LATAR BELAKANG
Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam. Salah
satunya adalah gempa bumi dan potensi tsunami. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia berada
pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan,
Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan
tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke
bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan.
Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan
Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian
gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar dengan
jalur penunjaman kedua lempeng tersebut. memiliki lebih dari 128 gunung berapi aktif, dan
sekitar 150 sungai, baik besar maupun kecil, yang melintasi wilayah padat penduduk. Hampir
setiap kejadian bencana menimbulkan permasalahan kesehatan seperti korban meninggal,
menderita sakit, luka – luka, pengungsi dan masalah gizinya, serta masalah air bersih dan sanitasi
lingkungan yang menurun (Widayatun & Fatoni, 2013)
Bahkan dari data United States Geological Survey (USGS) menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat kegempaan tertinggi di dunia (Sipahutar,
2013)
Data dari kurun waktu 1 Januari 2020 hingga 29 Juni 2020, BNPB mencatat kejadian
bencana alam sebanyak 1.549 kali. Dari total kejadian, lebih dari 99 persen merupakan bencana
hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan angin puting beliung. Rincian jumlah
kejadian bencana pada kurun waktu tersebut yakni banjir 620 kejadian, puting beliung 425, tanah
longsor 330, kebakaran hutan dan lahan 139, gelombang pasang atau abrasi 21, gempa bumi 10,
erupsi gunung api 3 dan kekeringan 1 (Bnbp, 2020).
Dampak buruk akibat bencana antara lain: penyakit menular, kurangnya air bersih,
kesulitan makanan dan gangguan gizi serta gangguan kesehatan mental. Penyakit yang timbul
sangat tergantung dengan jenis bencananya. Berdasar rapid assessment Departemen Kesehatan
salah satu penyakit yang umum di derita adalah malaria ( Notoatmodjo,2007).
Pada bencana gempa bumi dan Tsunami di Aceh, terjadinya kasus malaria,di disamping
karena Aceh termasuk daerah endemis malaria, juga di latarbelakangi adanya perubahan
lingkungan berupa kubangan-kubangan air yang merupakan tempat perindukan nyamuk
Anopheles sundaicus. Spesies nyamuk ini merupakan salah satu vektor penular malaria. Hal-hal
yang menentukan tempat atau lokasi suatu penyakit oleh vektor antara lain kekhususan topografi
tempat. Perlu diperhatikan pembagian zoogeografi, ketinggian tempat, letak geografis tempat,
susunan geologi, serta besar atau luas tempat. Adanya tumbuh-tumbuhan juga sangat
mempengaruhi kehidupan vektor, misalnya sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung
dan tempat mencari makan bagi jentik, tempat hinggap dan tempat beristirahat bagi nyamuk
(Depkes Rl 2005).
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
ee yang perlu teman2 ketahui adalah bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang
memiliki tingkat kegempaan tertinggi di dunia. menurut data United States Geological Survey
(USGS). ). Data dari kurun waktu 1 Januari 2020 hingga 29 Juni 2020, BNPB mencatat kejadian
bencana alam sebanyak 1.549 kali. Dari total kejadian, lebih dari 99 persen merupakan bencana
hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan angin puting beliung.
Nah kita sebagai tenaga kesehatan masyarakat, harus dpaat mengetahui bagaimanacara
pelaksanaan survey cepat, jadi Rapid Health Assessment (penilaian kesehatan secara cepat)
dilakukan untuk kita mengatur besarnya suatu masalah yang berkaitan dengan kesehatan akibat
bencana, Assessment terhadap kondisi darurat merupakan suatu proses yang berkelanjutan,
artinya seiring dengan perkembangan kondisi darurat diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.
Dan juga yang perlu temman-teman ketahui adalah bahwa Tahapan pelaksanaan survei
cepat tidak berbeda dengan survei pada umumnya. Perbedaan teknik survei konvensional dan
survei cepat terletak pada kecepatan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari
masyarakat.
Alat pengumpul data pada survei cepat biasanya menggunakan kuesioner atau melakukan
pengukuran dengan alat tertentu. Pada survey cepat pertanyaan dibatasi sekitar 20-30
pertanyaan saja. Oleh karena itu, pertanyaan harus dipilih untuk diarahkan menjawab
tujuan dari survey ini.
Data yang sudah terkumpul dalam waktu 1- 2 hari harus sudah di entry ke dalam
komputer. Jika fasilitas tersedia, akan lebih baik proses pemasukkan data dilakukan di
lapangan dengan menggunakan notebook. Akurasi data harus diperhatikan dalam proses
pemasukkan data ini. Analisis data hanya dapat dilakukan setelah peneliti yakin bahwa
entry data sudah benar dan bebas dari kesalahan. Jika masih ada keraguan, dapat
dilakukan pemeriksaan dan pembersihan data (Nugraha & Adawiyah, 2019).