Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. T DENGAN ASMA DI DESA RESAPOMBO BLITAR

Dosen pengampu : Enny Virda Yuniarti, S.Kep,Ns.,M.Kes

Di Susus Oleh:
Sovia Fitria Tunizan (202003018)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini diajukan oleh:


Nama : Sovia Fitria Tunizan
NIM : 202003018
Program Studi : Profesi Ners
Judul Laporan Pendahuluan :
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN NY. T DENGAN
ASMA DI DESA RESAPMBO BLITAR

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik kinik Keperawatan Medikal Bedah.

Blitar, 29 Januari 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Enny Virda Yuniarti, S.Kep,Ns.,M.Kes Sovia Fitria Tunizan


NIK : 162 601 095 NIM : 202003018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
1. PENGERTIAN
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napasa
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan
atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer&Bare,
2002).
Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan
ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang
disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.

2. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkial.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

3. PATOFISIOLOGI
Penyebab asma yang umum adalah hipersensitibilitas bronkeolus terhadap benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig.E abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini
terutama melekat pada sel mast yang melekat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan bronkeolus dan bronchus kecil.
Saat Ig.E abnormal meningkat, alergen bereaksi dengan antibody yang sudah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin zat anafilaksis yang bereaksi lambat. Reaksi yang sama terjadi jika
seseorang melakukan olahraga atau berada dalam cuaca dingin, stres, dan kecemasan juga
memicu dilepasnya histamin dan leukotrien. Histamin akan cepat sekali (dalam hanya
beberapa menit saja) merangsang reseptor H1 pada tunica muscularis dan reseptor H2
pada mukosa bronkus, sehingga segera timbul bronkokontriksi serta hipervaskularisasi
mukosa. Hipervaskularisasi ini selanjutnya menyebabkan edema mukosa dan hipersekresi
dahak yang lengket dan kental di dalam lumen bronkus (Danusantoso, 2012). Selsel
goblet menyekresi mukus yang sangat legket dan sulit dibatukkan keluarsehingga pasien
semakin batuk (Kolawak, Jennifer P., dkk, 2011). Keadaan hipersekresi mukosa saluran
pernafasan yang meghasilkan lendir sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama
udara akan mudah menempel di dinding saluran pernafasan. Hal ini lama-lama akan
mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang menjebak di bagian distal
saluran pernafasan, maka individu akan berusaha keras untuk mengeluarkan udara
tersebut. Bila mukus yag terlalu banyak dan kental menyumbat jalan napas, dan
pernapasan menjadi lebih sulit. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan
ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma dapat
diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan (Padilla,
2013).Bronkokontriksi yang diakibatkan pelepasan histamin menyebabkan penyempitan
bronkus sehingga tahanan saluran nafas naik akibatnya terjadi obstruksi berat pada saat
ekspirasi membuat karbon dioksida meningkat dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan
dispnea dan hipoksia. Pada klien yang mengalami hipoksia penggunaan otot bantu nafas
yang lama menyebabkan kelelahan, selain itu hipoksia menyebabkan metabolisme
anaerob sehingga terjadi penurunan ATP. Klien yang mengalami dipsnea penggunaan
otot bantu nafas maksimal kontraksi otot abdomen meningkat sehingga menyebabkan
nyeri abdomen yang mengakibatkan menurunnya nafsu makan. Dalam keadaan hipoksia
juga mengakibatkan penurunan motilitas pada gester sehingga memperlambat
pengosongan lambung yang menyebabkan penurunan nafsu makan (Wahid, 2013).
4. PATHWAY Latihan fisik
Alergen Ekstrinsik Alergen Intrinsik
 Polen (tepung sari) - Iritan Peningkatan
 Bulu binatang - Stress emosi metabolisme
 Debu rumah/kapang - Kelelahan
 Bantal kapuk/bulu - Perubahan endokrin
 Zat adiktif pangan mengandung sulfit - Perubahan suhu Peningkatan
 Zat lain yang menimbulkan sensitisasi - Perubahan kelmbaban kebutuhan
- Faktor genentik
 Pajanan asap berbahaya oksigen

Merangsang eosinofil hipersensitivitas Udara belum mendapat Peningkatan keluar


terkonsentrasi pada area pelembaban, penghangatan masuk udara ke paru-
yang terpajan antigen dan pembersihan yang paru dalam jumlah
Stimulasi Ig E besar dan cepat
adekuat dari partikel debu

Kemotaksis basofil Degranulasi


& eosinofil (pemecahan) sel mast

Melepaskan histamin Melepaskan leukotrien

Leukotrien menyebabkan Leukotrien berikatan dengan


Stimulasi sel goblet Histamin berikatan dengan prostalandin bermigrasi reseptor bronkus kecil
reseptor bronkus besar dari aliran darah
keparu-paru
Mukosa meningkatkan Pembengkakan lokal
sekresi mukus berlebihan Meningkatkan permeabilitas kapiler otot polos
yang sangat lengket Meningkatkan kerja
Pembengkakan otot polos histamin

Inflamasi
membran mukosa

Merangsang batuk
Penyempitan lumen/ GANGGUAN RASA NYAMAN
obstruksi lumen
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN Dispnea POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF
NAPAS
Kontriksi otot polos Tekanan gas
ASMA pneumothoraks
bronkus intrapleural dan
alveolar semakin
Inspirasi berjalan
meningkat
Stimulasi lancar Penurunan ventilasi
parasimpatis
Tahanan intratorakal Penurunan perfusi
GANGGUAN VENTILASI SPONTAN

meningkat alveoli paru


Dtimulasi psikologis Obstruksi tidak teratasi
(strss, takut, cemas)
Lumen tertekan dan hipoksia
semakin sempit
GANGGUAN Alveoli semakin
PERTUKARAN banyak yang
Perubahan status GAS
kesehatan Ekspirasi terhalang tersumbat
Merangsang pusat
pernapasan dimedula
ANSIETAS Krisis situasional Udara terperangkap oblongata Ventilasi tidak
dalam rongga paru adekuat
Akses informasi rendah Hiperventilasi
Retensi CO2
Dada penderita
Kurang terpajan informasi mengembang menyerupai PaCO2 menurun
tong (barrel chest) Asidosis respiratorik
DEFISIENSI PENGETAHUAN pH meningkat
Gagal nafas
Alkaliosis
respiratorik
5. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik biasanya sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi dalam
keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Berdasarkan Derajat Penyakit
Derajat
No Gejala Gejala Malam Faal Paru Pengobatan
Asma
1 Intermitten- Gejala <1x/minggu £ 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80% - Inhalasi agonis B-2 jangka
- Tanpa gejala antar serangan - Variabilitas APE <20% pendek
- Serangan singkat
2 Persisten - Gejala >1x/minggu tetapi > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80% - Bronkodilator jangka pendek +
ringan <1x/hari - Variabilitas APE 20-30% obat anti inflamasi
- Serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur
3 Persisten - Gejala setiap hari > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 60-80% - Setiap hari memakai agonis B-2
sedang - Serangan mengganggu - Variabilitas APE >30% jangka pendek
aktivitas dan tidur - Bronkodilator jangka
pendek+kortikosteroid
inhalasi+bronkodlator jangka
panjang (asma malam)
4 Persisten - Gejala terus menerus Sering - VEP1 atau APE £60%
berat - Sering kambuh - (Depkes RI, 2009; Mulia,
- Aktivitas fisik terbatas 2000)
c. Berdasarkan derajat serangan
Berat
Parameter Klinis,
Fungsi Faal Ringan Sedang
Tanpa Ancaman Henti
Paru,Laboratorium Ancaman Henti Napas
Napas
Sesak (breathless) Aktivitas: Berjalan Aktivitas:Berbicara Aktivitas:Istirahat
Bayi : Bayi : Bayi :
Menangis keras Tangis pendek dan lemah, Tidak mau
kesulitan menetek/makan makan/minum

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang


lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata


Sianosis Tidak ada Tidak Ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering hanya Nyaring, sepanjang Sangat nyaring, Sulit/tidak terdengar
pada akhir ekspirasi ekspirasi -+ insirasi terdengartanpa stetoskop
sepanjang ekspirasi dan
inspirasi
Penggunaan otot bantu Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
napas torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi Sedang,ditambah retraksi Dalam, ditambah napas Dangkal/hilang
interkostal suprasternal cuping hidung
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi £90%
Frekuensi nafas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
(Gina, 2006 dalam Depkes RI 2009)
6. TANDA DAN GEJALA
a. Gejala awal berupa:
- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau disebut
juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma,
diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal, terdengar bunyi
mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi
terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung
kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi
dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 <
80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya
perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan.
2) Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu
juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE >
15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-
14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda
nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari
untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan
serangan asma berat atau status asmatikus.

8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan asma dimulai dari anamnesis, riwayat penyakit,
pengkajian psiko-sosial-kultural, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pemeriksaan radiologi.
a. Anamnesis
Data yang dikumpulkan saat pengkajian meliputi nama, umur, dan
jenis kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena sangat
berkaitan. Status atopik sangat mungkin terjadi pada serangan asma di usia
dini karena dapat memberikan implikasi, sedangkan faktor non-atopik
menyerang pada usia dewasa. Lingkungan klien akan tergambarkan
berdasarkan kondisi tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan klien
berada. Melalui tempat tinggal tersebut, maka dapat diketahui faktor-faktor
yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Selain itu status
perkawinan dan gangguan emosional yang dapat muncul di keluarga atau
lingkungan juga merupakan faktor pencetus serangan asma. Perkerjaan serta
suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan
alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis
medis. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada,
dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti
dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu napas,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini
terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan
batuk disertai mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa sesak napas,
berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi
(wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai klien adalah
duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat,
tampak gelisah serta warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai
dengan suara napas hampir tidak terdengar ini dikarenakan aliran udara kecil,
batuk (-), pernapasan tidak teratur dan dangkal, asfiksia yang mengakibatkan
irama pernapasan meningkat. Obat-obatan yang biasa dimiut harus dikaji oleh
perawat serta memeriksa kembali apakah obat masih relevan untuk digunakan
kembali.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya
infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip
hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen
dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala asma.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit asma memiliki hipersensitivitas yang lebih ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan, sehingga perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asma dan alergi pada anggota keluarga.
e. Pola kesehatan fungsional
11 Pola fungsional menurut Gordon :
1. Pola persepsi - menajemen kesehatan
Persepsi yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan umum dan
praktik pencegahan. Gaya hidup sangat berperan mengakibatkan serangan
asma, sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai
keadaan untuk menghindari terserang asma. Selain itu gejala asma dapat
membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal.
2. Pola nutrisi metabolic
Pola makan dan minum klien sehari-hari atau dalam jangka seminggu, berat
badan, hilang atau bertambahnya berat badan.
3. Pola eliminasi
Penderita asma jarang terjadi gangguan eliminasi baik buang air besar dan
kecil
4. Pola aktivitas latihan
Penderita asma kemungkinan akan terjadi penurunan aktivitas dan
latihannya sebagai dampak kelemahan fisik.
5. Pola istirahat tidur
Data yang sering muncul adalah mengalami kesulitan tidur karena sesak
napas.
6. Pola kognitif – perseptual
Persepsi sensorik, kemampuan berbahasa, ingatan, dan pembuatan
keputusan. Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami
klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akn
semakin tinggi
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Terhambatnya respons kooperatif pasien juga dapat dipengaruhi oleh
persepsinya. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor
dalam kehidupan klien. Kemungkinan terserang asma pun akan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya stress dalam kehidupan.
8. Pola peran – berhubungan
Gejala asma dapat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara
normal sehingga klien harus menyesuaikan kondisinya dengan hubungan
dan peran klien.
9. Pola seksual – reproduksi
Masalah atau masalah potensial dengan seksualitas atau reproduksi.
10. Pola koping – toleransi terhadap stress
Salah satu faktor intrinsik serangan asma ialah stres dan keteganggangan
emosional, sehingga pengkajian terhadap stres sangat diperlukan meliputi
penyebab, frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta
cara klien mengatasinya.
11. Pola nilai – kepercayaan
Klien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipecaya dapat meningkatkan
kekuatan jiwa klien. Mendekatkan diri dan keyakinan kepada-Nya
merupakan metode stres yang konstruktif.
(Potter & Perry, 2010)

2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang kesadaran
klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk
dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
1. B1 (Breathing)
Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas. Inpeksi dada terutama melihat
postur bentuk dan kesimetrisan, peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi.
Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
Perkusi: pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.

Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi


lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan
utama wheeezing pada akhir ekspirasi.
2. B2 (blood)
Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh perawat meliputi:
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
3. B3 (Brain)
Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu diperlukan pemeriksaan
GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah composmentis,
somnolen, atau koma.
4. B4 (Bladder)
Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan pengukuran volume output
urine perlu dilakukan, sehingga perawat memonitor apakah terdapat oliguria,
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji, hal-hal tersebut dapat
merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi
jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memnuhi kebutuhannya. Pada
klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan
kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipneu saat makan, laju metabolisme,
serta kecemasan yang dialami klien.
6. B6 (Bone)
Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas.
Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikraria atau dermatitis. Pada
rambut, dikaji warna rambut, kelembaban, dan kusam. Tidur, dan istirahat klien
yang meliputi: berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien juga dikaji, adanya wheezing, sesak, dan ortopnea
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Aktivitas sehari-hari klien juga
diperhatikan seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga
dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise induced asma

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
c. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas b.d hipersekresi jalan napas
d. Ansietas b.d krisissituasional
e. Gangguan Rasa Nyaman b.d gejala penyakit
f. Defisiensi Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
g. Gangguan Ventilasi Spontan b.d gangguan metabolisme

10. INTERVENSI KEPERAWATAN


1) Diagnosa 1 : Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tujuan: Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
Kriteria Hasil:
1. Dispnea menurun
2. Bunyi napas tambahan menurun
3. Gelisah menurun
4. Pernapasan cuping hidung menurun

Intervensi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Monitor status respirasi dan oksigenasi
3. Auskultasi bunyi napas
4. Berikan posisi semi fowler atau fowler
5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
6. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
7. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
8. Ajarkan teknik batuk efektif
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu

2) Diagnosa 2 : Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas membaik
Kriteria hasil :
1. Dipsnea menurun
2. Penggunaan otot bantu npas menurun
3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
4. Pernapasan cuping hidung menurun
5. Frekuensi napas membaik
6. Kedalaman napas membaik
Intervensi :
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Berikan minum hangat
6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hr, jika tidak ada kontraindikasi
8. Ajarkan teknik batuk efektif
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
3) Diagnosa 3 : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas b.d hipersekresi jalan napas
Tujuan: setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
1. Kemampuan batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Wheezing menurun
4. Dispnea menurun
5. Gelisah menurun
6. Frekuensi napas membaik
7. Pola napas membaik
Intervensi:
1. latihan batuk efektif
2. Bantu klien latihan nafas dalam
3. Berikan posisi semi fowler
4. Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik postural drainase, perkusi, & fibrasi
dada
5. Berikan obat inhalasi
6. Terapi oksigen

4) Diagnosa 4: Ansietas b.d krisis situasional


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ansietas menurun.
Kriteria Hasil:
1. Verbalisasi kebingungan menurun
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3. Perilaku gelisah menurun
4. Frekuensi pernapasan menurun
5. Frekuensi nadi menurun
6. Tekanan darah menurun
Intervensi:
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2. Monitor tanda-tanda ansietas
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
6. Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.


Hudack&Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing,
and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company
Mulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma Bronkial.
Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti
Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKes BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN :
IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

a. Nama : Ny. T a. Nama : Ny. S


b. Tanggal lahir : 08 Agustus 1934/86 th b. Status Perkawinan : Kawin
c. Status Perkawinan : Kawin c. Pekerjaan : Petani
d. Pendidikan : SD d. Alamat : Doko
e. Pekerjaan : - e. Hubungan dengan klien : Anak
f. Agama : Islam
g. Alamat : Doko
h. MRS Tanggal : -
i. Dx Masuk : -
j. Ruang : -
k. Pengkajian tanggal : 19 Januari 2021
l. Waktu pengkajian : 14.00

B. STATUS KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan sering sesak sehabis beraktifitas apalagi saat cuaca dingin.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga klien mengatakan klien menderita sesak sudah sejak lama sekitar 5
tahun yang lalu tetapi tidak terlalu sering, tetapi dalam 1 minggu terakhir asma nya
lebih sering kambuh sudah dibawa ke fasilitas kesehatan tetapi belum ada perubahan
sehingga saat kambuh membuat klien cemas dan gelisah.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluarga klien mengatakan klien menderita asma sejak 5 tahun yang lalu.
pernah dirawat karena asma sekitar 4 hari.
4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga klien mengatakan kakeknya (ayah dari px) dahulu pernah menderita asma.

5. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL


11 Pola fungsional menurut Gordon :
1. Pola persepsi - menajemen kesehatan
Klien mengatakan jika sakit klien atau ada anggota keluarga yang sakit membeli
obat diapotek terlebih dahulu, jika belum ada perubahan baru berobat ke dokter
praktek.
2. Pola nutrisi metabolic
Sebelum sakit : klien makan 3 kali sehari dengan jenis makanan nasi, sayur, lauk.
Minum 3 gelas sehari (2 gelas air dengan sedikit gula/jahe dan 1 gelas susu)
Saat sakit : klien mengatakan nafsu makannya berkurang porsi makannya lebih
sedikit dan terkadang hanya 2 kali sehari. Minum 3 gelas sehari (2 gelas air dengan
sedikit gula/jahe dan 1 gelas susu)
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit : BAB frekuensi 2 hari sekali konsistensi padat, BAK -+6 kali sehari
berwarna kuning jernih. Dan tanpa bantuan.
Saat sakit : BAB frekuensi 2 hari sekali konsistensi padat, BAK lebih sedikit dari
biasanya -+4 kali sehari berwarna kuning jernih. Dan tanpa bantuan.

4. Pola aktivitas latihan


Aktivtas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi di √
tempat tidur
makan √

Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung/tak mampu

5. Pola istirahat tidur


sebelum sakit: malam tidur mulai pukul 22.00 sampai 04.00, siang sekitar 1 jam.
Total 7 jam sehari
Saat sakit : malam tidur mulai pukul 22.00 sampai 04.00 tetapi sering terbangun,
siang sekitar 1 jam. Total 6 jam sehari
6. Pola kognitif – perseptual
kemampuan berbahasa baik, ingatan mengalami sedikit penurunan (faktor usia),
pembuatan keputusan mandiri. Penglihatan mengalami gangguan karena ada
katarak. Pendengaran mengalami sedikit penurunan (faktor usia)
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Pola persepsi terhadap diri sendiri baik(positif) kareena memahami kalau sudah
tua kemampuan tubuh menurun
8. Pola peran – berhubungan
Sebelum sakit : hubungan klien dengan keluarga dan orang sekitar baik, klien
masih melakukan perannya dan beraktifitas ringan dengan baik.
Saat sakit : hubungan klien dengan keluarga dan orang sekitar baik tetapi jarang
bersosialisasi karena kondisinya. Klien lebih sering tiduran.
9. Pola seksual – reproduksi
tidak ada masalah
10. Pola koping – toleransi terhadap stress
klien saat ini cemas karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh.
Apabila klien memiliki masalah klien menceritakan kepada anak atau cucunya, dan
menonton tv untuk menghibur klien menonton tv.
11. Pola nilai – kepercayaan
klien beragama islam, dan selalu sholat 5 waktu sebelum sakit maupun saat sakit.
(Potter & Perry, 2010)
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 (BREATING)
Inspeksi : pergerakan dinding dada sama kanan dan kiri, irama nafas cepat dan
dangkal, terlihat otot bantu pernafasan, terdapat pernafasan cuping hidung, RR : 34
x/mnt
Palpasi : tidak ada masa, lesi ataupun bengkak. Focal fremitus : Getaran sama ka/ki
Perkusi : sonor
Auskultasi : wheezing di akhir ekspirasi

2. B2 (BLOOD)
Inspeksi : ictus cordis terlihat, pulsasi kuat, akral hangat
Palpasi : tidak ada getaran , CRT < 2 dtk
Nadi : 110x/mnt TD: 140/90 mmHg Suhu : 36.5°C
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 S2 tunggal
Irama jantung teratur

3. B3 (BRAIN)
Inspeksi : GCS: Eye 4 Verbal 5 Motorik 6, kesadaran Composmentis, pupil isokor,
mata simetris, konjungtiva normal, sclera berwarna putih, reflek pupil kanan dan kiri
terhadap cahaya ada, terdapat kelainan mata yaitu katarak lensa mata kanan dan kiri
tampak keruh, telinga simetris,

4. B4 (BLADDER)
Inspeksi : tidak terpasang kateter urine, BAK lebih sedikit dari biasanya
Palpasi : tidak ada distensi blader, tidak ada nyeri tekan

5. B5 (BOWEL)
Inspeksi : mulut bersih, mukosa bibir lembab,tidak ada distensi abdomen, tidak ada
pembesaran hepar
Auskultasi : bising usus terdengar
Palpasi : tidak adanyeri tekan
Perkusi : tympani
6. B6 (BONE)
Inspeksi : warna kulit normal, tidak ada odema, tidak ada deformitas, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, turgor kulit lembab
Tidur malam mulai pukul 22.00 sampai 04.00 dan sering terbangun, siang sekitar 1
jam.
Beraktiftas ringan
Kemampuan Pergerakan Terbatas pada lengan atas kiri
Kekuatan Otot
kanan 5 4 kiri
5 5

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


-
IV. TERAPI
Salbutamol 4mg 1-2x1 (jika perlu)
ANALISA DATA
Nama Pasien: Ny. T No. Reg:

NO DATA ETIOLOGI MASALAH TTD


Dx

1 Ds : Klien mengatakan hipersensitivitas Pola Napas Tidak


Efektif
sering sesak sehabis Stimulasi Ig E
beraktifitas apalagi saat
Degranulasi sel
cuaca dingin. mast
Do :
Melepaskan
- terlihat otot bantu histamin dan
pernafasan leukotrien

- nafas terlihat cepat


dan dangkal Penyempitan
lumen/ obstruksi
- terdapat pernafasan lumen
cuping hidung
Dispnea
- wheezing di akhir
ekspirasi Asma

- TTV hipoksia
TD: 140/90 mmHg
Pola Napas
Nadi : 110x/mnt Tidak Efektif
RR : 34x/mnt
Suhu : 36.5°C

2 Ds : klien mengatakan hipersensitivitas Ansietas


takut penyakitnya tidak asma
sembuh-sembuh
perubahan status
Do : - klien terlihat cemas kesehatan
dan gelisah krisis situasional
- TTV
Ansietas
TD: 140/90 mmHg
Nadi : 110x/mnt
RR : 34x/mnt
Suhu : 36.5°C

DAFTAR DIAGNOSIS
Nama Pasien: Ny. T No. Reg:
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN TTD

1. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan ditandai dengan
sering sesak sehabis beraktifitas apalagi saat cuaca dingin, terlihat otot
bantu pernafasan, terdapat pernafasan cuping hidung nafas terlihat cepat
dan dangkal wheezing di akhir ekspirasi TD: 140/90 mmHg Nadi :
110x/mnt RR : 34x/mnt Suhu : 36.5°C
2. Ansietas b.d krisis situasional d.d takut penyakitnya tidak sembuh-
sembuh, terlihat cemas dan gelisah TD: 140/90 mmHg Nadi : 110x/mnt
RR : 34x/mnt Suhu : 36.5°C

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien: Ny. T No. Reg:
NO TUJUAN & INTERVENSI
Dx KRITERIA HASIL

1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas


keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi
pola napas membaik dengan - Monitor pola napas (frekuensi,
Kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
1. Dipsnea menurun - Monitor bunyi napas tambahan
2. Penggunaan otot bantu - Monitor sputum
napas menurun Terapeutik
3. Pemanjangan fase ekspirasi - Posisikan semi fowler atau fowler
menurun - Berikan minum hangat
4. Pernapasan cuping hidung Edukasi
menurun - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hr,
5. Frekuensi napas membaik jika tidak ada kontraindikasi
6. Kedalaman napas membaik - Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2 Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
keperawatan 1x24 jam diharapkan Observasi
ansietas menurun dengan kriteria - Identifikasi saat tingkat ansietas
Hasil: berubah
- Verbalisasi kebingungan - Monitor tanda-tanda ansietas
menurun Terapeutik
- Verbalisasi khawatir akibat - Pahami situasi yang membuat ansietas
kondisi yang dihadapi menurun - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Perilaku gelisah menurun - Motivasi mengidentifikasi situasi yang
- Frekuensi pernapasan menurun memicu kecemasan
- Frekuensi nadi menurun Edukasi
- Latih teknik relaksasi

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien: Ny. T No. Reg:


NO TANGGAL, JAM IMPLEMENTASI KEPERAWATAN TTD
DX
1 19 jan 2021 Manajemen jalan napas
13.00
Observasi
- Memonitor pola napas
(saat kambuh frekuensi : 34x/mnt ,
napas cepat dan dangkal )
- Memonitor bunyi napas tambahan (
terdapat whezing di akhir ekspirasi)
- Memonitor sputum (tidak ada)
Terapeutik
- Memposisikan semi fowler atau
fowler
- Memberikan minum hangat
Edukasi
- Menganjurkan asupan cairan 2000
ml/hr
- Mengajarkan teknik batuk efektif

2 19 jan 2021 Reduksi ansietas


13.00
Observasi
- Mengidentifikasi saat tingkat ansietas
berubah
- Memonitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
- Memahami situasi yang membuat
ansietas (asma kambuh)
- Mendengarkan dengan penuh
perhatian
- Memotivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi
- Melatih teknik relaksasi
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien: Ny. T No. Reg:
NO EVALUASI TTD
Dx S-O-A-P

1 20 januari 2020 15.00


S : klien mengatakan masih sesak sehabis beraktifitas tetapi durasi sesak
berkurang setelah latihan pernafasan
O : - otot bantu pernafasan tidak terlihat
- pernafasan cuping hidung menurun
- nafas terlihat cepat dan dangkal
- wheezing di akhir ekspirasi
- TTV
TD: 130/90 mmHg
Nadi : 98x/mnt
RR : 29 x/mnt
Suhu : 36.7°C
A : Pola napas tidak efektif
P : - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hr
- Ajarkan teknik batuk efektif

2 20 januari 2020 15.00


S : klien mengatakan masih sering cemas saat asma nya kambuh
O : - klien terlihat cemas dan gelisah saat asmanya kambuh
- TTV
TD: 130/90 mmHg Nadi : 98x/mnt
RR : 29 x/mnt
Suhu : 36.7°C
A : Ansietas b.d krisis situasional
P:
- Memonitor tanda-tanda ansietas
- Memotivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Melatih teknik relaksasi
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai