Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN KEPERAWATAN

Supervisi dan Delegasi

Dosen Pengampu: Ns. Rista Apriana, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh:

Dwi Arini 1710711034 Tsilmi Adhari 1710711069


Windi Setiyani 1710711035 Putri Widyawat 1710711091
Desiana Rachmawati 1710711038 Christin Maria 1710711102
Rifah Miladdina 1710711040 Ni Luh Gede Vidya G.1710711106
Hillalia Nurseha 1710711046 Mutiara Zahira 1710711107
Hopipah Indah N. 1710711053 Kiki Audilah 1710711109
Asa Alamanda 1710711062 Risma Dianty Kusuma 1710711125
Savira Ilsa 1710711064 Salma Nur Shohimah 1710711142

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
      
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “QBL 5: Supervisi dan Delegasi” ini
tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang
diberikan dosen mata kuliah Manajemen Keperawatan.

Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik
itu secara langsung maupun tidak langsung. 

Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Depok, 29 Agustus 2019

Kelas G
Daftar Isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………...…….i

Daftar Isi ………………………………………………………………………………………….ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ………………………………………………………………………...…4


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………..5
C. Tujuan …………………………………………………………………………………….5

Bab II Landasan Teori

A. Pentingnya Supervisi di Bidang Kesehatan…………………….………………………...6


B. Pentingnya Supervisi di Bidang Keperawatan …………………………………………...6
C. Pengertian, Teori Konsep dan Prinsip Supervisi…………………………......................7-8
D. Pengambilan Keputusan dan Hierarki Supervisional……………………………………12
E. Pengertian, Tujuan, Manfaat, Prinsip Supervisi ……………………………………..13-15
F. Model Supervisi Klinik ………………………………………………….………………15
G. Macam atau Jenis Supervisi dan Cara Mensupervisi ……………..………...……….17-19
H. Supervisi dalam Keperawatan dan contohnya ………...………………………………..20
I. Pentingnya Delegasi di Bidang Kesehatan dan Keperawatan …………..……………...22
J. Pengertian, Teori Konsep dan Prinsip Delegasi……………………………………..22-24
K. Pengertian,Komponen dan Hal yang Harus di Perhatikan dalam Proses Delegasi….25-26
L. Kecenderungan Kesalahan dalam Pendelegasian………………………………………..27
M. Hambatan Pendelegasian………………………………………………………………...29
N. Pendelegasian sebagai Fungsi Keperawatan Profesional………………………………..30
O. Peran Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen terkait Pendelegasian……………….33-36

Bab III Penutup

A. Kesimpulan …………………………………………………………………………….…..37
B. Saran ………………………………………………………………………………………..37

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………..…….38


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Supervisi berasal dari kata super “diatas” dan videre “melihat”. Bila dilihat dari asal
kata aslinya, supervisi berarti “melihat dari atas”. Pengertian supervisi secara umum
adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan” terhadap
pekerjaan yang dilakukan “bawahan” untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera
diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. "Tujuan dari supervisi
adalah memberikan bantuan kepada bawah secara langsung sehingga dengan bantuan
tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan hasil yang baik. Pemahaman seperti ini sangat penting, karena tujuan
dari supervisi bukan semata-mata untuk mencapai hasil yang baik. Oleh karena itu,
atasan jangan sampai mengambil alih tugas bawahan. Supervisi seharusnya memberikan
"bekal" kepada bawah, sehingga dengan bekal tersebut, bawahan seterusnya dapat
melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan baik
Delegasi merupakan proses penugasan, wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan.
( Sujak, 1990). “American Nurses Association ( ANA ) ( 1996 ) mendefinisikan
pendelegasian sebagai pemindahan tanggung jawab dalam melakukan tugas dari satu
orang ke orang lain. National Council of State Boards of Nursing ( NCBSN ) ( 1995 )
medefinisikan pendelegasian sebagai pemberian wewenang kepada individu yang
kompeten untuk melakukan aktivitas keperawatan tertentu pada situasi yang ditentukan.”
(Bessie L Marquis, Carol J Huston, 2003). Menurut marquis dan huston ( 1998 ) dalam
(Nursalam, 2002 ) bahwa pendelegasian adalah penyelesaian suatu pekerjaan melalui orang
lain. Dapat juga diartikan sebagai suatu pemberian suatu tugas kepada seseorang atau kelompok
dalam menyelesaikan tujuan organisasi. Jadi dapat disimpulkan, delegasi merupakan proses
pemindahan tanggung jawab dan otoritas dalam pelaksanaan aktivitas kepada individu
yang kompeten.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pentingnya Supervisi di Bidang Kesehatan dan Keperawatan?
2. Apa pengertian Supervisi?
3. Apa tujuan Supervisi?
4. Bagaiman Pengambilan Keputusan dan Hierarki Supervisional?
5. Apa Teori dan Konsep Supervisi?
6. Bagaimana Prinsip Supervisi?
7. Bagaimana Model Supervisi Klinik?
8. Bagaimana Cara Mensupervisi?
9. Apa Pentingnya Delegasi di Bidang Kesehatan dan Keperawatan?
10. Bagaimana pengertian Delegasi?
11. Bagaimana Teori dan Konsep Delegasi?
12. Bagaimana Prinsip Delegasi?
13. Apa Hambatan Delegasi?
14. Bagaimana Pendelegasian Sebagai Fungsi Keperawatan Profesional?
15. Bagaimana Peran Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen terkait Pendelegasian?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya Supervisi dan Delegasi di Bidang Kesehatan dan
Keperawatan
2. Untuk mengetahui pengertian Supervisi dan Delegasi.
3. Untuk mengetahui tujuan Supervisi dan Delegasi.
4. Untuk mengetahui Prinsip Supervisi dan Delegasi.
5. Untuk mengetahui Teori dan Konsep Supervisi dan Delegasi.
6. Untuk mengetahui Model Supervisi.
7. Untuk mengetahui Cara Mensupervisi.
8. Untuk mengetahui Hambatan Delegasi.
9. Untuk mengetahui Delegasi sebagai Fungsi Keperawatan Profesional.
10. Untuk mengetahui Peran Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen terkait Delegasi.
BAB II
LANDASAN TEORI

Desiana Rachmawati 1710711038

Asa Alamanda 1710711062

Kiki Audilah 1710711109

A. Pentingnya Supervisi di Bidang Kesehatan

Para supervisor di puskesmas perlu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program
kesehatan, apakah program tersebut berjalan dengan baik atau memiliki kendala lalu
memperbaiki program - program kesehatan dan pelayanannya. Monitoring, pengendalian,
evaluasi program kesehatan merupakan hal yang penting untuk mempertahankan
berlangsungnya program kesehatan dan memperbaiki penyimpangan yang ada.Supervisi
dilakukan agar program kegiatan kesehatan dilaksanakan sesuai standar untuk mencapai
tujuan program serta meningkatkan kualitas program kesehatan secara merata.

B. Pentingnya Supervisi di Bidang Keperawatan

Supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk


penyelesaian tugas-tugasnya. Dalam pelaksanaannya supervisi bukan hanya mengawasi
apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bersama para perawat bagaimana
memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. ( Swansburg 1999). Supervisi
keperawatan diperlukan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit,
supervisi bukan berarti menghukum tetapi memberikan pengarahan dan petunjuk agar
perawat dapat menyelesaikan tugasnya secara efektif dan efisien.
Supervisor diharapkan mempunyai hubungan interpersonal yang memuaskan dengan staf
agar tujuan supervisi dapat tercapai untuk meningkatkan motivasi, kreativitas dan
kemampuan perawat yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan.
Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai
hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan mencoba
memandang secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf
keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya.
Supervisi juga merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mendorong dan
memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus-menerus pada setiap tenaga
keperawatan dengan sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap tenaga keperawatan dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan baik, trampil, aman, cepat dan tepat secara
menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki. 

C. Pengertian Supervisi
Supervisi berasal dari kata super “diatas” dan videre “melihat”. Bila dilihat dari asal kata
aslinya, supervisi berarti “melihat dari atas”. Pengertian supervisi secara umum adalah
melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan” terhadap pekerjaan yang
dilakukan “bawahan” untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan
yang bersifat langsung guna mengatasinya. Supervisi menurut Nursalam (2015) merupakan
suatu bentuk dari kegiatan manajemen keperawatan yang bertujuan pada pemenuhan dan
peningkatan pelayanan pada klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan,
dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas. Supervisi adalah upaya yang dilakukan
dalam rangka pemantauan disertai dengan pemberian bimbingan, penggerakan atau motivasi
dan pengarahan (Depkes, 2008).

Kesimpulan

Jadi Supervisi adalah suatu proses yang menunjang manajemen dimana sebagian besar
kegiatan merupakan bimbingan dan sebagian kecil pengawasan

Supervisi mempunyai pengertian yang luas, yaitu segala bantuan dari pemimpin atau
penanggung jawab keperawatan yang tertuju untuk perkembangan para perawat dan staf lain
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan. Kegiatan supervisi berupa dorongan, bimbingan
dan kesempatan untuk pertumbuhan keahlian dan keterampilan perawat.

D. Teori dan Konsep Supervisi


a. Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan
Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan Kegiatan supervisor dalam supervisi model
klinik akademik (Mua, 2011), meliputi:
1) Kegiatan educative Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial
antara supervisor dengan perawat pelaksana.
2) Kegiatan supportive Kegiatan supportive adalah kegiatan yang dirancang untuk
memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling
mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan
jaminan kenyamanan dan validasi.
3) Kegiatan managerial Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan perawat
dalam perbaikan dan peningkatan standard. Kegiatan managerial dirancang untuk
memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen
perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan
patient safety, dan peningkatan mutu.
b. Fungsi Supervisi
Rowe, dkk (2007) menyebutkan empat fungsi supervisi , keempat fungsi tersebut
saling berhubungan, apabila ada salah satu fungsi yang tidak dilakukan dengan baik akan
mempengaruhi fungsi yang lain, keempat fungsi tersebut yaitu:
1) Manajemen (Pengelolaan)
Fungsi ini bertujuan memastikan bahwa pekerjaan staf yang supervisi dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan standar yang ada, akuntabilitas untuk melakkan
pekerjaan yang ada dan meningkatkan kualitas layanan.
Supaya fungsi pengelolaan dapat berjalan dengan baik, maka selama kegiatan
supervisi dilakukan pembahasan mengenai hal – hal sebagai berikut :
a) Kualitas kinerja perawatan dalam memberi asuhann keperawatan.
b) Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaan dan pemahaman
terhadap prosedur tersebut.
c) Peran, dan tanggung jawab staf yang disupervisi dan pemahaman terhadap peran,
termasuk batas – batas peran.
d) Pengembangan dan evaluasi rencana kegiatan atau target dan tujuan.
2) Pembelajaran dan pengembangan
Fungsi ini membantu staf merefleksikan kinerja mereka sendiri,
mengidentifikasi proses pembelajaran, kebutuhan pengembangan, dan
mengembangkan rencana atau mengidentifikasi peluang untuk memenuhi peluang
tersebut. Pembelajaran dan fungsi pengembangan dapat dicapai dengan cara :
a) Membantu staf yang disupervisi mengidentifiasi gaya belajar dan hambatan
belajar.
b) Menilai kebutuhan pengembangan dan mengidentifikasi kesempatan belajar
c) Memberi dan menerima umpan balik yang konstruktif mengenai pekerjaan yang
sudah dilakukan oleh staf.
d) Mendorong staf yang disupervisi untuk merefleksikan kesempatan belajar yang
dilakukan

3) Memberi dukungan
Fungsi memberi dukungan dapat membantu staf yang disupervisi untuk
meningkatkan peran staf dari waktu ke waktu. Pemberian dukungan dalam hal ini
meliputi :
a) Menciptakan lingkungan yang aman pada saat supervisi dimana kepercayaan dan
kerahasiaan dibuat untuk mengklarifikasi batas-batas antara dukungan dan
konseling.
b) Memberikan kesempatan staf yang disupervisi untuk mengekspresikan perasaan
dan ide-ide yang berhubungan dengan pekerjaan.
c) Memantau kesehatan staf yang mengacu pada kesehatan kerja atau konseling

4) Negosiasi (memberikan kesempatan)


Fungsi ini dapat menigkatkan hubungan antara staf yang disupervisi, tim,
organisasi dan lembaga lain dengan siapa mereka bekerja.

c. Unsur pokok dalam supervisi


Menurut Suarli dan Bahtiar (2009) unsur pokok dalam supervisi yaitu :
1) Pelakasana, yang bertanggung jawab melakasanakan supervisi adalag supervisor yang
memiliki kelebihan dalam organisasi. Namun untuk keberhasilan supervisi yang lebih
diutamakan adalah kelebihan dalam hal pengetahuan dan keterampilan.
2) Sasaran objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta
bawahan yang melakukan pekerjaan.
3) Frekuensi yang dilakukan supervisi harus dilakukan dengan frekuensi berkala.
4) Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung
sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk
dapat melaksanakan tugas dengan hasil yang baik.
5) Teknik, teknik pokok supervisi pada dasarnya mencangkup empat hal yaitu
menetapkan masakah dan prioritasnya; menetapkan penyebab masalah,prioritas dan
jalan keluarnya; melaksanakan jalan keluar; menilai hasil yang dicapai untuk tindak
lanjut.

d. Teknik supervisi
Menurut Nursalam (2015) kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencangkup
empat hal yang bersifat pokok, yaitu (1) menetapkan masalah dan prioritas; (2)
menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan jalan keluar; (3) melaksanakan jalan keluar;
(4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya. Untuk dapat melaksanakan
supervisi yang baik ada dua teknik :
1) Langsung Menurut Nursalam (2015) pengamatan yang langsung dilaksanakan
supervisi dan harus memperhatikan hal berikut:
a) Sasaran pengamata Pengamatan langsung yang tidaak jelas sasarannya dapat
menimbulkan kebingungan. Untuk mencegah keadaan ini, maka pengamatan
langsung ditujukan pada sesuatu yangbersifak pokok dan strategis.
b) Objektifitas pengamatan Pengamatan langsung yang tidak berstandarisasi dapat
menganggu objektifitas. Untuk mencegah keadaan seperti ini maka diperlukan
suatu daftar isian atau check list yang telah dipersiapkan.
c) Pendekatan pengamatan Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai
dampak kesan negatif, misal rasa takut, tidak senang, atau kesan menganggu
pekerjaan. Dianjurkan pendekatan pengamatan dilakukan secara edukatif dan
suportif, bukan kekuasaan atau otoriter

Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan


supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak
dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan
langsung saat ditemukan adanya penyimpangan (Suarli dan Bahtiar, 2009).

2) Tidak langsung Teknik supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun
lisan sehingga supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan (Suarli
dan Bahtiar, 2009).
E. Prinsip Supervisi
Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan
nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber sumber yang
dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip
pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan
sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2009):
1. Tujuan utama supervisi adalah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan
untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila
ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya
2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan
suportif, bukan otoriter
3. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala. Supervisi yang hanya dilakukan
sekali, bukan supervisi yang baik
4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerja sama
yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian
masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan
5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan
masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama
untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik
6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan harus disesuaikan dengan
perkembangan

F. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah terpenting dari semua tugas yang membentuk fungsi
kepemimpinan manajerial. Dapat dikatakan bahwa pembuatan keputusan adalah inti proses
manajemen, karena suatu keputusan diperlukan untuk mendorongtindakan-tindakan yang
berarti, baik oleh manajemen itu sendiri maupun bawahannya. Sebelum mengambil suatu
keputusan diperlukan informasi-informasi pendukung, misalnya :
- Laporan anggaran
- Laporan sensus pasien
- Catatan medis
- Catatan personil pegawai
- Laporan jumlah waktu sakit pegawai
- Waktu libur

Hal tersebut din perlukan untuk memutuskan sasaran keperawatan, standar keperawatan,
prioritas keperawatan, serta aktivitas manajemen.keputusan oleh manajer perawat cukup sulit
dilakukan karena hasil keperawatan memiliki kepentingan dalam memengaruhi hidup dan
mati pasien

Pengambilan kepuusan adalah proses kognitif yang tidak tergesa-gesa, suatu rangkaian
tahapan yang dianalisis, diperlukan, dan dipadukan. Dan pada akhirnya dihasilkanlah
ketetapan serta ketelitian dalam menyelesaikan masalah

G. Hierarki Supervisional.

Depkes (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi di rumah sakit dapat dilakukan
oleh:

a. Kepala ruangan Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan untuk klien.
Kepala ruangan sebagai ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan
keperawatan dan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Pengawas perawatan Beberapa ruang atau unit pelayanan berada di bawah unit pelaksana
fungsional (UPF). Pengawas bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan
pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang di UPF bersangkutan.
c. Kepala seksi Beberapa UPF digabung dalam satu pengawasan kepala seksi (Kasie).
Kepala seksi mengawasi pengawas UPF dalam melaksanakan tugasnya secara langsung
dan seluruh perawat secara tidak langsung.
d. Kepala bidang Kepala bidang bertanggung jawab untuk supervisi kepala seksi secara
langsung dan semua perawat secara tidak langsung. Jadi supervisi berkaitan dengan
struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi
supervisor dan siapa yang disupervisi.

kepala bidang keperawatan

kepala seksi

pengawas keperawatan

kepala
ruangan

Hillalia Nurseha 1710711046


Hopipah Indah N. 1710711053

1. Pengertian

"Supervisi berasal dari kata super (bahasa Latin yang berarti di atas) dan videre
(bahasa Latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata aslinya, supervisi berarti
"melihat dari atas". Pengertian supervisi secara umum adalah melakukan pengaman secara
langsung dan berkala oleh "atasan" terhadap pekerjaan yang dilakukan "bawahan" untuk
kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna
mengatasinya." (Basuki, 2018)

2. Tujuan

"Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawah secara langsung
sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.

Pemahaman seperti ini sangat penting, karena tujuan dari supervisi bukan semata-mata
untuk mencapai hasil yang baik. Oleh karena itu, atasan jangan sampai mengambil alih tugas
bawahan. Supervisi seharusnya memberikan "bekal" kepada bawah, sehingga dengan bekal
tersebut, bawahan seterusnya dapat melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan baik."
(Basuki, 2018)

3. Manfaat

"Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat.
Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Supervisi dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat
hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi ini erat
kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga
pemakaian sumber daya (tenaga kerja, harta, dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah
tercapainya tujuan suatu organisasi. Sesungguhnya tujuan pokok dari supervisi ialah
menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat,
dalam arti lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat
dicapai dengan memuaskan." (Basuki, 2018)
4. Prinsip

"Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk
mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah,
segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.

b. Sejalan dengan tujuan utama yang dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suporti,
bukan otoriter.

c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala. Supervisi yang hanya dilakukan
sekali, bukan supervisi yang baik.

d. Supervisi harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik
antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk
lebih mengutamakan kepentingan bawahan.

e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama
untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.

Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan


perkembangan." (Basuki, 2018)

5. Model Supervisi Klinik

a. Model Development

"Model ini diperkenalkan oleh Dixon pada rumah sakit mental dan southern cost
addictio technology transfer center tahun 1998. Model ini dikembangkan dalam rumah
sakit mental yang bertujuan agar pasien yang dirawat mengalami proses development yang
lebih baik. Maka semua ini menjadi tugas utama perawat. Supervisor diberikan
kewenangan untuk membimbing perawat dengan tiga cara, yaitu change agent, counselor,
dan teacher. Kegiatan change agent bertujuan agar supervisor membimbing perawat
menjadi agen perubahan; kegiatan tersebut nantinya ditransfer kepada pasir sehingga
pasien memahami masalah kesehatan. Kegiatan counselor dilakukan supervisor dengan
tujuan membina, membimbing, mengajarkan kepada perawat tentang hal-hal yang
berkaitan dengan tugas rutin perawat. Kegiatan teaching bertujuan mengenalkan dan
mempraktikkan 'nursing practice' yang sesuatu dengan tugas perawat." (Sudaryanto, 2008)

b. Model Academic

"Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal Collage di Nursing UK tahun


1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi klinik dilakukan untuk membagi
pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan
kemampuan profesional yang berkelanjutan. Dilihat dari prosesnya, supervisi klinik
merupakan proses formal dari perawat profesional untuk support dan learning sehingga
pengetahuan dan kompetensi dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapat
perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan. Dalam model academic
proses supervisi klinik meliputi tiga kegiatan, yaitu: a) educative, b) supportive c)
managerial. Kegiatan educative dilakukan dengan: 1. Mengajarkan keterampilan dan
kemampuan 2. Membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi
keperawatan 3. Supervisor melatih perawat untuk mengeksplor strategi, teknik-teknik lain
dalam bekerja.

Kegiatan supportive dilakukan dengan cara: melatih perawat menggali 'emosi' ketika
bekerja. Kegiatan managerial dilakukan dengan: melibatkan perawat dalam peningkatan
'standar'." (Sudaryanto, 2008)

c. Model Experiental

"Model ini diperkenalkan oleh Milne dan James di Newcastle University UK dan
Department of Health US tahun 2005 yang merupakan adopsi penelitian Milne, Aylott dan
Fitzpatrick. Dalam model ini disebutkan bahwa kegiatan supervisi klinik keperawatan
meliputi training dan motoring. Dalam kegiatan training, supervisor mengajarkan teknik-
teknik keperawatan tertentu yang belum dipahami perawat pelaksana. Training biasanya
dilakukan secara berjenjang kepada setiap perawat, misalnya training pada perawat pemula,
perawat pemula-lanjut. Dalam kegiatan mentoring, supervisor lebih mirip seorang
penasihat dimana ia bertugas memberikan nasihat berkaitan dengan masalah-masalah rutin
sehat-hari. Kegiatan ini lebih mirip kegiatan supportive dalam model academic."
(Sudaryanto, 2008)

d. Model 4S

"Model ini diperkenalkan oleh Page dan Wosket dari hasil penelitian di Greater
Manchester UK dan New York tahun 1995. Model supervisor ini dikembangkan dengan
empat strategi, yaitu structure, skills, support, dan sustainability. Dalam model ini kegiatan
structure dilakukan oleh perawat RN's dalam melakukan pengkajian dan asuhan pasien
dimana perawat dibina sekitar 6-8 orang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mengembangkan pengalaman perawat dalam hal konsultasi, fasilitasi, dan assiting.
Kegiatan skills dilakukan supervisor untuk meningkatkan keterampilan praktis. Kegiatan
support dilakukan dengan tujuan untuk will keep practice fresh, sharing, kebutuhan-
kebutuhan training tertentu yang bernilai kebaruan. Kegiatan sustainability bertujuan untuk
tetap mempertahankan pengalaman, keterampilan, nilai-nilai yang telah dianut perawat.
Kegiatan ini dilakukan dengan kontinyu dengan cara mentransfer pengalaman supervisor
kepada perawat pelaksana." (Sudaryanto, 2008)

6. Macam atau Jenis Supervisi

a. Supervisi umum dan supervisi pengajaran

"Yang dimaksud dengan supervisi umum adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-
kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan
pengajaran seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah
atau kantor-kantor pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan supervisi pengajaran adalah
kegiatan-kegiatan pengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi baik personel maupun
material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi
tercapainya tujuan pendidikan." (Arikunto, 2004)
b. Supervise klinis

"Termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan supervisi klinis karena prosedur
pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan dalam proses
belajar mengajar dan kemudian diusahan secara langsung pula bagaimana cara memperbaiki
kelemahan tersebut. Menurut Richard Waller memberikan definisi tentang supervisi klinis adalah
supervisi yang terfokus pada perbaikan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengaar yang
sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi rasional.

Didalam supervisi klinis cara memperbaiki dilakukan dengan cara setelah supervisor
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru mengajar, dengan mengadakan
diskusi balikan antara supervisor dengan guru yang bersangkutan. Agar lebih jelas tentang
bagaimana pelaksanaan supervisi klinis, La Sulo mengemukakan ciri-ciri supervisi klinis sebagai
berikut :

- Bimbingan supervisor bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.

- Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang akan
disupervisi, dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor.

- Meskipun guru atau calon guru memperguanakan berbagai keterampilan mengajar secara
terintgrasi, sasara supervisi hanya beberapa keterampilan tertentu saja.

- Instrument supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara supervisor dan guru
berdasarkan kontrak.

- Balikan diberikan dengan segera secara obyektif (sesuai dengan hasil dari observasi).

- Meskipun supervisor telah menganalisis dan menginterpretasi data yang telah direkam oleh
intrumen observasi, di dalam diskusi balikan guru diminta terlebih dahulu menganalisis
penampilannya.

- Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan.

- Sepervisi berlangsung dengan suasana inti dan terbuka.


- Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi, dan diskusi atau
pertemuan balikan.

- Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan
keterampilan mengajar di pihak lain juga digunakan dalam konteks pendidikan prajabatan
maupun dalam jabatan." (Arikunto, 2004)

c. Pengawasan melekat dan pengawasan fungsional Pengawasan melekat

"Suatu kegiatan administrasi dan manajemen yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja untuk
mencegah terjadinya salah urus dan meningkatkan efektifitas dan efesiensi kerja sesuai dengan
kebijakan menteri pendidikan dan kebudayaan, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
rencana yang telah ditetapkan. Tujuan pengawasan melekat ialah untuk mengetahui apakah
pimpinan unit kerja dapat menjelaskan fungsi pengwasan dan pengendalian melekat padanya
dengan baik sehingga, bila ada penyelewengan, pemborosan, korupsi, pimpinana unit kerja dapat
mengambil tindakan koreksi sedini mungkin Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan
fungsional adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang yang fungsi jabatannya
sebagai pengawas." (Arikunto, 2004)

7. Cara Mensupervisi

Menurut Ali Zaidin dalam Nursalam (2015) metode dalam melaksanakan pengawasan
adalah bertahap dengan langkah-langkah berikut :
a. Mengadakan persiapan pengawasan
b. Menjalankan pengawasan
c. Memperbaiki penyimpangan

Menurut Suarli dan Bahtiar (2009) pelaksanaa dalam supervisi yaitu :


a. Sebaiknya pelaksanaan supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi.
b. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis
pekerjaan yang akan disupervisi
c. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi artinya memahami
prinsip pokok dan teknik supervisi.
d. Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter
e. Pelaksana supervisi harus memiliki waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku bawahan yang disupervisi.

8. Supervisi dalam Keperawatan


Yang termasuk ke dalam supervisor keperawatan adalah :
1. Kepala bidang keperawatan ( Kabid )
Kepala bidang bertanggung jawab untuk melakukan supervisi kepada kepala seksi secara
langsung dan semua perawat secara tidak langsung.

2. Kepala seksi keperawatan ( kasi )


Beberapa instansi digabung dibawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi
pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat
secara tidak langsung.

3. Pengawas keperawatan ( ka perirna )


Beberapa ruangan atau unit pelayanan berada di bawah satu instalasi, pengawas perawatan
bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pada kepala ruangan yang ada di
instalasinya. Misalnya instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, dll.

4. Kepala ruangan ( karu )


a. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan di unit
kerjanya.
b. Kepala ruangan merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan
pelayanan dalam memberikan asuhan keperwatan dan pendokumentasian di unit
kerjanya.
c. Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktek keperawatan di ruang
perawatan.
Dengan demikian supervisi berikatan dengan struktur organisasi yang menggambarkan
garus tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang di supervisi.
Dalam proses supervisi dilakukan :
1. Apa yang dilakukan perawat agar dia dapat mengetahui tugasnya dan dapat melakukan
tugasnya
2. Membantu perawat untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam melakukan
tugasnya
3. Mempunyai kemampuan penuh yang dapat dikembangkan lebih lanjut
(Nursalam, 2013)

Dwi Arini 1710711034

Tsilmi adhari 1710711069

Risma Dianty 1710711125

1. Pentingnya delegasi di bidang kesehatan dan keperawatan

Adapun beberapa alasan mengapa delegasi diperlukan, beberapa diantaranya adalah

1. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan mencapai hasil yang lebih baik


dari pada semua kegiatan ditangani sendiri.

2. Agar organisasi berjalan lebih efisien.


3. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan dapat memusatkan perhatian
terhadap tugas-tugas prioritas yang lebih penting.

4. Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkan


dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau
keberhasilan.

Manajer perawat/bidan seharusnya lebih cermat dalam mendelegasikan tugas dan


wewenangnya, mengingat kegiatan perawat dan bidan berhubungan dengan keselamatan
orang lain (pasien). Oleh karena itu sebelum mendelegasikan tugas/wewenang hendaknya
dipahami benar tingkat kemampuan dari perawat/bidan yang akan diberikan delegasi.

Manajer perawat/bidan seharusnya lebih cermat dalam mendelegasikan tugas dan


wewenangnya, mengingat kegiatan perawat dan bidan berhubungan dengan keselamatan
orang lain (pasien). Oleh karena itu sebelum mendelegasikan tugas/wewenang hendaknya
dipahami benar tingkat kemampuan dari perawat/bidan yang akan diberikan delegasi.

2. Pengertian delegasi

“Delegasi merupakan proses penugasan, wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan.”
( Sujak, 1990)

“Delegasi adalah pemberian sebagian tanggung jawab dan kewibawaan kepada orang lain
(Charles J. Keating,1991)”

Menurut Louis A. Allen, delegasi adalah proses yang diikuti oleh seorang manajer dalam
pembagian kerja yang ditimpakan padanya, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang lain
untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan.

3. Teori konsep delegasi

1. “Pendelegasian bukan suatu sistem untuk mengurangi tanggung jawab. Tetapi suatu cara
untuk membuat tanggung jawab menjadi bermakna.
Misalnya, dlm penerapan model asuhan keperawatan profesional primer, seorang perawat
primer (PP) melimpahkan tanggung jawabnya kepada perawat pendamping/associate
(PA). Perawat primer memberikan tanggung jawab yang penuh dalam merawat pasien
yang didelegasikan.”(Nursalam,2014)
2. “Tanggung jawab dan otoritas harus di deklarasikan dengan seimbang.
Perawat primer menyusun tujuan tindakan keperawatan. Kemudian memberikan
wewenang kepada PA untuk mengambil semua keputusan menyangkut keadaan pasien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Nursalam, 2014)
3. Proses pelimpahan membuat seseorang melaksanakan tanggung jawabnya,
mengembangkan wewenang yang dilimpahkan, dan mengembangkan kemampuan dalam
mencapai tujuan organisasi.
Keberhasilan pelimpahan ditentukan oleh:
a. Intervensi keperawatan yang diperlukan
b. Siapa yang siap dan sesuai dalam melaksanakan tugas tersebut
c. Bantuan apa yang diperlukan
d. Hasil apa yang diinginkan
4. Konsep tentang dukungan perlu diberikan kepada semua anggota. Dukungan yang
penting adalah menciptakan suasana yang asertif.
Setelah PA melaksanakan tugas yang dilimpahkan, maka PP harus menunjukan rasa
percaya kepada PA untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara mandiri.
5. “Seorang delegasi harus terlibat aktif. Ia harus dapat menganalisis otonomi yang
dilimpahkan untuk dapat terlibat aktif. Keterbukaan akan mempermudah komunikasi
antara PP dan PA.”(Nursalam,2014)

4. Prinsip delegasi
Menurut Stoner (1990) ada beberapa prinsip delegasi diantaranya :

1. Prinsip skalar
Menyatakan harus ada garis otoritas yang jelas yang menghubungkan tingkat paling
tinggi dengan tingkat paling bawah. Garis otoritas yang jelas ini memudahkan anggota
organisasi untuk megetahui:
a. kepada siapa dia dapat mendelegasikan
b. siapa yang dapat melimpahkan wewenang kepadanya.
c. kepada siapa dia bertanggungjawab.
Dalam proses penyusunan garis otoritas diperlukan kelengkapan pendelegasian
wewenang, yaitu semua tugas yang diperlukan dibagi habis. Hal ini digunakan untuk
menghindari:
a. gaps, yaitu tugas-tugas yang tidak ada penangung jawabnya.
b. overlaps, yaitu tanggung jawab untuk satu tugas yang sama diberikan kepada
lebih dari satu orang.
c. splits, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari
satu-satuan organisasi.

2. Prinsip kesatuan perintah (unity of command)


“Prinsip kesatuan perintah menyatakan setiap orang dalam organisasi harus melapor pada
satu atasan. Melapor pada lebih dari satu orang akan menyulitkan seseorang untuk
mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan perintah siapa yang harus
diikuti. Bertanggung jawab kepada lebih dari satu atasan juga akan membuat bawahan
dapat menghindari tanggungjawab atas pelaksanaan tugas yang jelek dengan alasan
banyaknya tugas dari atasan lain.”(Stoner,1990)

3. Tanggung jawab, wewenang dan akuntabilitas


Prinsip-prinsip ini menyatakan bahwa:
a. dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien.
b. masing-masing orang dalam organisasi dapat melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya secara efektif
c. akuntanbilitas penerimaan tanggung jawab dan wewenang.

Rifah Miladdina 1710711040

A. Pengertian Delegasi

“American Nurses Association ( ANA ) ( 1996 ) mendefinisikan pendelegasian sebagai


pemindahan tanggung jawab dalam melakukan tugas dari satu orang ke orang lain. National
Council of State Boards of Nursing ( NCBSN ) ( 1995 ) medefinisikan pendelegasian sebagai
pemberian wewenang kepada individu yang kompeten untuk melakukan aktivitas
keperawatan tertentu pada situasi yang ditentukan.” (Bessie L Marquis, Carol J Huston,
2003). Menurut marquis dan huston ( 1998 ) dalam (Nursalam, 2002 ) bahwa pendelegasian
adalah penyelesaian suatu pekerjaan melalui orang lain. Dapat juga diartikan sebagai suatu
pemberian suatu tugas kepada seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan tujuan organisasi . Jadi
dapat disimpulkan, delegasi merupakan proses pemindahan tanggung jawab dan otoritas
dalam pelaksanaan aktivitas kepada individu yang kompeten.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa delegasi adalah
Proses pelimpahan suatu wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain atau bawahannya
untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
C. Komponen Delegasi

Menurut Bessie L Marquis dan Carol J Huston (2003) Terdapat empat komponen


utama: delegator, delegate, tugas, dan klien/situasi.

a. Delegator
Delegator memiliki wewenang untuk mendelegasikan, karena posisinya di suatu
organisasi dan memiliki izin pemerintah untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Kebijakan
lembaga menjelaskan bahwa delegator dapat mendelegasikan tugas dan tanggung jawab
(responsibility), tapi tanggung gugat (accountability) tetap pada delegator.
b. Delegate
Sebuah delegate menerima arah untuk apa yang harus dilakukan dari delegator.
Hubungan antara dua individu yang ada dalam lingkungan kerja atau melalui badan
kebijakan. Delegatee memiliki kewajiban untuk menolak utau menerima tugas-tugas
yang diberikan oleh delegator, kemampuan atau deskripsi pekerjaan.
c. Tugas
Tugas adalah aktivitas yang didelegasikan. Aktivitas yang didelegasikan umumnya harus
sebuah tugas rutin. Tugas-tugas rutin memiliki hasil yang diprediksi, dan ada metode
langkah demi langkah untuk menyelesaikan tugas. Pengambilan keputusan pada bagian
dari delegatee untuk didelegasikan tugas itu terbatas bagaimana untuk mengatur waktu
dan menyelesaikan tugas dengan berbagai pasien atau variasi dalam peralatan.
d. Klien/ Situasi
Identifikasi klien tertentu atau situasi untuk didelegasikan peraawatan diperlukan untuk
memastikan bahwa tujuan untuk perawatan pasien dapat dipenuhi oleh delegate. Situasi
baru memerlukan orientasi, bahkan jika klien tugas lazim.
D. Hal yang Penting Diperhatikan dalam Proses Delegasi
Menurut Bessie L Marquis dan Carol J Huston (2003) terdapat beberapa hal yang penting
diperhatikan dalam proses delegasi, yaitu :
a. Benar orang
Kekuasaan yang didelegasikan harus pada orang yang tepat baik dari segi kualifikasi
maupun segi fisik.
b. Benar tugas
Dalam pemberian suatu delegasi kekuasaan atau tugas haruslah di imbangi dengan
pemberian tanggung jawab.
c. Benar situasi
Jelaskan permintaan itu dengan tenang dan dalam situasi santai, orang yang akan kita beri
delegasi kita beri latar belakang tugas dan hal-hal yaang mungkinkan tersangkut dalam
tugas itu.
d. Benar pengarahan
Sampaikanlah harapan kita dan jelaskan kekuasaan yang kita berikan kepadanya. dan
mintalah dia mulai bekerja melaksanakan tugas yang kita serahkan kepadanya
e. Bener pengawasan
Pimpinan yang mendelegasikan kekuasaannya harus membimbing dan mengawasi orang
yang menerima delegasi tersebut.

Windi Setiyani 1710711035

D. Ketidakefektifan dan Kesalahan dalam Pendelegasian

“Pendelegasian adalah keterampilan kepemimpinan yang penting yang harus dipelajari.


Pada tahun 1995, dilakukan survei secara nasional dengan melakukan uji yang mengevaluasi
pengetahuan RN tentang prinsip dasar pendelegasian di 40 UGD, hasilnya adalah 78% RN
memiliki keterampilan pendelegasian yang baik atau sangat baik, tetapi 35% memiliki hasil
tes yang buruk (Zimmerman, 1996). Kesalahan yang sering dilakukan oleh manajer dalam
mendelegasikan tugas antara lain:
a) Kurangnya Pendelegasian
Kurangnya pendelegasian sering kali terjadi karena manajer memiliki asumsi yang salah,
yaitu bahwa pendelegasian merupakan kurangnya kemampuan manajer dalam melakukan
tugasnya dengan benar atau lengkap. Pendelegasian tidak membatasi kendali, kekuasaan,
dan wibawa manajer; bahkan, akan memperluas pengaruh dan kemampuan manajer
dengan meningkatkan hal yang mampu dicapai oleh manajer.
Penyebab lain kurangnya pendelegasian adalah amanjer ingin menyelesaikan seluruh
tugasnya sendiri, kurangnya kepercayaan manajer kepada pegawai karena manajer yakin
bahwa pegawai butuh pengalaman dalam menyelesaikan tugas itu atau karena dapat
melakukannya lebih baik dan lebih cepat daripada orang lain. Penyebab kurangnya
pendelegasian selanjutnya adalah ketakutan bahwa pegawai akan tidak suka dengan tugas
yang didelegasikan kepadanya. Tugas yang didelegasikan secara tepat sebenarnya
meningkatkan kepuasaan karyawan dan menumbuhkan hubungan kerja yang kooperatif
antara manajer dan staf.
Manajer juga dapat kurang mendelegasikan karena kurangnya pengalaman mengenai
tugas tersebut atau pendelegasian itu sendiri. Manajer lain menolak untuk
mendelegasikan karena mereka sangat ingin memegang kendali dan menjadi sempurna.
b) Terlalu Banyak Mendelegasikan
Berbeda dengan kurangnya pendelegasian, yang terlalu membebani manajer, beberapa
manajer terlalu banyak mendelegasikan sehingga membebani pegawai. Beberapa manajer
terlalu banyak mendelegasikan tugas karena mereka adalah manajer waktu yang buruk,
waktunya habis hanya untuk melakukan pengorganisasian. Penyebab lainnya adalah
mereka merasa tidak yakin dengan kemampuan mereka dalam melakukan tugas itu.
Manajer juga harus teliti untuk tidak terlalu banyak mendelegasikan, kecuali kepada
pegawai yang kompeten, karena mereka dapat terlalu keras bekerja dan merasa keletihan
sehingga mengurangi produktivitas mereka.
c) Pendelegasian yang Tidak Tepat
Pendelegasian yang tidak tepat antara lain mendelegasikan pada saat yang salah, kepada
orang yang salah, atau untuk alasan yang salah. Pendelegasian yang tidak tepat ini juga
termasuk mendelegasikan tugas dan tanggung jawab yang harusnya dilakukan oleh
manajer atau melebihi kemampuan orang yang didelegasikan.
Mendelegasikan pengambilan keputusan tanpa mengumpulkan informasi yang cukup
juga merupakan contoh pendelegasian yang tidak tepat. Jika manajer mengharapkan hasil
yang lebih dari “memuaskan”, harapan tersebut harus jelaas disampaikan pada saat
pendelegasian. Tidak semua tugas yang didelegasikan perlu ditangani dalam situasi
maksimal.
Pada banyak organisasi yang kompleks, dilakukan upaya untuk mendelegasikan
pengambilan keputusan pada manajer tingkat menengah. Sayangnya, beberapa manajer
tingkat atas menolak untuk berbagi informasi atau kewenangan yang cukup agar hal
tersebut terjadi. Manajer harus menggunakan langkah-langkah berikut untuk memastikan
pendelegasian yang efektif:
1. Rencanakan dengan matang ketika mengidentifikasi tugas yang perlu diselesaikan.
Kaji situasi dan uraikan dengan jelas dan cermat hasil yang diharapkan.
a. Identifikasi keahliaan atau tingkat pendidikan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas. Sering kali, status legal dan izin praktik menentukan hal ini.
Semua perawat harus cakap tentang undang-undang praktik keperawatan (nurse
practice act/NPA) yang berlaku di wilayah tempat mereka bekerja.
2. Identifikasi orang yang paling memiliki kualifikasi dalam hal kapabilitas dan waktu
untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manajer harus bertanya kepada orang yang
didelegasikan apakah mereka mampu menyelesaikan tugas itu, tetapi manajer juga
harus memvalidasinya dengan observasi langsung.
3. Manajer juga harus mendukung pegawai untuk berupaya menyelesaikan sendiri
masalah yang dihadapinya; namun, pegawai juga perlu bertanya tentang tugas atau
mengklarifikasi hasil yang diharapkan. Apabila terjadi, manajer harus
mengomunikasikan dengan jelas tentang apa yang harus dilakukan, termasuk
tujuannya, dan memverifikasi pemahaman pegawai.
4. Delegasikan wewenang dan tanggung jawab yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas. Tidak ada yang lebih membuat pegawai yang kreatif dan produktif menjadi
frustasi, kecuali tidak memiliki sumber daya atau wewenang untuk menjalankan
rencana yang telah dibuat dengan baik.
5. Buat batas waktu daan pantau bagaimana tugas diselesaikan; itu dapat dilakukan
secara informal, tetapi juga harus dibuat jadwal pertemuan secara teratur. Tindakan ini
memperlihatkan adanya perhatian manajer, memberikan tinjauan ulang kemajuan
pasien secara periodik, dan mendukung komunikasi berkelanjutan untuk
mengklarifikasi setiap pertanyaan atau kesalahpahaman.
6. Jika pegawai mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang didelegasikan.
Anda harus bersedia menjadi model peran dan sumber daya dalam menolong
mengidentifikasi alternatif penyelesaian tugas.
7. Evaluasi kinerja pegawai setelah tugas selesai dikerjakan. Bahas aspek positif dan
negatif tentang cara pegawai menyelesaikan tugas.” (Bessie L Marquis, Carol J
Huston, 2003).

E. Hambatan Pendelegasian

a) Hambatan pada delegator


 Kemampuan yang diragukan oleh dirinya sendiri
 Kurangnya pengalaman dalam pekerjaan atau dalam mendelegasikan
 Rasa tidak aman
 Takut  tidak disukai
 Kurangnya kepercayaan pada bawahan
 Kurangnya keterampilan organisasional dalam menyeimbangkan beban kerja
 Kegagalan untuk mendelegasikan kewenangan yang sepadan dengan tanggung jawab.
 Keseganan untuk mengembangkan bawahan

b) Hambatan pada yang diberi delegasi


 Kurangnya kompetensi
 Menghindari tanggung jawab
 Sangat tergantung dengan boss
 Kelebihan beban kerja
 Terlalu memperhatikan hal hal yang kurang bermanfaat

Mutiara Zahira Fajri 1710711107


F. Pendelegasian Sebagai Fungsi Keperawatan Profesional

Laporan Pew Health Commission (1995) tentang tantangan terhadap revitalisasi profesi
kesehatan pada abad ke-21 sangat merekomendasikan pelatihan yang terintegrasi antarprofesi-
suatu pendekatan yang mendorong pendekatan tim interdisiplin dalam pemberian layanan
(Hansten & Washburn, 1998). Laporan Pew juga menyebutkan bahwa peran manajemen klinis
dalam keperawatan perlu dipulihkan dan dikenali karena “semakin meningkatnya kekuatan
pelatihan dan praktik di semua tingkat” (Pew Health Commission, 1995). Sebagai manajer klinis,
RN professional diharapkan menjadi delegator ahli. RN yang diminta untuk berperan sebagai
penyelia dan delegator memerlukan persiapan untuk melakukan tugas kepemimpinan
ini.beberapa ahli berdebat bahwa RN, walaupun telah terlatih dengan baik dalam berperan
sebagai pemberi asuhan langsung, sering kali tidak cukup siap untuk peran delegator. RN perlu
kembali mengikuti program pendidikan tentang prinsip pendelegasian dan kejelasan peran agar
dapat menunjukkan kekonsistenan dalam mendelegasikan aktivitas peran yang tepat dan merasa
yakin dalam melaksanakan pendelegasian.

Sekolah keperawatan dan organisasi pelayanan kesehatan perlu mempersiapkan RN


professional dengan lebih baik untuk melakukan peran delegator. Pekerjaan itu termasuk
mendidik perawat professional tentang NPA yang mengatur cakipan praktik di wilayah mereka;
prinsip dasar pendelegasian adalah mendelegasikan kepada orang yang tepat, pada waktu yang
tepat, dan alasan yang tepat; dan tindakan harus diambil jika tugas didelegasikan dalam cara
yang tidak tepat atau tidak aman.

1) Pedelegasian pada asisten tak berlisensi (Unlicensed Assistive Personnel/UAP)


ANA (1992) mendefinisika UAP sebagai orang yang tidak memiliki izin praktik
dan dilatih untuk berfungsi sebagai asisten dalam memberikan aktivitas perawatan
kepada pasien/klien, yang didelegasikan oleh perawat. Istilah yang sama antara lain
pembantu perawat, partner perawatan, asisten perawat, dan teknisi perawat. Hampir
semua RN dalam perawatan akut dan tempat perawatan jangka panjang baru-baru ini
terlibat dalam penugasan, pendelegasian, dan melakukan supervisi UAPdalam pemberian
asuhan keperawatan. Alasan utama penggunaan UAP di tempat perawatan akut adalah
karena biaya mahal (walaupun karena kurangnya staf keperawatan juga merupakan factor
yang berkontribusi). Namun, berperan sebagai delegator dan penyelia terhadap UAP akan
meningkatkan lingkup pertanggunggugatan RN. Walaupun perawat tidak secara otomatis
bertanggung gugat atas semua tindakan kelalaian yang dilakukan UAP, mereka akan
bertanggung gugat jika mereka lalai melakukan supervise pada UAP ketika melakukan
kelalaian. Untuk melindungi pasien dan izin professional mereka, RN harus terus mencari
informasi terkini tantang upaya nasional untuk menstandarisasi cakupan praktik UAP dan
panduan professional tentang apa yang dapat didelegasikan dengan aman kepada UAP.

2) Penolakan terhadap pendelegasian


Penolakan adalah respons umum pegawai terhadap pendelegasian. Salah satu
penyebab utama mengapa pegawai menolak tugas yang didelegasikan adalah kegagalan
delegator dalam melihat perspektif pegawai. Beban kerja yang ditugaskan kepada UAP
biasanya sangat menantang, baik secara mental, maupun fisik. Selain itu, UAP harus
secara cepat menyesuaikan diri dalam mengubah prioritas yang sering kali diberikan
kepadanya oleh lebih dari satu delegator.
Beberapa pegawai menolak pendelegasian hanya karena mereka yakin bahwa mereka
tidak mamp menyelesaikan tugas yang didelegasikan. Jika pegawai mampu melakukan
tugas itu, tetapi tidak percaya diri dalam melakukannya, pemimpin yang cermat mungkin
dapat memberikan latihan untuk memberdayakan pegawai dan membangun tingkat
percaya diri.
Alasan lain penolakan pegawai terhadap pendelegasian adalah penolakan terhadap pihak
berwenang. Beberapa pegawai hanya perlu “memastikan perasaan sebelum melanjutkan”
dan menentukan konsekuensi jika tidak menyelesaikan tugas yang didelegasikan. Dalam
hal ini, delegator harus tenang , tetapi asertif terhadap harapannya dan memberikan
panduan kerja. Tantangan kepemimpinan yang harus dilakukan, yaitu menanamkan
semangat tim antara delegator dan orang yang didelegasikan.
Penolakan pendelegasian terjadi karena tugas yang didelegasikan terlalu
berlebihan dalam hal spesifitas. Semua pegawai harus yakin bahwa terdapat kesempatan
untuk melakukan kreativitas dan pemikiran mandiri dalam melakukan tugas yang
didelegasikan.
3) Pendelegasian kepada tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional tim
kesehatan yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan bermacam-macam
keahlian. Anggota tim kesehatan meliputi: pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja
sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya
konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik.

4) Pendelegasian kepada tim kerja transcultural


Menurut Giger dan Davidhizar (2008), ada enam fenomena budaya yang harus
dipertimbangkan ketika bekerja dengan staf dari latar belakang yang beragam secara
budaya yaitu :
1. Komunikasi
Komunikasi sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman budaya di Indonesia
seperti dialek (logat), volume, penggunaan sentuhan, konteks pembicaraan, dan
gerakan seperti gestur, sikap, dan pergerakan mata semua memengaruhi
bagaimana pesan dikirim dan diterima.
2. Ruang
Ruang mengacu pada jarak dan teknik keintiman yang digunakan ketika
berhubungan secara verbal atau nonverbal dengan orang lain (Giger &Davidhizar,
2008). Penting, bahwa delegator mengenali kebutuhan ruang pribadi masing-
masing anggota staf maka anggota staf melakukan dengan baik tugas yang
didelegasikan.
3. Organisasi sosial
Organisasi sosial membahas pada beberapa kelompok atau unit dalam
memberikan dukungan sosial dalam kehidupan seseorang. Bagi banyak budaya,
unit keluarga adalah organisasi sosial paling penting.
4. Waktu
Waktu bisa masa lalu,sekarang, atau berorientasi masa depan. Budaya
berorientasi masa lalu tertarik untuk melestarikan masa lalu dan mempertahankan
tradisi. Budaya berorientasi masa kini fokus pada mempertahankan status quo .
Budaya berorientasi masa depan fokus pada tujuan yang ingin dicapai dan lebih
visioner dalam pendekatan mereka terhadap masalah.
5. Kontrol lingkungan
Kontrol lingkungan mengacu pada persepsi orang tersebut dalam mengontrol
lingkungannya. Beberapa budaya percaya lebih kuat dalam nasib, keberuntungan,
atau kebetulan daripada budaya lain, dan ini dapat mempengaruhi bagaimana
seseorang menangani dan melakukan tugas yang didelegasikan.
6. Variasi biologis
Variasi biologis mengacu pada perbedaan biopsikososial antara kelompok ras dan
etnis, seperti kerentanan terhadap penyakit dan perbedaan fisiologis(mis., tinggi,
warna).

G. Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen terkait pendelegasian

Peran Kepemimpinan

1. Berfungsi sebagai model peran, pendukung, dan narasumber dalam pendelegasian tigas
kepada pegawai
2. Menganjurkan strategi manajemen waktu untuk menggunakan pendelegasian sebagai
strategi manajemen waktu dan alat pembangun tim
3. Membantu pegawai untuk mengidentifikasi situasi yang tepat untuk pendelegasian
4. Mengomunikasikan tugas yang didelegasikan secara jelas dan asertif
5. Menetapkan keamanan pasien sebagai kriteaa minimal dalam mentukan orang yang
paling tepat untuk menjalankan tugas yang didelegasikan
6. Menjadi partisipan yang cakap dan aktif dalam mengembangkan panduan tentang tugas
asisten yang tidak berlisensi di daerah setempat, negara bagian, dan nasional
7. Sensitive terhadap bagaimana fenomena budaya mempengaruhi pendelegasian
transtruktural

Fungsi Manajemen

1. Membuat uraian pekerjaan/tugas untuk semua personel, termasuk asisten yang tidak
berlisensi, yang sesuai dengan rekomendasi nasional, negara bagian, dan profesi untuk
memastikan perawatan pasien yang aman
2. Memiliki pengetahuan tentang tanggung jawab legal dalam melakukan supervisi pada
pegawai
3. Secara akurat mengkaji kemampuan dan motivasi pegawai ketika mendelegasikan tugas
4. Mendelegasikan tingkat kewenangan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang
didelegasikan
5. Mengembangkan dan mengimplementasikan proses peninjauan ulang secara periodik
semua tugas yang didelegasikan
6. Memberikan penghargaan atau pengakuan setelah tugas yang didelegasikan selesai
dikerjakan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Supervisi adalah suatu proses yang menunjang manajemen dimana sebagian besar
kegiatan merupakan bimbingan dan sebagian kecil pengawasan. Supervisi mempunyai
pengertian yang luas, yaitu segala bantuan dari pemimpin atau penanggung jawab
keperawatan yang tertuju untuk perkembangan para perawat dan staf lain dalam
mencapai tujuan asuhan keperawatan. Kegiatan supervisi berupa dorongan, bimbingan
dan kesempatan untuk pertumbuhan keahlian dan ketrampilan perawat. Tujuan dari
supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawah secara langsung sehingga dengan
bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan
tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Delegasi merupakan proses pemindahan
tanggung jawab dan otoritas dalam pelaksanaan aktivitas kepada individu yang
kompeten. Terdapat empat komponen utama delegasi yaitu delegator, delegate, tugas,
dan klien/situasi

B. Saran
Dengan kajian Supervisi dan Delegasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait
tujuan serta teori dan konsep dari supervisi maupun Delegasi.Delegasi dan Supervisi
sebaiknya dilakukan oleh orang yang telah memiliki kompetensi yang baik untuk
mencapai keberhasilan. Karena kegagalan dalam melakukan delegasi dan supervisi
dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk pengetahuan dan kemampuan seseorang.
Daftar pustaka

Drs. S. Suarli, M.M., Yanyan Bahtiar, S.Kp. 2015. Manajemen Keperawatan dengan
Pendekatan Praktis. Jakarta : Erlangga

Swansburg, RC(1999) Introductory Management and Leadership for Nurses.London : Jones and
Bartlett Publishers, Inc

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Depkes RI. (2008). Pedoman Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan Klinik di Sarana

Kesehatan.Jakarta. Bhakti Husada

Arikunto. 2004. Dasar-Dasar Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. 2013. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Charles J. Keating. 1991. Kepemimpinan teori dan Pengembanganya. Yogyakarta: Kanisius

Sujak, Abi. 1990. Kepemimpinan Manajer. Jakarta: Rajawali Pers

Nursalam. 2002. Manajemen Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.Ed.I. Jakarta


:Salemba Medika.

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Ed 4. Jakarta: Salemba Medika

Stoner, James A.F. 1990. Manajemen Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

Marquis, Bessie L., Huston, Carol J, 2003, Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori
& Aplikasi Edisi 4, Jakarta, EGC.

Marquis,Bessie dan Carol. 2012.Leadership Roles and Management Function in Nursing Theory
and Application.Philadelphia:Lippincott,Williams &Wilkins

Basuki, Duwa. 2018. Manajemen Keperawatan untuk Mahasiswa dan praktisi, 2018
Sudaryanto, Agus. 2008. Model-Model Supervisi Keperawatan Klinik. Jurnal Berita Ilmu
Keperawatan. ISSN 1979-2697, Vol. 1 No. 4.

Anda mungkin juga menyukai