Anda di halaman 1dari 28

QBL 3 NEOPLASMA

A. Karakteristik Neoplasma Benigna (jinak) dan Maligna (ganas)


Tidak ada hal yang lebih penting bagi seorang penderita tumor dari pada berita bahwa
"tumornya jinak." Umumnya, tumor jinak secara genetik "sederhana", dan dalam perjalanan
waktu mengalami mutasi lebih sedikit daripada kanker, secara genetic stabil, mengalami sedikit
perubahan genotip. Sifat yang terakhir menjelaskan mengapa tumor jinak seperti lipoma dan
leiomyoma jarang berubah menjadi ganas, atau boleh dikatakan tidak pernah.
Dalam praktik, penentuan jinak atau ganas dibuat dengan akurasi tinggi berdasarkan
kriteria klinis dan anatomik yang telah lama dipergunakan, tetapi masih dijumpai kesulitan untuk
menentukan sifat beberapa neoplasma. Gambaran tertentu bisa menandakan sifat tumor jinak,
tetapi gambaran lainnya menandakan keganasan. Namun masalah tersebut tidak menjadi
patokan, dan ada tiga gambaran yang mendasar untuk membedakan tumor jinak dan ganas:
diferensiasi dan anaplasia, invasi lokal, dan metastasis.
1. Diferensiasi dan Anaplasia
Diferensiasi dan anaplasia adalah tanda khas yang hanya dijumpai pada sel parenkim
yang elemen neoplasmanya mengalami tranformasi. Yang dimaksud dengan diferensiasi sel
parenkim ialah seberapa jauh kemiripan sel tumor itu secara morfologik dan fungsional dengan
sel aslinya.
• Neoplasma jinak terdiri dari sel yang berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan sel normal.
Lipoma terdiri atas sel lemak matur dengan vakuol lipid di sitoplasmanya, dan kondroma terdiri
atas tulang rawan matur yang mensintesa matriks tulang rawan normal adalah suatu tanda
diferensiasi morfologik dan fungsional. Pada tumor jinak dengan diferensiasi baik, mitosis
(proses pembagian genom yang telah digandakan oleh sel ke dua sel identik yang dihasilkan oleh
pembelahan sel) jarang dijumpai dan konfigurasinya adalah normal.
• Neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi sel parenkim yang beragam, berkisar dari
diferensiasi baik hingga yang tidak berdiferensiasi. Contoh adenokarsinoma tiroid berdiferensiasi
baik, mengandungi folikel yang tampak normal. Tumor tersebut kadang kadang sulit dibedakan
dari suatu proliferasi jinak. Diantara kedua ekstrem terdapat kelompok tumor yang
dikelompokkan dalam diferensiasi sedang. Stroma yang mengandungi suplai darah sangat
penting untuk pertumbuhan tumor tetapi bukan merupakan tanda untuk membedakan tumor jinak
dan ganas. Sebaliknya jumlah stroma jaringan ikat, menentukan konsistensi neoplasma.
Beberapa kanker menginduksi stroma fibrosa (desmoplasia) yang padat, sehingga menjadi keras,
dan disebut tumor skirus.
• Neoplasma ganas yang terdiri atas sel yang tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Tidak
adanya diferensiasi, atau anaplasia, merupakan tanda utama keganasan. Istilah anaplasia berarti
"pertumbuhan mundur" menyatakan diferensiasi, atau hilangnya diferensiasi struktur dan fungsi
sel normal. Sekarang diketahui, bahwa, terdapat beberapa jenis kanker yang berasal dari sel
punca jaringan (merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat
tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh); pada tumor ini
kegagalan berdiferensiasi, dan bukan diferensiasi sel khusus, yang mengakibatkan gambaran
tidak
berdiferensiasi.
Penelitian terakhir menunjukkan pada beberapa kasus, dediferensiasi sel matur terjadi
selama karsinogenesis. Sel anaplastik menunjukkan pleiomorfisme yang mencolok (misalnya
variasi dalam besar dan bentuk). Sering intinya sangat hiperkromatik (gelap pada pulasan) dan
menghasilkan peningkatan rasio inti dan sitoplasma yang dapat mencapai 1:1 sedangkan yang
normal biasanya 1:4 atau 1: 6. Sel raksasa yang jauh lebih besar daripada sel sekitarnya dapat
terbentuk dan mengandungi satu inti yang besar atau beberapa inti. Inti anaplastik mempunyai
ukuran dan bentuk yang sangat bervariasi. Kromatin kasar dan padat, anak inti mempunyai
ukuran yang sangat besar. Yang lebih penting ialah, mitosis banyak ditemukan dan bentuknya
sangat atipik; spindel yang multipel dan tidak teratur akan membentuk mitosis berbentuk tripolar
atau kuadripolar. Juga, sel anaplastik biasanya tidak dapat membentuk pola orientasi teratur yang
dapat dikenal satu dengan lain (misalnya terjadi kehilangan polaritas normal). Akan tumbuh
seperti lembaran, tanpa mengandungi berbagai struktur umum, misalnya kelenjar atau arsitektur
epitel skuamosa. Makin berdiferensiasi suatu tumor, maka akan makin besar kemampuannya
mempertahankan fungsi normalnya.
Neoplasma jinak dan juga kanker kelenjar endokrin yang berdiferensiasi baik seringkali
memproduksi hormon seperti hormon sel asalnya. Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik
menghasilkan keratin, demikian juga karsinoma hepatoseluler berdiferensiasi baik akan
mensekresi empedu. Pada kasus lain, fungsi yang tidak terduga muncul. Beberapa kanker
menghasilkan protein fetal yang tidak diproduksi oleh sel yang sama pada orang dewasa. Kanker
yang berasal dari kelenjar nonendokrin dapat menghasilkan apa yang disebut hormon ektopik.
Sebagai contoh, beberapa karsinoma paru dapat memproduksi hormon adrenokortikotropik
(ACTH), hormon mirip hormon paratiroid, insulin, glukagon, dan lainnya. Akan dibahas
kemudian mengenai fenomena ini. Walaupun adanya perkecualian, semakin cepat pertumbuhan
dan semakin anaplastik suatu tumor, semakin kecil kemungkinannya mempunyai aktivitas
fungsional khusus.
Membahas displasia, merupakan suatu proliferasi yang tidak teratur tetapi bukan kelainan
neoplasma. Displasia dijumpai hanya pada lesi epitel. Sel pada kelainan ini tidak uniform lagi
dan orientasi arsitekturnya juga lain. Sel displastik menunjukkan pleiomorfisme (berbagai
bentuk yang berbeda-beda dalam satu organisme satu spesies) dan sering intinya hiperkromatik
(Sel tumor berukuran besar dan kecil dengan bentuk yang bermacam-macam mengandung
banyak DNA sehingga tampak lebih gelap) yang besarnya abnormal untuk ukuran sel tersebut.
Dijumpai jumlah mitosis yang lebih banyak dari yang biasa ditemukan pada lokasi abnormal
dalam epitel. Pada epitel skuamosa berlapis yang displastik, mitosis tidak terbatas pada lapisan
basal, tempat yang normal dijumpai, tetapi dijumpai pula pada seluruh lapisan, termasuk di sel
permukaan. Dijumpai anarki arsitektur. Contoh maturasi progresif sel bentuk lonjong di lapisan
basal menjadi sel-sel gepeng dipermukaan tidak terjadi lagi dan akan terlihat sel basal berwarna
gelap dengan susunan tidak teratur. Apabila kelainan displasia menonjol dan mengenai seluruh
ketebalan epitel, lesi itu disebut sebagai karsinoma in situ, stadium preinvasif kanker. Walaupun
perubahan displastik sering dijumpai berdekatan dengan fokus transformasi keganasan,
penelitian jangka panjang pada perokok menunjukkan bahwa epitel displastik mendahului
gambaran kanker, istilah displasia tidak sinonim dengan kanker; displasia ringan hingga
displasia sedang yang tidak mengenai seluruh ketebalan epitel, kadang-kadang akan mengalami
regresi lengkap; khususnya bila faktor penyebab dapat dihilangkan.
2. Invasi Lokal
Suatu tumor jinak akan tetap berada ditempat asalnya. Tumor tersebut tidak mempunyai
kemampuan untuk infiltrasi, invasi, atau metastasis ke tempat jauh, seperti neoplasma ganas.
Sebagai contoh, adenoma akan membesar dengan lambat, membentuk kapsul fibrosa yang
memisahkan tumor tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kapsul ini terbentuk dari stroma
jaringan sekitarnya karena sel parenkim akan atrofia akibat penekanan oleh tumor yang
membesar. Stroma tumor juga berperan dalam pembentukan kapsul. Harap diperhatikan, bahwa
tidak semua tumor jinak berkapsul. Contoh, leiomioma uterus jelas dibatasi oleh otot polos
disekitarnya Yaitu zona miometrium yang mengalami kompresi dan jaringan myometrium
normal, tetapi tidak dijumpai pembentukan kapsul. Namun terdapat suatu batas jelas sekitar lesi
tersebut. Beberapa tumor jinak tidak mempunyai kapsul dan juga tidak berbatas jelas, batas yang
tidak ada ini biasanya dijumpai pada tumor vaskular jinak di dermis. Perkecualian ini ditujukan
untuk menjelaskan bahwa walaupun kapsul merupakan tanda tumor jinak, dan tidak adanya
kapsul tidak berarti tumor tersebut pasti ganas.
Kanker tumbuh dengan infiltrasi, invasi, destruksi, dan penetrasi yang progresif ke
jaringan sekitarnya. Tidak terbentuknya kapsul yang jelas, kadang-kadang dijumpai pada
beberapa tumor ganas yang tumbuh lambat seolah-olah dibatasi oleh stroma jaringan sekitarnya,
tetapi pemeriksaan mikroskopik akan menunjukkan adanya penetrasi pertumbuhan kecil pada
tepi dan menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Akibat pertumbuhan infiltratif ini diperlukan
tindakan eksisi luas jaringan normal disekitarnya pada tindakan bedah pengangkatan tumor
ganas ini. Spesialis patologi akan memeriksa dengan cermat batas sayatan tumor yang telah
direseksi untuk memastikan bahwa tidak dijumpai lagi sel kanker (tepi sayatan bebas tumor).
Selain metastasis, maka invasi lokal merupakan tanda yang paling pasti untuk membedakan
tumor ganas dan tumor jinak.
3. Metastasis
Metastasis adalah dijumpainya suatu tumor sekunder yang terpisah dari tumor primer dan
terletak di jaringan yang jauh. Dibandingkan dengan tanda lain, kemampuan metastasis
merupakan tanda pasti bahwa suatu tumor bersifat ganas. Namun, tidak semua kanker
mempunyai kemampuan metastasis yang sama. Pada satu ekstrem adalah karsinoma sel basal
dari kulit dan tumor primer sistem saraf pusat, yang bersifat sangat lokal invasif tetapi jarang
bermetastasis. Pada ekstrem lain adalah sarkoma osteogenik (tulang) yang biasanya telah
bermetasis ke paru saat didiagnosis. Sekitar 30% pasien yang baru didiagnosis sebagai tumor
solid (kecuali kanker kulit yang bukan melanoma (jenis kanker yang berkembang pada
melanosit, sel pigmen kulit yang berfungsi sebagai penghasil melanin. Melanin inilah yang
berfungsi menyerap sinar ultraviolet dan melindungi kulit dari kerusakan)) menunjukkan
metastasis klinis yang jelas. Sebanyak 20% lainnya sudah disertai metastasis tersembunyi pada
saat diagnosis.
Secara umum, semakin anaplastik dan semakin besar ukuran tumor primer, semakin
besar pula kemungkinan terjadinya metastasis, namun seperti juga rumus umum lainnya, selalu
ada perkecualian. Kanker yang amat kecil bisa sudah bermetastasis, sebaliknya lesi sangat besar
dan menakutkan bisa tidak bermetastasis. Penyebaran tumor mengakibatkan buruknya hasil
penyembuhan kanker, sehingga Neoplasma ganas akan menyebar melalui tiga cara:
(1) mengalir melalui dinding rongga tubuh.
(2) penyebaran limfatik.
(3) penyebaran hematogen.
Penyebaran melalui dinding rongga tubuh terjadi apabila neoplasma menginvasi rongga
tubuh. Cara penyebaran ini merupakan cara khas kanker ovarium, yang sering meliputi
permukaan yang luas dari peritoneum. Sel tumor akan melapisi seluruh permukaan peritoneum
tetapi tidak menginvasi jaringan di bawahnya. Ini adalah contoh kemampuan untuk reimplan di
tempat lain, yang berbeda dengan kemampuan untuk invasi. Neoplasma dari sistem saraf pusat,
misalnya meduloblastoma atau ependimoma, dapat menembus ventrikel otak dan dibawa oleh
cairan serebro spinalis untuk tertanam kembali di permukaan selaput otak, pada otak atau di
medula spinalis.
Penyebaran limfogen merupakan cara penyebaran yang lebih sering pada karsinoma,
sedangkan penyebaran hematogen lebih sering dijumpai pada sarkoma. Namun banyak bagian
yang saling berhubungan antara sistem limfatik dan sistem vaskular, sehingga semua jenis
kanker dapat menyebar melalui satu atau kedua sistem. Pola keterlibatan kelenjar getah bening,
bergantung pada lokasi sel tumor primer dan arah aliran cairan limfe. Kanker paru yang berasal
dari saluran napas akan memulai metastasis ke kelenjar getah bening bronkial regional, dan
kemudian ke kelenjar trakeobronkial dan kelenjar hilus. Karsinoma payudara yang berasal dari
kuadran atas luar mula-mula akan menyebar ke kelenjar aksila. Namun lesi payudara daerah
medial, akan menyebar ke kelenjar getah bening sepanjang arteri mamaria interna melalui
dinding dada. Setelah itu, dari kedua sistem itu penyebaran dilanjutkan ke kelenjar
supraklavikula dan kelenjar infraklavikula. Pada beberapa kasus, sel kanker dapat menyebar
melalui pembuluh limfe ke kelenjar getah bening terdekat dan kemudian membentuk metastasis
pada kelompok kelenjar berikutnya, sehingga terjadi apa yang disebut metastasis loncatan (skip
metastases). Sel dapat menjalar ke kelenjar getah bening dan mencapai kompartemen vaskular
melalui duktus torasikus.
Suatu "kelenjar getah bening sentinel" merupakan kelenjar getah bening pertama yang menerima
aliran limfe dari tumor primer. Dapat diidentifikasi dengan penyuntikan zat warna biru atau
petanda radioaktif dekat tumor primer. Hasil biopsi kelenjar getah bening dapat menentukan
penyebaran tumor untuk digunakan pada rencana pengobatan. Perlu diperhatikan, walaupun
terdapat pembesaran kelenjar dekat tumor primer dan menimbulkan kecurigaan akan adanya
penyebaran metastasis, tidak selalu dijumpai kanker di tempat tersebut. Produk nekrotik tumor
dan antigen tumor akan memicu respons imunologi di kelenjar getah bening, misalnya
hiperplasia folikel (limfadenitis) dan proliferasi makrofag di sinus subkapsular (sinus
histiositosis). Perlu verifikasi histopatologis untuk menentukan adanya tumor di kelenjar yang
membesar.
Penyebaran hematogen merupakan cara penyebaran yang paling dipilih pada sarkoma,
tetapi karsinoma juga memanfaatkannya. Bisa diperkirakan, tetapi karsinoma juga
memanfaatkannya). Bisa diperkirakan, bahwa penetrasi pada arteri lebih jarang dibandingkan
pada vena. Dengan invasi pada vena, sel darah akan mengikuti aliran vena untuk mengadakan
drainase daerah tumor, dan sel tumor sering berhenti pada kelompok kapiler yang dilalui. Karena
semua vena porta akan mengalir ke hati, dan semua pembuluh vena kava (cava) akan mengalir
ke paru, maka hati dan paru merupakan organ tersering sebagai tempat kedua pada penyebaran
hematogen. Kanker yang berasal dari dekat kolumna vertebralis sering menimbulkan embolus
melalui pleksus paravertebra; jalur ini yang sering terjadi pada metastasis vertebra pada
karsinoma tiroid dan prostat.
Beberapa karsinoma mempunyai kecenderungan untuk tumbuh dalam pembuluh vena.
Karsinoma sel ginjal sering menginvasi vena renalis dan tumbuh seperti ular sehingga mencapai
vena kava inferior, kadang-kadang mencapai jantung kanan. Karsinoma hepatoseluler sering
menembus radikulus hepar dan vena porta untuk tumbuh di dalamnya dan menuju vena utama.
Mengherankan bahwa pertumbuhan intravena tersebut bisa tidak disertai penyebaran luas.
Banyak pengamatan memperkirakan bahwa lokasi anatomik suatu neoplasma dan
drainase vena tidak seluruhnya dapat menjelaskan distribusi sistemik metastasis. Sebagai contoh
karsinoma prostat mempunyai kecenderungan menyebar ke tulang, karsinoma bronkogenik
cenderung mengenai adrenal dan otak, dan neuroblastoma menyebar ke hati dan tulang.
Sebaliknya otot skeletal, walaupun kaya pembuluh kapiler, jarang menjadi tempat metastasis.
Dasar molekuler tentang jaringan yang menjadi tempat metastasis suatu tumor akan dibahas
kemudian. Jadi, dengan adanya berbagai gambaran tumor, biasanya bisa dipakai untuk
membedakan neoplasma jinak dan ganas.

Gambar 5-12 Perbandingan antara tumor jinak miometrium (leiomioma) dan tumor ganas yang
asalnya sama (leiomiosarkoma).

Karakteristik Tumor Jinak dan Ganas


• Tumor jinak dan ganas dapat dibedakan satu dengan lainnya atas dasar derajat diferensiasi,
kecepatan pertumbuhan, adanya invasi lokal, dan penyebaran jauh.
• Tumor jinak mirip jaringan asal dan berdiferensiasi baik; tumor ganas berdiferensiasi buruk
atau tidak berdiferensiasi (anaplastik).
• Tumor jinak tumbuh lambat, sedang tumor ganas umumnya tumbuh cepat.
• tumor jinak berbatas tegak dengan mempunyai kapsul; tumor tidak berbatas dengan menginvasi
jaringan normal sekitarnya.
• Tumor jinak tetap berada di lokasi asal, sedang tumor ganas mengadakan invasi lokal dan
bermetastasis ke tempat jauh.
B. Konsep Molekuler Kanker
1. Proto-onkogen
Proto-onkogen memiliki banyak peran, namun semuanya berpartisipasi pada beberapa
tingkatan dalam jalur pensinyalan yang mendorong pro-liferasi. Dengan demikian pro-onkogen
pro-pertumbuhan dapat menyandikan faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan,
transduser sinyal, faktor transkripsi, atau komponen siklus sel. onkogen yang sesuai umumnya
mengkodekan oncoprotein fungsi penyajiannya serupa dengan pasangan normal mereka, dengan
perbedaan penting bahwa mereka biasanya aktif secara konstitutif. Sebagai hasil dari aktivitas
konstitutif ini, pro-pertumbuhan oncoprotein memberi sel-sel dengan kemandirian dalam
pertumbuhan.
dua pertanyaan berikut: (1) Apa dampak dari pro-pertumbuhan oncoprotein dan (2) bagaimana
sebuah "proto-onkogen" beradab berubah menjadi "musuh dalam?" Diskusi berikut
menggunakan reseptor tyrosine kinase dan komponen sinyal hilir sebagai contoh. Enzim tirosin
kinase signaling kompleks dan memiliki sejumlah cabang utama dan simpul sinyal. Antara lain,
pemilihan Darwin memilih faktor-faktor yang memiliki efek Warburg, memungkinkan sintesis
makromolekul dan organel dibutuhkan untuk pertumbuhan sel yang cepat.
* Penghindaran apoptosis. Tumor resisten terhadap kematian sel terprogram.

* Potensi replikasi tak terbatas (keabadian). Tumor memiliki kapasitas proliferatif yang
tidak terbatas, sebuah properti mirip sel uap yang memungkinkan sel tumor untuk
menghindari penuaan seluler dan malapetaka mitosis.

* menderita angiogenesis. Sel tumor, seperti sel normal, tidak mampu tumbuh tanpa suplai
vaskular untuk membawa nutrisi dan oksigen serta membuang produk limbah. Oleh karena
itu, tumor harus menginduksi angiogenesis.

* Kemampuan untuk menyerang dan bermetastasis. metastasis tumor adalah penyebab


sebagian besar kematian akibat kanker dan timbul dari interaksi proses yang intrinsik dengan
sel tumor dan sinyal yang dipicu oleh lingkungan jaringan.

* Kemampuan untuk menghindari respon imun inang. Anda akan ingat bahwa sel-sel
sistem kekebalan bawaan dan adaptif dapat mengenali dan menghilangkan sel yang
menunjukkan antigen abnormal (misalnya, onkoprotein yang bermutasi). sel kanker
menunjukkan sejumlah perubahan yang memungkinkan mereka menghindari respons imun
inang.

Akuisisi perubahan genetik dan epigenetik yang memberi keunggulan ini dapat
dipercepat oleh ketidakstabilan genomik dan oleh peradangan yang mempromosikan
kanker. ini dianggap memungkinkan karakteristik karena mereka mempromosikan transformasi
seluler dan perkembangan tumor berikutnya.

  Di bagian berikut, masing-masing ciri dan karakteristik yang memungkinkan sel kanker
dibahas, berfokus pada gen dan jalur selular yang paling penting. diskusi tentang patopisiologi
kanker diakhiri dengan tinjauan tentang peran yang mengubah epigenetik dan RNA nonkode
dalam penyakit ini.

a. Onkogen

Onkogen merupakan gen yang menginduksi transformasi fenotipe yang diekspresikan dalam
sel. Penemuan penting pada kanker ialah kenyataan bahwa onkogen umumnya akan bermutasi
atau mengalami ekspresi berlebihan pada gen sel normal, yang disebut protoonkogen. Semua
onkogen yang dikenal menyandi faktor transkripsi, protein pengatur pertumbuhan, atau protein
yang berperan pada ketahanan sel dan interaksi sel dengan sel serta interaksi sel-matriks.
Dianggap dominan karena mutasi satu alel tunggal sudah dapat mengakibatkan transformasi sel.
Onkogen adalah gen yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor. Onkogen
umumnya berperan pada tahap awal pembentukan tumor. Onkogen meningkatkan kemungkinan
sel normal menjadi sel tumor, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kanker.
Gen yang mempromosikan pertumbuhan sel otonom pada sel kanker disebut
ankogenesis, dan rekan seluler mereka yang tidak disengaja disebut proto-onkogen. onkogen
diciptakan oleh mutasi pada protein proto-onkogen dan penyandian yang disebut
oncoprotein yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sel tanpa
adanya sinyal pertumbuhan-pertumbuhan normal. onkoprotein menyerupai produk normal
proto-onkogen namun memiliki mutasi yang sering menonaktifkan unsur-unsur peraturan
internal. Akibatnya, aktivitas mereka di sel tidak bergantung pada sinyal eksternal. sel yang
mengekspresikan onkoprotein dibebaskan dari pos pemeriksaan normal dan kontrol yang
membatasi pertumbuhan, dan akibatnya berkembang biak secara berlebihan.

Efek dari Aktivasi Onkogen

 Mengkode pembuatan protein yang berfungsi sebagai factor pertumbuhan,yang


berlebihan dan merangsang diri sendiri. Misalnya c-sis
 Memproduksi receptor factor pertumbuhan yang tidak sempurna,yang memberi isyarat
pertumbuhan terus-menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar(misalnya c-erbB)

 Pada amplifikasi gen terbentuk reseptor factor pertumbuhan yang berlebihan,sehingga sel
tumor sangat peka terhadap factor pertumbuhan yang rendah,yang berada dibawah
ambang rangsang normal(misalnya c-neu)

 Memproduksi protein yang berfungsi sebagai penghantar isyarat didalam sel yang tidak
sempurna,yang terus menerus menghantarkan isyarat meskipun tidak ada rangsangan dari
luar sel(misalnya c-K-Ras)

 Memproduksi protein yang berikatan langsung dengan inti yang merangsang pembelahan
sel (misalnya c-myc).

b. Onkoprotein

Bagian yang disebut proto -onkogen Onkogen yang dibuat oleh mutasi pada proto -onkogen
dan menyandikan protein yang disebut onkoptotein yang memiliki kemampuan untuk
mempromosikan pertumbuhan sel tanpa adanya pertumbuhan normal mempromosikan sinyal.
Onkoprotein menyerupai normal produk dari proto -onkogen tapi beruang mutasi yang sering
menonaktifkan internal unsur-unsur peraturan: akibatnya, aktivitas mereka di sel-sel tidak
tergantung pada sinyal eksternal. Sel-sel yang mengekspresikan onkoprotein dengan demikian
dibebaskan dari normal pemeriksaan dan kontrol yang membatasi pertumbuhan, dan sebagai
hasilnya berkembang biak secara berlebihan.
Untuk membantu dalam pemahaman tentang sifat dan fungsi dari onkoproteis dan perannya
dalam kanker, hal ini diperlukan untuk menjelaskan secara singkat bagaimana sel-sel normal
menanggapi faktor-faktor pertumbuhan. Di bawah kondisi fisiologis faktor pertumbuhan sinyal-
ing jalur yang dapat diselesaikan dalam langkah-langkah berikut:

1. pengikatan faktor pertumbuhan yang spesifik reseptor


2. Transien dan terbatas aktivasi reseptor faktor pertumbuhan, yang pada gilirannya
mengaktifkan beberapa sitoplasma sinyal -transducing protein
3. Transmisi dari transduksi sinyal ke inti melalui tambahan sitoplasma protein efektor dan
kedua utusan atau oleh transduksi sinyal molekul
4. Induksi dan aktivasi regulasi nuklir faktor-faktor yang menginisiasi transkripsi DNA
5. Ekspresi dari faktor-faktor yang mempromosikan masuk dan berkembangnya sel dalam
siklus sel, akhirnya menghasilkan pembelahan sel
6. Secara paralel, perubahan dalam ekspresi gen lain yang mendukung kelangsungan hidup
sel dan metabolisme perubahan yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal

Protein onkogene-lah yang melakukan tugas sel normal menjadi sel kanker. Karena itu untuk
mengetahui proses terjadinya kanker perlu diketahui bentuk dan aktivitas biokimiawi dari protein
proto-oncogenes dalam keadaan normal dan dalam keadaan penyakit kanker.

Onkoprotein ini dapat berada di dalam cairan intraselular sehingga dapat menyampaikan
informasi ke sel yang lain, dapat pula berada dalam inti sel, dalam sitoplasma maupun pada
dinding sel. Keberadaan onkoprotein pada dinding sel biasanya berfungsi sebagai reseptor untuk
penerima informasi-informasi dari luar sel. Pada sel kanker reseptor-reseptor ini dapat berfungsi
sebagai reseptor faktor pertumbuhan (growth factor). Meningkatnya jumlah reseptor growth
factor pada dinding sel berperan penting terhadap terjadinya sifat sel kanker yang pertama yaitu
tingkat proliferasinya yang amat tinggi.

Beberapa oncogenes langsung mengkode pembentukan faktor pertumbuhan (growth factor).


Faktor pertumbuhan yang dibentuk sebuah sel dapat berfungsi merangsang proliferasi sel itu
sendiri atau berfungsi merangsang proliferasi sel lain, misalnya sel endotel pembuluh darah
membuat growth factor yang merangsang proliferasi sel dari sistem granulosit. Sebagai contoh
lain kita lihat protein yang dibentuk oleh oncogenes ras. Pada sel kanker acapkali terjadi bahwa
oncogenes yang terkait memproduksi faktor pertumbuhan yang merangsang proliferasi sel
kanker itu sendiri (sel yang memproduksi faktor pertumbuhan tersebut). Keadaan semacam ini
dinamakan otostimulasi atau otokrin.

Sel kanker dapat mengeluarkan berbagai protein lain. Sebagai contoh adalah protein yang
dikeluarkan oleh sel kanker yang bermetastasis di tulang yaitu TGF-α, TGF-β, Pro Ca-thepsin D,
OAF. Protein-protein ini mempunyai sifat merangsang osteolisis oleh sel osteoklas. Akibatnya
terjadi osteoporosis baik pada tempat metastasis maupun pada bagian-bagian tulang dimana tidak
ada metastasis. Belum lagi terbentuknya berbagai protein oleh sel sistem imun tubuh manusia
sebagai reaksi terhadap adanya sel abnormal (sel kanker). Sitokin yang diproduksi oleh sistem
imun tersebut menyebabkan berbagai rantai reaksi yang kemudian mengakibatkan
dikeluarkannya sitokin lain oleh sel imun yang lain. Protein yang dibentuk sel-sel dari sistem
imun kita sebagai reaksi adanya sel kanker antara lain adalah TNF (Tumor Necrotizing Factor),
interferon, interleukin, dan lain-lain.

Kehadiran masing-masing protein imunologis ini menimbulkan berbagai gejala, sebagai


contoh kadar TNF yang tinggi dapat mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh manusia
yaitu:

1. Peningkatan metabolisme tubuh;

2. Peningkatan produksi glukosa;

3. Peningkatan pemecahan protein (proteolisis);

4. Peningkatan pemecahan lemak/lipolisis.

c. Tumor Suppressor genes

Seperti telah dikemukakan sebelumnya onkogenesis mengkode produksi berbagai protein


onkogene (onkoprotein) yang merangsang transformasi sel normal menjadi sel kanker. Hal ini
terjadi dengan cara mengaktifkan berbagai reaksi biokimia yang bertujuan menyebabkan sel
bermitosis. Berbagai protein onkogene ini ada yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan
(growth factor). Ada yang berfungsi sebagai reseptor yang menerima isyarat dari berbagai
protein stimulator pertumbuhan sel, ada yang berfungsi meneruskan informasi yang diterima
reseptor untuk diteruskan pada gen, ada yang berfungsi memudahkan proses metastasis, dan
sebagainya. Di samping sistem yang merangsang proliferasi sel dalam tubuh kita terdapat pula
suatu sistem (mulai dari gen sampai dengan berbagai protein yang terkait) yang menghambat
proliferasi sel. Dengan cara inilah tubuh kita mengatur pertumbuhan berbagai sel dalam tubuh
manusia. Pengaturan ini tentu saja bertujuan agar berbagai organ dalam tubuh manusia ini dapat
berfungsi tepat guna dan berhasil guna.

Gen supresor tumor merupakan gen yang secara normal akan mencegah pertumbuhan yang
tidak terkendali dan bila terjadi mutasi atau hilang dari sel, akan membiarkan terbentuknya
fenotipe yang telah mengalami transformasi. Biasanya kedua alel dari gen supresor tumor harus
dirusak agar terjadi transformasi. Namun, penelitian terakhir membuktikan bahwa, pada
beberapa kasus, hilangnya satu alel gen supresor tumor akan menimbulkan transformasi
(insufisiensi haploid).
Gen tumor supresor dibagi dalam dua kelompok umum:
1. Pelaksana (governors)
Pelaksana adalah gen supresor tumor klasik, misalnya RB, di mana mutasi gen akan
menyebabkan transformasi dengan menghilangnya penghalang penting untuk proliferasi sel.

2. Penjaga (guardians)
Penjaga berperan untuk mendeteksi adanya kerusakan gen. Beberapa dari gen ini akan
memulai dan membuat gambaran tentang adanya "respons pengaturan yang rusak". Respons ini
akan mengakibatkan dihentikannya kegiatan proliferasi atau apabila kerusakan terlalu luas untuk
dapat diperbaiki, akan menginduksi apoptosis.
TP53, yang disebut "penjaga gen",merupakan gen supresor tumor yang prototipe. Gen
penjaga lainnya terlibat langsung dalam mengenal dan memperbaiki kerusakan DNA; merupakan
gen yang bermutasi pada sindrom autosom resesif untuk perbaikan DNA. Mutasi TP53 atau
sensor lain untuk kerusakan gen tidak langsung bekerja pada sel yang bertransformasi, karena
hilangnya fungsi penjagaan tidak mempunyai efek langsung terhadap proliferasi sel atau
apoptosis. Sebaliknya, kehilangan gen penjaga memungkinkan dan mempercepat mutasi pada
onkogen dan gen supresor tumor yang akan menimbulkan kanker. Peningkatan kecepatan mutasi
ini disebut fenotipe mutator.
Gen yang mengatur apoptosis dan perbaikan DNA dapat bekerja sebagai protoonkogen
(hilangnya satu kopi cukup) atau gen supresor tumor (hilangnya kedua kopi). Beberapa
perubahan dapat memberikan pengaruh terhadap gen penyebab kanker dan mengakibatkan
transformasi sel, yang akan dibicarakan kemudian. Selanjutnya akan dibahas berbagai lesi
genetik yang merupakan dasar timbulnya mutasi gen pada kanker.
d. The Warburg Effect

Perubahan lintasan metabolisme glikolisis dan sintesis asam laktat dari modus anaerobik
menjadi aerobik, yang menurut Otto Heinrich Warburg, selalu terjadi pada sel kanker. Ketika
adanya Oksigen yang cukup banyak, sel-sel kanker menunjukkan adanya metabolisme sel yang
khas yang ditandai oleh tingginya kadar glukosa dan peningkatan konversi glukosa menjadi
laktosa (fermentasi) melalui jalur glikolitik.

Fenomena ini, yang disebut efek Warburg dan juga dikenal sebagai aerob, glikolisis, telah
diakui selama bertahun-tahun. Secara Klinis, glukosa-hunger" tumor ini digunakan untuk
memvisualisasikan tumor melalui positron emission tomogra- ph, (PET) scanning, di mana
pasien disuntikkan dengan 1bf-fluorodeoxyglucosea non metabolizable turunan dari glukosa
yang istimewa diambil ke dalam sel-sel tumor (serta normal, aktif membagi jaringan seperti
sumsum tulang) Kebanyakan tumor ini adalah hewan peliharaan yang positif, dan berkembang
pesat.
Penemuan Warburg sebagian besar diabaikan selama bertahun-tahun, tapi selama dekade
terakhir metabolisme telah menjadi salah satu daerah yang paling aktif dari penelitian kanker.
Warburg metabolisme adalah bukan kanker tertentu, melainkan bersifat umum properti tumbuh
sel-sel yang menjadi tetap" dalam sel-sel kanker. glikolisis aerobik menyediakan dengan cepat
membagi sel-sel tumor dengan metabolisme intermediet yang diperlukan untuk sintesis
komponen sel, sedangkan mitokondria fosforilasi oksidatif tidak.
Alasan pertumbuhan sel-sel bergantung pada glikolisis aerobik menjadi jelas bila kita
menganggap bahwa pertumbuhan sel memiliki persyaratan biosintesis ketat :
Harus duplikat aloft komponen seluler - DNA RNA protein, lipid, dan organel - sebelum
dapat membelah dan menghasilkan dua sel anak. Ingat bahwa efek bersih dari fosforilasi
oksidatif adalah untuk mengambil satu molekul glukosa, CG H, O, dan menggabungkan dengan
enam molekul untuk menghasilkan enam molekul H2O dan enam molekul dari CO 2 yang hilang
melalui respirasi. Dengan demikian, sementara fosforilasi oksidatif Murni menghasilkan banyak
ATP, jatuh, menghasilkan karbon gugus yang dapat digunakan untuk membangun ulang
komponen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (protein lipid, dan asam nukleat).
Bahkan sel-sel yang tidak aktif tumbuh harus pindah jalur ke beberapa metabolisme
intermediet dari fosforilasi oksidatif dalam rangka untuk mempersatukan: makromolekul yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan sel, sebaliknya dalam tumbuh aktif sel-sel yang kecil pecahan
ser glukosa didorong melalu jalur oksidatif fosforilasi, sehingga rata-rata setiap isyarat dari
glukosa yang dimetabolisme menghasilkan kira-kira empat molekul ATP (bukan dua molekul
yang akan diproduksi oleh glikolisis murni ) sekiranya, keseimbangan dalam pemanfaatan
glukosa (sangat biasa terhadap fermentasi aerob, dengan sedikit oksidatif fosforilasi.
e. Apoptosis (Kematian Sel Terprogram)
Akumulasi dari sel-sel neoplastik dapat menyebabkan tidak hanya dari aktivasi pertumbuhan
mempromosikan onkogen atau menonaktifkan pertumbuhan penekan tumor supresor gen, tetapi
juga dari mutasi pada gen yang mengatur apoptosis.
Pada orang dewasa, kematian sel melalui apoptosis adalah respon protektif untuk beberapa
kondisi patologis yang mungkin berkontribusi untuk keganasan jika sel-sel tetap hidup. Sel
dengan genom cedera dapat diinduksi untuk mati, menghilangkan kemungkinan bahwa sel
seperti itu mungkin pergi untuk menimbulkan neoplasma. Berbagai sinyal, termasuk kerusakan
DNA deregulasi beberapa yang paling ampuh oncoproteins seperti MYC, dan hilangnya adhesi
dengan membran basement (disebut anoikis, dapat memicu apoptosis. Dengan demikian,
apoptosis merupakan penghalang yang harus diatasi untuk kanker untuk berkembang dan maju.
Jalur apoptosis dapat dibagi dalam pengatur (regulators) dihulu dan pelaksana (effectors)
hilir. Pengatur dibagi menjadi menjadi dua jalur utama, satu jalur menginterpretasi sinyal
ekstrasel atau ekstrinsik dan jalur lainnya menginterpretasi sinyal intrasel.
• Jalur ekstrinsik (reseptor kematian) diinisiasi apabilareseptor TNF, seperti CD95 (Fas),
melekat pada ligannya, CD95L, sehingga terjadi trimerisasi reseptor dan domain kematian
sitoplasmik, yang akan mengikat protein adaptor intrasel FADD. Protein ini merekrut
prokaspase-8 untuk membentuk kompleks sinyal induksi kematian. Prokaspase diaktifkan oleh
adanya pembelahan menjadi subunit yang lebih kecil, menghasilkan kaspase-8. Kaspase 8
kemudian mengaktifkan kaspases hilir seperti kaspase-3, suatu kaspase eksekutor yang memecah
DNA dan substrat lain sehingga mengakibatkan kematian sel.
• Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis dipicu oleh berbagai stimulus, termasuk hilangnya
faktor ketahanan, stres, dan jejas. Pengaktifan jalur ini akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas membran luar mitokondria dan keluarnya molekul, seperti sitokrom c, yang
menginisiasi apoptosis.
Skema sederhana dari apoptosis dan mekanisme yang dipakai oleh sel tumor untuk terhindar
dari kematian sel yang dipicu oleh reseptor CD95 dan kerusakan DNA:
1. Kadar CD95 yang turun.
2. Penginaktifan kompleks sinyal penginduksi kematian oleh protein
FLICE.
3. Keluarnya sitokrom c dari mitokondria berkurang sebagai akibat dari peningkatan BCL2.
4. Kadar yang menurun dari proapoptotik BAX mengakibatkan hilangnya p53.
5. hilangnya APAF- 1.
6. peningkatan dari inhibitor apoptosis.

A. ANGIOGENESIS

Angiogenesis adalah proses pembentukan


pembuluh darah baru dalam tubuh manusia dan
berperan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan sel kanker. Pembentukan sel
darah baru diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi,
juga untuk memperbaiki pembuluh darah yang
telah rusak. Angiogenesis terjadi karena
pengaruh dari faktor-faktor yang dihasilkan
oleh sel. Salah satu faktor utama dalam
angiogenesis adalah VEGF (vascular
endothelial growth factor). VEGF adalah
molekul yang dihasilkan oleh sel untuk memicu terbentuknya pembuluh darah baru di
sekitarnya.
Sel-sel kanker akan terus tumbuh membesar dan membutuhkan pasokan oksigen dan
nutrisi yang banyak dari tubuh. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi, sel kanker
akan memicu terjadinya angiogenesis sehingga terbentuk banyak pembuluh darah baru di
jaringan kanker tersebut.

Kanker yang masih berukuran kecil (kurang dari 1 mm 3) belum memicu terjadinya
angiogenesis karena kebutuhannya dapat dipenuhi dari pembuluh darah di dekatnya. Namun
seiring tumbuhnya kanker tersebut, semakin banyak sel yang harus diberi makan, semakin
banyak pula mereka membutuhkan pasokan oksigen dan nutrisi. Sel-sel kanker tersebut akan
mensekresikan VEGF untuk memicu terbentuknya pembuluh darah baru pada jaringan
kanker tersebut.

Angiogenesis juga diperlukan oleh sel kanker untuk dapat menyebar ke bagian tubuh lain
(metastasis). Sel-sel kanker dapat memisahkan diri dari jaringan induknya kemudian terbawa
oleh pembuluh darah dan tumbuh di tempat yang lain. Sel kanker tersebut dapat tumbuh di
semua bagian tubuh, tergantung di bagian mana sel tersebut menempel dan kemudian
berkembang.

B. INVASI DAN METASTASIS


1. INVASI
Invasi adalah penjalaran sel tumor ke daerah di sekitarnya sehingga menimbulkan
kerusakan pada jaringan di sekitarnya tersebut. Jaringan manusia tersusun menjadi
serangkaian kompartemen yang dipisahkan satu sama lain oleh dua jenis matriks ektrasel
(ECM), yaitu membrane basalis dan jaringan ikat interstisium. Walaupun tertata secara
berlainan, tiap-tiap komponen ECM ini terdiri atas kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikan. Sel tumor harus berinteraksi dengan ECM di beberapa tahapan dalam
jenjang invasi dan metastatic.
Proses invasi:

Melekatnya sel
Meregangnya sel
tumor ke berbagai
tumor
protein ECM

Degradasi lokal
Migrasi sel tumor
membrana basalis
menembus
dan jaringan ikat
membrana basalis
interstisium
1. Meregangnya sel tumor – Pada dasarnya, setiap sel diikat oleh lem antarsel yakni E-
kaderin. Bagian E-kaderin yang berada di sitoplasma berikatan dengan beta-katenin.
Molekul E-kaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap menyatu, sedangkan
perlekatan homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin menyalurkan sinyal antipertumbuhan
melalui beta-katenin. Beta-katenin bebas dapat mengaktifkan transkripsi gen yang
mendorong pertumbuhan. Akan tetapi, fungsi E-kaderin lenyap di hampir semua kanker sel
epitel, baik akibat mutasi inaktivasi gen E-kaderin meupun oleh aktivasi gen beta-katenin,
sehingga sel tumor seolah-olah renggang dari sel lainnya.
2. Melekatnya sel tumor ke berbagai protein ECM – Contoh protein ECM: laminin dan
fibronektin. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membrana basalis yang
terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya, sel karsinoma memiliki lebih banyak
reseptor, dan reseptor ini tersebar di seluruh membrane sel, sehingga memungkinkan
perlekatan yang lebih banyak.
3. Degradasi lokal membrana basalis dan jaringan ikat interstisium – Sel tumor
mengeluarkan enzim proteolitik untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim penghancur
matriks yang disebut metalloproteinase, termasuk gelatinase, kolagenase, dan stromelisin,
ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV
epitel dan membrane basal vascular. Keganasan dari sel tumor ditunjukkan oleh
meningkatnya kolagenase tipe IV ini, dan juga inhibitor metaloproteinsase akan berkurang
sehingga keseimbangan akan bergeser ke arah penghancuran jaringan.
4. Migrasi sel tumor menembus membrana basalis – Migrasi diperantarai oleh berbagai
sitokin yang berasal dari sel tumor, misalnya faktor motilitas autokrin. Selain itu, produk
penguraian komponen matriks (misal: kolagen, laminin) dan sebgian faktor pertumbuhan
(misal:nsulin-like growth factor Idan II) memiliki aktivitas kemotaktik untuk sel tumor. Sel
stroma juga menhasilkan efektor parakrin untuk motilitas sel, seperti hepatocyte growth
factor (HGF) yang berikatan dengan reseptor di sel tumor. Konsentrasi HGF meningkat di
bagian tepi tumor otak yang sangat invasive, glioblastoma multiforma yang mendukung
peran faktor ini dalam motilitas tumor.

2. METASTASIS
Metastasis adalah invasi sel tumor dalam jarak yang lebih jauh sehingga
memungkinkan tumbuhnya sel tumor yang sama di tempat/organ yang baru. Perlu
diketahui bahwa sel kanker dapat menyebar secara lokal dengan berpindah ke jaringan
sehat terdekat. Kanker juga dapat menyebar secara regional, yakni ke kelenjar getah
bening, jaringan, atau organ di sekitarnya. Selain itu, kanker juga dapat menyebar ke
bagian tubuh yang jauh.

Proses metastasis:
INVASI

INTRAVASASI

SIRKULASI

EKSRAVASASI

ANGIOGENESIS

PERTUMBUHAN
1. Invasi: Sel tumor
menembus lapisan
membrane basalis dan
masuk ke matriks ekstrasel.

2. Intravasasi: Dari matriks
ekstrasel, sel tumor masuk
menembus endotel pembuluh
vaskuler (intravasasi) dan mulai
menyebar melalui aliran
pembuluh tersebut.
3. Sirkulasi: saat berada di dalam
sirkulasi, sel tumor rentan
terhadap destruksi oleh sel
imun pejamu. Di dalam aliran
darah, sebagian sel tumor
membentuk embolus
(gumpalan)/adhesi dan
kemudian melekat ke leukosit
dan trombosit. Embolus
tersebut akan sedikit banyak
memperoleh perlindungan dari serangan sel efektor antitumor pejamu. Namun sebagian
besar sel tumor masuk dalam sirkulai sendiri-sendiri.
4. Eksravasasi: ketika sampai di lokasi organ yang akan diinangi, sel tumor ataupun
embolus akan melekat ke endotel vaskuliar yang diikuti dengan pergerakan melalui
membrane basal dengan mekanisme yang serupa dengan yang berperan dalam invasi.
5. Angiogenesis: Sesampainya sel tumor di organ yang diinangi, sel tersebut akan
mengeluarkan faktor pertumbuhan PLGF untuk merangsang pembentukan pembuluh darah
baru.
6. Pertumbuhan: setelah semua fasilitas cukup untuk mendukung kehidupan sel tumor
tersebut, maka sel tumor mulai tumbuh dan membelah sehingga membentuk tumor baru.

C. KARSINOGENESIS RADIASI
Terdapat 2 macam radiasi yaitu radiasi ionisasi (misalnya sinar X) dan non-ionisasi (sinar
ultraviolet). Keduanya adalah bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik. Sinar X
berasal dari tambang uranium, kosmik, alat diagnostik penyakit, alat terapi radiasi,
kecelakaan nuklir, bom atom dan sampah radioaktif. Sinar ultraviolet berasal dari matahari.
Peningkatan penggunaan.

Energi nuklir dan percobaan senjata nuklir mempunyai efek jangka panjang dan pendek
radiasi sinar X. Efek jangka pendek menginduksi kanker, sedangkan jangka panjang
menyebabkan kerusakan gen yang diteruskan kepada generasi mendatang. Dosis kecilpun
dapat menimbulkan kerusakan jaringan, tetapi berapa besar dosis belum dapat dipastikan.

Sinar ultraviolet menyebabkan tumor pada paparan berulang dan dosis tertentu. Jaringan
yang terkena adalah kulit, biasanya kulit pelaut dan petani, dapat timbul karsinoma sel basal,
karsinoma sel skwamosa atau melanoma malignum. Lebih dari 75% kanker kulit adalah
karsinoma sel basal muka dan leher. Pada bibir terutama karsinoma sel skuamosa dan paling
jarang melanoma malignum tetapi merupakan penyebab kematian utama kanker kulit.

CFC (chlorofluorocarbon) menyebabkan berkurang tebalnya lapisan ozon di stratosfer


sehingga radiasi ultraviolet matahari lebih banyak sampai ke permukaan bumi. Orang yang
genetik melaninnya lebih sedikit lebih tinggi risiko terkena kanker kulit. Penderita penyakit
genetik seperti Xeroderma pigmentosa dan albinisme sangat tinggi risiko terkena kanker
kulit. Terjadinya kanker karena radiasi sinar X dan ultraviolet menimbulkan sejumlah lesi
yang berbeda pada DNA sel. Tidak terjadi kanker bila lesi ini direparasi atau dimodifikasi
oleh proses biologis atau terjadi kematian sel.

Onkogenesis oleh Virus dan Mikroba


Berbagai virus DNA dan RNA terbukti bersifat onkogenik pada binatang seperti kodok
dan primata. Walaupun dengan pemeriksaan lebih rinci, ternyata hanya beberapa virus yang
sudah dikaitkan dengan kanker pada manusia. Diskusi berikut membahas peran virus onkogenik
manusia dan juga membahas yang baru muncul dari bakteri H. pylori pada kanker lambung.
Virus RNA Onkogenik
Penelitian mengenai retrovirus onkogenik pada binatang memberikanv wawasan baru
pada dasar genetik kanker. Namun hanya satu retrovirus, yaitu virus limfotropik sel T manusia
(human T cell lymphotropic virus-1 /HTLV-1), terbukti menyebabkan kanker pada manusia.
HTLV-1 dikaitkan dengan leukemia/limfoma sel T yang endemik pada beberapa tempat di
Jepang dan daerah Karibia tetapi hanya ditemukan secara sporadik di tempat lain, termasuk
Amerika Serikat. Sama dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV), HTLV-1 mempunyai
kecenderungan mengenai sel T CD4+, dan subset sel T merupakan target utama untuk
transformasi neoplastik. Untuk infeksi pada manusia dibutuhkan transmisi sel T yang telah
terinfeksi melaluihubungan seksual, produk darah, atau menyusui. Leukemia terjadihanya pada
3% hingga 5% orang yang terinfeksi setelah suatu periode laten yang lama yaitu 20 hingga 50
tahun.
Tidak diragukan lagi bahwa infeksi HTLV-1 pada sel limfosit T dibutuhkan untuk
leukemogenesis, tetapi mekanisme molekuler transmisinya tidak jelas. Genom HTLV-1 tidak
mengandungi virus onkogen dan berbeda dengan retrovirus binatang tertentu, tidak dijumpai
tempat integrasi tertentu pada onkogen sel. Agaknya, masa laten yang panjang antara infeksi
awal dan perkembangan penyakit merupakan proses langkah multipel, di mana selama itu terjadi
akumulasi mutasi onkogenik.
Genom HTLV-1 disamping gen retrovirus mengandungi suatu bagian unik disebut pX.
Bagian ini mengandungi beberapa gen, termasuk TAX. Protein TAX terbukti dibutuhkan dan
cukup untuk transformasi sel. Melalui interaksi dengan beberapa faktor transkripsi seperti NF-
xB, protein TAX dapat melakukan pengaktifan silang ekspresi gen yang menyandi sitokin,
reseptor sitokin dan molekul kostimulasi. Ekspresi yang tidak tepat ini mengakibatkan lingkar
sinyal autokrin dan peningkatan kaskade sinyal promitogenik Juga, TAX dapat mengatur melalui
siklus sel dengan langsung berikatan dan mengaktifkan siklin.TAX juga dapat melakukan
penekanan fungsi beberapa gen supresor yang mengatur siklus sel, termasuk CDKN2A/ p16 dan
TP53. Dari observasi ini dan lainnya, muncul skenario berikut (Gambar 5-31):Gen TAX
mengaktifkan beberapa gen sitokin dan reseptornya (misalnya interleukin IL-2, IL-2R, IL-15 dan
IL-15R),
kemudian menyusun suatu sistem autokrin yang mengakibatkan proliferasi sel T. Dari berbagai
jenis sitokin ini, IL-15 agaknya yang lebih penting, namun yang lainnya belum diketahui.
Sebagai tambahan, jalur parakrin palalel diaktifkan melalui peningkatan produksi factor
stimulasi koloni granulosit-makrofag, yang merangsang makrofag disekitarnya untuk
memproduksi mitogen sel T lain. Semula, proliferasi sel T adalah poliklonal, sebab virus
menginfeksi banyak sel, tetapi karena penginaktifan berdasar -TAX- pada gen tumor supresor
seperti TP53, maka proliferasi sel T akan berisiko menyebabkan transformasi sekunder (mutasi),
sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan populasi sel T monoklonal neoplastik.
Patogenesis limfoma/leukemia sel T yang
diinduksi oleh
virus limfotropik sel T manusia (HTLV-
I) menginfeksi banyak sel T dan
awalnya mengakibatkan proliferasi
poliklonal oleh jalur autokrin dan
parakrin yang dipicu oleh gen TAX.
Secara bersamaan, TAX
menetralkan sinyal penghambat
pertumbuhan pada gen TP53 dan
CDKN2A/p16. Akibatnya akan terjadi
leukemia/limfoma monoklonal
sel T apabila satu sel T yang berproliferasi
mengalami tambahan
mutasi.
Virus DNA Onkogenik
Seperti virus RNA, beberapa virus DNA onkogenik yang mengakibatkan tumor pada
binatang telah diketahui. Empat virus DNA — HPV, virus Epstein-Barr (EBV), Sarkoma
Kaposi, virus herpes (KSHV, juga disebut virus herpes-8 [HHV-8] manusia), dan virus hepatitis
B (HBV) — merupakan hal yang menarik karena berhubungan erat dengan kanker manusia.

Virus Papiloma Manusia (Human Papillomavirus) Berbagai tipe


Genetik HPV telah diketahui. Beberapa tipe (misalnya 1, 2, 4, dan 7) menyebabkan
papiloma skuamosa jinak (kutil) pada manusia (Bab 18 dan 21). Kutil genital mempunyai potensi
ganas rendah dan juga mempunyai risiko rendah terhadap HPV, terutama HPV-6 dan HPV-11.
Sebaliknya, HPV berisiko tinggi (misalnya tipe 16 dan 18) untuk menyebabkan berbagai kanker,
terutama karsinoma sel skuamosa leher rahim dan daerah anogenital. Sebagai tambahan
sedikitnya 20% dari kanker orofaring, terutama yang timbul pada tonsil, dikaitkan dengan HPV.
Potensi HPV sebagai onkogen dapat dikaitkan dengan produk dua gen virus terdahulu
yaitu, E6 dan E7. Bersama-sama akan berinteraksi dengan protein pengatur pertumbuhan yang
disandi oleh protoonkogen dan gen supresor tumor. Protein E7 mengikat protein retinoblastoma
dan melepaskan faktor transkripsi E2F yang dalam keadaan normal dibuang oleh Rb, sehingga
meningkatkan perkembangan melalui siklus sel. Menarik perhatian, protein E7 dari HPV tipe
risiko tinggi mempunyai afinitas lebih tinggi untuk Rb dibandingkan dengan E7 dari HPV tipe
risiko rendah. E7 juga menginaktifkan CDKI CDKN1A/p21 dan CDNK1B/p27. Protein E6
mempunyai efek tambahan. Protein tersebut mengikat dan membantu penurunan fungsi p53.
Analog dengan E7, E6 dari HPV tipe risiko tinggi mempunyai afinitas lebih tinggi untuk p53
dibanding dengan E6 dari HPV tipe risiko rendah. Juga menarik pada kutil jinak genom HPV
dipertahankan dalam bentuk episomal yang tidak terintegrasi, sedangkan pada kanker genom
HPV secara acak berintegrasi dengan genom pejamu. Integrasi akan mengganggu virus DNA,
menghasilkan ekspresi berlebihan onkoprotein E6 dan E7. Selanjutnya, sel di mana genom virus
telah berintegrasi akan menunjukkan instabilitas genom dengan nyata. Sebagai ringkasan,
peranan infeksi HPV tipe risiko tinggi akan menyerupai menghilangnya gen supresor tumor,
mengaktifkan siklin mencegah apoptosis dan melawan penghentian sel permanen. Jadi, jelas
tanda kanker yang dibahas sebelumya terjadi akibat protein HPV. Namun, infeksi dengan HPV
saja tidak cukup untuk menimbulkan karsinogenesis.
Contoh, apabila pada keratinosit manusia dimasukkan DNA dari HPV-16, -18, atau -31
in vitro, sel akan tetap hidup, tetapi tidak akan terbentuk tumor pada hewan percobaan.Apabila
ditambahkan gen RAS yang telah mengalami mutasi maka akan menghasilkan transformasi
keganasan lengkap. Data ini mendukung bahwa HPV, dalam kehidupan, bertindak bersama-sama
dengan faktor lingkungan lain. Namun, pentingnya infeksi HPV sebagai penyebab kanker leher
Rahim terbukti dengan timbulnya perlindungan hampir sempurna terhadap kanker ini setelah
pemberian vaksin anti-HPV.
Virus Epstein-Barr
EBV merupakan virus pertama yang dikaitkan dengan tumor manusia, yaitu limfoma
Burkitt. Namun pada 40 tahun terakhir, EBV ditemukan pada sel dari berbagai jenis tumor,
termasuk limfoma sel B pada pasien dengan defek imunitas sel T (misalnya pada mereka yang
terinfeksi HIV), subjenis limfoma Hodgkin, kanker nasofaring, subjenis limfoma sel T,
karsinoma gaster, limfoma sel NK dan walaupun jarang pada sarkoma, terutama pada pasien
dengan kekebalan rendah (imunosupresi). Limfoma Burkitt ditemukan endemik pada beberapa
bagian dari Afrika dan dijumpai sporadik di tempat lain. Pada daerah endemik, sel tumor pada
seluruh pasien yang terkena mengandungi genom EBV. Dasar molekuler untuk proliferasi sel B
yang diinduksi EBV sangat kompleks. EBV menggunakan reseptor komplemen CD21 untuk
melekat dan menginfeksi sel B. In vitro, infeksi tersebut menyebabkan proliferasi sel B
poliklonal dan timbulnya sel dengan garis keturunan sel limfoblastoid B. Satu gen yang disandi
EBV-, disebut LMP1 (protein membran laten 1) bertindak sebagai onkogen, dan ekspresinya
pada mencit transgenik menginduksi limfoma sel B. LMP1 memicu proliferasi sel B dengan
mengaktifkan jalur sinyal, seperti, NF-KB dan JAK/STAT, yang menyerupai pengaktifan sel B
oleh molekul permukaan sel B CD40. LMP1 juga mencegah apoptosis dengan mengaktifkan
BCL2. Jadi virus "meminjam" jalur pengaktifan sel B normal untuk melakukan replikasinya
sendiri dengan menambahkan kelompok sel yang rentan terhadap infeksi. Suatu protein lain yang
disandi EBV yaitu, EBNA2, melakukan pengaktifan pada beberapa gen pejamu, termasuk siklin
D dan kelompok protoonkogen src. Juga, genom EBV mengandungi sitokin virus, vIL-10, yang
diambil dari genom pejamu. Sitokin virus ini dapat mencegah makrofag dan monosit
mengaktifkan sel T dan mematikan sel yang telah diinfeksi virus. Pada orang dengan status
imunologi normal, proliferasi sel B poliklonal yang dipicu-EBV segera terkendali, dan pasien
yang terkena tetap asimptomatik atau mengalami episode sembuh sendiri dari infeksi
mononucleosis. Menghindari sistem imun merupakan langkah penting pada onkogenesis yang
terkait-EBV. Pada kawasan di dunia, di mana limfoma Burkitt sudah endemik, infeksi serupa
(endemik) malaria (atau infeksi lain) akan melemahkan kompetensi imun dan menyebabkan
dipertahankannya proliferasi sel B. Menarik perhatian, walaupun LMP1 merupakan onkogen
yang pertama yang di transformasikan pada genom EBV, onkogen ini tidak diekspresikan pada
limfoma. Burkitt yang terkait EBV, mungkin karena merupakan satu dari antigen virus utama
yang dikenal oleh sistem imun. Sel yang terinfeksi dan mengekspresi antigen virus seperti LMP-
1 diawasi oleh sistem imun. Sel linfoma akan muncul hanya apabila translokasi mengaktifkan
onkogen MYC, suatu gambaran tetap pada tumor ini. MYC dapat menggantikan sinyal LMP1,
sehingga tumor dapat menurunkan kegiatan (downregulate) LMP1 dan menghindari sistem
imun. Perlu diketahui, pada daerah non endemik, 80% tumornegatif terhadap EBV, tetapi semua
tumor mengandungi translokasi MYC. Observasi ini menunjukkan kemungkinan bahwa
walaupun limfoma Burkitt non-Afrika dipicu oleh mekanisme bukan EBV, tetapi kanker ini akan
berkembang dengan jalur yang sama.
Pada pasien dengan fungsi sel T yang kurang, termasuk pasien dengan HIV dan penerima
transplantasi organ, sel B terinfeksi-EBV mengalami ekspansi poliklonal, menghasilkan sel mirip
seln limfoblastoid. Sebaliknya dengan limfoma Burkitt, sel limfoblas B pada pasien dengan
imunosupresi, mengekspresikan antigen virus, seperti LMP-1, yang akan dikenal oleh sel T.
Proliferasi yang berpotensi letal ini akan berkurang apabila imunitas sel T bisa dipulihkan, dan
juga dapat dicapai dengan penghentian obat imunosupresif pada penderita transplantasi.
Kanker nasofaring dijumpai endemik di Cina Selatan dan beberapa daerah lain dan
genom EBV dijumpai pada semua tumor. LMP-1 diekspresikan oleh sel karsinoma dan seperti
pada sel B, akan mengaktifkan jalur NF-KB. Selanjutnya, LMP1 menginduksi ekspresi faktor
pro-angiogenik seperti VEGF, FGF-2, MMP-9, dan COX-2, yang berperan dalam timbulnya
onkogenesis. Bagaimana EBV memasuki sel epitel tidak jelas, sebab sel ini gagal mengekspresi
protein CD21 yang berfungsi sebagai reseptor EBV pada sel B.
Virus Hepatitis B dan Hepatitis C
Bukti epidemiologi menunjukkan adanya hubungan kuat antara infeksi kronik virus
hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C (HCV) dengan karsinoma sel hati. Diperkirakan bahwa
70% hingga 85% kasus karsinoma sel hati di dunia terjadi karena infeksi HBV atau HCV.
Namun kerja virus ini tidak jelas diketahui. Genom HBV dan HCV tidak menyandi onkoprotein
virus, dan walaupun DNA HBV terintegrasi dengan genom manusia, tidak ada pola konsisten
integrasinya dengan sel hati. Agaknya efek onkogenik HBV dan HCV adalah multifaktor, tetapi
efek yang dominan ialah radang kronik yang dipicu oleh proses imunologi dengan kematian sel
hepar yang mengakibatkan regenerasi dan kerusakan genom. Walaupun sistem imun
diperkirakan bersifat protektif, penelitian terakhir menunjukkan bahwa dalam upaya
menghilangkan radang kronik, seperti pada hepatitis virus, atau gastritis kronik oleh H. pylori
(dibahas kemudian), respons imun
menjadi salah adaptasi, dan dapat menimbulkan perkembangan tumor.
Apa pun penyebab jejas sel hati, infeksi virus kronik mengakibatkan proliferasi
kompensasi sel hati. Proses regenerasi ditunjang dan dibantu oleh berbagai faktor pertumbuhan,
sitokin, kemokin, dan substansi bioaktif yang dihasilkan oleh sel imun yang teraktifkan akan
yang memicu ketahanan sel, remodel jaringan, dan angiogenesis. Sel imun yang teraktifkan
menghasilkan mediator lain, seperti spesies oksigen reaktif yang bersifat toksik terhadap gen dan
menyebabkan mutasi. Langkah molekuler terpenting ialah pengaktifan jalur factor inti-KB (NF-
KB) pada sel hati oleh mediator dari sel imun yang teraktifkan. Pengaktifan jalur NF-KB di
dalam sel hati akan memblok apoptosis, sehingga sel hati yang sedang membelah mengalami
stress toksik pada gen dan mengakumulasi mutasi. Walaupun ini diperkirakan merupakan
mekanisme dominan pada patogenesis karsinoma sel hati yang diinduksi oleh virus, kedua HBV
dan HCV juga mengandungi protein dalam genomnya yang bisa langsung memicu pertumbuhan
kanker. Genom HBV mengandungi gen yang dikenal sebagai HBx, bisa menimbulkan kanker sel
hati pada mencit transgenik. HBx dapat langsung atau tidak langsung mengaktifkan beberapa
faktor transkripsi dan beberapa jalur sinyal transduksi. Sebagai tambahan, inte grasi virus bisa
menyebabkan pengaturan kembali yang kedua dari kromosom, termasuk delesi multipel yang
terdapat pada gen supresor tumor yang belum dikenal.
Walaupun bukan virus DNA, HCV juga berhubungan kuat dengan patogenesis kanker
hati. Mekanisme molekuler pada HCV kurang dikenal dibandingkan dengan HBV. Disamping
jejas sel hati kronik dan regenerasi kompensasi pada komponen genom HCV, (seperti protein inti
HCV), HCV juga mungkin mempunyai efek langsung pada pembentukan tumor melalui
pengaktifan jalur transduksi sinyal pemicu pertumbuhan.
Helicobacter Pylori
H. pylori semula diperkirakan sebagai penyebab penyakit ulkus peptikum, sekarang
diragukan sebagai bakteri pertama yang dikelompokkan sebagai karsinogen. Memang, infeksi H.
pylori dilibatkan pada terjadinya adenokarsinoma lambung dan limfoma lambung.
Skenario timbulnya adenokarsinoma lambung mirip dengan HBVdan HCV-pemicu
kanker hati. H. pylori terlibat dalam proliferasi sel epitel dengan latar belakang radang kronik.
Seperti pada hepatitis virus, daerah radang mengandungi banyak agen yang merupakan racun
bagi genom, seperti spesies oksigen reaktif. Urutan perubahan histopatologis ialah diawali
terjadinya radang kronik/gastritis, diikuti atrofia gaster, metaplasia intestinal sel permukaan,
displasia dan kanker. Urutan ini membutuhkan waktu puluhan tahun untuk selesai dan hanya
terjadi pada 3% pasien yang terinfeksi. Seperi HBV dan HCV, genom H. pylori juga
mengandungi gen yang langsung terlibat dalam onkogenesis. Strains yang berkatian dengan
adenokarsinoma lambung diketahui mempunyai bagian penyebab penyakit (pathogenicity island)
yang mengandungi gen A, yang berhubungan dengan sitotoksin (CagA). Walaupun H. pylori
tidak invasif, namun CagA yang disuntikkan ke epitel lambung, mempunyai berbagai efek,
termasuk pemicu kaskade yang mirip stimulasi faktor pertumbuhan yang tidak diatur.
Sebagaimana dibahas sebelumnya, H. pylori juga dikaitkan dengan peningkatan risiko
untuk timbulnya limfoma lambung. Limfoma gaster berasal dari sel B, dan karena sel B yang
mengalami transformasi tumbuh dengan pola yang mirip dengan jaringan limfoid yang
berasosiasi dengan mukosa normal (MALT), maka tumor tersebut disebut juga limfoma MALT.
Patogenesis molekuler tidak jelas diketahui tetapi agaknya melibatkan faktor strain spesifik dari
H. pylori, dan juga faktor genetik pejamu, misalnya polimorfisme pada promotor sitokin
peradangan misalnya dan faktor nekrosis tumor (TNF). Diperkirakan infeksi H. pylori akan
mengaktifkan sel T yang reaktif pada H. pylori, dan kemudian akan menyebabkan proliferasi sel
B poliklonal. Pada waktunya akan muncul sel B monoklonal di antara sel B yang sedang
berproliferasi, mungkin akibat akumulasi mutasi pada gen pengatur pertumbuhan. Sesuai dengan
model ini eradikasi H.pylori, pada awal penyakit, akan menyembuhkan limfoma dengan
hilangnya stimulus antigen sel T.

Anda mungkin juga menyukai