Jelaskan Hubungan status imunisasi ,factor pendidikan orang tua dan mainannya
terhadap tumbuh kembang anak serta terjadinya anak mengalami kuning hari ke-3.
1. Hubungan Imunisasi Terhadap Tumbuh Kembang Anak
Status imunisasi berdasarkan scenario yaitu pasien telah melakukan imunisasi usia 1 bulan BCG, OVP; usia 2 bulan DTP, Hib, Hep B, OVP; usia 3 DTP, Hib, HepB. OVP dan usia 4 bulan DP, Hep B, Hib. Terlihat bahwa pada usia 4 bulan pasien belum melakukan imunisasi OPV. Anak yang pada masa kecilnya tidak diberi vaksinasi yang adekuat oleh orang tua akan rentan terhadap infeksi baik yang berasal dari luar maupun dari dalam. Factor infeksi inilah yang kemudian meninggalkan kerusakan pada tubuh anak yang dapat bermanifestasi terhadap tumbuh kembang anak. Anak bisa saja mengalami gangguan perkembangan dan pertumbuhan motorik kasar, motorik halus, intelegensia, maupun emosional misalnya bila terjadi gangguan pada system saraf muskuloskeletalnya.1 Imunisasi merupakan domain yang sangat penting untuk memiliki status gizi yang baik. Diharapkan dengan imunisasi seorang anak tidak mudah terserang penyakit yang berbahaya sehingga anak lebih sehat dengan tubuh sehat asupan makanan dapat masuk dengan baik, nutrisi pun terserap dengan baik. Nutrisi yang terserap oleh tubuh bayi dimanfaatkan untuk pertumbuhan da perkembangan, sehingga menghasilkan status gizi yang baik. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi tertentu, sehingga anak akan jatuh sakit, mungkin akan menyebabkan turunnya status gizi. Hal ini karena penyakit infeksi dan fungsi kekebalan saling berhubungan erat satu sama lain, dan pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi berupa penurunan status gizi pada anak.1 2. Hubungan Pendidikan Orangtua Terhadap Tumbuh Kembang Anak Hubungan pendidikan orangtua terhadap tumbuh kembang anak yaitu dalam hal pengetahuannya mengenai penyusunan makan keluarga, pengasuhan dan perawatan anak termasuk pengetahuan mengenai program pelayanan dalam memberikan imunisasi yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan untuk mengimunisasikan bayi ke sarana-sarana kesehatan diperlukan adanya kesadaran dan keikhlasan dari para ibu untuk membekali kesehatan anaknya di masa depan sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas tinggi guna meneruskan pembangunan nasional dengan masyarakat yang sehat, sejahtera dan bahagia. Kecenderungan saat ini bahwa segala sesuatu didasarkan atas adanya bukti konkrit yang bisa ditunjukkan yang menyebabkan sebagian ibu menjadi terpengaruh.1 Tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan pola pikir ibu dalam memperhatikan asupan makanan balita mulai dari mencari, memperoleh dan menerima berbagai informasi mengenai pengetahuan tentang asupan makanan gizi balita sehingga akan mempengaruhi pemilihan makanan yang akan menentukan status gizi balitanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin tinggi juga pengetahuan ibu tentang asupan makanan bagi balitanya dan semakin mudah ibu dalam mengolah informasi berkenaan dengan status gizi balitanya sehingga tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi status gizi dan kelengkapan imunisasi pada bayi.1
3. Permainan Dirumah Kerincingan
Pada scenario anak telah berumur 7 bulan yang berarti jika permainan yang diberikan adalah kerincingan maka anak dapat memegang kerincingan dan juga dapat menoleh kearah bunyi kerincingan tersebut berdasarkan pada table Denver II. 4. Anak Mengalami Kuning Pada Hari Ke-3 Berdasarkan scenario anak mengalami kuning hari ke-3 dengan bil total 7 mg/dl dan bil direk 1 mg/dl. Hal ini menandakan anak mengalami hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin dalam darah >5mg/dL, secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik dan non-fisiologik. Hiperbilirubinemia/icterus fisiologik umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai 6 minggu. Hiperbilirubinemia/icterus non fisiologik yaitu icterus yang terjadi sebelum usia 24 jam setiap peningkatan kadar bilirubin serum. Peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam, adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil), ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Jadi berdasarkan scenario icterus yang terjadi pada bayi adalah icterus fisiologis atau hiperbilirubinemia fisiologis.2 Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit. Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin dari darah. Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya.2 Daftar Pustaka : 1. Rahmi.E.S. (2017). Hubungan Imunisasi Dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Di Puskesmas Teupin Raya Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie Tahun 2017. Thesis Universitas Sumatera Utara. 2. Mathindas.S etc. (2013). Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5 (1) hlm. S4-10