menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna
bagi tubuh.
Suatu Neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rancangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal
neoplasma adalah hialngnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertubuhan yang normal.
Sel neoplastik disebut mengalami transformasi karena terus memblah diri, tampak nya tidak
perduli terhadap pengaruh regulatorik yang mengandalikan pertumbuhan senormal. Selain itu,
neoplasma berperilaku seperti parasit dan bersaing dengan sel dan jaringan normal untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya. Tumor mungkin tumbuh subur pada pasien yang kurus
kering. Sampai tahap tertentu, neoplasma memiliki otonomi dan sedikit banyak terus membesar
tanpa bergantung pada lingkugan lokal dan status gizi pejamu. Namun, otonomi tersebut tidak
sempurna. Beberapa neoplasma membutuhkan dukungan endokrin, dan ketergantungan semacam
ini kadang-kadang dapat dieksploitasi untuk merugikan neoplasma tersebut. Semua neoplasma
bergantung pada pejamu untuk memenuhi kebutuhan gizi dan aliran darah.
Dalam penggunaan istilah kedoteran yang umum, neoplasma sering disebut sebagai tumor, dan
ilmu tentang tumor disebut onkologi (dari onkos, tumor dan logos, ilmu) dalam onkologi,
pembagian neoplasma menjadi kategori jinak dan ganas merupakan hal penting. Pembagian ini
didasarkan pada penilaian tentang kemungkinan prilaku neoplasma. Suatu tumor dikatakan jinak
(beniga) apabila gambaran mikroskopik dan makroskopiknya dianggap relatif tidak berdosa,
yang mengisyaratkan bahwa tumr tersebut akan terlokalisasi, tidak dapat menyebar ketempat
lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien umumnya
selamat. Namun, perlu dicatat bahwa tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari
sekedar benjolan lokal, dan kadang-kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius. Tumor
Ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata latin untuk kepiting
tumor melekat erat kesemua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting. Ganas, apabila
diterapkan pada neoplasma, menunjukkan bahwa lesi dapat menyerbu dan merusak struktur
didekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastesis) serta menyebabkan sedemikian ematikan.
Sebagian ditemukan secara dini dan berhasil dihilangkan, tetapi sebutan ganas menandakan
bendera merah.
A. Sumber Energi
Sel-sel neoplasma mendapat energi terutama dari glikosis anaerob karena kemampuan sel untuk
oksidasi berkurang, walaupun mempunyai enzim-enzim lengkap untuk oksidasi. Berbeda dengan
sel-sel jaringan normal yang susunan enzimnya berbeda-beda maka susunan enzim semua sel
neoplasma ialah lebih kurang sama (uniform).
B. Susunan Enzim
Sel normal lebih mengutamakan melakukan fungsi (yang menghasilkan energi dengan jalan
katabolisme) daripada pembiakan (yang membutuhkan energi untuk anabolisme). Sel neoplasma
lebih mengutamakan pembiakan daripada melakukan fungsinya, sehingga susunan enzim untuk
katabolisme menjadi tidak penting lagi. Karena itu susunan enzim sel-sel neoplasma adalah
uniform.
C. Competitive Struggle
Jaringan yang tumbuh memerlukan bahan-bahan untuk membentuk protoplasma dan energi
untuk tujuan tersebut. Sel-sel neoplasma agaknya diberikan prioritas untuk mendapat asam-asam
amino sehingga sel-sel tubuh lainnya akan mengalami kekurangan. Ini dapat menerangkan
mengapa penderita tumor ganas pada stadium terakhir mengalami cachexia.
Sifat Neoplasma
Sel neoplasma mengalami transformasi , oleh karena mereka terus- menerus membelah. Pada
neoplasma, proliferasi berlangsung terus meskipun rangsang yang memulainya telah hilang.
Proliferasi demikian disebut proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif,tidak
bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya,tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh
dan bersifat parasitic.
Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal atas kebutuhan
metabolismenya pada penderita yang berada dalam keadaan lemah . Neoplasma bersifat otonom
karena ukurannya meningkat terus. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma,
menimbulkan pembengkakan / benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor.
Sifat lainnya:
1) Tumbuh Aktif
2) Otonom
3) Parasit
4) Tidak Berguna
Diferensiasi yaitu derajat kemiripan sel tumor ( parenkim tumor ). Jaringan asalnya yang terlihat
pada gambaran morfologik dan fungsi sel tumor. Proliferasi neoplastik menyebabkan
penyimpangan bentuk. Susunan dan sel tumor. Hal ini menyebabkan set tumor tidak mirip sel
dewasa normal jaringan asalnya. Tumor yang berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang
menyerupai sel dewasa normal jaringan asalnya,sedangkan tumor berdiferensi buruk atau tidak
berdiferensiasi menunjukan gambaran sel primitive dan tidak memiliki sifat sel dewasa normal
jaringan asalnya. Semua tumor jinak umumnya berdiferensiasi baik. Sebagai contoh tumor jinak
otot polos yaitu leiomioma uteri. Sel tumornya menyerupai sel otot polos. Demikian pula lipoma
yaitu tumor jinak berasal dari jaringan lemak ,sel tumornya terdiri atas sel lemak
matur,menyerupai sel jaringan lemak normal.
Tumor ganas berkisar dari yang berdiferensiasi baik sampai kepada yang tidak berdiferensiasi .
Tumor ganas yang terdiri dari sel-sel yang tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplastik
berasal tanpa bentuk atau kemunduran ,yaitu kemunduran dari tingkat diferensiasi tinggi ke
tingkat diferensiasi rendah.
Anaplasia ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran morfologik dan perubahan sifat, pada
anaplasia terkandung 2 jenis kelainan organisasi yaitu kelainan organisasi sitologik dan kelainan
organisasi posisi.
Anaplasia sitologik menunjukkan pleomorfi yaitu beraneka ragam bentuk dan ukuran inti sel
tumor. Sel tumor berukuran besar dan kecil dengan bentuk yang bermacam-macam .
mengandung banyak DNA sehingga tampak lebih gelap (hiperkromatik ). Anaplasia
posisionalmenunjukkan adanya gangguan hubungan antara sel tumor yang satu dengan yang lain
. terlihat dari perubahan struktur dan hubungan antara sel tumor yang abnormal.
B. Derajat Pertumbuhan
Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor ganas cepat . tetapi derajat kecepatan
tumbuh tumor jinak tidak tetap,kadang kadang tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada tumor
ganas.karena tergantung pada hormone yang mempengaruhi dan adanya penyediaan darah yang
memadai.
Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan dengan tingkat diferensiasi sehingga
kebanyakan tumor ganas tumbuh lebih cepat daripada tumor jinak.
Pada pemeriksaan mikroskopis jumlah mitosis dan gambaran aktivitas metabolisme inti yaitu inti
yang besar,kromatin kasar dan anak inti besar berkaitan dengan kecepatan tumbuh tumor.
Tumor ganas yang tumbuh cepat sering memperlihatkan pusat-pusat daerah nekrosis / iskemik.
Ini disebabkan oleh kegagalan penyajian daerah dari host kepada sel sel tumor ekspansif yang
memerlukan oksigen.
C. Invasi Lokal
Hampir semua tumor jinak tumbuh sebagai massa sel yang kohesif dan ekspansif pada tempat
asalnya dan tidak mempunyai kemampuan mengilfiltrasi ,invasi atau penyebaran ketempat yang
jauh seperti pada tumor ganas.
Oleh karena tumbuh dan menekan perlahan lahan maka biasanya dibatasi jaringan ikat yang
tertekan disebut kapsul atau simpai,yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat
sekitarnya. Simpai sebagian besar timbul dari stroma jaringan sehat diluar tumor, karena sel
parenkim atropi akibat tekanan ekspansi tumor. Oleh karena ada simpai maka tumor jinak
terbatas tegas, mudah digerakkan pada operasi. Tetapi tidak semua tumor jinak berkapsul,ada
tumor jinak yang tidak berkapsul misalnya hemangioma.
Kebanyakan tumor ganas invasive dan dapat menembus dinding dan alat tubuh berlumen seperti
usus,dinding pembuluh darah,limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan invasive demikian
menyebabkan reseksi pengeluaran tumor sangat sulit.
Pada karsinoma in situ misalnya di serviks uteri ,sel tumor menunjukkan tanda ganas tetapi tidak
menembus membrane basal. Dengan berjalannya waktu sel tumor tersebut akan menembus
membrane basal.
D. Metastasis/Penyebaran
Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak berhubungan dengan tumor primer. Tumor ganas
menimbulkan metastasis sedangkan tumor jinak tidak. Infasi sel kanker memungkinkan sel
kanker menembus pembuluh darah, pembuluh limfe dan rongga tubuh,kemudian terjadi
penyebaran. Dengan beberapa perkecualian semua tumor ganas dapat bermetastasis. Kekecualian
tersebut adalah Glioma (tumor ganas sel gli) dan karsinoma sel basal , keduanya sangat infasif,
tetapi jarang bermetastasis.
Umumnya tumor yang lebih anaplastik,lebih cepat timbul dan padanya kemungkinan terjadinya
metastasis lebih besar. Namun banyak kekecualian. Tumor kecil berdiferensiasi baik, tumbuh
lambat, kadand- kadang metastasisnya luas. Sebaliknya tumor tumbuh cepat ,tetap terlokalisir
untuk waktu bertahun- tahun.
1) Penyebaran ke daam rongga tubuh, yaitu dengan penempatan sel tumor pada permukaan
paritoneum, pleura, perikardial dan ruang subraknoid. Contoh, karsinoma ovarium menyebaran
transparitoneal ke permukaan hati atau organ dalam abdomen yang lain.
2) Invasi pembuluh limfe. Diikuti tranpor sel tumor ke kelenjar getah bening regional dan
akhirnya bagian lain dari tubuh dan merupakan penyeberan permulaan yang umum pada
karsinoma. Jadi karsinoma payudara menyebar kekelenjar getah bening aksila atau mamaria
interna, tergantung lokasi (dan drainase limfatik) tumor. Kelenjar getah bening pada sisi
metastesis sering membesar. Pembesaran seperti ini biasanya karena pertumbuhan sel tumor
dalam kelenjar getah bening, tetapi pada beberapa kasus karena hiperplasia reaktif kelenjar getah
bening sebagai respons terhadap antigen tumor.
Penyebaran hematogen. Khas sarkoma tetapi juga merupakan jalan yang di sukai karsinoma
tertentu seperti yang berasal dari ginjal. Karena dindingnya tipis maka vena lebih sering diinvasi
tumor daripada arteri. Paru dan hati adalah tempat yang sering terkena penyebaran hematogen
karena menerima aliran vena dan sistemik. Tempat utama lain yang sering terkena penyebaran
hematogen adalah otak dan tulang belakang.
Semua tumor baik tumor jinak maupun ganas mempunyai dua komponen dasar ialah parenkim
dan stroma. Parenkim ialah sel tumor yang proliferatif,yang menunjukkan sifat pertumbuhan dan
fungsi bervariasi menyerupai fungsi sel asalnya. Sebagai contoh produksi kolagen ,musin,atau
keratin. Stroma merupakan pendukung parenkim tumor ,terdiri atas jaringan ikat dan pembuluh
darah. Penyajian makanan pada sel tumor melalui pembuluh darah dengan cara difusi.
Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas tumor yang bersifat jinak (tumor jinak)
dan tumor yang bersifat ganas (tumor ganas) dan tumor yang terletak antara jinak dan ganas
disebut Intermediate .
Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh infiltratif, tidak
merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Tumor
jinak pada umumnya disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormone atau
yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang dapat
menimbulkan paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.
Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif. Dan merusak jaringan sekitarnya.
Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering
menimbulkan kematian.
3) Intermediate
Diantara 2 kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat segolongan kecil tumor yang
mempunyai sifat invasive local tetapi kemampuan metastasisnya kecil.Tumor demikian disebut
tumor agresif local tumor ganas berderajat rendah. Sebagai contoh ialah karsinoma sel basal
kulit.
Tumor diklasifikasikan dan diberi nama atas dasar asal sel tumor yaitu :
Sel totipoten ialah sel yang dapat berdeferensiasi kedalam tiap jenis sel tubuh.Sebagai contoh
ialah zigot yang berkembang menjadi janin. Paling sering sel totipoten dijumpai pada gonad
yaitu sel germinal. Tumor sel germinal dapat berbentuk sebagai sel tidak berdifensiasi,
contohnya : Seminoma atau diseger minoma.Yang berdiferensiasi minimal contohnya :
karsinoma embrional, yang berdiferensiasi kejenis jaringan termasuk trofobias misalnya chorio
carcinoma. Dan yolk sac carcinoma. Yang berdiferensiasi somatic adalah teratoma.
Sel embrional pluripoten dapat berdiferensiasi kedalam berbagai jenis sel-sel dan sebagai tumor
akan membentuk berbagai jenis struktur alat tubuh. Tumor sel embrional pluripoten biasanya
disebut embiroma atau biastoma, misalnya retinobiastoma, hepatoblastoma, embryonal
rhbdomyosarcoma.
Jenis sel dewasa yang berdiferensiasi, terdapat dalam bentuk sel alat-lat tubuh pada kehidupan
pot natal. Kebanyakan tumor pada manusia terbentuk dari sel berdiferensiasi.
Tata nama tumor ini merupakan gabungan berbagai faktor yaitu perbedaan antara jinak dan
ganas, asal sel epnel dan mesenkim lokasi dan gambaran deskriptif lain.
1) Tumor Epitel
Tumor jinak epitel disebut adenoma jika terbentuk dari epitel kelenjar misalnya adenoma tiroid,
adenoma kolon. Jika berasal dari epitel permukaan dan mempunyai arsitektur popiler disebut
papiloma. Papiloma dapat timbul dari eitel skuamosa (papiloma skuamosa), epitel permukaan
duktus kelenjar ( papiloma interaduktual pada payudara ) atau sel transisional ( papiloma sel
transisional ).
Tumor ganas epitel disebut karsinoma. Kata ini berasal dari kota yunani yang berarti kepiting.
Jika berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma sel skuamosa. Bila berasal dari sel transisional
disebut karsinoma sel transisional. Tumor ganas epitel yang berasal dari epitel belenjar disebut
adenokarsinoma.
Tumor jinak mesenkin sering ditemukan meskipun biasanya kecil dan tidak begitu penting. Dan
diberi nama asal jaringan (nama latin) dengan akhiran oma. Misalnya tumor jinak jaringan ikat
(latin fiber) disebut Fibroma. Tumor jinak jaringan lemak (latin adipose) disebut lipoma.
Tumor ganas jaringan mesenkin yang ditemukan kurang dari 1 persendiberi nama asal jaringan
(dalam bahasa latin atau yunani ) dengan akhiran sarcoma sebagai contoh tumor ganas
jaringan ikat tersebut Fibrosarkoma dan berasal dari jaringan lemak diberi nama Liposarkoma.
Neoplasma yang terdiri dari lebih dari 1 jenis sel disebut tumor campur (mixed tumor). Sebagai
contoh tumor campur kelenjar liur (adenoma pleomorfik kelenjar liur) yang terdiri atas epitel
kelenjar, jaringan tulang rawan dan matriks berdegenerasi musin. Contoh lain ialah
fibroadenoma mammae terdiri atas epitel yang membatasi lumen, atau celah dan jaringan ikat
reneging matriks.
Hamartoma ialah lesi yang menterupai tumor. Pertumbuhannya ada koordinasi dengan jaringan
individu yang bersangkutan. Tidak tumbuh otonom seperti neoplasma.Hamartoma selalu jinak
dan biasanya terdiri atas 2 atau lebih tipe sel matur yang pada keadaan normal terdapat pada alat
tubuh dimana terdapat lesi hamartoma.
c) Kista
Kista ialah ruangan berisi cairan dibatasi oleh epitel. Kista belum tentu tumor/neoplasma tetapi
sering menimbulkan efek local seperti yang ditimbulkan oleh tumor/neoplasma.
Efek Neoplasma
Posisi tumor. Proliferasi sel tumor akan membentuk masa yang dapat menekan jaringan
sekitarnya. Jaringan yang tertekan akan menjadi atrofik. Adenoma kelenjar gondok akan
menekan trakea dan menggangu pernafasan. Tumor dalam ureter atau piala ginjal akan
menyebabkan bendungan air kemih. Tumor intracranial misalnya meningioma dapat
menyebabkan tekanan intracranial meninggi.
Perdarahan dapat terjadi pada tumor-tumor jinak di selaput lender, misalnya papilloma pada
tractus digestivus dan tractus urinarus.
Pada tumor-tumor ini dapat pula terjadi tukak pada permukaannya yang kemudian akan diikuti
oleh infeksi.
Pada tumor-tumor jinak yang bertangkai seperti pada myoma subserosum atau suatu
cystadenoma ovarii dapat terjadi perputaran tangkai dan menimbulkan rasa nyeri yang sangat.
Tumor-tumor yang bertangkai pada usus dapat menimbulkan intususepsi (invaginasi).
Tumor-tumor jinak kelenjar endokrin dapat menghasilkan hormone yang berlebihan sehingga
akan timbul akibat-akibat kelebihan hormone ini pada penderita.
Tumor ganas dapat menimbulkan gangguan pada penderita disebabkan oleh posisinya dan
komplikasi sekunder seperti pada tumor jinak. Produksi hormone yang berlebihan pada tumor
ganas kelenjar endokrin mungkin tidak terjadi karena sel-selnya berdiferensiasi buruk dan tidak
membentuk hormone. Malah mungkin terjadi defisiensi karena terjadi kerusakan sel-sel normal
oleh sel tumor. Yang terpenting pada tumor ganas adalah terjadinya destruksi jaringan
sekitarnya oleh pertumbuhan yang infiltratif dan terjadinya metastasis.
Sebagian variasi ini dipengaruhi oleh reaksi penderita terhadap tumor. Beberapa penderita
tampaknya tahan terhadap penyebaran dan mungkin daya imunologik sel menahan petumbuhan
dan penyebaran sel kanker seperti suatu reaksi radang lokal dengan perubahan histiosit pada
kelenjar getah bening regional.
Tumor ganas paling bayak menyebabkan kematian oleh karena terjadinya cachexia, yaitu
penderita sangat lemah, berat badan sangat menurun dan keadaan umum sangat buruk. Keadaan
ini menyebabkan penderita sangat mudah diserang penyakit lain seperti pneumonia. Biasanya
ada hubungan antara jumlah keganasan tumor dengan beratnya cachexia. Tumor yang berat
dengan penyebaran yang banyak biasanya menyebabkan cachexia yang berat.
Friedel (1965) berpendapat bahawa cachexia disebabkan adanya anemi yang berat akibat
banyaknya perusakan sel-sel darah merah. Perusakan sel-sel darah merah yang berlebihan ini
disebabkan adanya hiperplasi susunn retikuloendotel pada keadaan adanya tumor ganas, akibat
dirangsang oleh jaringan tumor yang nekrotik.
Wilis (1967) berpendapat bahwa cachexia disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi pada
keadaan tumor ganas seperti: starvation, terjadinya tukak dengan perdarahan, infeksi sekunder,
destruksi alat-alat tubuh penting seperti hati atau paru-paru oleh anaksebar, rasa nyeri kurang
tidur dan kegelisahan penderita.
Referensi:
Sel plasma (bahasa Inggris: plasmocyte, plasma B cell, effector B cell) adalah plasmablas yang
teraktivasi. Plasmablas merupakan sel B hasil pembibitan pusat germinal (germinal centers) pada
sistem limfatik sehingga mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi.
Plasmablas yang bermukim pada area folikel limfatik sekunder seperti Peyer patch dan nodus
limfa mesenterik, kemudian bermigrasi ke dalam sirkulasi darah, masuk ke dalam lamina propia
dari saluran pencernaan dan lapisan epitelial lainnya. Sedangkan yang bermukim pada area
sekunder nodus limfa dan folikel limpa akan bermigrasi menuju sumsum tulang.[1]
Sepanjang migrasi, plasmablas akan teraktivasi menjadi sel plasma yang dapat bertahan hidup
selama beberapa bulan hingga beberapa tahun dan memproduksi antibodi sepanjang usianya.
Sel plasma berasal dari limfosit (suatu jenis sel darah putih), yang secara normal menghasilkan
antibodi untuk membantu tubuh melawan infeksi.
Terdapat ribuan jenis sel plasma, yang terutama ditemukan di dalam sumsum tulang dan kelenjar
getah bening.
Setiap sel plasma membelah dan berkembangbiak untuk membentuk suatu kelompok (clone),
yang terdiri dari sejumlah sel yang sama.
Sel-sel dari satu clone hanya menghasilkan satu jenis antibodi (imunoglobulin).
Pada kelainan sel plasma, satu clone sel plasma tumbuh secara berlebihan dan menghasilkan satu
jenis molekul yang menyerupai antibodi dalam jumlah yang sangat banyak.
Karena sel-sel ini dan antibodi yang dihasilkannya tidak normal, maka mereka tidak membantu
melindungi tubuh melawan infeksi. Selain itu pembentukan antibodi yang normal seringkali
berkurang, sehingga penderita lebih mudah terkena infeksi.
Jumlah antibodi abnormal yang terus menerus bertambah ini menyusup dan merusak berbagai
organ dan jaringan.
Berdasarkan Etiologi
1. Saraf Perifer
Trauma: neuropati jebakan, kausalgia, nyeri perut, nyeri post torakotomi
Mononeuropati: Diabetes, invasi saraf/ pleksus oleh keganasan, Iradiasi pleksus, penyakit
jaringan ikat (Systemic Lupus Erytematosus, poliartritis nodusa)
Polineuropati: Diabetes, alkohol, nutrisi, amiloid, penyakit Fabry, isoniasid, idiopatik.
2. Radiks dan ganglion
Diskus (prolaps) arakhnoiditis, avulsi radiks, rizotomi operatif, neuralgia post herpes,
trigeminal neuralgia, kompresi tumor.
3. Medula Spinalis
Transeksi total, hemiseksi, kontusio atau kompresio, hematomieli, pembedahan, syringomieli,
multiple sclerosis, Arteri-Vena Malformasi, Defisiensi Vit B12, mielitis sifilik.
4. Batang Otak
Sindroma Wallenberg, Tumor, Syringobulbi, Multiple Sclerosis, Tuberkuloma.
5. Talamus
Infark, hemoragik, tumor, lesi bedah pada nukleus sensorik utama.
6. Korteks / Sub korteks
Infark, Arteri-Vena Malformasi, Truma dan tumor.
Berdasarkan asalnya:
1. Nyeri nosiseptif (nociceptive pain)
Nyeri perifer asal: kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dll nyeri akut, letaknya lebih
terlokalisasi.
Nyeri visceral/central lebih dalam, lebih sulit dilokalisasikan letaknya
2. Nyeri neuropatik
Hiperestesia
Meningkatnya sensitivitas terhadap stimulus, tidak termasuk didalamnya sensasi khusus (indera
lain).
Hiperpatia
Sindroma dengan nyeri bercirikan reaksi nyeri abnormal terhadap stimulus, khususnya terhadap
stimulus berulang, seperti pada peninggian nilai ambang.
Disestesia
Sensasi abnormal yang tidak menyenangkan, baik bersifat spontan maupun dengan pencetus.
Parestesia
Sensasi abnormal, baik bersifatspontan maupun dengan pencetus.
Analgesia
Tidak adanya respon nyeri terhadap stimulus yang dalam keadaan normal menimbulkan nyeri.
Hipoalgesia
Berkurangnya respon nyeri terhadap stimulus yang dalam keadaan normal menimbulkan nyeri.
Anestesia
Hilangnya sensitivitas terhadap stimulus tidak termasuk sensasi khusus (indera lain).
Hipoestesia
Menurunnya sensitivitas terhadap stimulus, kecuali sensasi khusus (indera lain).
Anestesia Dolorosa
Nyeri pada area atau regio yang semestinya bersifat anestetik.
Kausalgia
Sindroma yang timbul pada lesi saraf pasca trauma yang ditandai nyeri seperti terbakar, alodinia,
hiperpatia yang menetap, seringkali bercampur dengan disfungsi vasomotor serta sudomotor dan
kemudian diikuti oleh gangguan trofik.
Nyeri sentral
Nyeri yang didahului atau disebabkan atau disfungsi primer pada sistem saraf pusat.
Nyeri Neuropatik Perifer
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer sistem saraf perifer.
Nosiseptor
Reseptor yang sensitif terhadap stimulus noksius (yang merusak) atau terhadap stimulus yang
merusak apabila berkepanjangan.
Stimulus Noksius
Stimulus yang menimbulkan kerusakan terhadap jaringan tubuh normal.
Nilai Ambang Nyeri
Intensitas stimulus terkecil yang dapat dirasakan sebagai nyeri.
Tingkat Toleransi Nyeri
Tingkat nyeri terbesar yang mampu ditoleransi subyek.
Trigger Point
Titik dalam satu area tertentu pada otot dan/ atau fasianya yang menimbulkan pola nyeri
menjalar yang khas, dapat berupa kesemutan atau baal sebagai reaksi terhadap tekanan yang
agak lama.
Tender Point
Nyeri lokal yang timbul pada otot, ligamentum, tendo atau jaringan periosteum pada penekanan
yang agak lama.
Sentral
Sensitisasi sentral
Perubahan fenotip
Sprouting serabut Ab ke lamina 2 rexed layer
Peningkatan jumlah reseptor (contoh a2 di pre sinaptik medula spinalis
Perubahan pada gene related C-fos
Hilangnya kontrol inhibisi (disinhibisi)
Lepas muatan epileptik dari neuron nosiseptif kortikal
sumber
I. PENDAHULUAN
Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP), adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik
aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi
tersebut, nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu komponen sensorik (fisik) dan emosional
(psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan: waktu dan lamaya berlangsung (transien,
intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan
terbakar), penjalarannya (superfisial, dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada
umumnya memiliki komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai penderitaan.
Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan gangguan otonom
yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai pengalaman nyeri.(1-5)
Susunan saraf, baik di pusat atau tulang belakang dapat terjangkiti nyeri yang datang dan pergi.
Nyeri diinformasikan oleh perujungan saraf yang disebut nosiseptor yang memindai rangsangan
gangguan pada tubuh. Dalam tubuh kita sendiri terdapat banyak perujungan saraf tersebut, dan
kesemua nosiseptor memiliki tugas yang berbeda. Misalnya, merespon rasa terbakar, panas,
teriris, infeksi, perubahan struktur kimia, tekanan, dan sensasi lainnya. Nosiseptor
menyampaikan pesan ke serabut saraf kemudian meneruskan pesan pada saraf tulang belakang
dan otak pada hitungan kecepatan cahaya.(1-3)
Pesan nyeri yang diterima oleh otak dipilah menjadi dua jenis, pertama nyeri akut yang
umumnya disebabkan oleh trauma atau perlukaan yang disebabkan gangguan fisik. Sementara
nyeri kronis dapat disebabkan oleh gangguan dalam sistem persarafan itu sendiri. Sehingga
meski pesan telah diteruskan ke otak, namun penyebab gangguan pada persarafan tak mudah
untuk diketahui sebagai sumber nyeri. Nyeri kronis ini dapat pula berasal sebagai tambahan nyeri
yang dipicu oleh keberadaaan penyakit utama seperti pada diabetes.(4,6)
Saat ini nyeri tidak lagi dianggap sebagai suatu gejala tetapi merupakan suatu penyakit atau
sebagai suatu proses yang sedang merusak sehingga dibutuhkan suatu penanganan dini dan
agresif. Proses nyeri merupakan suatu proses fisiologik yang bersifat protektif untuk
menyelamatkan diri menghadapi stimulus noksious.(4,6)
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri nosiseptif, atau nyeri akut
dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri neuropatik serta nyeri
psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan
jaringan, merupakan salah satu sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak.
Sedangkan nyeri neuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik
abnormal yang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang tidak
berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptif dan memunculkan gejala
gangguan psikologik memenuhi somatoform seperti stres, depresi, ansietas dan sebagainya.(1,2)
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik perifer maupun
sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat khemoterapi)
metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca
herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun
dengan stimulus atau juga kombinasi.(1,3)
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau nosiseptif
dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang sifatnya self-
limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal nyeri pada proses kerusakan
jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu sendiri dan
berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat minimal dibanding
dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi
terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat
otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan termis, demikian juga
infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi neurotransmiter seperti
prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS), cholecystokinin (CCK),
vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide (CGRP) dan lain sebagainya.
Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri yang dialami bukan bersifat sebagai
protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses patologi penyakit itu
sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun sesudah cedera sembuh
sehingga juga berdampak luas dalam strategi pengobatan termasuk terapi gangguan
psikologik.(1,3)
II. EPIDEMIOLOGI
Menurut Bennet (1978) dan Tollison (1998), di Amerika Serikat terdapat kira-kira 75-8 juta
penderita nyeri kronik, dengan 25 juta diantaranya penderita artrirtis. Diperkirakan ada 600.000
penderita artritis baru setiap tahunnya. Jumlah penderita nyeri neuropatik lebih kurang 1% dari
total penduduk di luar nyeri punggung bawah. Untuk nyeri punggung bawah sendiri diperkirakan
15% dari jumlah penduduk (Fordyce, 1995). Insidensi maupun prevalensi nyeri akut belum
diketahui, tetapi diperkirakan operasi dan trauma penyebab utama nyeri akut (Loeser and
Melzack, 1999; McQuay and Moore, 1999).(3,4,7)
III. ETIOLOGI
Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi sistem saraf tepi atau pusat.
Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple sclerosis, stroke, dan spondilitis atau
mielopati post traumatik, dapat menyebabkan nyeri neuropatik. Gangguan sistem saraf tepi yang
terlibat dalam proses nyeri neuropatik termasuk penyakit pada saraf spinalis, ganglia dorsalis,
dan saraf tepi. Kerusakan pada pada saraf tepi yang dihubungkan dengan amputasi, radikulopati,
carpal tunnel syndrome, dan sindrom neuropati jebakan lainnya, dapat menimbulkan nyeri
neuropatik. Aktivasi nervus simpatetik yang abnormal, pelepasan katekolamin, dan aktivasi free
nerve endings atau neuroma dapat menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri
neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksius, yang paling sering adalah HIV.
Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan low back pain,
radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropati adalah hal yang paling sering dan penting dalam
morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada
jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi.(3-6)
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi 2, yakni berdasarkan penyakit yang mendahului dan
letak anatomisnya, dan berdasarkan gejala.
Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati terbagi menjadi
:(6,8)
Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, nueralgia pasca herpes zoster, trauma susunan saraf
pusat, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain
Medula spinalis, dapat diakibatkan oleh multiple sclerosis, trauma medula spinalis, neoplasma,
arakhnoiditis, dan lain-lain
Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain-lain
Berdasarkan gejala, nyeri neuropati terbagi menjadi :
Nyeri spontan (independent pain)
Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)
Gabungan antara keduanya.
V. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer, ectopic
discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan distribusi saluran
ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran,
sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik
spontan (Woolf, 2004).(1,4,6)
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri
inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat
maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh
nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin,
histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung
maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau
lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau
hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan
sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada
yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai organ
target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma. Pada neuroma terjadi
akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan
munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul
transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge,
abnormal mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity (Devor and Seltzer,
1990). Ectopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical)
dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.(1,4,6)
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang. Akan tetapi,
lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri potensial aksi yang
mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut. Sensitisasi neuron di
kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari keterangan
di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi
sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral. (1,4,6)
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai stimulus
noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu dorsalis,
traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral), sampai talamus
sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron
bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas stimulus terhadap
aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya
penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan
dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi
jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls aferen baik
yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson
yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Sejalan dengan berkembangnya
penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan antara nyeri neuropatik
dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan
AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early gene changes. Yang berbeda hanyalah dalam
hal burst discharge secara paroksismal pada epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi
adalah ectopic discharge. Nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung
berupa perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem
inhibitorik serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan
gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah
menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada
umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik
kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian
inilah yang mendasari konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini
jugalah maka nyeri neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses
mengarah ke plastisitas sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian
lamina paling superfisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang
rendah (raba, tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian
eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada
saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen
dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui benar
apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Hal ini menjelaskan
mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri akibat sentuhan ringan pada
pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal serabut sensorik non
noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral,
reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi (Woolf, 2004). (1,4,6)
Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem saraf perifer maupun
pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita. Nyeri
neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan
menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut
A yg rusak, atau protopatik seperti disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak
jelas yang disebabkan oleh serabut C yang abnormal. Gejala-gejala ini biasa disertai dengan
defisit neurologik atau gangguan fungsi lokal. (1,4,6)
Umumnya, lesi saraf tepi maupun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh atau sebagian sistim
saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi, pada bagian kecil penderita
dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke, akan menunjukkan gejala positif yang
berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi sistem saraf ini dinamakan
nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahuluhi atau disebabkan oleh lesi atau
disfungsi primer pada sistem saraf. (1,4,6)
Iskemia, keracunan zat tonik, infeksi dan gangguan metabolik dapat menyebabkan lesi serabut
saraf aferen. Lesi tersebut dapat mengubah fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal
dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan
yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan
molekular, sehingga aktivitas serabut saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang
selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptik sentral. (1,4,6)
Pada nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor NMDA dalam
proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama sekunder dan alodinia.
Akan tetapi di klinik ada perbedaaan dalam terapi untuk kedua jenis nyeri inflamasi sedangkan
untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang efektif. Banyak teori telah dikembangkan untuk
menerangkan perbedaan tersebut. (1,4,6)
Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat
kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada kedua
jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah diketahui
bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat
disebabkan oleh penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut
C. (1,4,6)
VI. PENATALAKSANAAN
Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti depresan trisiklik
dan anti konvulsan karbamasepin.
Anti depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri neuropati
adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin. Mekanisme
kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan
norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT)
dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga
menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu
meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga
meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin
dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum
monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti
depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.(4,6-9)
Anti konvulsan
Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan kedalam satu
golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari neuron-neuron
di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal
dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat
menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat
berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri
neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan
sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi. (4,6-9)
DAFTAR PUSTAKA
1. Purba JS. Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri Neuropatik. [serial online]
Oktober 2006 [cited 2008 February 8] : [3 screens]. Available from: URL: http://www.dexa-
medica.com
5. Romanoff ME. Neuropathic Pain. In: Ramamurthy S, Alanmanou E, Rogers JN. Decision
Making in Pain Management. 2nd ed. Philadelphia: Mosby, 2006: p86-89
7. Suzuki R, Dickenson A. Neuropathic pain. [serial online] 2003 Maret 3 [cited 2008 February
8]: [3 screens]. Available from: URL: http://www.chemistanddruggist.com
Artikel ini dikutip dari: SKYDRUGZ: Patofisiologi Nyeri dan Refarat Nyeri Neuropatik
http://skydrugz.blogspot.com/2011/02/patofisiologi-nyeri.html#ixzz1rgzWiXBT
Skydrugz
ProseProses penuaan (Aging process) pada seseorang adalah fenomena alamiah sebagai akibat
bertambahnya umur, oleh karena itu fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan yang wajar yang bersifat universal dan bila tidak diantisipasi dengan baik akan
menimbulkan berbagi masalah.
Usia lanjut merupakan masa yang cendrung penuh dengan berbagai gangguan kesehatan .
Sedikitnya, banyak orang diusia lanjut yang mengeluhkan kondisi fisik dan mental tidak sebugar
ketika masih muda dahulu. Padahal , hidup diusia lanjut tidak selalu harus diidentikkan dengan
berbagia gangguan kesehatan . Ada keadaan atau batas-batas tertentu masih dianggap normal
sebagai perubahan perubahan akibat bertambahnya umur.
Seperti dilaporkan bahwa populasi usia lanjut didunia akan bertambah dengan cepat dibanding
pertambahnya penduduk dunia seluruhnya , malahan relatif akan lebih besar dinegara-negara
sedang berkembang termasuk Indonesia. Populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan antara
tahun 1990 2025 akan naik 414% , suatu angka tertinggi diseluruh dunia ( united state bureau
of census 1993). Lagi pula Indonesia tahun 2000 akan merupakan negara urutan ke 4 dengan
jumlah usia lanjut paling banyak sesudah China, India & USA.
Secara hakiki tidak diketahui apa sebenarnya proses menua itu, mengapa tejadi dan kapan mulai,
sebagai mana halnya belum diketahui pula dengan jelas apa sebenarnya kehidupan itu sendiri.
Dibawah ini dijelaskan secara singkat Proses Penuaan dan konsekwensinya, fenomena
Neuropsikogeriatri yang sering ditemui pada usia lanjut serta termasuk penanganannya.
Banyak definisi yang tidak seragam tentang proses penuaan, menurut Strehler :
Ageing processes are the changes related to time , which are universal , intrinsic,detrimental
and progressive and which lead to a decreased adaptability to the enviroment and thus to
diminished change for survival of organism. Dalam arti luas ageing process didefinisikan
sebagai : Seluruh perubahan yang terjadi pada salah satu organ tubuh dari saat konsepsi sampai
saat kematian, jadi berhubungan dengan perubahan-perubahan positip seperti pertumbuhan dan
penyusaian yang merupakan bagian dari proses ageing.
Secara selektif yang banyak dianut dan didiskusikan adalah manifestasi dari Biopsikososial
dikemudian hari.
A. Teori Psikobiologi :
A.l. Teori Biologycal Programing, menjelaskan bahwa memori dan Kapasitas untuk mengakhiri
kehidupan sel, tersimpang dalam sel itu sendiri. Studi Laboratorium dari Hayflick dkk,
menjelaskan bahwa normal human fibroblast manusia bila dikultur, maka sifat penggangdaannya
terbatas kemudian mati sering disebut a human biologycal clock.
A.2. Teori Wear & Tear , menjelaskan bahwa perubahan fungsional dan struktural yang muncul
dipecepat oleh abuse dan diperlambat oleh care.
A.3. Teori Stress-adaptasi , meninjau efek positip dan negatip dalam perkembangan fisik dan
psikis, stress tidak selalu memberi efek negatip pada setiap individu, bahkan dapat menstimulasi
individu untuk mencoba cara-cara baru dalam beradaptasi. Ada pendapat bahwa stress
sebenarnya mempercepat proses penuaan, namun sedikit bukti yang substantif tentang
kesimpulan tersebut.
B. Teori Psikososial :
B.l. Teori pelepasan, menjelaskan bahwa orang tua dan masyarakat bersama-sama menarik diri
dari interaksi aktif dalam proses penuaan. Penarikan ini dianggap sebagai karakteristik efek
psikologis dan penyesuaian dari usia lanjut.
B.2. Teori aktivitas muncul akibat reaksi perspektif negatip dari pada teori pelepasan .
B.3.Teori kehidupan/pengalaman masa lalu ( life review theory) kembalinya secara progressif
hal-hal yang disadari pada pengalaman masa lalu dan bangkitnya kembali konflik-konfik yang
tak terselesaikan dimana dicoba untuk diintegrasikan kembali.
C. Teori Personality : Refleksi kehidupan dan pencapaian integritas Ego atau keputusasaan
(despair) (Erikson theory).
Ke tiga teori tersebut diatas dapat mempengaruhi cepat lambatnya proses penuaan termasuk
dalam bidang Neurobiologi khususnya perubahan pada sistem saraf pusat.
Proses penuaan mengakibatkan terganggunya berbagai organ didalam tubuh seperti sistem
Gastro Intestinal, Sistem Genito Urinari, Sistem Endokrin, Sistem Immunologis Sistem
serebrovaskulair dan Sistem saraf pusat, cardiovaskulair dsb.
Perubahan yang terjadi pada otak mulai dari tingkat molekuler terjadi Chemical deterioration,
enzim terjadi Enzyme synthesis/denaturation, chromatin/histones terjadi Differential expression
of genes, sampai pada struktur dan fungsi organ otak akibat dari perubahan tersebut maka
konsekwensinya kemungkinan terjadi penurunan cerebral metabolic rate for glocose pada daerah
tertentu, penurunan cerebral blood flow pada daerah tertentu, modifikasi selektif dari
metabolisme neurotransmitter, nampak adanya plaque dan neurofiblary tangles, intraneuronal
lipofusion, secara selektif deteroriasi axon,dendrit dan sinaps, selektif dan regional neuronall
loss, pembesaran ventrikel sampai akhirnya pada atropi dari pada otak. Berat otak mengalami
kekurangan ? 7% dari
Berat sebelumnya.
Akibat diatas maka fenomena yang muncul adalah adanya perubahan Struktural dan fisiologis,
kemampuan sensoris, insomnia, personaliti, gangguan seksual dan gangguan kognitif perubahan
ini bisa primer atau sekunder. Sehingga bisa menimbulkan berbagai gangguan jiwa seperti
depresi, kecemasan dan psikotik dan ggn saraf dementia,delirium, parkinson dsb.
IV. Penanganan.
l. Life review theraphy.
Befungsi sebagai psikotherapi yang positip, sarana kesempatan individu untuk mengrefleksikan
kehidupannya, menyelesaikan , reorganisasi dan reintegrasi persoalan dan penekanan persoalan-
persoalan. Ini dapat dilakukan baik individu maupun kelompok. Menempatkan setiap individu
dalam keadaan tentram, nyaman dan aman.
2. Reminiscing groups.
3. Orientasi realitas.
Telah berkembang sebgai suatu program terapi spesifik pada usia lanjut dalam suatu institusi.
Baik dalam waktu 24 jam maupuin ruangan dalam kelas. Orintasi realitas mempunyai potensi
mencegah konfuse.
4. Kognitif treining.
Banyak penelitian sementara berjalan dengan menggunakan kognitif treining dan stimulasi .
Probleme solving , memori treining dan exercise mempunyai bukti efektif dalam meningkatkan
jangka waktu perhatian, efisien mengingat dan kemampuan mempelajari hal yang baru .
5. Terapi relaksasi.
Dalam meningkatkan perasaan fisik yang nyaman , relaksasi mempunyai potensi dalam
pengeluaran ketegangan dan mengurangi stress.
7. Pengguanaan Humor.
Kemampuan untuk ketawa seorang diri dan melihat ironi dalam kejadian-kejadian sehari-hari
dapat sebagai sarana efektif lepas dari frustrsi, marah , kecemasan dan stress. Menggalakkan
humor lewat joke, joke telling, story telling dan kartoon dapat sebagai terapi.
Pasien & Keluarga sebagai konsumer yang lebih tahu tentang pelayanan kesehatan , memerlukan
pendidikan yang akan memberi dampak dalam penanganan masalah usia lanjut.
9. Pengikatan/Pembatasan keleluasaan.
Mengurangi dan menghentikan aktivitas yang dapat membahayakan diri sendiri dan orng lain.
Selain efek yang menguntungkan, juga efek sampaing yang tidak diharapkan . Ini akibat
perubahan organ dan jaringan tubuh sehingga sulit di distribusi, absorpsi, metabolisme dan
ekskresi. Homeostasis yang kurang responsif sehingga menimbulkan efek samping.
Proses penuaan sering diidetikkan dengan stadium pengakhiran kehidupan dengan ditandai
penurunan kemampuan dari berbagai keadaan sebelumnya.
Namun beberapa konsep alternatif yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dengan
perubahan pada otak khususnya sistem saraf pusat hubungannya dengan proses penuaan.
1. Beberapa aspek dari neurobiologi jelas mengalami perubahan sesuai dengan kelangsungan
kehidupan. Tidak ada dikotomi antara umur tua dan umur muda , sepanjang struktur dan fungsi
masih berjalan sepanjang masa.
2. Ada perbedaan yang besar antara individu dengan dampak dari proses ketuaan.
3. Dimungkinkan bahwa perubahan-perubahan oleh karena ketuaan pada sistem saraf sentral
hanya superfisial saja yang nampak mengganggu, mungkin hanya keadaan normal atau
adjustment.
4. Proses penuaan pada sistem saraf pusat bukan sebagai stadium terminal atau keadaan kritis
tetapi sebagai gambaran perkembanagan yang dimulai dari konsepsi sampai saat kematian.
5. Yang paling penting bagaimana dapat diketahui proses penuaan masih dalam batas normal.
Tetapi sangat sulit ditentukan apakah kelainan ini masih dianggap normal atau mungkin dari
dampak akumulasi dari berbagi keadaan patologis. Oleh karena itu pada stadium permualaan
harus dimengerti proses terjadinya penuaan tersebut.
Meskipun pengaruh penuaan pada sistem saraf pusat sangat penting dengan timbulnya masalah
psikiatri seperti menetukan perubahan fungsi-fungsi neurobiologi dan neurochemistri yang
memungkinkan rentang terhadap berbagai gangguan jiwa dan responsitas bila diberi pengobatasn
serta adanya signal dalam terjadinya gangguan jiwa .
Akhirnya dengan mengetahui Neurobioligik dari pada normal aging kita dapat mengetahui
etiologi dari pada gangguan mental pada usia lanjut bukan hanya menentukan perubahan neural
substrat dari pada kehidupan mental tetapi juga dapat menjelaskan cara yang dapat
mempengaruhi kapasitas dan strategi interaktif antara pengaruh stressor lingkungan dan proses
terjadinya usia lanjut.
V. Tindak lanjut.
Sudah saatnya usia lanjut ini ditangani secara komprehensif baik pemeriksaan maupun terapi.
Usia lanjut ditangani bukan saja oleh petugas kesehatan dari berbagai tingkatan tetapi sebaiknya
diikutkan pula masyarakat/ LSM. Perlu penyebaran seluas-luasnya berupa leaf leat tentang
tanda-tanda usia lanjut, promosi,preventif, penanganan dan rehabiltasi kepada masyarakat luas.
VI. Penutup
Dihari tua itu adalah usia emas, dimana kita bebas menentukan kegiatan apa yang ingin
dilakukan, pensiun tidak bearti istirahat tetapi berkonsentrasi untuk minat yang sudah lama
terabaikan , ada seleksi dan prioritas kepuasan batin pada diri sendiri bukan hanya pada orang
lain, ada semacam euforia tersendiri karena bila melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Dalam
bertambahnya umur bukan berarti bertambah loyo, selama sehat dan memungkinkan harus giat
terus, memelihara hidup dan semangat karena hidup adalah suatu yang sangat berharga untuk
dilewatkan . Bukankah kematian sebenarnya telah terjadi ketika manusia berhenti bekerja dan
tidak melakukan sesuatu yang berguna dalam hidupnya.