Anda di halaman 1dari 17

QBL 2 C : AKREDITASI RUMAH SAKIT

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Manajemen Keperawatan

Dosen Pengampu : Ns. Rista Apriana, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh:

Kelas Tutor Manajemen Keperawatan G

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

2019
Dwi Arini (1710711034)

Mutiara Zahira F (1710711107)

a. Pengertian BOR dan LOS


1. BOR (Bed Occupancy Ratio)

Pengertian BOR menurut Huffman (1994), “The ratio of patient service days
to inpatient bed count day in a period under consideration”. Menurut Depkes RI
(2005) BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Jadi, BOR adalah rata rata pemakaian tempat tidur dalam satuan waktu tertentu. BOR
iini memberi gambaran tentang tingkat pemakaian tempat tidur di rumah sakit. Nilai
BOR yang ideal menurut Depkes (2005) adalah 60 – 85 %.

2. LOS / AVLOS (Average Length of Stay)

Pengertian LOS / AVLOS menurut Huffman (1994) “The average


hospitalization stay of inpatient discharge during the period under condiseration”.
Menurut Depkes RI (2005), LOS / AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Jadi, LOS / AVLOS adalah rata-rata lamanya pasien dirawat di rumah sakit.
Hal ini memberi gambaran tentang mutu dan tingkat efisien dari perawatan inap
rumah sakit. Nilai LOS / AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah 6 – 9 hari.

b. Cara menghitung BOR dan LOS

Cara mengitung
BOR = Jumlah hari perawatan rumah sakit x 100 %
Jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode

Cara menghitung
LOS = Jumlah lama dirawat
Jumlah pasien keluar
c. Manfaat BOR dan LOS

Manfaat perhitungan BOR yaitu untuk mengetahui tingkat penggunaan tempat tidur
suatu rumah sakit. Angka BOR yang rendah kurangnya penggunaan fasilitas
perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %)
menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu
pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. Menurut Barber Johnson
nilai ideal BOR adalah 75%-85% (Sudra,2010).

Manfaat dari perhitungan LOS salah satunya yaitu untuk menghitung tingkat
penggunaan sarana dan untuk kepentingan finansial (Sudra,2010).

d. Hubungan BOR dan LOS

BOR adalah Presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu,
memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah
sakit.

LOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.

Jadi, hubungan antara BOR dengan LOS adalah semakin lama pasien dirawat di
rumah sakit, semakin kecil jumlah rata-rata pasien keluar atau semakin kecil jumlah
kapasitas tempat tidur.

Daftar Pustaka

Sudra, I.R.2010.Statistika Rumah Sakit.Yogyakarta:Graha Ilmu

Benson Nababan. 2012. Analisis Hubungan Pelayanan Kesehatan Dengan Bed Occupancy
Ratio (BOR) Di Rumah Sakit Umum Daerah Sukamara Kalimantan Tengah. Jakarta

Edwin Idris. 2012. Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Di Ruangan Rawat Inap RSUD Pariaman Tahun 2012. Padang

Muhammad Sholeh S dan Tri Lestari. 2012. Jumlah Pasien Rawat Inap Dengan BOR (Bed
Occupancy Ratio) Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2009-2010 Vol 1. Jurnal Rekam Medis
Tsilmi Adhari (1710711069)

Putri Widyawati (1710711091)

Kiki Audillah (1710711109)

1a. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit

Berdasarkan standar akreditasi rumah sakit yang disusun oleh kementrian ksehatan
dan pedoman tata laksana survey akreditasi rumah sakit “ Akreditasi Rumah Sakit merupakan
pengakuan terhadap Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mulu pelayanan Rumah
Sakit secara berkesinambungan ” ( Pengantar Klasifikasi dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan
)

1b. Sejarah Joint Commision for on Accreditation of Healthcare Organisation


(JCCHO)

JCI adalah versi internasional dari The Joint Commission (USA) yang bergerak
dibidang akreditasi Rumah Sakit. JCI Berdiri sejak tahun 1951 dan merupakan Join Venture
antara American College of Surgeons, American College of Physician, American Hospital
Association, American Medical Association. Akreditasi rumah sakit dilakukan secara
sukarela dan sesuai dengan standar rumah sakit komisi bersama menunjukkan potensi untuk
memberikan perawatan berkualitas tinggi. JCI telah mengakreditasi sebagian besar rumah
sakit di Amerika.

Misi JCI adalah memperbaiki kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan di


masyarakat internasional. Selama lebih dari 75 tahun, The Joint Commission (USA) dan
organisasi pendahulunya didedikasikan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan
pelayanan kesehatan. Kini The Joint Commission (USA) merupakan pemberi akreditasi
terbesar di Amerika Serikat di bidang organisasi pelayanan kesehatan; lembaga ini menyurvei
hampir 18.000 program layanan kesehatan melalui proses akreditasi sukarela. Baik The Joint
Commission (USA) maupun JCI bersifat nonpemerintah, dan merupakan perusahaan nirlaba
di Amerika Serikat.

Pada tahun 1975-an JCI telah mengakreditasi hampir 80% rumah sakit di Amerika
Serikat. Dikarenakan adanya perubahan akan budaya pelayanan kesehatan di Amerika, pada
awal tahun 1975, JCI meluaskan sayapnya kepada bukan hanya rumah sakit tapi juga
organisasi non-ruamh sakit lainnya. Dan JCI meluas sampai keseluruh dunia dan hingga saat
ini telah bekerjasama dengan lebih dari 90 negara didunia. Perubahan besar yang dilakukan
pada proses akreditasi JCI pada tahun 2006 adalah menfokuskan kepada pelayanan perawatan
pasien. Untuk membantu menjelaskan proses ini maka diperkenalkanlah Tracer Methodelogy
atau Metodelogi Telusur.
Pada bulan Juli 2010, JCI mengeluarkan revisi standar baru yang di implementasikan
pada Januari 2011. Standar baru ini diciptakan melalui proses berikut:

 Kelompok Penasihat Regional Internasional

 Proses peninjauan lapangan

 Interprestasi Standar

1c. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit

1) Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

2) Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit

3) Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit
dan rumah sakit sebagai institusinya

4) Mendukung program pemerintah dibidang kesehatan

1d. Manfaat akreditasi rumah sakit

Manfaat akreditasi rumah sakit dibagi menjadi 3 antara lain : manfaat akreditasi bagi
rumah sakit, manfaat akreditasi rumah sakit bagi masyarakat, manfaat akreditasi bagi
karyawan rumah sakit dan manfaat akreditasi bagi pemilik rumah sakit itu sendiri
(Kusbaryanto, 2017)

Manfaat akreditasi bagi rumah sakit ialah:

a. Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasi antara rumah sakit dengan lembaga
akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan untuk peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit
b. Melalui self evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada di bawah
standar atau perlu ditingkatkan

c. Penting untuk penerimaan tenaga

d. Menjadi alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan

e. Alat untuk memasarkan (marketing) pada masyarakat

f. Suatu saat pemerintah akan mensyaratkan akreditasi sebagai kriteria untuk memberi ijin
rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/ keperawatan

g. Meningkatkan citra dan kepercayaan pada rumah sakit

Manfaat akreditasi rumah sakit bagi masyarakat adalah:

a) Masyarakat dapat memilih rumah sakit yang baik pelayanannya

b) Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan di rumah sakit yang sudah
diakreditasi.

Manfaat akreditasi bagi karyawan rumah sakit ialah:

a. Merasa aman karena sarana dan prasarana sesuai standar

b. Self assessment menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standar dan


peningkatan mutu.

Manfaat akreditasi bagi pemilik rumah sakit ialah pemilik dapat mengetahui rumah
sakitnya dikelola secara efisien dan efektif.

1e. Kelompok standar akreditasi

A. SASARAN KESELAMATAN PASIEN

 SASARAN 1 : Mengidentifikasi pasien dengan benar

 SASARAN 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif

 SASARAN 3 : Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai (High Alert


Medications)
 SASARAN 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar.

 SASARAN 5 : Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

 SASARAN 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

B. STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PASIEN

1) Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)

1. SKRINNING, Rumah sakit menetapkan regulasi tentang penerimaan pasien


dirawat inap atau pemeriksaan pasien dirawat jalan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan yang telah diidentifikasi sesuai dengan misi serta sumber daya
rumah sakit yang ada.

2. PENDAFTARAN, Ditetapkan regulasi untuk proses penerimaan pasien rawat inap


dan pendaftaran pasien rawat jalan. Staf memahami dan mampu melaksanakan
proses penerimaan pasien.

3. KESINAMBUNGAN PELAYANAN, Kesinambungan asuhan pasien setelah


dirawat inap memerlukan persiapan dan pertimbangan khusus bagi sebagian pasien
seperti perencanaan pemulangan pasien (P3)/discharge planning. Penyusunan P3
diawali saat proses asesmen awal rawat inap dan membutuhkan waktu agak panjang,
termasuk pemutakhiran/updating. Untuk identifikasi pasien yang membutuhkan P3
maka rumah sakit menetapkan mekanisme dan kriteria, misalnya antara lain usia,
tidak ada mobilitas, perlu bantuan medis dan keperawatan terus menerus, serta
bantuan melakukan kegiatan sehari hari.

4. PEMULANGAN DARI RUMAH SAKIT (DISCHARGE) DAN TINDAK


LANJUT, Rumah sakit menetapkan regulasi melaksanakan proses pemulangan
pasien (discharge) dari rumah sakit berdasar atas kondisi kesehatan pasien dan
kebutuhan kesinambungan asuhan atau tindakan.

5. RUJUKAN PASIEN, Pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain berdasar


atas kondisi pasien untuk memenuhi kebutuhan asuhan berkesinambungan dan
sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan penerima untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
6. TRANSPORTASI, Rumah sakit menetapkan regulasi tentang transportasi dalam
proses merujuk, memindahkan atau pemulangan, serta pasien rawat inap dan rawat
jalan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

1. STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, SERTA ELEMEN PENILAIAN.


Kepemimpinan (leadership) rumah sakit bertanggung jawab bagaimana
memperlakukan pasiennya dan pimpinan perlu mengetahui serta memahami hak
pasien dan keluarga juga tanggung jawabnya seperti ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Pimpinan rumah sakit memberikan arahan kepada kelompok
staf medis (KSM) dan staf klinis lainnya di unit pelayanan untuk memastikan semua
staf di rumah sakit ikut bertanggung jawab melindungi hak-hak ini. Rumah sakit
menghormati hak dan kewajiban pasien, serta dalam banyak hal menghormati
keluarga pasien, terutama hak untuk menentukan informasi apa saja yang dapat
disampaikan kepada keluarga atau pihak lain terkait asuhan pasien.

2. RS MENDUKUNG PARTISIPASIPASIEN DAN KELUARGA DALAM PROSES


ASUHAN. Rumah sakit mendorong pasien dan keluarga terlibat dalam seluruh
aspek pelayanan. Seluruh staf sudah dilatih melaksanakan regulasi dan perannya
dalam mendukung hak pasien serta keluarganya untuk berpatisipasi di dalam proses
asuhannya.

3. RS MEMBERI PENJELASAN TENTANG PROSES PENGADUAN DAN


KELUHAN SERTA PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PELAYANAN
PASIEN, DAN HAK PASIEN UNTUK BERPARTISIPASI DALAM HAL
TERSEBUT.  

4. Semua pasien diberi tahu tentang hak serta kewajiban dengan metode dan bahasa
yang mudah dimengerti.

5. PERSETUJUAN UMUM (GENERAL CONSENT). Rumah sakit wajib meminta


persetujuan umum (general consent) kepada pasien atau keluarganya berisi
persetujuan terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik,
pengobatan medis lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan persetujuan
lainnya. Persetujuan umum diminta pada saat pasien datang pertama kali untuk
rawat jalan dan setiap rawat inap.
6. PENELITIAN, DONASI, DAN TRANSPLANTASI. Penelitian dengan subjek
manusia/pasien merupakan suatu upaya yang kompleks dan bermakna penting bagi
sebuah rumah sakit. Pimpinan rumah sakit mengetahui tingkat komitmen yang
dibutuhkan dan keterlibatan personal yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
ilmiah dan melindungi manusia/pasien karena komitmen terhadap pasien tersebut
adalah mendiagnosis dan mengobatinya.

7.  RS MEMILIKI KOMITE ETIK PENELITIAN UTK MENGAWASI SEMUA


PENELITIAN YG MENJADI PASIEN SEBAGAI SUBJEKNYA

8. DONASI ORGAN. Rumah sakit bertanggung jawab untuk menentukan proses


mendapatkan dan mencatat persetujuan donasi sel, jaringan, organ terkait standar
etika internasional dan cara pengelolaan penyediaan organ. Rumah sakit mendukung
pilihan pasien serta keluarga melakukan donasi organ dan jaringan lain untuk riset
dan atau transplantasi. Informasi diberikan kepada pasien serta keluarga tentang
proses donasi dan ketentuan pengadaan organ yang dikelola untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, daerah, atau negara.

3) Asesmen Pasien (AP)

1. ASSESMEN AWAL. Rumah sakit menentukan isi, jumlah dan jenis asesmen awal
pada disiplin medis dan keperawatan yang meliputi pemeriksaan fisik, riwayat
kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial, ekonomi,
kultural dan spiritual pasien.

2. ASESMEN ULANG. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melakukan asesmen


ulang bagi semua pasien dengan interval waktu berdasarkan kondisi, tindakan, untuk
melihat respons pasien, dan kemudian dibuat rencana kelanjutan asuhan dan atau
rencana pulang.

3. KOMPETENSI DAN KEWENANGAN PPA (PROFESIONAL PEMBERO


ASUHAN). Asesmen awal dan asesmen ulang pasien adalah proses penting/kritikal,
memerlukan pendidikan khusus, pelatihan, pengetahuan dan keahlian bagi
profesional pemberi asuhan (PPA) dan telah mendapatkan SPK dan RKK termasuk
asesmen gawat darurat. Identifikasi bagi mereka yang memenuhi syarat melakukan
asesmen dan tanggung jawabnya ditentukan secara tertulis. Asesmen dilakukan oleh
setiap disiplin/ profesional pemberi asuhan (PPA) dalam lingkup prakteknya, izin,
peraturan perundangan, dan sertifikasi.

4. ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) bekerja


secara tim memberikan asuhan pasien terintegrasi, masing-masing melakukan
asesmen berbasis pengumpulan Informasi, melakukan analisis untuk membuat
rencana asuhan (IAR), dengan dokter penanggung jawab pemberi pelayanan (DPJP)
sebagai ketua tim asuhan yang mengintegrasikan asuhan, termasuk menentukan
prioritas kebutuhan mendesak bagi pasien rawat inap.

5. PELAYANAN LABORATORIUM. Rumah sakit mempunyai sistem untuk


menyediakan pelayanan laboratorium, meliputi pelayanan patologi klinik, dapat juga
tersedia patologi anatomi dan pelayanan laboratorium lainnya, yang dibutuhkan
populasi pasiennya, dan kebutuhan profesional pemberi asuhan (PPA). Organisasi
pelayanan laboratorium yang di bentuk dan diselenggarakan sesuai peraturan
perundangan

6. PELAYANAN RADIODIAGNOSTIK, IMAJING DAN RADIOLOGI


INTERVENSIONAL (RIR). Rumah sakit menetapkan sistem untuk
menyelenggarakan pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional
yang dibutuhkan pasien, asuhan klinik dan profesional pemberi asuhan (PPA).
Pelayanan radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional termasuk kebutuhan
darurat, dapat diberikan di dalam rumah sakit, dan pelayanan rujukan
radiodiagnostik, imajing dan radiologi intervensional tersedia 24 jam.

4) Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)

1. PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK SEMUA PASIEN. Pasien dengan masalah


kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan
yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang
setingkat mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengoordinasi pelayanan
pasien

2. INTEGRASI PELAYANAN DAN ASUHAN. Proses pelayanan dan asuhan pasien


bersifat dinamis dan melibatkan banyak PPA yang dapat melibatkan berbagai unit
pelayanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan pelayanan dan asuhan pasien
merupakan sasaran yang menghasilkan efisiensi, penggunaan SDM dan sumber
lainnya efektif, dan hasil asuhan pasien yang lebih baik.

3. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN


RISIKO TINGGI. Rumah sakit memberi asuhan kepada pasien untuk berbagai
kebutuhannya atau kebutuhan pada keadaan kritis. Beberapa pasien digolongan
masuk dalam kategori risiko tinggi karena umurnya, kondisinya, dan kebutuhan
pada keadaan kritis. Anakanak dan lansia biasanya dimasukkan ke dalam
golongan ini karena mereka biasanya tidak dapat menyampaikan keinginannya,
tidak mengerti proses asuhan yang diberikan, dan tidak dapat ikut serta dalam
mengambil keputusan terkait dirinya. Sama juga halnya dengan pasien darurat
yang ketakutan, koma, dan bingung tidak mampu memahami proses asuhannya
apabila pasien harus diberikan asuhan cepat dan efisien.

4. MAKANAN DAN TERAPI GIZI. Makanan dan nutrisi yang sesuai sangat penting
bagi kesehatan pasien dan penyembuhannya. Pilihan makanan disesuaikan dengan
usia, budaya, pilihan, rencana asuhan, diagnosis pasien termasuk juga antara lain
diet khusus seperti rendah kolesterol dan diet diabetes melitus. Berdasar atas
asesmen kebutuhan dan rencana asuhan maka DPJP atau PPA lain yang kompeten
memesan makanan dan nutrisi lainnya untuk pasien.

5. ASUHAN GIZI TERINTEGRASI. Pasien pada asesmen awal diskrining untuk


risiko nutrisi. Pasien ini dikonsultasikan ke ahli gizi untuk dilakukan asesmen
lebih lanjut. Jika ditemukan risiko nutrisi maka dibuat rencana terapi gizi dan
dilaksanakan. Kemajuan keadaan pasien dimonitor dan dicatat di rekam medis
pasien. DPJP, perawat, ahli gizi, dan keluarga pasien bekerjasama dalam konteks
asuhan gizi terintegrasi.

6. PENGELOLAAN NYERI. Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien,


tindakan, atau pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan
maka pasien diberi informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat tindakan,
atau prosedur pemeriksaan, dan pasien diberitahu pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri.
7. PELAYANAN DALAM TAHAP TERMINAL. Dilakukan asesmen dan asesmen
ulang terhadap pasien dalam tahap terminal dan keluarganya sesuai dengan
kebutuhan mereka.

5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

1. ORGANISASI DAN MANAJEMEN. Rumah sakit menyediakan pelayanan


anestesi (termasuk sedasi sedang dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
pelayanan tersebut memenuhi peraturan perundang-undangan serta standar profesi.

2. PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN ANESTESI DAN EDASI MODERAT-


DALAM. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam berada di bawah
penanggung jawab pelayanan anestesi yang memenuhi peraturan perundang-
undangan. Tanggung jawab pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam
meliputi mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi, melakukan
pengawasan administratif, dan menjalankan program pengendalian mutu yang
dibutuhkan.

3. PELAYANAN SEDASI. Prosedur pemberian sedasi dilakukan seragam di tempat


pelayanan di dalam rumah sakit termasuk unit di luar kamar operasi oleh karena
prosedur pemberian sedasi seperti layaknya anestesi mengandung risiko potensial
pada pasien.

4. ASUHAN PASIEN ANESTESI. Oleh karena anestesi mengandung risiko tinggi


maka pemberiannya harus direncanakan dengan hati-hati. Asesmen pra -anestesi
adalah dasar perencanaan ini untuk mengetahui temuan apa pada monitor selama
anestesi dan setelah anestesi, dan juga untuk menentukan obat analgesi apa untuk
pascaoperasi.

5. FORM PENCATATAN ANESTESI. Rencana, tindakan anestesi, dan teknik yang


digunakan dicatat serta didokumentasikan di rekam medis pasien.

6. MONITORING SELAMA ANESTESI. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


menentukan status fisiologis dimonitor selama proses anestesi dan bedah sesuai
dengan panduan praktik klinis serta didokumentasikan di dalam form anestesi.

7. ASUHAN PASIEN BEDAH. Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi


maka pelaksanaannya harus direncanakan dengan saksama. Asesmen prabedah
(berbasis IAR) menjadi acuan untuk menentukan jenis tindakan bedah yang tepat
dan mencatat temuan penting.

8. RUANG OPERASI. Tindakan bedah merupakan tindakan yang berisiko tinggi dan
rumit sehingga memerlukan ruang operasi yang mendukung terlaksananya tindakan
bedah untuk mengurangi risiko infeksi.

6) Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)

1. PENGORGANISASIAN. Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan


penggunaan obat di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2. SELEKSI DAN PENGADAAN. Ada proses seleksi obat dengan benar yang
menghasilkan formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta instruksi
pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia dalam stok di rumah sakit
atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.

3. PENYIMPANAN. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di instalasi farmasi, atau di
satelit atau depo farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi
penyimpanan.

4. PERESEPAN DAN PENYALINAN. Rumah sakit menetapkan staf medis yang


kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta
instruksi pengobatan. Staf medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan
instruksi pengobatan dengan benar. Peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan yang tidak benar, tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan
pasien serta menunda kegiatan asuhan pasien.

5. PERSIAPAN DAN PENYERAHAN. Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat,


dan khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit
diminta menyiapkan dan menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi
pasien, petugas, dan lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat
penyiapan obat harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik
profesi
6. PEMBERIAN (ADMINISTRATION) OBAT. Pemberian obat untuk pengobatan
pasien memerlukan pengetahuan spesifik dan pengalaman. Rumah sakit
bertanggung jawab menetapkan staf klinis dengan pengetahuan dan pengalaman
yang diperlukan, memiliki izin, dan sertifikat berdasar atas peraturan perundang-
undangan untuk memberikan obat. Rumah sakit dapat membatasi kewenangan
individu dalam melakukan pemberian obat, seperti pemberian obat narkotika dan
psikotropika, radioaktif, atau obat penelitian.

7. PEMANTAUAN (MONITOR). Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek


samping obat dapat dilaporkan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim
farmasi dan terapi yang selanjutnya dilaporkan pada Pusat Meso Nasional. Apoteker
mengevaluasi efek obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan
melakukan pemantauan terapi obat (PTO). Apoteker bekerjasama dengan pasien,
dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk memantau pasien yang diberi
obat. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk efek samping obat yang harus dicatat
dan dilaporkan.

7) Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

1. KOMUNIKASI DENGAN KOMUNITAS MASYARAKAT. Rumah sakit


mengenali komunitas dan populasi pasiennya, serta merencanakan komunikasi
berkelanjutan dengan kelompok kunci (keygroup) tersebut. Komunikasi dapat
dilakukan kepada individu secara langsung atau melalui media publik dan agen yang
ada di komunitas atau pihak ketiga melalui komunikasi efektif. Tujuan komunikasi
efektif dengan masyarakat adalah memfasilitasi akses masyarakat ke pelayanan di
rumah sakit.

2. KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA. Pasien dan keluarga


membutuhkan informasi lengkap mengenai asuhan dan pelayanan yang disediakan
oleh rumah sakit, serta bagaimana untuk mengakses pelayanan tersebut.
Memberikan informasi ini penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan
terpercaya antara pasien, keluarga, dan rumah sakit. Informasi tersebut membantu
mencocokkan harapan pasien dengan kemampuan rumah sakit.

3. KOMUNIKASI DAN EDUKASI MENGGUNAKAN BAHASA YANG MUDAH


DIMENGERTI. Pasien hanya dapat membuat keputusan yang dikemukakan dan
berpartisipasi dalam proses asuhan apabila mereka memahami informasi yang
diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, perhatian khusus perlu diberikan
terhadap format dan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi serta pemberian
edukasi kepada pasien dan keluarga.

4. KOMUNIKASI ANTARTENAGA KESEHATAN PEMBERI ASUHAN DI


DALAM DAN LUAR RS. Ada kalanya di rumah sakit memerlukan penyampaian
informasi yang akurat dan tepat waktu, khususnya keadaan yang urgent seperti code
blue, code red, dan perintah evakuasi.

5. KOMUNIKASI ANTARTENAGA KESEHATAN PEMBERI ASUHAN DI


DALAM DAN LUAR RS. Komunikasi dan pertukaran informasi di antara dan antar
staf klinis selama bekerja dalam sif atau antar sif penting untuk berjalan mulusnya
proses asuhan. Informasi penting dapat dikomunikasikan dengan cara lisan, tertulis,
atau elektronik.

6. EDUKASI PASIEN DAN KELUARGA. Rumah sakit melaksanakan edukasi


terhadap pasien dan keluarganya sehingga mereka mendapat pengetahuan serta
keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan pengambilan keputusan asuhan
pasien. Rumah sakit mengembangkan/memasukkan edukasi ke dalam proses asuhan
sesuai dengan misi, jenis pelayanan yang diberikan, dan populasi pasien. Edukasi
direncanakan untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan edukasi sesuai dengan
kebutuhannya.

C. STANDAR MANAJEMEN RUMAH SAKIT

1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP). Standar ini menjelaskan


pendekatan yang komprehensif untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang
berdampak pada semua aspek pelayanan. Pendekatan ini mencakup setiap unit terlibat
dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit menetapkan
tujuan, mengukur seberapa baik proses kerja dilaksanakan, dan validasi datanya,
menggunakan data secara efektif dan fokus pada tolok ukur program, dan bagaimana
menerapkan dan mempertahankan perubahan yang telah menghasilkan perbaikan.

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Mengidentifikasi dan menurunkan risiko


infeksi yang didapat serta ditularkan di antara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan,
tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa, dan pengunjung. Risiko infeksi dan kegiatan
program dapat berbeda dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya bergantung pada
kegiatan klinis dan pelayanan rumah sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi
geografi, jumlah pasien, serta jumlah pegawai. Program PPI akan efektif apabila
mempunyai pimpinan yang ditetapkan, pelatihan dan pendidikan staf yang baik, metode
untuk mengidentifikasi serta proaktif pada tempat berisiko infeksi, kebijakan dan
prosedur yang memadai, juga melakukan koordinasi ke seluruh rumah sakit.

3. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS). Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada
pasien, rumah sakit dituntut memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif
ini ditentukan oleh sinergi yang positif antara pemilik rumah sakit, direktur rumah sakit,
para pimpinan di rumah sakit, dan kepala unit kerja unit pelayanan. Direktur rumah sakit
secara kolaboratif mengoperasionalkan rumah sakit bersama dengan para pimpinan,
kepala unit kerja, dan unit pelayanan untuk mencapai visi misi yang ditetapkan serta
memiliki tanggung jawab dalam pengeloaan manajemen peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, manajemen kontrak, serta manajemen sumber daya.

4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK). Rumah sakit dalam kegiatannya harus
menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi, dan suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan
pengunjung. Untuk mencapai tujuan tersebut fasilitas fisik, peralatan medis, dan
peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus
berupaya keras mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan
dan cidera, dan memelihara kondisi aman. Manajemen yang efektif melibatkan
multidisiplin dalam perencanaan, pendidikan, dan pemantauan.

5. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS). Pimpinan unit layanan menetapkan


persyaratan pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan, dan
pengalaman staf untuk memenuhi kebutuhan memberikan asuhan kepada pasien. Untuk
menghitung jumlah staf yang dibutuhkan digunakan faktor sebagai berikut: misi rumah
sakit, keragaman pasien yang harus dilayani, kompleksitas, dan intensitas kebutuhan
pasien, layanan diagnostik dan klinis yang disediakan rumah sakit, volume pasien rawat
inap dan rawat jalan, dan teknologi medis yang digunakan untuk pasien.

6. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM). Informasi diperlukan untuk


memberikan, mengordinasikan, dan juga mengintegrasikan pelayanan rumah sakit. Hal
ini meliputi ilmu pengasuhan pasien secara individual, asuhan yang diberikan. dan
kinerja staf klinis. Informasi merupakan sumber daya yang harus dikelola secara efektif
oleh pimpinan rumah sakit seperti halnya sumber daya manusia, material, dan finansial.
Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola, dan menggunakan informasi
untuk meningkatkan/memperbaiki hasil asuhan pasien, kinerja individual, serta kinerja
rumah sakit secara keseluruhan

D. INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN DI RUMAH


SAKIT

Rumah sakit pendidikan harus mempunyai mutu dan keselamatan pasien yang lebih
tinggi daripada rumah sakit nonpendidikan. Agar mutu dan keselamatan pasien di rumah
sakit pendidikan tetap terjaga maka perlu ditetapkan standar akreditasi untuk rumah sakit
pendidikan. Pada rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan, akreditasi
perlu dilengkapi dengan standar dan elemen penilaian untuk menjaga mutu pelayanan dan
menjamin keselamatan pasien

Daftar Pustaka:

Kusbaryanto. 2017. Peningkatan Mutu Rumah Sakit. Yogyakarta: FK Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2018. Standar Nasional Akreditasi Rumah Saikt Edisi 1.

Bramantoro, Taufan. 2017. Pengantar Klasifikasi dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan.


Surabaya: PIPS UNAIR. Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai