Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA TODDLER

DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIDROCHEPALUS

DISUSUN OLEH :

Nurdilla Anggraeni
Intan Yuliasari
Aida Rahma Mutia
Salsabila Naqqiyah
Andiny widyantika
Maulidia
Gea Anugerah
Whan Victory

D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal


pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang
bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat
dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis
patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan,
peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial. Pemeriksaan penunjang
seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal maupun postnatal,
sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini sebaiknya dilakukan
secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan tindakan operasi shunting namun
terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting seperti terapi etiologik dan penetrasi
membran. Prognosis ditentukan oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang
menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian
pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang
terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi. Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal
melainkan hasil akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari
kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus
akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai serta
yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang
mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat direncanakan dan
dilakukan.
Bab II

Konsep Medis

A. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan cephalus
yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan
pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan
cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan
hidrodinamik cairan serebrospinal.
B. Etiologi
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari kasus
hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid
(papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin
A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi ini
merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat
terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya
keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus
sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor, misalnya
tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi
ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan
trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini
termasuk
C. Mainfestasi Klinis

 Rewel
 Mudah mengantuk
 Tidak mau menyusu
 Muntah
 Pertumbuhan terhambat
 Kejang
 Sakit kepala
 Penurunan daya ingat dan konsentrasi
 Mual dan muntah
 Gangguan penglihatan
 Gangguan koordinasi tubuh
 Gangguan keseimbangan
 Kesulitan menahan buang air kecil
 Pembesaran kepala

D. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pengukuran lingkar kepala secara berkala


2. Analisa cairan cerebrospinal
2. X-foto kepala
3. USG kepala
4. CT-Scan

E. Penatalaksanan

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan
reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat
pembentukan cairan serebrospinal

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi,
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.

3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: drainase ventrikule-


peritoneal, drainase lombo-peritoneal

A. Farmakologi
Asetazolamid
Furosemid
Antibiotika (Bila ada kuman penyebab)
B. Pembedahan
Surgical removal or bypass the obstruction using a ventriculoperitoneal (VP) shunt atau AV shunt

F. Komplikasi

G. Perhatian bayi terbatas


H. Autisme
I. Kesulitan dalam belajar
J. Mengalami masalah pada koordinasi fisik
K. Mengalami masalah dalam bicara
L. Mengalami masalah penglihatan

G. WOC
Bab III
Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Toddler

Toddler dalam kamus Bahasa Inggris Indonesia berarti anak kecil yang baru
belajar berjalan. Anak usia toddler merupakan masa antara rentang usia 12 sampai
dengan 36 bulan. Masa ini merupakan masa eskplorasi lingkungan yang intensif karena
anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol
perilaku orang lain melalui perilaku negativisme dan keras kepala (Hidayatul, 2015)

Menurut Hartanto (2006) dalam penelitian Dian (2015), Anak usia toddler (1-3
tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh
kembang maka usia satu sampai tiga tahun sering sebagai golden period ( kesempatan
emas) untuk meningkatkan kemampuan setingitingginya dan plastisitas yang tinggi
adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam kurun waktu singkat, peka terhadap stimulasi
dan pengalaman fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan membentuk
sinap-sinap serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak
pada masa tersebut bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat kemauan yang kuat
sehingga segala sesuatu itu dianggap sebagai miiliknya. Ciri- ciri anak toddler (1-3
tahun) berada dalam tahap pertumbuhan jasmani 9 yang pesat oleh karena itu mereka
sangat lincah. Sediakanlah ruangan cukup luas dan banyak kegiatan sebagai penyalur
tenaga. Anak usia tersebut secara mental mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka
meniru oleh karena itu jika ada kesempatan perhatikan mereka dengan sebaik-baiknya.
Segi emosional anak usia ini mudah merasa gembira dan mudah merasa tersinggung.
Kadang – kadang mereka suka melawan dan sulit diiatur. Segi sosial anak toddler (1-3
tahun) sedikit antisosial. Wajar bagi mereka untuk merasakan senang bermain sendiri
dari pasa bermain secara kelompok. Berilah kesempatan untuk bermain sendiri tetapi
juga ditawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak –anak
lain. Anak usia toddler (1-3 tahun) mengalami tiga fase :
1. Fase Otonomi dan ragu-ragu atau malu
Menurut teori erikson (1963) dalam penelitian Dian (2015), dalam tahap ini
berkembangnya kemapuan anak yaitu belajar untuk makan atau berpakaian sendiri.
Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, makan hal ini
dapat menimbulkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua
yang selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak.
Pada masa ini anak perlu bimbingan dengan akrab, penuh kasih sayang tetapi juga
tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.
2. Fase anal
Menurut teori Sigmund (1939) dalam penelitian Dian (2015 ), pada fase ini sudah
waktunya anak untuk dilatih buang air besar atau toilet 10 learning (Pelatihan buang
air pada tempatnya). Anak juga menunjukan beberapa bagian tubuhnya menyusun
dua kata dan mengulang kata-kata baru. Anak usia toddler (1-3 tahun berada dalam
fase anal yang ditandai dengan berkembangnya kepuasan dan ketidakpuasan
disekitar fungsi eliminasi. Tugas perkembangan yang penting pada fase anal
tepatnya saat anak berumur 2 tahun adalah latihan buang air (toilet training) agar
anak dapat buang air secara benar.
3. Fase Praoperasional
Menurut teori Piaget (1980) dalam penelitian Dian (2015), secara jelas
memperlihatkan pada kita bahwa anak usia dini belajar melalui pengalaman -
pengalaman yang terpadu. Anak lebih sering diberi pelajaran dan dilatih secara
berulang –ulang atau di Drill. Pada fase ini anak perlu dibimbing lebih akrab, penuh
kasih sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.
Bab IV
Asuhan Keperawatan Hidrochepalus Pada Anak Usia Toddler

Asuhan Keperawatan Teoritis


4.1 Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
2) Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan bergantung
seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi
muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan
kontriksi penglihatan perifer.
3) Riwayat kesehatan masalalu
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens)
sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami pembesaran kepala.
Tingkat kesadaran menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil
cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada
saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga
umum terjadi.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya, riwayat
adanyanya neoplasma otak, kelaian bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
4) Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk menilai
respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh
deficit neurologis dalam hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu.
5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengunakan pemeriksaan fisik secara head to-toe.
6) Pengkajian tingkat kesadaran
Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor,
semikomatosa sampai koma.
7) Pengkajian fungsi serebral, meliputi:
a. Status mental
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik
klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan. Fungsi
intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan. Penurunan dalam ingatan
dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b. Pengkajin saraf cranial, meliputi
1. Saraf I (Olfaktori)
Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan fissiologis ssaraf ini klien akan
mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
2. Saraf II (Optikus)
Pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan
funduskopi.
3. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)
Tanda dini herniasi tertonium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran . paralisis
otot-otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau
bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di
dapatkan pada anak dengan hidrosefalus.
4. Saraf V (Trigeminius)
Karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah atau menetek.
5. Saraf VII(facialis)
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
6.Saraf VIII (Akustikus)
Biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran.
7. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus).
8. Saraf XI (Aksesorius)
9. Saraf XII (Hipoglosus)
Indra pengecapan mengalami perubahan.
8) Mobilitas
Kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher klien.
9) Pengkajian system motorik.
Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan pusat pengatur motorik.
a. Tonus otot
Didapatkan menurun sampai hilang
b. Kekuatan otot
Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan
otot-otot ekstermitas.
c. Keseimbangan dan koordinasi
Didapatkan mengalami gangguan karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam
berjalan.
10) Pengkajian Refleks.
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
reflex pada rrespon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus yang mengganggu pusat refleks,
maka akan didapatkan perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada
fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks.
11) Pengkajian system sensorik.
Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil,
dan auditorius.

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. ketidakefektifan perfusi jaringan serbral berhubungan dengan peningkatan TIK.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
4. Ansietas keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada keluarga.
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisas, tidak adekuatnya.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan cairan di otak (serebral)
4.3 Intervensi Keperawatan
4.4 Implementasi Keperawatan
4.5 Evaluasi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai