Food borne disease merupakan penyakit yang timbul akibat kontaminasi makanan
oleh mikroba maupun zat kimia berbahaya. Bakteri dan fungi merupakan
mikroorganisme yang paling sering dijumpai sebagai penyebab utama foodborne
disease. Keberadaan mikroba yang terbawa oleh makanan bergantung pada kesesuaian
habitat dan lamanya kontak antara makanan dengan mikroba penyebab foodborne
disease. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kerusakan
makanan dan memicu munculnya perkembangan mikroba dalam makanan adalah
adanya nutrisi bakteri pada makanan, pH dan suhu optimum bakteri, rendahnya
senyawa antimikroba, perbedaan kondisi suhu antara produksi dan konsumsi, waktu
penyimpanan yang terlalu lama, serta proses pengolahan bahan pangan yang tidak
higienis.
Makanan yang belum matang ataupun sudah matang dapat menjadi medium yang
mendukung pertumbuhan mikroba. Selain itu, berbagai produk makanan seringkali
menjadi tempat bersarangnya toksin dari bakteri dan fungi. Tidak seperti bakteri dan
fungi, virus tidak dapat bereplikasi dalam makanan sehingga makanan hanya berperan
sebagai pembawa virus. Foodborne disease oleh virus umumnya disebabkan karena
adanya transmisi virus dari tangan maupun alat masak dan alat makan. Sementara
parasit yang umum dijumpai pada makanan adalah jenis cacing dan protozoa. Bakteri
patogen yang sering ditemukan pada penderita foodborne disease di negara
berkembang seperti Indonesia di antaranya E. coli (15-20%), Shigella sp.(5-15%),
Salmonella sp. (1-5%), Vibrio colerae (5-10%), Campylobacter jejuni (15-20%).
Terdapat juga parasit cacing seperti Fasciola hepatica dan protozoa seperti Giardia
lamblia, Entamoeba histolytica, serta berbagai virus rota (15-20%)
2. Survey yang dilakukan oleh Foodborne Disease Outbreak Surveillance System pada
Oktober 2013 menunjukkan etiologi dari food borne disease adalah bakteri, toksin,
parasit, virus, dan bahan kimia.
Patogen penyebab food borne disease dan manifestasi klinis yang ditimbulkan
3. Ada beberapa kelompok yang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadi food
borne disease, yaitu:
Orang tua, dengan bertambahnya umur, sistem imun akan semakin menurun dalam fungsi
dan jumlahnya, sehingga orang yang semakin tua akan memiliki respon imunitas yang
lebih rendah terhadap makanan yang terkontaminasi sehingga lebih mudah untuk terjadi
keracunan makanan
Wanita hamil, perubahan metabolisme selama hamil akan meningkatkan risiko terhadap
keracunan makanan. Reaksi tubuh terhadap organisme kontaminan juga dapat lebih parah
dari biasanya.
Bayi dan anak-anak, pada masa anak anak, sistem imun belum sepenuhnya berkembang
layaknya orang dewasa, sehingga respon terhadap pajanan organisme kontaminan dalam
makanan juga semakin rendah.
Penyakit kronik dan kondisi khusus, memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan
penyakit liver dapat menurunkan respon kekebalan tubuh kita terhadap pajanan
organisme kontaminan, begitu juga pada orang dengan kondisi khusus, yaitu orang yang
sedang menjalani kemoterapi.
Gangguan reproduksi
Gangguan hormon yang disebabkan pestisida dapat mengakibatkan penurunan produksi
sperma. Selain itu wanita yang sering bersentuhan dengan pestisida juga
cenderung kurang subur dan berisiko melahirkan secara prematur.
Gangguan kehamilan dan perkembangan janin
Pestisida mengandung bahan kimia yang dapat merusak sistem saraf. Oleh karena itu ibu
hamil disarankan untuk menghindari paparan pestisida, terutama pada trimester pertama
kehamilan. Kenapa? Karena di tiga bulan pertama inilah sistem saraf janin berkembang
pesat. Jika terpapar, risiko cacat pada janin, keguguran, dan komplikasi kehamilan akan
meningkat.
Penyakit Parkinson
Penelitian menunjukkan bahwa pestisida diduga mampu meningkatkan risiko terkena
penyakit Parkinson. Semakin sering terpapar, semakin tinggi risikonya. Hal ini karena
racun di dalam pestisida dapat merusak saraf tubuh, terlebih jika telah terpapar dalam
jangka panjang.
Risiko pubertas dini
Bahan kimia pada pestisida diduga dapat meningkatkan produksi hormon testosteron
yang dapat menyebabkan pubertas dini pada anak laki-laki.
Kanker
Telah banyak penelitian yang mengaitkan pestisida dengan munculnya tumor dan
meningkatnya risiko terkena kanker. Kanker ginjal, kulit, otak, limfoma, payudara,
prostat, hati, paru-paru, dan leukimia, adalah beberapa jenis kanker yang mungkin bisa
diakibatkan oleh paparan pestisida dalam jangka panjang. Para pekerja pertanian adalah
yang paling rentan terhadap risiko ini.
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama
bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi,perubahan kepribadian,
kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma
Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun.
Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi oleh organ hati.
Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun
terhadap tubuh. Meskipun demikian hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida
apabila terpapar selama bertahuntahun. Hal ini dapat menyebabkan penyakit seperti
hepatitis, sirosis bahkan kanker
Lambung dan usus yang terpapar pestisida akan menunjukkan respon mulai dari yang
sederhana seperti iritasi, rasa panas, mual. muntah hingga respon fatal yang dapat
menyebabkan kematian seperti perforasi, pendarahan dan korosi lambung.. Muntah-
muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang
yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahuntahun,
mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida, baik sengaja atau tidak,
efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung
melalui dinding-dinding perut