinsip environmentally


sustainable. Yang termasuk dalam lingkungan fisik yaitu tanah, air dan
sumberdaya genetik flora dan fauna di dalam maupun di atas tanah yang secara
umum dapat digunakan terminologi lahan. Sistem pengelolaan lahan yang
berkelanjutan pada dasarnya mengacu pada sistem pertanian berkelanjutan.

Pengelolaan lahan yang berkelanjutan mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Penggunaan sumberdaya lahan didasarkan pada pertimbangan jangka


panjang.

2) Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kebutuhan jangka


panjang.

3) Meningkatkan produktivitas per kapita.

4) Mempertahankan kualitas lingkungan.

5) Mengembalikan produktivitas dan kapasitas pengaturan oleh


lingkungan pada ekosistem yang telah rusak.
Pengelolaan lahan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan memilih
teknologi yang tepat pada setiap agroekosistem berdasarkan kondisi spesifik
dari setiap lokalita. Pertimbangan dalam pemilihan teknologi yang sesuai
tersebut antara lain yaitu: rencana penggunaan lahan, pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan upaya mempertahankan produktivitas.
b. Dimensi Ekonomi
Keberlanjutan produksi hanya dapat terjadi jika secara ekonomi para
pelaku yang terlibat dalam aktivitas tersebut dapat memperoleh manfaat
ekonomi yang memadai. Petani sebagai salah satu pelaku utama dapat
memperoleh pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya,
pedagang memperoleh keuntungan yang layak untuk hidup sehari-hari,
eksportir mendapat keuntungan yang memadai untuk menjalankan bisnisnya,

8
pabrikan pengolah maupun penjual minuman teh juga memperoleh keuntungan
yang wajar serta konsumen mampu membayar dengan harga yang wajar.
Keberlanjutan ekonomi ini bisa diukur bukan hanya diukur dalam hal
produk usaha tani yang langsung berupa pucuk teh, namun juga dalam hal fungsi
pelestarian sumberdaya alam untuk meminimalkan resiko kerusakan.
Dimensi ekonomi sangat berkaitan dengan dimensi lingkungan fisik dan
keduanya saling mempengaruhi.
c. Dimensi Sosial
Keberlanjutan usaha produksi teh sangat ditentukan oleh faktor sosial
antara lain tingkat penerimaan para pelaku aktivitas produksi pucuk teh
terhadap suatu masukan ataupun tehnologi tertentu. Sebagai contoh penggunaan
pupuk alam berupa limbah peternakan tertentu secara teknis akan sangat baik
dalam mendukung keberlanjutan usaha tani teh, namun bagi masyarakat tertentu
tidak dapat menerima teknologi tersebut sehingga tidak dapat berjalan. Yang
lebih pokok yaitu bagaimana usaha tani teh dapat mensejahterakan pelaku
agribisnis dan masyarakat pada umumnya.
d. Dimensi Kesehatan
Dewasa ini terdapat indikasi terus meningkatnya kesadaran manusia akan
pentingnya kesehatan. Implementasi peningkatan kesadaran terhadap kesehatan
tersebut antara lain berupa peningkatan kebutuhan bahan pangan dan bahan
penyegar yang aman dari logam berat, residu pestisida maupun jamur dan toksin
berbahaya. Pada komoditas teh untuk tujuan ekspor ke beberapa negara tertentu
telah ditetapkan batas kandungan logam berat, residu pestisida maupun jamur
dan toksin sehingga menekan pemasaran produk teh yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut.
3.2.3 Tahapan Menuju Produksi Teh Berkelanjutan
Tahapan untuk menuju produksi teh yang berkelanjutan yaitu sebagai
berikut:
a. Survei
Survei dilakukan untuk mengetahui kondisi kebun terakhir, antara lain:
kondisi tanah (kesuburan, kadar bahan organik tanah, besarnya erosi tanah dan
topografi), keanekaragaman hayati, pelaksanaan pengendalian OPT, energi

9
yang digunakan, kondisi sosial dan sumber daya manusianya, keterlibatan
masyarakat sekitar dan produk yang dihasilkan. Pada umumnya tiap kebun telah
memiliki data tentang tanah, tanaman, hama dan penyakit, sumber air dan lain-
lain. Dari hasil survei tersebut disusun diagram yang bertujuan untuk
mengetahui posisi atau kondisi sebenarnya dari komponen yang disurvei.
b. Identifikasi
Setelah mengetahui hasil survei, identifikasi kekurangan dapat lebih
mudah dilakukan. Hal ini bermanfaat untuk menentukan arah dan prioritas
perbaikan menuju perkebunan teh berkelanjutan.
c. Penyusunan program dan strategi
Program dan strategi disusun berdasarkan identifikasi kekurangan yang
diarahkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dari kekurangan yang ada.
Program dan strategi harus konsisten sesuai prinsip berkelanjutan namun
fleksibel agar dapat diterima dan diterapkan sesuai kondisi lingkungan
sekitarnya.
d. Analisis biaya dan manfaat (2–3 tahun)
Penerapan aspek GAP harus diaudit minimal dua kali dalam setahun,
sedangkan biaya dan manfaat usaha tani harus dianalisis 2–3 tahun sekali.
Manfaat yang didapat meliputi keuntungan yang diperoleh baik yang dapat
diukur dengan nilai uang maupun yang tidak (perbaikan kualitas lingkungan,
peningkatan kesuburan tanah, penurunan tingkat erosi tanah, peningkatan
ketahanan lingkungan, dll).
e. Evaluasi
Pada kebun petani perlu dilakukan evaluasi pada tiap kebun dan ada
persetujuan dari tiap petani untuk mematuhi program perbaikan kebun yang
telah ditetapkan menuju perkebunan teh yang berkelanjutan.
3.2.4 Sertifikasi dan Maximum Residue Limits (MRLs - Batas Maksimum
Residu)
Untuk dapat diakui dan dihargai sebagai produk yang layak dikonsumsi
diperlukan sertifikasi agar dapat memperoleh tingkat harga yang lebih baik.
Standar inspeksi dan sertifikasi ditentukan oleh negara tujuan ekspor atau
negara konsumen karena setiap negara tujuan ekspor dapat memiliki standar

10
yang berbeda-beda. Secara umum standar sertifikasi antara lain mencakup
MRLs, kesejahteraan pekerja dan kelestarian lingkungan.
Di dalam cakupan sertifikat (scope sertificate) dicantumkan gambaran
tentang proses, produk dan usaha tani yang disertifikasi per lisensi. Sertifikasi
yang sudah diterapkan di Indonesia antara lain oleh UTZ, Ethical Tea
Partnership (ETP), Rainforest Alliance (RA) dan Standar Indonesia Lestari.

Penerapan MRLs berkaitan dengan keamanan pangan (food safety) dan


ditetapkan oleh masing-masing negara tujuan ekspor. Sebagai contoh untuk
tujuan ekspor ke Eropa harus memenuhi standar MRLs yang ditetapkan oleh
Economic Europe Community (EEC) dan untuk tujuan ekspor ke Jepang harus
mengikuti standar Jepang.

3.3 Sistem Perkembangan Pertanian Tradisional


Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif
dan tidak memaksimalkan input yang ada. Sistem pertanian tradisional salah satu
contohnya adalah sistem ladang berpindah. Sistem ladang berpindah telah tidak
sejalan lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya
penduduk. Sistem pertanian ini merupakan sistem yang dimulai sejak manusia
memilih mulai menetap dan berladang pada sau lokasi saja. Pada sistem ini teknologi
pertaniannya tergolong sangat rendah karena hanya menggunakan peralatan pertanian
yang masih sederhana dan belum berkembang.
Pertanian tradisional bersifat tak menentu. Keadaan ini bisa dibuktikan dengan
kenyataan bahwa manusia seolah-olah hidup di atas tonggak. Pada daerah-daerah yang
lahan pertaniannya sempitdan penanaman hanya tergantung pada curah hujan yang tak
dapat dipastikan, produk rata-rata akan menjadi sangat rendah, dan dalam keadaan
tahun-tahun yang buruk, para petani dan keluarganya akan mengalami bahaya
kelaparan yang sangat mencekam. Dalam keadaan yang demikian, kekuatan motivasi
utama dalam kehidupan para petani ini barangkali bukanlah meningkatkan
penghasilan, tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup para petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil

11
keuntungan petani dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi, bahkan ada yang sama
sekali tidak ada dalam hasil produksi pertanian.
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi sama banyaknya
dan hanya satu atau dua macam tanaman saja (biasanya jagung atau padi) yang
merupakan sumber pokok bahan makanan. Produksi dan produktivitas rendah karena
hanya menggunakan peralatan yang sangat sederhana (teknologi yang dipakai rendah).
Penanaman atau penggunaan modal hanya sedikit sekali, sedangkan tanah dan tenaga
kerja manusia merupakan faktor produksi yang dominan.
Pada tahap ini hukum penurunan hasil (law of diminshing return) berlaku karena
terlampau banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di lahan pertanian yang sempit.
Kegagalan panen karena hujan dan banjir, atau kurang suburnya tanah, tindakan
pemerasan oleh oara rentenir merupakan hal yang sangat ditakuti para petani.
3.3.1 Pertanian Tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian tradisional biasanya menggunakan prinsip yang mana
pertaniaan tradisional hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya
sekarang, misalnya pada masyarakat bercocok tanam tanaman padi yang mana
hasil padi yang telah di produksi dan diolah menjadi beras kemudian di konsumsi
oleh keluarganya, sehingga terus berjalan kelangsungan hidupnya.
Kemudian ciri dari pertanian tradisional yaitu masih berpaku dan berharap
pada alam yang mana ketika masyakrakat menanam suatu tanaman dengan
pertanain tradisional maka hasilnya akan tergantung pada proses alam. Pada
sistem pertanian terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi. Pertanian
tradisional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
a. Penggunaan teknologi yang belum berkembang.
Dalam hal ini biasanya pada pertanian tradisional menggunakan alat atau
teknologi yang masih rendah atau belum berkembang.Yang mana hal ini dapat
memperlambat hasil yang di produksi dan akan membuang waktu dlaam proses
bercocok tanam. Misalnya pada sistem tradisional masyarakat untuk membajak
sawah masih menggunakan kerbau hal ini masih kurang efisiensi dalam
pemanfaatan waktu dan tenaga.Akan tetapi dari sektor ekonominya lebih rendah
dan minim pengularan untuk mengelolah lahan untuk menghasilkan produk.
b. Tenaga kerja yang masih banyak digunakan

12
Untuk pertanian tradisional biasanya diguanakan lebih banyak dalam
menggelolah lahan pertanian untuk menghasilkan produksi. hal ini dikarenakan
masih minimnya teknologi yang ada sehingga pelaksanaan menggunakan SDM
(sumber daya manusia) yang ada. Sebagai contoh dalam hal panen tanaman tebu
yang mana digunakan tenaga kerja manusia dalam proses penebangan,kemudian
contoh lain proses perontokan helai padi yang masih menggunakan tenaga
manusia untuk melakukan walaupun saat ini mulai ada teknologi yang
membantu merontokan helai padi. Hal ini mencerminkan bahwa pertanian
tradisional masih tergantung dengan Sumber Tenaga Manusia yang ada,akan
tetapi dari sektor ekonominya lebih murah.
c. Modal yang dipakai masih sedikit
Dalam hal ini modal dalam pengelolahan produksi pertanian masih sedikit
karena kebutuhan yang dibuat tidak terlalu membutuhkan modal lebih
.Biasanya juga hanya butuh modal untuk pembayaran tenaga kerja dan lain-lain
yang rata-rata minim.
d. Hasil produksi yang masih kurang terjangkau
Dalam pertanian tradisional sering hasil yang di produksi hanya sebatas
untuk di konsumsi keluarga maupun masyarakat golongan.Hal ini dikarenakan
masih minimnya cara budidaya tanaman sehingga produk yang dihasilkan masih
rendah.
3.3.2 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Dalam pertanian tradisional untuk mengolah hasil produk pertanian masih
tergantung dengan alam/ekologi sekitar. Dikarenakan dalam proses pertanian
tradisional produknya hanya untuk memeunhi konsumsi petaninya,bukan untuk
mencari keuntungan besar.
Adapun dampak positif yang terjadi dari pertanian tradisional yaitu:
a. Pelestarian alam yang masih terjamin dan terus berkembang.
Yang mana pelestarian alam terus berjalan karena proses ini berjalan dan
akan bisa memproduksi dengan rata-rata konstan untuk musim-musim
kedepannya.
b. Tidak adanya kerusakan ataupun pencemaran yang terjadi

13
Proses pertanian tradisional terjadi tampa adaya perusakan ekosistem yang
ada sekitar maupun tampa pencemaran yang bisa mengakibatkan penurunan
hasil produktivitas pengolahan pertanian.

3.4 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Sosial


Dalam pertanian tradisional terjadi hubungan yang erat antar sesama dikarenakan
dalam proses pertanian tradisional menjunjung tinggi tolong menolong dan gotong
royong, apalagi dengan sistem tradisional yang menyebakan antar petani salaing
membutuhkan dan membantu untuk menghasilkan produktivitas pertanian yang telah
di olah.
3.4.1 Kelebihan Dan Kekurangan Pertanian Tradisional
Kelebihan pertanian tradisional yaitu :
1. Lebih ramah lingkungan
2. Dapat melestarikan budaya asli pedesaan yang umumnya sering berkaitan
dengan ritual dalam pertanian

Kelemahan pertanian tradisional yaitu :


1. Membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
2. Sangat tergantung pada iklim.
3. Selalu berpindah-pindah tempat budidaya tanaman .

3.4.2 Menuju Pertanian Modern


Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik, holtikultura, dll.
Metode ini akan dapat membawa keuntungan bagi para petani dengan banyak cara.
Salah satu contoh pertanian modern adalah pertanian organik. Menghidupkan
kembali kearifan lokal seperti ritual tanam, kalender musim/ pronoto mongso,
kecocokan tanaman dengan karakteristik petani dan kondisi topografi/geografi
setiap daerah seharusnya tidak dilupakan pertanian organik. Kearifan lokal dengan
berbagai ragam pengetahuan manusia dihapus oleh pertanian modern, menjadi
hanya satu pola bentuk pertanian. Bibit lokal, kearifan pengetahuan pertanian lokal
dicap “primitif” oleh penggiat pertanian modern. Julukan primitif ini diikuti
promosi besar-besaran jenis padi hibrida unggul, tahan terhadap segala jenis
penyakit dan hama, produksi lebih tinggi, dan waktu panen yang cepat.

14
Praktik pertanian organik seharusnya membawa perubahan mendasar dalam
kehidupan sosial yang dulu pernah ada dan hidup dikomunitas pedesaan. Dulu,
hubungan antara pemilik tanah dan penggarap tidak hanya didasarkan pada ikatan
ekonomis saja, tetapi mereka juga menjalin hubungan yang mengandung ikatan
solidaritas sosial. Contohnya, bila salah seorang keluarga petani ditimpa musibah
atau gagal panen, maka beban ini ditanggung oleh anggota komunitas yang lain,
termasuk oleh pemilik tanah. Solidaritas masyarakat desa ini pulalah yang
mencegah dan menyelamatkan keluarga-keluarga petani miskin dari bencana
kelaparan yang disebabkan oleh kerawanan ekologis. Apabila pendekatan pertanian
organik tidak holistik, maka pertanian organik tidak ubahnya seperti revolusi hijau.
3.4.3 Sistem Perkembangan Pertanian Modern
Pertanian modern yang bertumpu pada pasokan eketernal berupa bahan-bahan
kimia buatan (pupuk dan pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang
bertumpu pada pasokan internal tanpa pasokan eksternal menimbulkan
kekhawatiran berupa rendahnya tingkat produksi pertanian, jauh di bawah
kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang dilematis dan hal ini telah membawa
manusia kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan penggunaan masukan dari
luar sistem pertanian itu, namun tidak membahayakan kehidupan manusia dan
lingkungannya. Pertanian modern dikhawatirkan memberikan dampak pencemaran
sehingga membahayakan kelestarian lingkungan, hal ini dipandang sebagai suatu
krisis pertanian modern.
Sebagai alternatif penanggulangan krisis pertanian modern adalah penerapan
pertanian organik. Kegunaan budidaya organik menurut Sutanto (2002) adalah
meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
budidaya kimiawi. Pemanfaatan pupuk organik mempunyai keunggulan
nyatadibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dengan sendirinyamerupakan
keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro
dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik berdaya amliorasi
ganda dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung, bekerja
menyuburkan tanahdan sekaligus menkonservasikan dan menyehatkan ekosistem
tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan.

15
Dengan demikian penerapan sistem pertanian organik pada gilirannya akan
menciptakan pertanian yang berkelanjutan.
Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas.
Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin
banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida
kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru
untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern.

3.5 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekonomi


Penerapan pertanian organik, memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat antara lain:
a. Produksi pertanian organik jauh dibawah hasil produksi sistem konvensional
Adanya perbedaan hasil ini mencerminkan adanya perbedaan teknik bercocok
tanam dan pengalaman petani. Industri pangan organik berkembang sangat cepat
sementara petani belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk
menerapkan sistem pertanian organik yang benar. Perbedaan hasil juga seringkali
bergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Beberapa hasil penelitian di kawasan
Timur Canada menunjukkan bahwa hasil gandum organik adalah 75% lebih rendah
dibanding dengan gandum konvensional. Pada kasus cuaca yang tidak normal,
misalnya musim kering yang panjang, maka produktivitas pertanian organik biasanya
lebih tinggi dibanding pertanian konvensional. Di samping itu, pertanian organik juga
relative lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
b. Minimnya akses transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk
budidaya pertanian organik
Minimnya akses transportasi disebabkan karena daerah yang memenuhi syarat
untuk budidaya pertanian organik adalah daerah yang minim pencemaran lingkungan.
Hal ini menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya
mendistribusikan bahan input atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan
pestisida organik, benih, dan peralatan kerja; (b). sulitnya membawa hasil/produk
pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk transportasi dari dan
ke lokasi budidaya pertanian organik.

16
c. Pertanian modern memerlukan biaya produksi relatif lebih rendah dibandingkan
pertanian konvensional
Khususnya untuk penyediaan input produksi pertanian konvensional memiliki
biaya produksi lebih tinggi daripada pertanian modern. Dalam pertanian modern
pembelian pupuk dan pestisida sintetis tidak diperlukan lagi. pengendalian gulma
dilakukan secara mekanis. Pengolahan tanah untuk pengendalian gulma setelah
tanaman tumbuh dilakukan dengan cara minimal. Banyak orang berpendapat bahwa
pengendalian gulma akan meningkatkan frekuensi pengolahan tanah dan juga biaya.
Dalam prakteknya, ternyata tidaklah demikian. Dengan perbaikan struktur tanah dan
praktek pengelolaan yang baik, pertanian modern justru meminimalkan pengolahan
tanah, atau lebih sedikit, dibanding pertanian konvensional.
d. Pendapatan petani modern sedikit lebih besar dibanding dengan petani
konvensional
Secara umum, biaya produksi lebih rendah dan pendapatan lebih besar (karena
premium price). Industri organik berubah sangat cepat sehingga mempengaruhi
ketidakstabilan harga. Sebagai contoh, adanya harga tinggi pada satu jenis komoditi
telah mendorong banyak petani menanam komoditi yang sama secara bersamaan. Ini
menyebabkan harga turun ketika musim panen. Banyak orang berpendapat bahwa
sejalan dengan waktu premium price akan stabil.
e. Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan
Pertanian modern akan merangsang hadirnya industri kompos rakyat yang berarti
adanya lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan. Disamping itu, penerapan
pertanian modern juga akan merangsang adanya kerjasama kemitraan antara petani
peternak-pekebun untuk menerapkan sistem pertanian terpadu. Dalam hubungan ini,
peternak mendapatkan bahan makanan ternak dari limbah pertanian (jerami dan
dedak, misalnya) dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran hewan dari
peternak sebagai bahan kompos untuk usaha pertanian organiknya. Hal ini secara
langsung akan menciptakan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.

3.6 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekologi


Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai
berikut:

17
a. Memperbaiki kondisi tanah
Dengan menggunakan sistem pertanian modern, tanah yang rusak dapat diperbaiki
sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik
dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.
b. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara
Jika menggunakan sistem pertanian modern ketersediaan dan keseimbangan
daur hara dapat dioptimalisasi melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan
dan daur pupuk dari luar usaha tani.
c. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara
mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
d. Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan
melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
e. Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat
sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian
terpadu.
f. Menghasilkan bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya
serta tidak merusak lingkungan
g. Kualitas SDA dipertahankan
h. Ramah lingkungan karena menggunakan pupuk kompos, ataupun pupuk kandang
yang keseluruhannya berasal dari alam,
i. Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian.
j. Menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah
Dalam pertanian modern diutamakan cara pengelolaan tanah yang meminimalkan
erosi, meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta mendorong kuantitas dan
diversitas biologi tanah. Dalam pertanian organik peningkatan kesuburan tanah
dilakukan tanpa menggunakanpupuk kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan
teknik-teknik seperti rotasi tanaman secara tepat, mixed cropping dan integrasi
tanaman dengan ternak, meminimalkan pengolahan tanah yang mengganggu aktivitas
biota tanah,menggunakan tanaman dalam strip dan tumpang sari.

18
3.7 Keanekaragaman Produksi Pangan di Indonesia
Ketahanan pangan kita tidak lepas dari sifat produksi komoditi pangan itu sendiri
yang musiman dan berfluktuasi karena sangat mudah dipengaruhi oleh iklim/cuaca.
Perilaku produksi yang sangat dipengaruhi iklim tersebut sangat mempengaruhi
ketersediaan pangan nasional. Kalau perilaku produksi yang rentan terhadap
perubahan iklim tersebut tidak dilengkapi dengan kebijakan pangan yang tangguh
maka akan sangat merugikan, baik untuk produsen maupun konsumen, khususnya
produsen berskala produksi kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Karakteristik
komoditi pangan yang mudah rusak, lahan produksi petani yang terbatas; sarana dan
prasarana pendukung pertanian yang kurang memadai dan lemahnya penanganan
panen dan pasca panen mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan
mewujudkan kebijakan ketahanan pangan.

Permasalahan yang muncul lainnya di dalam distribusi. Stok pangan yang tersedia
sebagian besar di daerah produksi harus didistribusikan antar daerah/antar pulau.
Namun tidak jarang sarana dan prasaran distribusi masih terbatas dan kadang lebih
mahal daripada distribusi dari luar negeri (kasus pengiriman sapi dari Nusa Tenggara
ke Jakarta yang lebih mahal daripada dari Australia ke Jakarta; atau biaya pengiriman
beras dari Surabaya ke Medan yang lebih mahal dari pada pengiriman dari Vietnam
ke Jakarta).

Dengan pertimbangan permasalahan pangan tersebut di atas maka kebijaksanaan


pangan nasional harus dapat mengakomodasikan dan menyeimbangkan antara aspek
penawaran/produksi dan permintaan. Pengelolaan kedua aspek tersebut harus mampu
mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tangguh menghadapi segala gejolak.
Pengelolaannya harus dilakukan dengan optimal mengingat kedua aspek tersebut
dapat tidak sejalan atau bertolak belakang.

Disamping itu, dilihat dari kepentingan kemandirian pangan, penganekaragaman


pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada satu jenis bahan
pangan.Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan pengembangan diversifikasi
pangan berbasis kearifan lokal yang fokus kepada satu komoditas utama per
provinsi.Diversifikasi pangan difokuskan kepada enam pangan lokal sumber
karbohidrat non beras yakni ubi kayu, jagung, sagu, pisang, kentang.

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pembangunan pertanian dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani dan keluarganya. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah melakukan transformasi pertanian subsisten dari tradisional lalu tahapan
peralihan sampai menuju modern. Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup para petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan petani dari hasil pertanian tradisional tidak
tinggi , bahkan ada yang sama sekali tidak ada dalam hasil produksi pertanian.
Pertanian modern adalah pola pertanian dengan menggunakan alat-alat canggih dan
dengan skala besar. Pertanian modern harus menggunakan peralatan modern. Aplikasi
pertanian modern yang telah terlaksana seperti pertanian gandum, pertanian padi,
pertanian anggur. Pertanian modern merupakan tulang punggung bagi terwujudnya
kedaulatan pangan. Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik,
holtikultura, dll. Metode ini akan dapat membawa keuntungan bagi para petani dengan
banyak cara. Salah satu contoh pertanian modern adalah pertanian organik.
4.2 Saran
Pemasaran pertanian tidak bisa lepas dari sistem hukum ekonomi bahwa harga
suatu produk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu permintaan pasar, mutu produksi,
tingkat kegunaan/olahan (bahan mentah, setengah jadi, jadi dan siap dikonsumsi).
Banyak upaya yang dilakukan dalam pemasaran pertanian agar harga jual menjadi
tinggi dapat dilakukan dengan cara mengantisipasi harga sebelum tanam,
melaksanakan teknik budidaya secara baik, kemudian penanganan pasca panen yang
tepat, pengolahan hasil, memperpendek rantai hasil pemasaran dengan cara
memasarkan langsung ke konsumen, memasarkan ke grosir atau pabrik dan
memasarkan ke pedagang atau pengumpul. Semakin diterapkannya sistem pertanian
modern yang berbasis revolusi hijau demi peningkatan produkivitas pertanian
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2004. Rencana Setrategis Badan Penelitian dan


Pengembangan Pertanian 2005-2006. Jakarta: Badan Penelitian dan
Perkembangan Pertanian.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/ PD.310/9/2006 tentang Jenis
Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura juncto Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 3599/Kpts/ PD.310/10/2009.
Mosher, A.T, 1984, Menggerakan dan Membangun Pertanian, CV. Jasa Guna, Jakarta.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
50/Permentan/OT.140/4/2014 Tentang Pedoman Teknis Budidaya Teh yang
Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Tea).
Prawoto, N. 2010. Pengembangan Potensi Unggulan Sektor Pertanian. Jurnal
Ekonomi dan Studi Pembangunan, 11(1), 1-19.
Soekarwati . 2006. Peranan Sektor Pertanian . Erlangga Jakarta.

Sudalmi, Endang Sri. 2010. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Inovasi


Pertanian. 9 (2): 15-28.
Sudaryanto dan Sumaryanto , ( 2001) ,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Petani menerapkan pola tanam Diversifikasi .( Kasus diwilayah pesawahan
irigasi Teknis Das Brantas.Pusat Analisis sosial ekonomi dan Kebijakan
pertanian: Bogor.
Sukino. 2013. Pembangunan Pertanian dengan Pemberdayaan Masyarakat Tani.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.
Yogyakarta: Kanisius.
Syahyuti, dkk. 2014. Kajian Peran Organisasi Petani dalam Mendukung Pembangunan
Pertanian. Diakses dari
pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_SYT_2014.pdf.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Ketujuh
Terjemahan Haris Munandar. Jakarta: Erlangga.

21

Anda mungkin juga menyukai