Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS SUNGAI KERAWANG KECAMATAN BATU AMPAR


KABUPATEN KUBU RAYA

Nurhayati 1, Ismael Saleh 2, Elly Trisnawati 3

THE RISK FACTORS OF FILARIASIS INCIDENCE AT WORK AREA OF


PUSKESMAS SUNGAI KERAWANG, KECAMATAN BATU AMPAR,
KABUPATEN KUBU RAYA

1
Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak
tahun 2013 (niasukmawati@gmail.com)
2
Peminatan Epidemiologi KesehatanFakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak
(ismael_irmawan@yahoo.com)
3
Peminatan Epidemiologi KesehatanFakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak
(elly_occ.health@yahoo.co.id)

ABSTRAK

Latar Belakang : Penyakit filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria
yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Di Indonesia diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko
tertular filariasis lebih dari 125 juta orang. Jumlah penderita filariasis di Kalimantan Barat dari empat provinsi
menduduki peringkat ketiga dengan jumlah 253 orang. Penderita filariasis di Kabupaten Kubu Raya yakni 45 kasus
dengan Mf rate 11,7%. Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan Batu Ampar pada tahun 2013
yaitu terdapat 24 kasus dengan Mf Rate 9,6%. Mikrofilaria Rete > 1% merupakan indikator suatu kabupaten atau
kota menjadi daerah endemis filariasis.
Tujuan : penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas
Sungai Kerawang Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya.
Metode : penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain kasus kontrol. Jumlah responden 72
orang (24 kasus dan 48 kontrol). Sampling dari populasi kasus dan kontrol dilakukan dengan teknik matching
meliputi umur dan jenis kelamin. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi
square.
Hasil : penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kondisi dinding rumah (p value = 0,005 ; OR
= 4,857), kondisi langit-langit rumah (p value = 0,001 ; OR = 6,929), Keberadaan kawat kasa (p value = 0,001 ; OR =
7,600), keberadaan semak-semak (p value = 0,005 ; OR = 5,909), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p value =
0,002 ; OR = 6,333), kebiasaan menggunakan kelambu (p value = 0.002 ; OR = 6,000) kebiasaan berada di luar
rumah pada malam hari (p value = 0,040 ; OR = 3,364) dengan kejadian filariasis.
Saran : meningkatkan kerja sama lintas sektor dengan instansi terkait dalam penanggulangan penyakit
filariasis seperti pengobatan massal. Merencanakan perluasan deteksi dini pada masyarakat mengenai penyakit
filariasis agar dapat mengetahui efektifitas pemberantasan. Masyarakat diharapkan memperbaiki kondisi fisik
rumah dan memperbaiki lingkungan sekitar rumah serta memperbaiki kebiasaan yang dapat menyebabkan
terjadinya filariasis.

Kata kunci : dinding, langit-langit, kawat kasa, semak-semak, filariasis.

ABTRACT

Background : Filariasis is a chronic contagious disease caused by filaria nematodes in the blood or tissues of
the body causing blockage of lymphatic vessels. The population at risk of filariasis in Indonesia are estimated more
than 125 million people in 2009. Among four provinces in Kalimantan area, Kalimantan Barat placed in the third

22 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


rank with 253 people at risk. As the focus of this research, there are 45 cases of filariasis patients in Kabupaten Kubu
Raya with Mf rate of 11,7 %. These cases were evidently found at work area of Puskesmas Sungai Kerawang in 2012
and the 24 cases are observed with Mf rate of 9,6%.
Objective : Therefore, the purpose of this research is to find out the risk factors of filariasis incidence at work
area of Puskesmas Sungai Kerawang , Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya.
Methods : This research is conducted by administering analytical observation with control case design. The
numbers of respondents were 72 people (consisting of 24 cases and 48 controls). The sampling technique and control
case population of the research were matching technique covering age and gender of the respondents. Furthemore, in
analyzing the data, the researcher applied univariate statistics with only one random variable and bivariate
binominal distibution with Chi square statistical test.
Result : The findings of the research revealed that there were correlation of the condition of the wall of the
house (p value = 0,005 ; OR = 4,857), the condition of the ceiling (p value = 0,001 ; OR = 6,929), the use of wire
netting, (p value = 0,001 ; OR = 7,600), the existence of bush (p value = 0,005 ; OR = 5,909), habit of using mosquito
repellent (p value = 0,001 ; OR = 6,333), habit of using bed netting (p value = 0,002 ; OR = 6,000), habit to be outside
at night (p value = 0,040 ; OR = 3,364) and filariasis incidence.
Conclusions : The findings of the research are expected to contribute to the improvement of cross-sector
cooperation among related departments in terms of treating filariasis disease such as mass treatment. Expansion
plan of early detection to the society will be beneficial to the effectiveness of curing the disease. The society are
expected to improve the physical condition of the house and surrounding in their neighborhood, and also improve
their way of life to the best action to avoid the filariasis disease.

Keywords : wall, ceilings, wire netting, bushes, filariasis

PENDAHULUAN orang sudah menunjukkan gejala klinis. Penyakit


ini merupakan salah satu masalah kesehatan
Penyakit filariasis adalah penyakit masyarakat yang serius di Indonesia.
menular menahun yang disebabkan oleh Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk
cacing filaria yang menyerang saluran dan berisiko tertular filariasis lebih dari 125 juta
kelenjar getah bening. Penyakit ini dapat orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota
merusak sistem limfe, menimbulkan endemis filariasis dengan 11.914 kasus kronis
pembengkakan pada tangan, kaki, gandula yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi
mammae dan scrotum, menimbulkan cacat microfilaria 19%, kurang lebih penyakit ini akan
2
seumur hidup dan stigma sosial bagi mengenai 40 juta penduduk.
penderita dan keluarganya. Secara tidak Berdasarkan laporan Kementerian
langsung, penyakit ini dapat berdampak pada Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009,
penurunan produktivitas kerja penderita, jumlah penderita filariasis di Kalimantan Barat
menjadi beban bagi keluarga dan dari empat Provinsi menduduki peringkat ketiga
2
menimbulkan kerugian ekonomi bagi dengan jumlah 253 orang penderita.
1
negara. Sedangkan berdasarkan hasil survei yang
Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kalimantan
yang berada di lebih dari 83 negara berisiko Barat, Kabupaten Kubu Raya menduduki
tertular filariasis, dan lebih dari 60% negara- pringkat ke 2 dari 7 Kabupaten yang ada yakni 45
negara tersebut berada di Asia Tenggara. kasus dengan Mf Rate 11,7%. Berdasarkan
Diperkirakan lebih dari 120 juta orang survei darah jari yang dilakukan oleh Dinkes
diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta Kabupaten Kubu Raya tahun 2011 ditemukan 1

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 23


kasus penderita filariasis di Wilayah Kerja di peroleh sebanyak 60% memiliki kondisi
Puskesmas Sungai Kerawang. Kemudian terjadi dinding rumah tidak tertutup rapat, sebanyak
peningkatan kasus yang cukup signifikan pada 80% rumah responden tidak terdapat langit-
tahun 2013 yaitu sebesar 24 kasus dengan Mf langit, sebanyak 70% tidak terpasang kawat kasa,
Rate 9,6%. Mf >1% merupakan indikator suatu dan sebanyak 60% lingkungan rumah terdapat
kabupaten/kota menjadi daerah endemis semak-semak di sekitar rumah. Kemudian
filariasis. mengenai kebiasan dari 10 responden di peroleh
Lingkungan dapat diklarifikasikan dalam semua responden tidak menggunakan anti
empat komponen yaitu : 1) lingkungan fisik nyamuk, sebanyak 40% responden menggunakan
meliputi kondisi rumahan, udara, musim, cuaca, kelambu, dan sebanyak 50% berada di luar rumah
dan kondisi geografis serta geologinya, 2) pada malam hari.
lingkungan biologi dapat berperan sebagai Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan mikroorganisme Kerawang memiliki karakteristik geografis yang
sapropit sebagai agent, reservoir, maupun vektor sangat mendukung untuk berkembangbiaknya
dari suatu penyakit, 3 dan 4) lingkungan sosial berbagai vektor nyamuk. Topografi yang terdiri
budaya sangat mempengaruhi status kesehatan dari dataran rendah dan daerah pantai dan
fisik dan mental baik secara individu maupun memiliki aliran sungai-sungai kecil dan sebagian
kelompok dikarenakan nilai-nilai sosial yang terdiri dari sawah, rawa-rawa merupakan daerah
berlaku di daerah setempat. Pengaruh lingkungan yang baik bagi perkembangbiakan nyamuk. Dari
terhadap kesehatan manusia sangat besar hasil survei awal yang dilakukan sebagian rumah
pengaruhnya salah satunya adalah Penyakit penduduk masih tergolong semi permanen dan
3
filariasis. kondisi lingkungan sekitar rumahnya tidak
Kondisi fisik rumah berkaitan dengan terawat. Kondisi fisik rumah yaitu berupa dinding
dinding, langit-langit, ventilasi rumah yang rumah yang terdapat lubang atau cela, langit-
menjadi tempat keluar masuk dan peristirahatan langit yang tidak tertutup oleh plafon pada
nyamuk. Rumah atau tempat tinggal yang seluruh bagian langit-langit rumah serta tidak
buruk/kumuh dapat mendukung terjadinya terpasang kawat kasa pada setiap ventilasi rumah
penularan penyakit atau gangguan kesehatan dan perilaku seperti kebiasaan tidak meng-
salah satu diantaranya ditularkan oleh arthropoda gunakan kelambu pada saat tidur, kebiasaan tidak
4
contohnya penyakit filariasis. Lingkungan sosial menggunakan obat anti nyamuk setiap hari agar
besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan terhindar dari gigitan nyamuk dan kebiasaan
faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan tidak berada di luar rumah pada malam hari yang sering
menggunakan kelambu, anti nyamuk dan dapat terjadi penularan filariasis.
kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai Berdasarkan latar belakang di atas kejadian
larut malam dimana vektornya lebih bersifat filariasis di Desa Sungai Kerawang dapat
eksofilik dan eksofagik akan memperbesar disebabkan berbagai faktor risiko. Faktor risiko
5
jumlah gigitan nyamuk. yang perlu dikaji agar dapat dilakukan upaya
Berdasarkan hasil survei awal yang pencegahan dan pengendalian berdasarkan hal
dilakukan oleh peneliti terhadap 10 responden tersebut di atas maka rumusan masalah dalam
yang positif filariasis di Desa Sungai Kerawang penelitian ini adalah apa saja faktor risiko

24 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


kejadian filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas salah satu Puskesmas yang terletak di Desa
Sungai Kerawang Kecamatan Batu Ampar Sungai Kerawang Kecamatan Batu Ampar
Kabupaten Kubu Raya. Kabupaten Kubu Raya. Desa Sungai Kerawang
merupakan daerah perairan yang masih
Metode merupakan rawa-rawa dan hutan belantara. Luas
Penelitian ini merupakan penelitian wilayah Sungai Kerawang adalah 151.25 km2
observasional analitik yang mengkaji hubungan dan memiliki 4 desa. Penduduk Sungai Kerawang
dan besarnya risiko kejadian filariasis. Desain pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak 3.670
penelitian menggunakan kasus kontrol bertujuan jiwa. Keadaan iklim di Sungai kerawang
untuk memperoleh kejelasan tentang faktor dipengaruhi oleh jumlah curah hujan tertinggi,
risiko penyebab penyakit dengan perinsip pada tahun 2012 curah hujan mencapai 2000 mm
analitik. dengan suhu-suhu udara rata-rata harian 32°C.
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari
dua kelompok yaitu kasus dan kontrol. Distribusi Karakteristik Responden
Kelompok kasus adalah seluruh warga di 1. Jenis kelamin
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Kerawang
Kasus Kontrol
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya Jenis kelamin
N % N %
yang berdasarkan hasil pemeriksaan
Laki Laki 14 58,3 28 58.3
labolatorium terhadap sampel darah jari yang Perempuan 10 41.7 20 41.7
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Total 24 100 48 100
Kubu Raya pada bulan April tahun 2013 yang Sumber : data primer
hasilnya positif menderita filariasis yang
berjumlah 24 orang. Sedangkan kelompok Diketahui bahwa sebagian besar
pembanding adalah warga di Wilayah Kerja responden pada kelompok kasus berjenis
Puskesmas Sungai Kerawang yang tidak kelamin laki laki yaitu sebesar 58,3 %,
teridentifikasi filariasis dan memiliki sedangkan pada kelompok kontrol responden
karakteristik yang sama atau mirip dengan juga berjenis kelamin laki- laki yaitu sebesar
kelompok kasus, seperti usia, jenis kelamin, 58,3 %.
pernah dilakukan pemeriksaan lab dan
berdomisili di daerah yang sama. 2. Umur
Data diperoleh melalui kuesioner dan
P
wawancara langsung serta pemeriksaan fisik Umur N Mean SD SE velue
rumah responden. Analisis data dilakukan secara Kasus 24 30,75 19.859 4.054
0,949
bertahap meliputi analisis univariat dan bivariat Kontrol 48 31,06 19.504 2.815
diuji secara statistik Chi Square dengan derajad Sumber : data primer
ketepatan 95% (á = 0,05).
Rata-rata umur responden pada
Hasil Penelitian kelompok kasus adalah 30,75 dengan standar
Gambaran Umum deviasi 19,859 sedangkan pada kelompok
Puskesmas Sungai Kerawang merupakan kontrol rata-rata umur adalah 31,06 dengan

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 25


standar deviasi 19,504 %. Hasil uji statistik Analisa Univariat
didapatkan nilai p = 0,949, artinya tidak ada Kasus Kontrol
Variabel
perbedaan yang signifikan rata-rata umur N % N %
antara kelompok kasus dan kelompok Kondisi dinding
kontrol. rumah
- Tidak tertutup rapat 16 66,7 14 29,2
- Tertutup rapat 8 33,3 34 70,8
3. Pendidikan Kondisi langit-langit
Kasus Kontrol rumah
Pendidikan - Tidak tertutup 19 79,2 17 35,4
N % N %
- Tertutup 5 20,8 31 64,6
Tidak Sekolah 6 25.0 7 14.6
Keberadaan kawat
SD 15 58,3 24 50.0
kasa
SMP 3 12.5 10 20.8
- Tidak Terpasang 19 79,2 16 33,3
SMA 1 4.2 6 12.5
- Terpasang 5 20,8 32 66,7
PT 0 0 1 2.1
Keberadaan
Total 24 100 48 100
semak-semak
Sumber : data primer - Ada 20 83,3 22 45,8
- Tidak Ada 4 16,7 26 54,2
Diketahui bahwa sebagian besar Kebiasaan menggunakan
responden pada kelompok kasus memiliki anti nyamuk
latar belakang pendidikan terakhir yaitu - Tidak menggunakan 19 79,2 18 37,5
- Menggunakan 5 20,8 30 62,5
Sekolah Dasar sebesar 58,3 %, sedangkan
Kebiasaan menggunakan
pada kelompok kontrol juga memiliki latar kelambu
belakang pendidikan terakhir Sekolah Dasar - Tidak menggunakan 16 66,7 12 25,0
sebesar 50,0 %. - Menggunakan 8 33,3 36 75,0
Kebiasaan berada di luar
rumah pada malam hari
4. Pekerjaan
- Sering 12 50.0 11 22,9
Kasus Kontrol - Tidak Sering 12 50.0 37 77,1
Pendapatan Sumber : data primer
N % N %
Tidak Bekerja 10 41,7 21 43,8
Petani 8 33.3 12 25.0 Berdasarkan tabel di atas dapat
Nelayan 2 8.3 5 10.4 diketahui bahwa distribusi frekuensi
Buruh 4 16.7 9 18.8 berdasarkan kondisi dinding rumah pada
PNS 0 0 1 2.1
kelompok kasus sebagian besar responden
Total 24 100 48 100
Sumber : data primer memiliki kondisi dinding rumah yang tidak
tertutup rapat sebesar 66,7%, sedangkan
Diketahui bahwa sebagian besar pada kelompok kontrol sebagian besar
responden pada kelompok kasus tidak memiliki kondisi dinding rumah tertutup
bekerja yaitu sebesar 41,7% sedangkan pada rapat yaitu sebesar 70,8%. Distribusi
kelompok kontrol responden juga tidak frekuensi berdasarkan kondisi langit-langit
bekerja yaitu sebesar 43,8 %. rumah pada kelompok kasus sebagian besar
responden memiliki kondisi langit-langit

26 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


rumah yang tidak tertutup sebesar 79,2%, Analisa Bivariat
sedangkan pada kelompok kontrol Kondisi P
Variabel OR 95% CI
Value
langit-langit rumah yang menggunakan
Kondisi dinding 0,005 4,857 1,696-13,914
Plafon sebesar 64,6%. Distribusi frekuensi
rumah
berdasarkan keberadaan kawat kasa pada Kondisi langit- 0,001 6,929 2,196 -21.864
kelompok kasus sebagian besar responden langit rumah
tidak memiliki kawat kasa pada ventilasi Keberadaan 0,001 7,600 2,398- 24,087
kawat kasa
rumah sebesar 79,2%, sedangkan pada
Keberadaan semak- 0,005 5,909 1,754 -19,904
kelompok kontrol yang memiliki kawat kasa semak
pada ventilasi rumah sebesar 66,7%. Kebiasaan meng- 0,002 6,333 2,015-19,910
Distribusi frekuensi berdasarkan keberadaan gunakan anti nyamuk
semak-semak pada kelompok kasus sebagian Kebiasaan meng- 0.002 6,000 2.056-17.510
gunakan kelambu
besar responden memiliki semak-semak di
Kebiasaan berada di luar 0,040 3,364 1,182 - 9,570
sekitar rumah sebesar 83,3%, sedangkan rumah pada malam hari
pada kelompok kontrol tidak memiliki Sumber : data primer
semak-semak di sekitar rumah sebesar
54,2%. Distribusi frekuensi berdasarkan Hasil analisis variabel kondisi dinding
kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk rumah dengan kejadian filariasis berdasarkan
pada kelompok kasus memiliki kebiasaan uji statistik Chi Square didapatkan nilai p
tidak menggunakan anti nyamuk sebesar value = 0,005 (< 0,05), dapat disimpulkan
79,2%, sedangkan pada kelompok kontrol ada hubungan antara kondisi dinding rumah
yang menggunakananti nyamuk yaitu dengan kejadian filariasis di Wilayah Kerja
sebesar 62,5%. Distribusi frekuensi Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan
berdasarkan kebiasaan menggunakan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari
kelambu pada kelompok kasus memiliki hasil analisa diperoleh nilai OR = 4,857 (95%
kebiasaan tidak menggunakan kelambu yaitu CI 1,696-13,914), yang artinya kondisi
sebesar 66,7%, sedangkan pada kelompok dinding rumah responden yang tidak
kontrol yang menggunakan kelambu yaitu tertutup rapat mempunyai risiko 4,857 kali
sebesar 75,0%. Distribusi frekuensi terkena filariasis.
berdasarkan kebiasaan berada di luar rumah Hasil analisis variabel kondisi langit-
pada malam hari pada kelompok kasus yang langit rumah dengan kejadian filariasis
memiliki kebiasan yang sering berada di luar berdasarkan uji statistik Chi Square
rumah pada malam hari sebesar 50,0 %, didapatkan nilai p value = 0,001 (< 0,05),
sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dapat disimpulkan ada hubungan antara
sering berada di luar rumah yaitu sebesar kondisi langit-langit rumah dengan kejadian
77,1%. filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Kerawang Kecamatan Batu Ampar
Kabupaten Kubu Raya. Dari hasil analisa
diperoleh nilai OR = 6,929 (95% CI 2,196
21.864) yang artinya kondisi langit-langit

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 27


rumah responden yang tidak tertutup hasil analisa diperoleh nilai OR = 6,333
mempunyai risiko 6,929 kali terkena (95% CI 2.015-19,910) yang artinya
filariasis. responden yang tidak menggunakan anti
Hasil analisis variabel keberadaan nyamuk mempunyai risiko 6,333 kali
kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian terkena filariasis.
filariasis berdasarkan uji statistik Chi Square Hasil analisis variabel kebiasaan
didapatkan nilai p value = 0,001 (< 0,05), menggunakan kelambu dengan kejadian
dapat disimpulkan ada hubungan antara filariasis berdasarkan uji statistic Chi Square
keberadaan kawat kasa pada ventilasi rumah didapatkan nilai p value = 0,002 (< 0,05),
dengan kejadian filariasis di Wilayah Kerja dapat disimpulkan ada hubungan antara
Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan kebiasaan menggunakan kelambu dengan
Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari kejadian filariasis di Wilayah Kerja
hasil analisa diperoleh nilai OR = 7,600 (95% Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan
CI 2,398 - 24,087), yang artinya keberadaan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari
kawat kasa pada ventilasi rumah responden hasil analisa diperoleh nilai OR = 6,000
yang tidak terpasang mempunyai risiko 7,600 (95% CI 2.056-17.510) artinya responden
kali terkena filariasis. yang tidak menggunakan kelambu
Hasil analisis variabel keberadaan mempunyai resiko 6,000 kali terkena
semak-semak di sekitar rumah dengan filariasis.
kejadian filariasis berdasarkan uji statistik Hasil analisis variabel kebiasaan beada
Chi Square didapatkan nilai p value = 0,005 di luar rumah pada malam hari dengan
(< 0,05), dapat disimpulkan ada hubungan kejadian filariasis berdasarkan uji statistic
antara keberadaan semak-semak disekitar Chi Square didapatkan nilai p value = 0,040
rumah dengan kejadian filariasis di Wilayah (< 0,05), dapat disimpulkan ada hubungan
Kerja Puskesmas Sungai Kerawang antara kebiasan berada di liar rumah pada
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu malam hari dengan kejadian filariasis di
Raya. Dari hasil analisa diperoleh nilai OR = Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Kerawang
5,909 (95% CI 1,754 19,904), yang artinya Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu
responden yang terdapat semak-semak Raya. Hasil analisa diperoleh nilai OR =
disekitar rumah mempunyai risiko 5,909 kali 3,364 (95% CI 1,1829,570), yang artinya
terkena filariasis. responden yang sering berada di luar rumah
Hasil analisis variabel kebiasaan pada malam hari mempunyai risiko 3,364
menggunakan obat anti nyamuk dengan kali terkena filariasis.
kejadian filariasis berdasarkan uji statistik
Chi Square didapatkan nilai p value = 0,002 PEMBAHASAN
(< 0,05), dapat disimpulkan ada hubungan
antara kebiasaan menggunakan anti nyamuk Filariasis adalah penyakit menular
dengan kejadian filariasis di Wilayah Kerja menahun yang disebabkan oleh infeksi
Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan cacing filaria yang hidup di saluran kelenjar
Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari getah bening (sistem limfatik) serta

28 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


menyebabkan gejala akut, kronis dan dibandingkan dengan faktor lingkungan
ditularkan oleh nyamuk.6 Jumlah penderita yang lain. Kebiasaan untuk berada di luar
filariasis pada tahun 2013 di Wilayah Kerja rumah sampai larut malam dimana vektornya
Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan
Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya memperbesar jumlah gigitan nyamuk.9
berjumlah 24 Orang dengan Mf Rate 9,6%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan labolatorium A. Hubungan kondisi dinding rumah
terhadap sampel darah yang dilakukan oleh dengan kejadian filariasis
Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya Berdasarkan uji statistik Chi Square
pada bulan April tahun 2013 spesies cacing didapatkan nilai p value = 0,005 (< 0,05),
filaria yang ditemukan adalah spesies Brugia dapat disimpulkan ada hubungan antara
malayi. Spesies Brugia malayi ini banyak kondisi dinding rumah dengan kejadian
ditemukan daerah persawahan, rawa dan filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas
7
hutan. Sungai Kerawang Kecamatan Batu Ampar
Lingkungan fisik erat kitannya dengan Kabupaten Kubu Raya. Dari hasil analisa
kehidupan vektor, sehingga sangat diperoleh nilai OR = 4,857 (95% CI 1,696-
berpengaruh terhadap munculnya sumber- 13,914), yang artinya kondisi dinding rumah
1
sumber penularan filariasis. Lingkungan responden yang tidak tertutup rapat
fisik yang mempengaruhi kejadian filariasis mempunyai risiko 4,857 kali terkena
salah satunya adalah lingkungan rumah yang filariasis.
termasuk di dalamnya berupa kondisi fisik Kondisi dinding rumah responden
rumah dan lingkungan di sekitar rumah. memiliki kecenderungan berisiko terhadap
Kondisi fisik rumah berkaitan dengan kejadian filariasis, karena sebagian besar
keadaan dinding, langit-langit dan responden yang mengalami kejadian
keberadaan kawat kasa pada ventilasi rumah, filariasis memiliki dinding rumah yang tidak
yang dapat menjadi tempat keluar masuk dan tertutup rapat sehingga berpotensi menjadi
tempat peristirahatan nyamuk di dalam tempat keluar masuknya nyamuk penularan
rumah. Lingkungan di sekitar rumah yang filariasis.
tidak terawat dari semak-semak dan Beberapa hasil penelitian menemukan
memiliki tempat yang berpotensial untuk bahwa kondisi dinding rumah yang tidak
tergenangnya air yang tidak bisa mengalir tertutup rapat memiliki resiko untuk terkena
dapat mendukung tempat terjadinya filariasis dibandingkan dengan rumah yang
perindukan nyamuk sehingga dapat memiliki kondisi dinding rumah tertutup
10
menyebabkan penularan penyakit filariasis. rapat.
Lingkungan Sosial dan budaya adalah Standar arsitektur bangunan rumah
lingkungan yang timbul sebagai akibat pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan
adanya interaksi antar manusia, termasuk rumah yang cukup baik. Adapun kreteria
perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan rumah sehat salah satunya adalah terbuat dari
8
dan tradisi penduduk. Lingkungan sosial bahan bangunan yang kokoh dan dapat
kadang-kadang besar sekali pengaruhnya melindungi penghuninya dari penyakit

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 29


menular.4 filariasis.
Dinding rumah yang sehat memenuhi Langit-langit merupakan pembatas
syarat yaitu dinding rumah tidak tembus ruang dinding bagian atas dengan atap yang
pandang, dapat menahan angin, panas atau terbuat dari triplek, trepal, atau internit.
dingin serta kedap air, serta rapat sehingga Kondisi langit-langit rumah responden
tidak memudahkan nyamuk untuk masuk ke memiliki kecenderungan berisiko terhadap
dalam rumahKualitas dinding yang tidak kejadian filariasis, karena sebagian besar
rapat jika dinding rumah terbuat dari responden yang mengalami kejadian
anyaman bambu kasar ataupun kayu atau filariasis memiliki langit-langit rumah yang
papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 tidak tertutup, sehingga berpotensi menjadi
mm2 sehingga akan mempermudah nyamuk tempat keluar masuknya nyamuk penularan
masuk kedalam rumah.11 filariasis. Dikatakan tertutup apabila terdapat
Dari penelitian yang telah dilakukan plafon pada seluruh langit-langit rumah
dan hasil penelitian sebelumnya beserta sedangkan tidak tertutup apabila tidak
teori-teori yang mendukung, terdapat terdapat plafon pada seluruh langit-langit
kesamaan bahwa kondisi dinding rumah rumahuntuk menghalangi keluar masukknya
tidak tertutup memiliki risiko terkena nyamuk ke dalam rumah.
filariasis. Dapat disimpulkan bahwa Beberapa hasil penelitian menemukan
responden yang kondisi dinding rumah bahwa kondisi langit-langit rumah yang tidak
tidak tertutup rapat memiliki peluang lebih tertutup rapat memiliki resiko untuk terkena
besar terkena filariasis. filariasis dibandingkan dengan kondisi
10, 12
Dengan demikian perlu adanya upaya langit-langit rumah yang tertutup rapat.
untuk menutup dinding rumah yang tidak Rumah merupakan salah satu
tertutup rapat atau terdapat cela/lubang agar kebutuhan pokok manusia, rumah dapat
terhindar dari gigitan nyamuk penular berfungsi sebagai tempat tinggal yang sehat
filariasis yang masuk ke dalam rumah. dan yang ada di dalam atau di sekitarnya
harus memiliki kualitas bangunan yang baik.
B. Hubungan kondisi langit-langit rumah Persyaratan rumah sehat salah satunya
dengan kejadian filariasis adalah mencegah penularan penyakit bagi
Berdasarkan uji statistik Chi Square penghuninaya dan tidak memberikan
didapatkan nilai p value = 0,001 (< 0,05), kesempatan nyamuk masuk kedalam rumah.4
dapat disimpulkan ada hubungan antara Langit-langit rumah berguna sebagai
kondisi langit-langit rumah dengan kejadian pemisah antara genting dan ruangan agar
filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai tidak berhubungan langsung. Sehingga dapat
Kerawang Kecamatan Batu Ampar dikatakan bahwa keberadaan plafon cukup
Kabupaten Kubu Raya. Dari hasil analisa penting agar nyamuk tidak leluasa masuk
diperoleh nilai OR = 6,929 (95% CI 2,196 rumah melalui cala-cala genting. Jika tidak
21.864) yang artinya kondisi langit-langit ada langit-langit berarti ada lubang atau celah
rumah responden yang tidak tertutup antara dinding dengan atap sehingga nyamuk
mempunyai risiko 6,929 kali terkena lebih leluasa masuk ke dalam rumah. Dengan

30 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


demikian risiko untuk kontak antara kejadian filariasis tidak memiliki kawat kasa
penghuni rumah dengan nyamuk lebih besar sehingga berpotensi menjadi tempat keluar
dibandingkan dengan rumah yang ada langit- masuknya nyamuk penularan filariasis.
12
langitnya. Beberapa hasil penelitian menemukan
Dari penelitian yang telah dilakukan bahwa keberadaan kawat kasa pada ventilasi
dan hasil penelitian sebelumnya beserta rumah yang tidak terpasang beresiko untuk
teori-teori yang mendukung, terdapat terkena filariasis dibandingkan dengan ven-
kesamaan bahwa kondisi langit-langit rumah tilasi rumah yang terpasang kawat kasa.12, 13
tidak tertutup memiliki risiko terkena Pemasangan kasa pada ventilasi rumah
filariasis. Dapat disimpulkan bahwa oleh masyarakat adalah usaha untuk
responden yang kondisi langit-langitnya melindungi diri terhadap gigitan nyamuk,
tidak tertutup memiliki peluang lebih besar akan tetapi tampa disadari kegiatan ini
terkena filariasis. menjauhkan diri dari risiko tertular filariasis.
Dengan demikian perlu adanya upaya Kawat kasa yang dipasang pada semua
untuk menutup langit-langit rumah dengan ventilasi rumah dapat berfungsi sebagai
menggunakan plafon yang sederhana atau screening untuk mencegah nyamuk masuk
dapat juga dengan hanya menutup pada kedalam rumah, sehingga dengan upaya
bagian pertemua dinding dan atap rumahnya pemasangan kawat kasa dapat mengurangi
saja, sehingga terhindar dari gigitan nyamuk kontak antara nyamuk dengan penghuni yang
5
penular filariasis yang masuk ke dalam ada dalam rumah.
rumah. Kawat kasa merupakan penghalang
agar nyamuk tidak dapat masuk ke dalam
C. Hubungan eberadaan kawat kasa rumah. Ventilasi yang berisiko adalah
dengan kejadian filariasis ventilasi yang tidak menggunakan kawat
Berdasarkan uji statistik Chi Square kasa, pemasangan kawat kasa akan
didapatkan nilai p value = 0,001 (< 0,05), menyebabkan semangkin kecilnya kontak
dapat disimpulkan ada hubungan antara dengan nyamuk yang berada di luar rumah
14
keberadaan kawat kasa pada ventilasi rumah dengan penghuni rumah.
dengan kejadian filariasis di Wilayah Kerja Dari penelitian yang telah dilakukan
Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan dan hasil penelitian sebelumnya beserta
Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari teori-teori yang mendukung, terdapat
hasil analisa diperoleh nilai OR = 7,600 (95% kesamaan bahwa keberadaan kawat kasa
CI 2,398 - 24,087), yang artinya keberadaan yang tidak terpasang memiliki risiko terkena
kawat kasa pada ventilasi rumah responden filariasis. Dapat disimpulkan bahwa
yang tidak terpasang mempunyai risiko responden yang tidak terpasang kawat kasa
7,600 kali terkena filariasis. pada ventilasi rumah memiliki peluang lebih
Keberadaan kawat kasa pada ventilasi besar terkena filariasis.
rumah responden memiliki kecenderungan Untuk mencegah agar tidak timbulnya
berisiko terhadap kejadian filariasis, karena berbagai penyakit terutama filariasis, yang
sebagian besar responden yang mengalami berhubungan dengan penggunaan kawat

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 31


kasa pada ventilasi rumah. Maka perlu Beberapa hasil penelitian menemukan
adanya upaya untuk menutup ventilasi bahwa keberadaan semak-semak di sekitar
rumah dengan menggunakan kawat kasa rumah memiliki resiko untuk terkena
sehingga dapat menghindari dari nyamuk filariasis dibandingkan dengan rumah yang
penular filariasis masuk ke dalam rumah. tidak memiliki semak-semak di sekitar
rumah.10, 15
D. Hubungan keberadaan semak- Dari penelitian yang telah dilakukan
semak dengan kejadian filariasis dan hasil penelitian sebelumnya beserta
Berdasarkan uji statistik Chi Square teori-teori yang mendukung, terdapat
didapatkan nilai p value = 0,005 (< 0,05), kesamaan bahwa keberadaan semak-semak
dapat disimpulkan ada hubungan antara di sekitar rumah memiliki risiko terkena
keberadaan semak-semak disekitar rumah filariasis. Dapat disimpulkan bahwa
dengan kejadian filariasis di Wilayah Kerja responden yang memiliki semak-semak di
Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan sekitar rumah memiliki peluang lebih besar
Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari terkena filariasis.
hasil analisa diperoleh nilai OR = 5,909 Upaya pencegahan yang dapat
(95% CI 1,754 19,904), yang artinya dilakukan adalah dengan cara menganjurkan
responden yang terdapat semak-semak kepada masyarakat untuk bergotong royong
disekitar rumah mempunyai risiko 5,909 kali membersikan semak-semak yang ada di
terkena filariasis. sekitar rumah agar tidak menjadi tempat
Semak-semak adalah rumput atau perindukan dan peristirahatan nyamuk.
tumbuhan berkayu yang rimbun dimana
keadaan di sekitar rumah tidak terawat oleh E. Hubungan kebiasan menggunakan
tanaman-tanaman yang berisiko menjadi obat anti nyamuk dengan kejadian
tempat perindukan nyamuk.3. Kebutuhan filariasis
akan kelembaban yang tinggi mempengarihi Berdasarkan uji statistik Chi Square
nyamuk untuk mencari tempat yang lembab didapatkan nilai p value = 0,002 (< 0,05),
dan basah di luar rumah sebagai tempat dapat disimpulkan ada hubungan antara
9
istirahat pada siang hari. kebiasaan menggunakan anti nyamuk
Keberadaan semak-semak yang dengan kejadian filariasis di Wilayah Kerja
rimbun akan menghalangi sinar matahari Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan
menembus permukaan tanah sehingga Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari
menyebabkan terjadinya semak-semak yang hasil analisa diperoleh nilai OR = 6,333
rimbun, semak-semak menjadi rimbun, tetuh (95% CI 2.015-19,910) yang artinya
serta lembab sehingga keadaan ini responden yang tidak menggunakan anti
merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk mempunyai risiko 6,333 kali
nyamuk untuk menjadi tempat per- terkena filariasis.
istirahatan, sehingga jumlah populasi Responden yang mempunyai kebiasan
nyamuk di sekitar rumah bertambah dan tidak menggunakan obat anti nyamuk
11
menyebabkan penularan penyakit filariasis. berpotensi mengalami filariasis. Kebiasaan

32 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


responden di Sungai Kerawang sebagian menggunakan obat anti nyamuk diantaranya
besar memakai jenis obat anti yang sering obat nyamuk semprot, bakar, oil dan obat
digunakan adalah anti nyamuk bakar yaitu poles secara rutin untuk menghindari dari
sebesar 38,9%, Semua responden yang gigitan nyamuk penular filariasis.
mengggunakan obat anti nyamuk hanya pada
saat malam hari saja yaitu sebesar 48,6%. F. Hubungan kebiasaan menggunakan
Beberapa hasil penelitian menemukan kelambu dengan kejadian filariasis
bahwa orang yang mempunyai kebiasaan Berdasarkan uji statistik Chi Square
tidak menggunakan anti nyamuk setiap hari didapatkan nilai p value = 0,002 (< 0,05),
berisiko untuk terkena filariasis dibandinkan dapat disimpulkan ada hubungan antara
dengan orang yang mempunyai kebiasaan kebiasaan menggunakan kelambu dengan
menggunakan anti nyamuk.13, 16 kejadian filariasis di Wilayah Kerja
Kegiatan ini hampir seluruhnya Puskesmas Sungai Kerawang Kecamatan
dilaksanakan sendiri oleh masyarakat salah Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Dari
satu cara untuk mencegah dari gigitan hasil analisa diperoleh nilai OR = 6,000
nyamuk adalah dengan penggunaan obat anti (95% CI 2.056-17.510) artinya responden
nyamuk. Obat anti nyamuk digunakan untuk yang tidak menggunakan kelambu
melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan mempunyai resiko 6,000 kali terkena
cara mencegah kontak antara tubuh manusia filariasis.
dengan nyamuk, dimana peralatan kecil, Beberapa hasil penelitian menemu-kan
mudah dibawa dan sederhana dalam bahwa orang yang mempunyai kebiasaan
16
penggunaannya. tidak menggunakan kelambu memiliki risiko
Penggunaan anti nyamuk ini tidak akan menderita filariasis dibandingkan dengan
5, 17
berarti apa-apa jika kebiasaan masyarakat orang yang menggunakan kelambu.
masih sering keluar rumah pada malam hari Pemakaian kelambu sangat efektif dan
tidak menggunakan pelindung diri seperti berguna untuk mencegah kontak dengan
menggunakan obat anti nyamuk dan nyamuk, menggunakan kelambu secara
mengenakan pakaian panjang.15 teratur pada waktu malam hari dapat
Dari penelitian yang telah dilakukan mengurangi kejadian filariasis, responden
dan hasil penelitian dan teori-teori yang mempunyai kebiasan tidak
sebelumnya yang mendukung, terdapat menggunakan kelambu pada saat tidur
17
kesamaan bahwa kebiasaan tidak berpotensi mengalami filariasis.
menggunakan obat anti nyamuk memiliki Faktor kebiasaan menggunakan
risiko terkena filariasis. Dapat disimpulkan kelambu pada waktu tidur secara tioritis
bahwa responden yang memiliki kebiasaan memiliki konstribusi dalam pencegahan
tidak menggunakan obat anti nyamuk filariasis, karena pada umumnya aktifitas
mempunyai peluang lebih besar terkena menggigit nyamuk tertinggi pada malam
filariasis. hari. Penggunaan kelambu sewaktu tidur
Upaya pencegahan yang dapat dapat dapat terhindar dari gigitan nyamuk
dilakukan oleh masyarakat yaitu akan tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 33


kelambu itu sendiri, seperti kondisi kelambu beberapa jenis nyamuk mempunyai aktivitas
yang digunakan itu rusak.5 pada permulaan malam, sesuda matahari
Dari penelitian yang telah dilakukan terbenam sampai dengan mata hari terbit.
dan hasil penelitian sebelumnya yang Sebagian besar nyamuk mempunyai dua
mendukung, terdapat kesamaan bahwa puncak aktivitas menggigit pada malam hari,
kebiasaan tidak menggunakan kelambu puncak pertama terjadi sebelum tengah
memiliki risiko terkena filariasis. Dapat malam dan puncak kedua menjelang pagi
disimpulkan bahwa responden yang hari. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan
memiliki kebiasaan tidak menggunakan untuk berada di luar rumah sampai larut
kelambu mempunyai peluang lebih besar malam, dimana vektornya bersifat eksofilik
terkena filariasis. dan eksofagik akan memudahkan gigitan
9
Upaya untuk mencegah penyakit nyamuk.
filariasis terutama kepada masyarakat yang Kebiasaan keluar rumah pada malam
tidakmenggunakan kelambu disaat tidur, hari saat nyamuk Anopheles aktif menggigit
agar mau menggunakannya, guna untuk akan meningkatkan resiko kejadian filariasis.
menghindari dari gigitan nyamuk penular Faktor tersebut terkait erat dengan sepesies
filariasis nyamuk yang ada. Dimana berdasarkan hasil
survei vektor yang dilakukan bahwa puncak
G. Hubungan kebiasaan berada di luar kepadatan nyamuk terjadi pada pukul 20.00-
rumah pada malam hari dengan 21.00. aktivitas keluar rumah yang tinggi
kejadian filariasis pada malam hari membuka peluang yang
Berdasarkan uji statistik Chi Square lebih besar untuk kontak dengan nyamuk
didapatkan nilai p value = 0,040 (< 0,05), Anopheles sehingga berisiko menderita
dapat disimpulkan ada hubungan antara filariasis.5
kebiasan berada di liar rumah pada malam Dari penelitian yang telah dilakukan
hari dengan kejadian filariasis di Wilayah dan hasil penelitian sebelumnya yang
Kerja Puskesmas Sungai Kerawang mendukung, terdapat kesamaan bahwa
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu kebiasaan tidak menggunakan kelambu
Raya. Hasil analisa diperoleh nilai OR = memiliki risiko terkena filariasis. Dapat
3,364 (95% CI 1,1829,570), yang artinya disimpulkan bahwa responden yang
responden yang sering berada di luar rumah memiliki kebiasaan tidak menggunakan
pada malam hari mempunyai risiko 3,364 kelambu mempunyai peluang lebih besar
kali terkena filariasis. terkena filariasis.
Beberapa hasil penelitian menemukan Upaya untuk mencegahpenyakit
bahwa orang yang memiliki kebiasaan filariasis terutama kepada masyarakat yang
berada di luar rumah pada malam hari mempunyai kebiasaan sering berada di luar
memiliki risiko terkena filariasis dibanding- rumah pada malam hari, agar mau
kan dengan orang yang tidak sering berada di mengurangi kegiatan yang tidak penting dan
5, 16
luar rumah pada malam hari. jika bekerja atau ada kegiatan jika keluar dari
Berdasarkan waktu menggigit rumah menggunakan pelindung seperti

34 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


menggunakan pakayan panjang dan 7. Ada hubungan antara kebiasaan
menggunakan obat anti nyamuk untuk berada di luar rumah pada malam
menghindar dari gigitan nyamuk. hari dengan kejadian filariasis di
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
SIMPULAN Kerawang Kecamatan Batu Ampar
Kabupaten Kubu Raya.
1. Ada hubungan antara kondisi dinding
rumah dengan kejadian filariasis di SARAN
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Kerawang Kecamatan Batu Ampar 1. Bagi Dinkes Kabupaten Kubu Raya
Kabupaten Kubu Raya. dan Puskesmas Sungai Kerawang
2. Ada hubungan antara kondisi langit- perlu meningkatkan kerja sama lintas
langit rumah dengan kejadian filariasis sektoral dengan instansi terkait dalam
di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai upaya penanggulangan penyakit
Kerawang Kecamatan Batu Ampar filariasis seperti pengobatan massal
Kabupaten Kubu Raya. agar sembuh dan tidak ada sumber
3. Ada hubungan antara keberadaan injeksi. Merencanakan penambahan
kawat kasa pada ventilasi rumah atau perluasan deteksi dini pada
dengan kejadian filariasis di Wilayah masyarakat mengenai penyakit
Kerja Puskesmas Sungai Kerawang filariasis agar dapat mengetahui
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten efektifitas pemberantasan. Tenaga
Kubu Raya. kesehatan harus merencanakan dan
4. Ada hubungan antara keberadaan membentuk tim untuk melakukan
semak-semak di sekitar rumah dengan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat
kejadian filariasis di Wilayah Kerja khususnya tentang filariasis.
Puskesmas Sungai Kerawang 2. Kepada masyarakat khususnya yang
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten bertempat tinggal di Wilayah Kerja
Kubu Raya. Puskesmas Sungai Kerawang Agar
5. Ada hubungan antara kebiasaan memperbaiki kondisi fisik rumah dan
menggunakan anti nyamuk dengan memperbaiki lingkungan sekitar
kejadian filariasis di Wilayah Kerja rumah serta memperbaiki kebiasaan-
Puskesmas Sungai Kerawang kebiasaan yang dapat menyebabkan
Kecamatan Batu Ampar Kubu terjadinya filariasis.
Raya 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi
6. Ada hubungan antara kebiasaan bahan referensi untuk melakukan
menggunakan kelambu dengan penelitian lanjutan yaitu pada dasarnya
kejadian filariasis di Wilayah Kerja masih terdapat faktor lain yang
Puskesmas Sungai Kerawang menyebabkan kejadian penyakit
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten filariasia yaitu mengenai faktor
Kubu Raya. lingkungan biologik, karena dapat

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 35


menjadi rantai penularan filariasis Hilir Kabupaten Sanggau. Skripsi,
seperti adanya tumbuhan air sebagai Universitas Muhammadiyah
tempat pertumbuhan nyamuk. Pontianak.
Pamela, A. A. 2009. Hubungan Kondisi Fisik
DAFTAR PUSTAKA Rumah Dan Lingkungan Sekitar
Rumah Dengan Kejadian Malaria di
Depkes RI, 2009. Epidemiologi filariasis. Desa Ketosari Kecamatan Bener
Jakarta: Ditjen PP & PL. K a b u p a t e n P u r w o r e j o . Te s i s ,
Kemenkes RI, 2010. Rencana Nasional Universitas Muhammadiyah
Program Akselerasi Eliminasi Surakarta.
Filariasis di Indonesia, Jakarta, Ditjen J u r i a s t u t i . P, K a r t i k a . M , D j a j a . M ,
PP & PL. Susanna.D.2010. Faktor Risiko
Saepudin, Malik. 2004. Epidemiologi Kejadian Filariasis Di Kelurahan Jati
kesehatan lingkungan, pontianak: Sampurna. Jakarta, Jurnal Makara
STAIN Pontianak Press. Kesehatan Vol14 (1).
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Febrianto, B, Maharani, A, dan Widiarti.
Lingkungan, Jakarta: EGC. 2008. Faktor Risiko Filariasis di Desa
Ardias, Setiani.O, Hanani.Y. 2012. Faktor S u m b o r e j o , K e c a m a t a n Ti r t o ,
Risiko Lingkungan dan Perilaku Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah,
Masyarakat yang Berhubungan dengan Balai Penelitian. Kesehatan Vektor
Kejadian Filariasis di Kabupaten dan Reservoir Vol. 36 (2) halaman 48-
Sambas. Jurnal Kesehatan 58.
Lingkungan Indonesia Vol 11 (2). Depkes RI, 2008. Pedoman Program
Zulkoni, A. 2010. Parasitologi, Yogyakarta: Eliminasi Filariasis Di Indonesia.
Nuha Medika. Jakarta: Ditjen PP & PL.

Depkes RI, 2009. Pedoman Paiting, Y.S, Setiani. Onny, Sulistiani. 2012.
Penatalaksanaan Kasus Klinis Faktor risiko Lingkungan dan
Filariasis. Jakarta: Ditjen PP & PL. Kebiasaan Penduduk Berhubungan
dengan Kejadian Filariasis di Distrik
Saepudin, M. 2004. Epidemiologi kesehatan
Windesi Kabupaten Kepulawan Yapen
lingkungan, pontianak: STAIN
Propinsi Papua. Jurna Kesehatan
Pontianak Press.
Lingkungan Indonesia Vol 11 (1).
Sucipto, C. D. 2011. Vektor Penyakit Tropis,
Syuhada.Y, Nurjazuli, D. Nur Endah. 2012.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Studi kondisi lingkungan Rumah dan
Fitriani. 2012. Faktor Lingkungan Yang Perilaku Masyarakat Sebagai Faktor
Berisiko Terhadap Kejadian Filariasis Risiko Kejadian Filariasis di
di Desa Lalang Wilayah Kerja K e c a m a t a n B u a r a n d a n Ti r t o
Puskesmas Tayan Kecamatan Tanyan Kabupaten Pekalongan, Jurnal

36 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik


Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol
11 (1) .
Uloli, R. Soeyoko, Sumarni. 2008. Analisis
Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Filariasis, Jurnal Berita Kedokteran
Masyarakat Vol 24 (1) halaman 44-51.

Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 37

Anda mungkin juga menyukai