Anda di halaman 1dari 39

PAPER SWAMEDIKASI

“ANTIHIPERTENSI”

OLEH :

KELOMPOK 2

HEMI AMALIA A. (N014202008)

BAJIAH FATIMAH MANSYUR (N014202049)

SITTI NURFAIDAH (N014202010)

LYDIA NADE C. T. (N014202025)

ABRIYAH (N014202026)

SYAFIA ADJARA (N014202048)

DEWI PERMATA LESTARI (N014202050)

IRMAYANTI (N014202051)

PRISKA AMELIA (N014202072)

RIZQA FATIMAH MADJID (N014202073)

ERIKA CAESAR HIDAYAH (N014202078)

AINUN NURUL ASA (N014202079)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan setiap orang berhak

secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan pelayanan kesehatan

yang diperlukan bagi dirinya, termasuk dalam pemilihannya (UU RI No.36

Tahun 2009). Pengobatan sendiri atau swamedikasi merupakan bagian dari

“self care” dimana suatu usaha untuk mempertahankan kesehatan atau

mencegah dan mengatasi penyakit (WHO, 2014).

Penggunaan obat herbal atau tradisional dan obat-obatan yang

diperoleh dengan menggunakan kembali/mengirim kembali resep

sebelumnya juga termasuk ke dalam perilaku swamedikasi (Helal dan

Abou-Elwafa, 2017). WHO merekomendasikan penggunaan obat

tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat,

pencegahan dan pengobatan penyakit kronis, penyakit degeneratif dan

kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan

dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI juga

mendukung pengobatan tradisional yang berkembang di Indonesia. Untuk

itu, pelayanan kesehatan tradisional saat ini terus berkembang sesuai

dengan kemajuan teknologi disertai dengan peningkatan pemanfaatannya

oleh masyarakat sebagai imbas serta semangat untuk kembali

menggunakan hal-hal yang bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah


“back to nature” (Kemenkes RI, 2016). Perilaku swamedikasi pada

masyarakat Indonesia tergolong tinggi. Pada tahun 2013, terdata sekitar

91% masyarakat Indonesia mempraktekkan swamedikasi (Kemenkes,

2016). Faktor utama yang mendasari perilaku swamedikasi obat herbal di

Indonesia adalah murah dan mudah diperoleh serta mahalnya biaya

pengobatan obat-obat sintesis (Khan, 2018).

Berdasarkan data WHO 2016, peningkatan tekanan darah atau

hipertensi dapat memicu berbagai penyakit degeneratif yang menyebabkan

kematian tertinggi didunia seperti penyakit kardiovaskuler yaitu stroke dan

serangan jantung. Pada sebagian kasus, hipertensi dapat sembuh total,

namun walaupun demikian penderita harus selalu menyediakan obat setiap

hari untuk menghindari resiko bahaya jika hipertensinya naik secara

mendadak dengan menggunakan obat antihipertensi. Ada berbagai macam

pengobatan herbal yang dapat dikonsumsi penderita hipertensi untuk

menurunkan tekanan darah.

I.2 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami manfaat swamedikasi atau

pengobatan sendiri antihipertensi yang tepat.


BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Deskripsi Penyakit

a. Definisi

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup

berbahaya di dunia, karena hipertensi merupakan faktor risiko utama yang

mengarah kepada penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal

jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit

jantung iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia.

(WHO, 2018).

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat

bermacam-macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit

lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk.

Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga

berdenging atau tinnitus dan mimisan. (Kemenkes, 2018)

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal

dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang

dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari

140/90 mmHg (Ardiansyah M., 2012).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi


juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh

darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. (Nurarif A.H.,

& Kusuma H. 2016).

b. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan

(Ardiansyah M., 2012) :

1. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90%

tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan

dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :

a) Genetik

Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi

mendapatkan penyakit hipertensi.

b) Jenis kelamin dan usia

Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause

berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.

c) Diet konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.

Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan

kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan

berkembangnya penyakit hipertensi.


d) Obesitas

Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan

dengan berkembangnya hipertensi.

e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol

Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang

terkandung dalam keduanya.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui

penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit,

yaitu :

a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin

terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal.

Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat aliran darah

sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.

b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan

penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi

renovaskuler berhubungan dengan penyempitan

c) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah

ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi

disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan


abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan

infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.

d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi

secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate

volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali

normal setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.

e) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal

dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate

hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan

katekolamin.

f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.

g) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah

untuk sementara waktu.

h) Kehamilan

i) Luka bakar

j) Peningkatan tekanan vaskular

k) Merokok. Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang

kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah


Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nurarif A.H., & Kusuma H.

2016):

1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar

dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau

lebih besar dari 90 mmHg.

2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih

besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah

dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan-perubahan pada (Nurarif A.H., & Kusuma H. 2016) :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

c. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau

peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain (Nuraini, 2015) :


1. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan

dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara

potasium terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada

orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu

didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi

dalam keluarga.

2. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Kelebihan berat badan dapat

menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi

saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin dan perubahan fisik pada ginjal.

3. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause

salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah

terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap

sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.


Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya

mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

4. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin

akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung

memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.

5. Kurang olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak

menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan

perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih

otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya

aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya

risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung

mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung

harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

6. Pola asupan garam dalam diet

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko


terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak

lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di

dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan

intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.

Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi.

7. Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat

dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan

risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

d. Patofisiologi

Beberapa faktor fisiologis mengontrol tekanan darah dan kelainan

faktor-faktor ini merupakan komponen yang berkontribusi potensial dalam

perkembangan hipertensi esensial. Ini termasuk malfungsi baik humoral

(sistem renin-angiotensin-aldosterone [RAAS]) atau mekanisme

vasodepressor, mekanisme neuronal abnormal, defek pada autoregulasi

perifer, dan gangguan pada natrium, kalsium, dan hormon natriuretik.

Banyak dari faktor-faktor ini secara kumulatif dipengaruhi oleh RAAS

multifaset, yang pada akhirnya mengatur tekanan darah arteri. Ada

kemungkinan bahwa tidak ada satu faktor pun yang sepenuhnya

bertanggung jawab untuk hipertensi esensial .


Gambar 1. RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System)

RAAS adalah sistem endogen kompleks yang terlibat dengan

sebagian besar komponen regulasi tekanan darah arteri. Aktivasi dan

regulasi diatur terutama oleh ginjal. RAAS mengatur keseimbangan

natrium, kalium, dan cairan. Oleh karena itu, sistem ini secara signifikan

mempengaruhi tonus vaskular dan aktivitas sistem saraf simpatis dan

merupakan kontributor paling berpengaruh terhadap regulasi homeostasis

tekanan darah (Dipiro, et al., 2020).

Renin adalah enzim yang disimpan di dalam sel juxtaglomerular, yang

terletak di arteriol aferen ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh beberapa


faktor: faktor intrarenal (misalnya, tekanan perfusi ginjal, katekolamin, dan

angiotensin II) dan faktor ekstrarenal (misalnya natrium, klorida, dan kalium)

(Dipiro, et al., 2020).

Sel juxtaglomerular berfungsi sebagai perangkat penginderaan

baroreseptor. Penurunan tekanan arteri ginjal dan aliran darah ginjal

dirasakan oleh sel-sel ini dan merangsang sekresi renin. Aparatus

juxtaglomerular juga mencakup sekelompok sel tubulus distal khusus yang

secara kolektif disebut macula densa. Penurunan natrium dan klorida yang

dikirim ke tubulus distal merangsang pelepasan renin. Katekolamin

meningkatkan pelepasan renin mungkin dengan secara langsung

menstimulasi saraf simpatis pada arteriol aferen yang, pada gilirannya,

mengaktifkan sel-sel juxtaglomerular. Penurunan serum kalium dan / atau

kalsium intraseluler dideteksi oleh sel juxtaglomerular, mengakibatkan

sekresi renin (Dipiro, et al., 2020).

Renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I

dalam darah. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh

enzim pengubah angiotensin (ACE). Setelah mengikat reseptor spesifik

(diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 atau AT2), angiotensin II memberikan

efek biologis di beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di otak, ginjal,

miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal. Reseptor ini

memediasi sebagian besar respons yang penting untuk fungsi

kardiovaskular dan ginjal. Reseptor AT2 terletak di jaringan meduler


adrenal, rahim, dan otak. Stimulasi reseptor AT2 tidak mempengaruhi

regulasi tekanan darah (Dipiro, et al., 2020).

Angiotensin II yang bersirkulasi dapat meningkatkan tekanan darah

melalui efek pressor dan volume. Efek pressor termasuk vasokonstriksi

langsung, stimulasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan

peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis yang dimediasi secara terpusat.

Angiotensin II juga merangsang sintesis aldosteron dari korteks adrenal.

Hal ini menyebabkan reabsorpsi natrium dan air yang meningkatkan volume

plasma, resistensi perifer total, dan akhirnya, TD. Jelas, setiap gangguan

dalam tubuh yang mengarah pada aktivasi RAAS dapat menjelaskan

hipertensi kronis (Dipiro, et al., 2020).

Jantung dan otak mengandung RAAS lokal. Di jantung, angiotensin II

juga dihasilkan oleh enzim kedua, angiotensin I convertase (chymase

manusia). Enzim ini tidak diblokir oleh penghambatan ACE. Aktivasi RAAS

miokard meningkatkan kontraktilitas jantung dan merangsang hipertrofi

jantung. Di otak, angiotensin II memodulasi produksi dan pelepasan hormon

hipotalamus dan hipofisis dan meningkatkan aliran simpatis dari medula

oblongata (Dipiro, et al., 2020).

Jaringan perifer secara lokal dapat menghasilkan peptida angiotensin

aktif secara biologis, yang dapat menjelaskan peningkatan resistensi

vaskular yang terlihat pada hipertensi. Beberapa bukti menunjukkan bahwa

angiotensin yang diproduksi oleh jaringan lokal dapat berinteraksi dengan

regulator humoral lain dan faktor pertumbuhan yang diturunkan dari endotel
untuk merangsang pertumbuhan dan metabolisme otot polos pembuluh

darah. Peptida angiotensin ini sebenarnya dapat memicu peningkatan

resistensi vaskular pada hipertensi bentuk renin plasma rendah. Komponen

RAAS jaringan juga mungkin bertanggung jawab atas kelainan hipertrofik

jangka panjang yang terlihat dengan hipertensi (hipertrofi ventrikel kiri,

hipertrofi otot polos pembuluh darah, dan hipertrofi glomerulus) (Dipiro, et

al., 2020).

e. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua

golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer

atau hipertensi esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri

akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi

sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya

diketahui. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan

ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Umumnya hipertensi sekunder

dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara tepat.

Berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi, hipertensi sistolik

merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan

diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Hipertensi diastolik

merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan

tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan

diastolik (Fitri, 2015).


Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Klasifikasi Sistolik Diastolik

(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Ht Derajat 1 140-159 90-99

Ht Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

f. Manifestasi Klinik

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), tanda dan gejala hipertensi

dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak diukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medisBeberapa pasien yang menderita hipertensi mengalami


sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah,

epistaksis, kesadaran menurun.

II.2 Penatalaksanaan Terapi

Penanganan hipertensi secara garis besar terbagi menjadi 2 jenis

yaitu non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis

merupakan terapi tanpa menggunakan agen obat dalam proses terapinya,

sedangkan terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang

dalam kerjanya dapat mempengaruhi tekanan darah pasien (PERKI, 2015).

a. Terapi Non-Farmakologi

Terapi non farmakologi dalam menjalani pola hidup sehat telah

banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Pada pasien yang

menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka

strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus

dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,

tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau

didapatkan, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Adapun cara menjalani pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak

guidelines adalah :

1. Menurunkan berat badan. Mengubah pola mmakan yang sehat

dengan cara memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan.

Tidak hanya dapat menurunkan hipertensi namun juga dapat


memberikan manfaat yang lebih seperti menghindari diabetes

dan dislipidemia.

2. Mengurangi asupan garam. Di negara indonesia, makanan tinggi

garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada

kebanyakan daerah. Dapat juga di temukan dimakanan cepat saji,

makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Diet rendah

garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat

antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Adapun anjuran

untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.

3. Olahraga. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah, olah raga

dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60 menit/ hari, minimal 3

hari/ minggu. Jika pasien yang tidak memiliki waktu untuk

berolahraga, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda

atau menaiki anak tangga dirumah.

4. Mengurangi konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas

per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat

meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau

menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam

penurunan tekanan darah.

5. Berhenti merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko

utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan

untuk berhenti merokok.


b. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada

pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah

setelah > 6 bulan setelah menjalani pola hidup sehat dan pada pasien

dengan hipertensi derajat ≥ 2. Adapun terapi medikasinya yaitu:

1. Pertimbangan untuk tunda pada pasien stage 1 ( 140-159/90-99

mmHg) tanpa komplikasi kardiovaskuler. Pada pasien yang

berusia <60 tahun dapat diberikan ACEI atau ARB namun jika

tidak ada perubahan maka dapat di ganti dengan CCB atau thiazid

namun jika belum ada perubahan juga maka diberikan obat

kombinasi yaitu CCB + Thiazid + ACEI/ARB. Dan untuk pasien

>60 tahun pemberian pertama dapat diberikan CCB atau Thiazid,

namun jika tidak ada perubahan maka dapat berikan ACEI atau

ARB, jika belum juga ada perubahan maka diberikan obat dengan

kombinasi antara CCB + Thiazid + ACEI/ARB.

2. Terapi medikasi pada pasien stage 2 ( 160/100 mmHg). Berlaku

untuk semua pasien stage 2 dengan pemberian obat 2 sekaligus

yaitu CCB atau thiazid + ACEI atau ARB namun jika setelah

pemberian belum juga ada perubahan maka di ganti dengan obat

kombinasi yaitu CCB + Thiazid + ACEI/ARB.

Setelah dilakukan pemberian obat hipertensi baik stage 1 maupun

stage 2 namun tak kunjung ada perubahan maka di sarankan rujuk ke

spesialis hipertensi.
II.3 Swamedikasi

a. Tanaman Herbal

1. Teh Buah Mengkudu

Nama tanaman : Mengkudu (Morinda citrifolia)

Gambar tanaman :

Kandungan : Kandungan buah mengkudu yang dapat

menurunkan tekanan darah adalah skopoletin (Dewi, 2012). Skopoletin

merupakan senyawa fenol yang memliki titih didih 356˚C (Harborne, 1984).

Cara pembuatan : Teh buah mengkudu dengan dosis 5 gram teh buah

mengkudu kering diseduh menggunakan air (200 cc) selama 5 menit

dengan suhu air 70-90˚C dan ditambahkan 1 potongan kecil kayu manis (2

cm) yang telah disangrai kemudian ditambahkan dengan gula batu

sebanyak 1 gram, Kayu manis digunakan hanya sebagai penetralisir atau

penghilang aroma khas dari buah mengkudu tanpa mengurangi manfaat

dan kandungan dalam teh buah mengkudu (Safitri dan Ismawati, 2018).

Aturan pemakaian : Teh buah mengkudu diberikan selama 1 bulan (30

hari) sebanyak 2 kali dalam satu hari pada pagi dan sore hari (Safitri dan

Ismawati, 2018).
Mekanisme kerja : Menormalkan tekanan darah dengan adanya efek

spasmolitik,yaitu efek yang mempunyaikemampuan serupa dengan cara

kerja obat antihipertensi. Efek spasmolitik ditandai dengan terjadinya

pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) akibat relaksasi otot polos.Otot

polos pembuluh darah diatur oleh sistem syaraf simpatis melalui

pengeluaran neurotransmiter noradrenalin di ujung saraf simpatis pada

dinding pembuluh darah sehingga otot polos direlaksasi oleh zat skopoletin

yang berfungsi sebagai vasodilator (Sjabana, dan Bahalwan, 2002).

2. Jus Mentimun

Nama tanaman : Mentimun (Cucumis sativus L.)

Gambar tanaman :

Kandungan : Kalium, magnesium, fosfor, kandungan air sangat

tinggi hingga 90%(Prakoso, dkk., 2014).

Cara pembuatan : 200 gram mentimun dibuat menjadi jus (Prakoso,

dkk., 2014).

Aturan pemakaian : Sehari dua kali yaitu pagi dan sore, selama

seminggu (Prakoso, dkk., 2014).


Mekanisme kerja : Kandungan kalium yang menyebabkan

penghambatan pada Sistem Renin Angiotensin juga menyebabkan

terjadinya penurunan sekresi aldosteron, sehingga terjadi penurunan

reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal. Akibat dari mekanisme tersebut,

maka terjadi peningkatan diuresis yang menyebabkan berkurangnya

volume darah, sehingga tekanan darah pun menjadi turun. Selain itu, kalium

juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer,

akibatnya terjadi penurunan resistensi perifer, dan tekanan darah juga

menjadi turun (Prakoso, dkk., 2014).

3. Rebusan Seledri

Nama tanaman : Seledri (Apium graveolens L.)

Gambar tanaman :

Kandungan : Flavonoid, saponin, tanin 1%, minyak atsiri 0,033%,

flavo-glukosida (apiin), apigenin, fitosterol, kolin, lipase, pthalides,

asparagine, zat pahit, vitamin (A, B dan C), apiin, minyak menguap, dan

alkaloid. Apigenin berkhasiat hipotensif (Dalimartha, 2000).


Cara pembuatan : Seledri sebanyak 40 gram dengan air sebanyak 400

cc. Kemudian seledri di rebus bersama air selama ±15 menit dan di

dapatkan air sebanyak 200 cc (Fausi, 2018).

Aturan pemakaian : Minum air rebusan seledri 100 cc yang di lakukan

pada jam 10.00 wib dan 16.00 wib. Diberikan 2 kali dalam sehari, pagi dan

sore setelah makan selama 1 minggu (Fausi, 2018).

Mekanisme kerja : Apigenin dalam daun seledri berfungsi sebagai beta

bloker yang dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan kekuatan

kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa lebih sedikit dan

tekanan darah menjadi berkurang. Manitol dan apiin, bersifat diuretik yaitu

membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam

tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan menurunkan

tekanan darah (Saputra dan Fitria, 2016).

4. Rebusan Temulawak

Nama tanaman : Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

Gambar tanaman :
Kandungan : Mengandung berbagai komponen kimia diantaranya

xanthorrhizol, kurkuminoid yang didalamnya terdapat zat kuning (kurkumin)

dan desmetoksi kurkumin, minyak atsiri, protein, lemak, selulosa dan

mineral (Raharjo, 2010).

Cara pembuatan : 25 gram temulawak dididihkan dalam 200 mL air

hingga diperoleh air rebusan 100 mL (Badan POM RI, 2005), lama

perebusan temulawak selama 2-5 menit (Fitriani, 2013).

Aturan pemakaian : Diberikan satu kali sehari selama satu minggu

(Fitriani, 2013).

Mekanisme kerja : Menghambat penggumpalan darah sehingga dapat

mengatasi penyumbatan pembuluh darah dan akhirnya menurunkan

tekanan darah (Fitriani, 2013).

5. Rebusan Daun Sirsak

Nama tanaman : Sirsak (Annona muricata)

Gambar tanaman :
Kandungan : Daun sirsak mengandung senyawa

monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigantetrosin

A, annonasin10-one, murikatosin A dan B, annonasin, dan goniotalamisin

dan ion kalium. Khasiat senyawasenyawa ini untuk pengobatan berbagai

penyakit. Daun sirsak memiliki antioksidan yang dapat menangkal radikal

bebas, sama halnya dengan bahan alami lainnya, antioksidan ini dapat

melenturkan dan melebarkan pembuluh darah serta menurunkan tekanan

darah.

Cara pembuatan : Rebus 7 helai daun sirsak dengan 2 gelas air (300

mL) sampai airnya tinggal setengah (150 mL).

Aturan pemakaian : Diminum di pagi hari

6. Jahe

Nama tanaman : Jahe (Zingiber officinale)

Gambar tanaman :

Kandungan : Kandungan mineral yang tinggi pada jahe berupa

magnesium, kalsium, fosfor dan potasium sangat bermanfaat untuk spasme

otot, nausea, hipertensi, dan penyakit gastrointestinal. Potasium berperan

dalam regulasi tekanan darah dan mengatur detak jantung


Cara pembuatan : Cuci bersih semua bahan (600 gram bawang putih

tunggal dan 700 gram jahe merah segar), tiriskan Blender bawang putih

dengan 500 mL air, saring dalam wadah Blender jahe dengan 500 mL air,

saring. Masak jahe dan bawang putih yang telah di blender dalam candi

hingga airnya surut. Matikan api dan dinginkan. Setelah dingin campurkan

jahe dengan vinegar, madu dan jus lemon. Aduk-aduk dan simpan dalam

botol.

Aturan pemakaian : Dapat diminum 2 kali sehari, pagi dan sore hari

7. Jeruk Nipis

Nama tanaman : Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Gambar tanaman :

Kandungan : Asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak

atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat,

linali-lasetat, aktilaldehid, nonildehid), damar, glikosida, asam sitrun, lemak,

kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk nipis juga

mengandung senyawa saponin dan flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin

7-rutinosida), tangeretin, naringin, eriocitrin, eriocitrocide


Cara pembuatan : Siapkan jeruk nipis segar, lalu dicuci bersih. Belah

jeruk nipis jadi empat bagian dan iris menjadi beberapa potong kecil.

Potongan-potongan jeruk nipis masukkan ke dalam gelas, mangkuk atau

wadah lain. Tuangkan air panas ke dalam gelas hingga penuh. Selanjutnya

gelas ditutup. Setelah 30 menit dan air sudah dingin, jeruk nipis siap

dikonsumsi.

Aturan pemakaian : Dosis jeruk sebagai detoksifikasi dalam

penyembuhan penyakit kronis salah satunya hipertensi adalah sebanyak

100 mL sehari

b. Sediaan Obat Herbal

1. Herbagyn®

Komposisi : Bawang putih (Allium sativum rhizoma) 200

mg, Sambung nyawa ( Gynura procumbens foll) 200 mg, Pegagan (Centella

asiatica herb) 100 mg

Sediaan : Kapsul

Aturan minum : 3 kali 2 kapsul sehari

Kategori Obat Herbal : Jamu


2. Habatussauda®

Komposisi : Habbatussauda, Garlic

Sediaan : Kapsul

Aturan minum : 3 kali 3 kapsul sehari

Kategori Obat Herbal : Jamu

3. Celery ®

Komposisi : Ekstrak Apium Graveolens (daun seledri) 300

mg

Sediaan : Kapsul

Aturan minum : 3 kali 1 kapsul sehari

Kategori Obat Herbal : Jamu


c. Obat Sintesis

Obat-obat sintetis untuk mengobati penyakit hipertensi dan penyakit

kolesterol tergolong dalam golongan obat keras sehingga untuk dapat

diperoleh harus dengan resep dokter.

1. Amlodipine Besylate

Nama sediaan : Amlopres-10®

Produsen : CIPLA

Bentuk sediaan : Tablet

Dosis : Dosis awal yang biasa diberikan adalah amlodipine 5

mg sekali sehari, dan dapat ditingkatkan maksimum 10 mg tergantung pada

respon individu dan beratnya penyakit.Individu-individu yang mempunyai

ukuran tubuh kecil, mudah terluka atau usia lanjut, atau pasien-pasien yang

mengidap penyakit liver, dimulai dengan dosis 2,5 mg sekali sehari dan

dosis ini digunakan ketika menambahkan amlodipine kepada terapi

antihipertensi lain. Kebanyakan pasien yang mengidap hipertensi diberi 5

mg/hari dan tidak perlu dinaikkan dosisnya. Untuk yang memerlukan dosis

yang lebih tinggi, amlodipine dapat dinaikkan sampai 7,5 mg/hari dengan

maksimum dosis 10 mg/hari.

Aturan pakai : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan


Efek samping : Efek samping yang paling umum terobservasi adalah

sakit kepala, edema, fatigue, mengantuk, mual, nyeri perut, kemerahan,

palpitation, dan pusing. Efek samping yang paling sedikit terobservasi

secara umum, yaitu asthenia, dispepsia, dyspnea, gingival hyperplasia,

kejang otot, pruritus, myalgia, ruam, gangguan penglihatan, dan jarang

terjadi eritema multiforme.

Kontraindikasi : Amlodipine merupakan kontraindikasi pada pasien-

pasien yang diketahui sensitif terhadap dihydropyridine.

Golongan : Antagonis ion kalsium/calcium channel blocker (CCB).

2. Captopril

Nama sediaan : Captopril

Produsen : PT Kimia Farma Tbk.

Bentuk sediaan : Tablet.

Dosis :

• Dewasa

Awalnya, 25-75 mg setiap hari dalam 2-3 dosis terbagi. Dosis individual

sesuai dengan respons klinis dan dapat ditingkatkan setelah setidaknya

2 minggu, menjadi 100-150 mg setiap hari dalam 2-3 dosis terbagi sesuai

kebutuhan untuk mencapai target tekanan darah. Pasien dengan diuretik


atau dengan dekompensasi jantung, pada awalnya, dosis 6,25 mg atau

12,5 mg dua kali sehari.

• Anak

Bayi baru lahir dan bayi, dosis 0,15 mg/kg. Anak-anak dan remaja, dosis

0,3 mg/kg. Semua dosis diberikan sesuai dengan respons atau

berdasarkan respons pasien.

• Lansia

Dosis 6,25 mg.

Aturan pakai : Harus diminum saat perut dalam keadaan kosong,yaitu

1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.

Efek samping : Hipotensi, angioedema usus atau perifer, batuk tidak

produktif dan persisten, ikterus kolestatik, proteinuria, neutropenia,

agranulositosis, trombositopenia, gangguan atau kegagalan ginjal, dan

hiperkalemia.

Kontraindikasi : Riwayat angioedema terkait dengan pengobatan ACE,

edema angioneurotik herediter atau idiopatik. Penggunaan bersamaan

dengan aliskiren esp pada pasien dengan diabetes mellitus atau gangguan

ginjal (GFR <60 mL/min/1.73m2) dan neprilysin inhibitor

(misalsacubitril),atau kehamilan.

Golongan : ACE inhibitor/direct renin inhibitor.


c. Valsartan

Nama sediaan : Valsartan

Produsen : OGBDexa

Bentuk sediaan : Tablet salut selaput

Dosis :

• Dewasa: 1 kali sehari 80 mg. Dapat ditingkatkan hingga 160 mg.

Maksimal : 320 mg.

• Anak usia 6-18 tahun dengan berat badan <35 kg: 1 kali sehari

20 mg. Maksimal : 40 mg.

• Anak usia 6-18 tahun dengan berat badan >35 kg: 1 kali sehari

40 mg. Maksimal : 80 mg.

Aturan pakai : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan.

Efek samping : Tekanan darah rendah, cemas, kekurangan kalsium,

diare, mual muntah, kembung, lemas, pusing, sakit kepala.

Kontraindikasi : Pasien dengaan gangguan pada kantung empedu

(sirosis bilier dan kolestasis), pasien dengan gangguan hati kronis.

Penggunaan bersama dengan Aliskiren pada pasien dengan diabetes

melitus dan gangguan fungsi ginjal.

Golongan : ARB (Angiotensin Reseptor Bloker)


d. Bisoprolol

Nama sediaan : Bisoprolol

Produsen : Hexapharm Jaya

Bentuk sediaan : Tablet salut selaput

Dosis : 5 mg sehari pada pagi hari. Pada kasus ringan,

bisoprolol 5 mg sehari sudah mencukupi. Kebanyakan pasien dikontrol

dengan 10 mg sehari, hanya beberapa kasus diperlukan dosis 20 mg

sehari. Untuk pasien gagal ginjal tahap terakhir atau gangguan fungsi hati

yang parah, maksimal dosis adalah 10 mg sehari. Tidak disarankan

menghentikan obat secara mendadak

Aturan pakai : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan.

Efek samping : Dispnoea, pusing, kardiomiopati, bradikardia,

hipotensi, takikardia, kelelahan, infeksi virus, pneumonia

Kontraindikasi : Gagal jantung akut atau selama episode dekomposisi

gagal jantung yang memerlukan terapi intravena inotropik, syok

kardionergik, sindrom sinus, bradikardi, Hipotensi (tekanan darah sistolik

kurang dari 100 mmHg).

Golongan : Beta Bloker Selektif


e. Candesartan Cilexetil

Nama sediaan : Candesartan Cilexetil

Produsen : OGBDexa

Bentuk sediaan : Tablet

Dosis :

• Dewasa: 8 mg sekali sehari. Dosis dapat disesuaikan dengan

respons tubuh pasien. Dosis maksimal 32 mg 1–2 kali sehari.

• Anak usia 1–<6 tahun: 200 mcg/kgBB per hari. Dosis dapat

ditingkatkan hingga 50–400 mcg/kgBB per hari, sesuai respons

tubuh pasien.

• Anak usia ≥ 6 tahun, dengan berat badan <50 kg: 4–8 mg per

hari. Dosis dapat ditingkatkan hingga 16 mg per hari.

• Anak usia ≥6 tahun, dengan berat badan ≥50 kg: 8–16 mg per

hari. Dosis dapat ditingkatkan hingga 32 mg per hari.

Aturan pakai : Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan.

Efek samping : Sakit kepala, pusing, mual, muntah, kelelahan, nyeri

otot.
Kontraindikasi : Jangan mengonsumsi candesartan jika Anda alergi

terhadap obat ini. Kontraindikasi pada pasien hamil.

Golongan : ARB (Angiotensin Reseptor Bloker)


BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Swamedikasi memainkan peran yang penting sebenarnya dalam

sistem pelayanan kesehatan. Penggunaan obat herbal dalam swamedikasi

yang sesuai dengan aturan dan kondisi penderita akan mendukung upaya

penggunaan obat yang rasional. Bila dilakukan secara benar, swamedikasi

memberikan solusi yang murah dan nyaman dalam mengatasi penyakit

hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Medikal bedah. Yogyakarta: diva press

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Info POM,

Vol 6, Jakarta.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid II. Jakarta : PT.

Trubus Agriwidya

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI.

Dewi, N. 2012. Budidaya, Khasiat dan Cara Olah Mengkudu untuk

Mengobati Berbagai Penyakit. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Dipiro, J.T., Yee, G.C., Posey, L.M., Haines, S.T., Nolin, T.D., Ellingrod, V.

2020. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, Ninth Edition.

New York: Mc Graw Hill.

Fausi, A., 2018, Pengaruh Pemberian Air Rebusan Seledri terhadap

Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi (Studi di

Dusun Kemuning Desa Kemuning Kecamatan Tarik Sidoarjo),

diakses melalui http://repo.stikesicme-

jbg.ac.id/1887/2/Artikel%20Ahmad%20Fauzi.pdf

Fitri Rianti Dina. 2015. DIAGNOSE Enforcement And Treatmentof High Blood

Pressure. Faculty of Medicine. University of Lampung

Fitriani, D.T., 2013, Efektivitas Temulawak Dalam Menurunkan Tekanan

Darah pada Lansia di UPT Panti Sosial Tresna Werdha Mulia


Dharma KabupatenKubu Raya, Naskah Publikasi, diakses melalui

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/35

94

Helal, R.M., dan Abou-Elwafa,H.S. 2017. Self-Medication in University

Students from The City of Mansoura, Egypt. Journal of Environmental

and Public Health: Hindawi.

Harborne, J. B. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to Modern

Techniques of Plant Analysis. Chapman and Hall, London.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015.

Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.

Kementerian kesehatan RI 2018. Profil kesehatan indonesia 2017. Jakarta:

Kemenkes RI.

Khan, A. 2018. Health Complications Associated with Self-

Medication.Journal of Physical Fitness, Medicine & Treatment in

Sports.

Nuraini, B. 2015. Artikel Review: Risk Factors of Hypertension. J Majority,

Vol 4(5): 10-19.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MediAction

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit

Kardiovaskular. edisi pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.


Prakoso, A., dkk., 2014,. Pengaruh Pemberian Jus Mentimun Terhadap

Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Posyandu Di

Kabupaten Demak. Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa

Tengah.

Raharjo, M. 2010. Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung

Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial, Perspektif, 9(2),

78-93.

Safitri, A.R. dan Ismawati, R., 2018, Efektifitas Teh Buah Mengkudu Dalam

Menurunkan Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi (Studi di

UPTD.Griya Werdha Kota Surabaya Tahun 2018), Amerta Nutr.

Saputra, O. dan Fitria, T. 2016. Khasiat Daun Seledri ( Apium graveolens )

Terhadap Tekanan Darah Tinggi Pada Pasien Hiperkolestrolemia,

Majority, 5(2).

Sjabana, D. dan Bahalwan, R.R. 2002. Pesona Tradisional dan Ilmiah

Mengkudu. Salemba Medika: Jakarta.

WHO. 2014. The Role of The Pharmacist in Self- Care and Self-Medicarion

Contents. WHO 1-11.

WHO. 2016, Noncommunicable diseases 2015: Global Report on

Surveillance.

Who | hypertension [internet]. (diakses pada 25 april, 2021). Available from:

https://www.who.int/health-topics/hypertension/#tab=tab_1

Anda mungkin juga menyukai