Anda di halaman 1dari 17

KONSEP HARTA DAN HUKUMNYA

BERDASARKAN AL-QUR’AN DAN HADIST


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir dan Hadist Ekonomi

DISUSUN OLEH :
1. AKBAR KURNIAWAN (G02219004)
2. PUTRI AFRIYANTI AMALIA (G02219031)

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. H. Masruhan, M.Ag.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan begitu besar
rahmatnya, sehingga makalah yang berjudul “Konsep Harta dan Hukumnya Berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadist” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Tafsir dan Hadist Ekonomi.
Makalah ini merupakan sebuah media pembelajaran bagi mahasiswa. Melalui makalah
ini diharapkan dat apmemberikan pengetahuan yang mendalam bagi mahasiswa khususnya
menyangkut mata kuliah Tafsir dan Hadist Ekonomi.
Kami menyadari bahwa makalah ini akan sulit terselesaikan tanpa adanya peran dari
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada kami maka dari itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga atas bimbingan, dukungan
dan bantuan dalam menyusun makalah ini akan mendapatkan balasan dari Allah. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan komentar, kritik serta saran yang membangun untuk memperbaiki segala
kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat memperluas
serta menambah pengetahuan di dalam khasanah dunia pendidikan, khususnya bagi kami
selaku penulis.

Surabaya, 16 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan. Harta merupakan
sarana kehidupan di dunia untuk mencapai akhirat. Secara fitrahnya manusia itu suka
dengan harta, harta merupakan perhiasan manusia. Dalam Al- Qur’an, kata mal (harta)
disebutkan dalam 90 ayat lebih. Sedangkan di dalam hadits Rasulullah, kata harta banyak
sekali disebutkan tidak terhitung jumlahnya. Allah Swt menjadikan harta benda sebagai
salah satu di antara dua perhiasan kehidupan dunia. Kata harta dalam istilah ahli fikih
berarti, “segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.”
Manusia tanpa harta akan banyak menemui banyak kesulitan, karena diantara sifat
harta adalah fasilitas atau sarana keperluan untuk beribadah terhadap Rabb-nya. Namun
demikian harta bukanlah segala- galanya, karena harta tanpa faktor manusia, maka harta
tidak mempunyai fungsi apa- apa atau tidak berguna. Sehingga dalam hal ini pengelolaan
harta menjadi hal penting demi kemaslahatan hidup manusia. Dalam mengelola harta
maka konsep islam sangat hikmah dan bijaksana. Konsep islam menekankan bahwa harta
tidak melahirkan harta, akan tetapi kerja yang menciptakan harta. Oleh karenanya, untuk
mendapatkan dan memiliki harta orang harus bekerja atau berkarya untuk menghasilkan
sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. Selain itu, pemilikan manusia hanya bersifat
sementara, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT. Dilihat dari berbagai
permasalahan yang ada mengenai harta pada zaman modern ini dan kebanyakan harta
berkaitan dengan hal-hal yang negatif maka dari itu makalah ini disusun untuk
memberikan penjelasan mengenai harta dengan rujukan dari berbagai sumber terutama
dari ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari harta?
2. Bagaimana macam- macam pembagian dari harta ?
3. Apa yang menjadi dasar hukum dan bagaimana kedudukan harta itu sendiri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari harta itu sendiri.
2. Untuk mengetahui macam- macam pembagian dari harta.
3. Untuk mengetahui dasar hukum dan kedudukan dari harta.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut al mal yang berasal dari kata: (‫ ميال‬-‫ بميل‬-‫)مال‬, yang
berarti condong, cenderung, dan miring. Menurut etimologi, harta ialah1: “sesuatu yang
dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak,
binatang, tumbuh- tumbuhan, maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti kendaraan,
pakaian, dan tempat tinggal”.
Para fuqaha’ memberikan berbagai definisi tentang harta. Sebagian dari mereka
mendefinisikan harta sebagai sesuatu yang diingini oleh tabiat manusia dan boleh
disimpan untuk tempo yang diperlukan atau sesuatu yang dapat dikuasai, disimpan dan
dimanfaatkan.2 Muhammad Salam Madkur menungkapkan bahwa harta menurut para
ulama fiqh ialah segala sesuatu yang boleh dikuasai dan disimpan untuk dipergunakan
kapan diperlukan. Al-Syarbaini al-Khatib berpendapat, harta adalah sesuatu yang ada nilai
dan orang yang merusakkannya akan diwajibkan membayar ganti rugi. Menurut golongan
Hanafi, harta merupakan benda atau barang yang boleh dikuasai dan kebiasaannya boleh
diambil faedah darinya.3 Maksudnya ialah sesuatu harta itu perlu ada dua unsur yaitu:4
1. Boleh dikuasai (hiyazah). Oleh karena itu, sesuatu barang yang tidak bisa dikuasai,
tidak dianggap harta. Jadi perkara-perkara maknawi seperti pengetahuan, kesihatan,
kemuliaan dan kecerdikan tidaklah dianggap harta sebab ia tidak boleh dikuasai.
Demikian juga dengan sesuatu yang tidak boleh dikuasai seperti udara bebas, panas
matahari dan cahaya bulan.
2. Pada kebiasaannya boleh diambil faedah. Oleh karena itu, sesuatu yang langsung tidak
boleh diambil faedah darinya seperti daging bangkai, makanan yang beracun, makanan
yang sudah rusak ataupun sesuatu yang boleh diambil manfaat darinya, tetapi tidak
dianggap manfaat oleh manusia, pada kebiasaannya seperti sebiji gandum atau setitik
air, maka ia tidak dianggap harta karena ia tidak bermanfaat apabila terpisah dari
kesatuan yang lainnya.

1
Wahbah Al- Juhailli dalam Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 21.
2
Ibn Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar ala al-Dar al-Mukhtar Sharh Tanwir al-Absar, Jil. (Mesir:Matbaah
Mustafa al-Halabi: 1966), hlm. 501.
3
Al-Syarbaini al-Khatib, Mughnii al-Muhtaj, Jil. 4 (Beirut: Dar al-Fikr.1978), hlm. 246.
4
Ibid., 40.
Berasaskan definisi para fuqaha’ di atas dapat dijelaskan bahwa menurut fuqaha’
selain dari Hanafi mengungkapkan harta itu tidak saja bersifat materi, tetapi juga termasuk
manfaat dari sesuatu benda sebab ia boleh diambil dan dikuasai dengan cara mengambil
asal dan sumbernya. Juga karena manfaat dan hak-hak itu menjadi tujuan dari sesuatu
benda (barang), jika tidak ada manfaat, maka benda-benda itu tidak akan diambil (dicari)
dan orang tidak akan menyukainya. Sedangkan fuqaha’ dari golongan Hanafi membatasi
definisi harta pada perkara-perkara atau benda-benda yang mempunyai pisik dan zat yang
dapat dirasa. Adapun mengenai manfaat dan hak-hak, maka itu tidak dihitung harta pada
pandangan mereka, ia merupakan milik tetapi bukan harta.
Ulama Hanafi Mutaakhirin berpendapat bahwa definisi al-mal yang dikemukakan
oleh pendahulunya dianggap tidak komprehensif dan kurang akomodatif sehingga mereka
lebih cenderung untuk menggunakan definisi al-mal yang dikemukakan oleh jumhur
ulama di atas, karena persoalan al-mal terkait dengan persoalan adat kebiasaan, situasi dan
kondisi suatu masyarakat. Menurut mereka, kondisi hari ini kadangkala manfaat sesuatu
benda boleh banyak menghasilkan penambahan harta dibandingkan fisik bendanya sendiri,
seperti perbandingan harga antara mengontrakkan rumah selama beberapa tahun dari
menjualnya. Oleh karena itu, Mustafa Ahmad al-Zarqa’ dari golongan Hanafi Mutaakhirin
mengungkapkan definisi al-mal sebagai sesuatu yang mempunyai nilai materi di kalangan
masyarakat.5
Berdasarkan perubahan definisi yang diungkapkan oleh Mustafa Ahmad al-Zarqa di
atas, secara keseluruhan baik definisi yang dikemukakan oleh jumhur ulama atau golongan
Hanafi Mutaakhirin, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa segala sesuatu itu boleh disebut
sebagai harta apabila memenuhi dua syarat berikut: Pertama, benda itu boleh dimiliki.
Kedua, benda itu boleh dimanfaatkan.
B. Macam- Macam Pembagian Harta
Menurut Fuqaha harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa
bagian, tiap- tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis
harta ini sebagai berikut:6
1. Mal mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
a. Harta Mutaqawwim

5
Mustafa Ahmad al-Zarqa’ (1999: 127)
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 19-27. Dan Rachmat Syafe’i, Fiqih
Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 32-42.
Harta yang termasuk Mutaqawwim ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun
cara memperoleh dan penggunaannya. Misalnya, kerbau halal dimakan oleh umat
islam, tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut hukum syara’.
b. Harta Ghair Mutaqawwim
Ialah kebalikan dari harta Mutaqawwim, yakni tidak boleh ndiambil manfaatnya,
baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya.
2. Mal Mitsli dan Harta Qimi ialah:
a. Mal Mitsli
Ialah “ benda- benda yang ada persamaan dalam kesatuan- kesatuannya, dalam arti
dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu
diniali”. Dengan perkataan lain harta Mitsli ialah harta yang ada imbangannya
(persamaannya).
b. Mal Qimi
Ialah “benda- benda yang kurang dalam kesatuan- kesatuaanya, karenanya tidak
dapat berdiri sebagian di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai”.
Dengan perkataan lain harta Qimi ialah harta yang tidak ada imbangannya secara
tepat”.
3. Harta Istilhak dan Isti’ mal
a. Harta Istilhak
Ialah, “ sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaannya dan manfaatnya secara biasa,
kecuali dengan mengahabiskannya”. Kemudian, harta Istilhak terbagi menjadi dua
yaitu:
1) Harta Istilhak Haqiqi, ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas
(nyata) zatnya habis sekali digunakan
2) Harta Istilhak Huquqi, ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan,
tetapi zatnya masih tetap ada.
b. Harta Isti’ mal
Ialah “sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara”.
4. Harta Manqul dan Ghair Manqul
a. Harta Manqul
Ialah “segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat
yang lain”.
b. Harta Ghair Manqul
Ialah “sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat
yang lain”.
5. Harta ‘Ain dan Dayn
a. Harta’Ain
Ialah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, dan yang lainnya. Harta
‘Ain terbagi menjadi:
1) Harta ‘Ain Dzati Qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ‘Ain Dzati Qimah meliputi:
a) Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya
b)Benda yang dianggap harta yang tidak boleh diambil manfaatnya,
c)Benda yang dianggap harta yang ada sebangsanya,
d)Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya,
e)Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan (bergerak),
f) Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat dipindahkan
(bergerak).
g) Harta ‘Ain Ghayr Dzati Qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta karena tidak memiliki harga.
b. Harta ‘Ain Dayn
Ialah “sesuatu yang berada dalam tanggung jawab”
6. Mal Al- ‘Ain danAl- Naf’ i
a. Harta Aini
Ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud).
b. Harta Naf’ i
Ialah benda yang tidak berbentuk (berwujud).
7. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a. Harta yang dapat dibagi
Adalah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta
tersebut dibagi- bagi seperti beras, tepung, dan lain- lain.
b. Harta yang tidak dapat dibagi
Adalah harta yang menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut
dibagi- bagi seperti piring, mesin, meja, dan lain- lain.
8. Harta Pokok dan Hasil
a. Harta Pokok
Adalah harta yang menyebabkan adanya harta yang lain
b. Harta Hasil
Adalah harta yang terjadi dari harta yang lain
9. Harta Khas dan ‘Am
a. Harta Khas
Adalah harta pribadi yang tidak bersekutu dengan harta lain. Harta ini tidak dapat
diambil manfaatnya atau digunakan, kecuali atas kehendak atau atas seizinnya.
b. Harta ‘Am
Adalah harta milik umum atau bersama, semua orang boleh mengambil manfaatnya
sesuai dengan ketetapan yang disepakati bersama oleh umum atau penguasa.
C. Dasar Hukum dan Kedudukan Harta
1. Al- Qur’an
a) Q.S. al-Baqarah: 188
ۡ‫اس بِااۡل ِ ۡث ِم َو اَ ۡنتُم‬ ِ ‫اط ِل َو تُ ۡدلُ ۡوا بِہَ ۤا اِلَی ۡال ُح َّک ِام لِت َۡا ُکلُ ۡوا فَ ِر ۡیقًا ِّم ۡن اَمۡ َو‬
ِ َّ‫ال الن‬ ِ َ‫م بَ ۡینَ ُکمۡ بِ ۡالب‬qۡ‫َو اَل ت َۡا ُکلُ ۡۤوا اَمۡ َوالَ ُک‬
َ‫ت َۡعلَ ُم ۡون‬
Artinya :
Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.7
b) Q.S. al-Kahfi: 46
qَ qِّq‫ ب‬q‫ َر‬q‫ َد‬qqq‫ ْن‬q‫ع‬qِ q‫ ٌر‬q‫ ْي‬q‫خ‬qَ q‫ت‬
q‫ ا‬qqًq‫ب‬q‫ ا‬q‫و‬qَ qَ‫ ث‬q‫ك‬ qُ q‫ ا‬qَ‫ ي‬qِ‫ق‬q‫ ا‬qَ‫ ب‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬qۖ q‫ ا‬qَ‫ ي‬q‫ ْن‬q‫ ُّد‬q‫ل‬q‫ ا‬q‫ ِة‬q‫ ا‬qَ‫ ي‬q‫ َح‬q‫ ْل‬q‫ ا‬qُ‫ ة‬qَ‫ين‬qq‫ ِز‬q‫ن‬qَ q‫ و‬qُ‫ ن‬qَ‫ ب‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ُل‬q‫ ا‬q‫ َم‬q‫ ْل‬q‫ا‬
qُ q‫ ا‬q‫ح‬qَ qِ‫ل‬q‫ ا‬qَّq‫ص‬q‫ل‬q‫ ا‬q‫ت‬
‫ اًل‬q‫ َم‬qَ‫ أ‬q‫ ٌر‬q‫ ْي‬q‫ َخ‬q‫َو‬
Artinya :
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.
c) Q.S.Ali Imran: 14

q‫ َن‬q‫ ِم‬q‫ ِة‬q‫ر‬qَ q‫ط‬ َ q‫ ْن‬qَ‫ ق‬q‫ ُم‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ ِر‬q‫ ي‬q‫ط‬ qِ q‫ ا‬qَ‫ ن‬qَ‫ ق‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫و‬qَ q‫ن‬qَ q‫ ي‬qِ‫ ن‬qَ‫ ب‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ِء‬q‫ ا‬q‫ َس‬qِّ‫ن‬q‫ل‬q‫ ا‬q‫ن‬qَ q‫ ِم‬q‫ت‬
ِ q‫ ا‬q‫و‬qَ qَ‫ ه‬q‫ َّش‬q‫ل‬q‫ ا‬q‫ب‬
qُّ q‫ ُح‬q‫س‬ ِ q‫ ا‬qَّ‫ن‬q‫ ل‬qِ‫ ل‬q‫ن‬qَ qِّ‫ ي‬q‫ُز‬
qۖ q‫ ا‬qَ‫ ي‬q‫ ْن‬q‫ ُّد‬q‫ل‬q‫ ا‬q‫ ِة‬q‫ ا‬qَ‫ ي‬q‫ح‬qَ q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ع‬
ُ q‫ ا‬qَ‫ ت‬q‫ َم‬q‫ك‬ َ qِ‫ ل‬q‫ َذ‬qٰ qۗ q‫ث‬
ِ q‫ر‬qْ q‫ح‬qَ q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫م‬qِ q‫ ا‬q‫ َع‬q‫ ْن‬qَ ‫أْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ِة‬q‫ َم‬q‫ َّو‬q‫ َس‬q‫ ُم‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ ِل‬q‫ ْي‬q‫ َخ‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ِة‬qَّq‫ ض‬qِ‫ ف‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ب‬
ِ qَ‫ ه‬q‫ َّذ‬q‫ل‬q‫ا‬
qِ‫ب‬q‫ آ‬q‫ َم‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ن‬qُ q‫ ْس‬q‫ ُح‬qُ‫ ه‬q‫ َد‬q‫ ْن‬q‫ ِع‬qُ ‫ هَّللا‬q‫و‬qَ

7
https://risalahmuslim.id/quran/al-baqarah/2-188/ (Diakses 18 Maret 2021, pukul 22:05)
Artinya :
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatangbinatang ternak2 dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
d) Q.S.an-Nisa: 5

q‫ ْم‬qُ‫ه‬q‫ و‬q‫ ُس‬q‫ ْك‬q‫ ا‬q‫و‬qَ q‫ ا‬qَ‫ه‬q‫ ي‬qِ‫ ف‬q‫ ْم‬qُ‫ه‬q‫ و‬qُ‫ ق‬q‫ ُز‬q‫ر‬qْ q‫ ا‬q‫و‬qَ q‫ ا‬q‫ ًم‬q‫ ا‬qَ‫ ي‬qِ‫ ق‬q‫ ْم‬q‫ ُك‬qَ‫ ل‬qُ ‫ هَّللا‬q‫ َل‬q‫ َع‬q‫ج‬qَ q‫ ي‬qِ‫ ت‬qَّ‫ل‬q‫ ا‬q‫ ُم‬q‫ ُك‬qَ‫ل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ْم‬qَ‫ أ‬q‫ َء‬q‫ ا‬qَ‫ ه‬qَ‫ ف‬qُّq‫س‬q‫ل‬q‫ ا‬q‫ا‬q‫ و‬qُ‫ ت‬q‫ؤ‬qْ qُ‫و اَل ت‬

q‫ ا‬qً‫ف‬q‫ و‬q‫ ُر‬q‫ ْع‬q‫ اًل َم‬q‫و‬qْ qَ‫ ق‬q‫ ْم‬qُ‫ ه‬qَ‫ ل‬q‫ا‬q‫ و‬qُ‫ل‬q‫ و‬qُ‫ ق‬q‫و‬qَ
Artinya :
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya ,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah
kepada mereka kata-kata yang baik.
2. Asbabul Nuzul
a) Q.S. al-Baqarah: 188

ِ َ‫بِ ْالب‬
‫اط ِل‬ ‫بَ ْينَ ُك ْم‬ ‫أَ ْم َوالَ ُك ْم‬ ‫َواَل تَأْ ُكلُ ْوا‬
dengan jalan di antara kamu harta-hartamu dan janganlah kamu
yang batil makan
‫فَ ِر ْيقًا‬ ‫لِتَأْ ُكلُ ْوا‬ ‫إِلَى ْال ُح َّك ِام‬ ‫َوتُ ْدلُ ْوا بِهَا‬
sebagian dengan maksud kepada para hakim dan (janganlah) kamu
agar kamu dapat menyuap dengan
memakan harta itu
 ؑ ‫تَ ْعلَ ُم ْو َن‬ ‫َوأَ ْنتُ ْم‬ ‫بِاإْل ِ ْث ِم‬ ِ ‫ِّم ْن أَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬
‫اس‬
mengetahui padahal kamu dengan jalan dosa harta orang lain itu
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa asbab an-nuzul ayat ini adalah seperti yang
diketengahkan oleh Ibn Abi Hatim dan Sa'id Ibn Jubair, katanya "'Umru Al-Qais Ibn
'Abis dan 'Abdan Ibn Asywa' Al-Hadhrami terlibat dalam salah satu pertikaian
mengenai tanah mereka, hingga 'Umru Al-Qais hendak mengucapkan sumpahnya
dalam hal itu.maka mengenai dirinya turunlah Q.S. Al-Baqarah ayat 188 ini.8
ِ َ‫ ْالب‬dalam ayat ini adalah lawan dari al-haqq (kebenaran), ia bermakna
lafaz ‫اطل‬
segala sesuatu yang tidak sesuai dengan syariat islam, baik berupa mengambil harta
orang lain, memanipulasi dalam perdagangan, melakukan praktek riba dan hal-hal

8
Imam Jalalain, Tafsir Jalalain,Jilid I, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), hal. 196
lainnya yang dilarang oleh islam. Adapun yang dimaksud dengan ‫ ْدلُو‬qqُ‫ ت‬adalah
memberikan kepada hakim uang suap untuk menyelesaikan perkaranya clengan cara
yang batil hingga sampailah apa yang diharapkan yaitu mengambil harta orang lain.
Sedangkan lafaz ‫ بِاإْل ِ ْث ِم‬adalah dengan cara menyuap, persaksian palsu dan sumpah palsu
agar hakim dapat memutuskan perkaranya dengan cara yang batil walaupun
kelihatannya benar.9
Ayat ini secara khusus menyebutkan mengenai haramnya memakan harta sesama
muslim dengan cara yang tidak dibenarkan syariat islam. karena sesungguhnya, setiap
manusia yang telah bersyahadat, darah, harta dan kehormatannya haram untuk
dilanggar. Dalam ayat yang lain juga secara tegas dikatakan:
q‫ن‬qْ q‫ َع‬qً‫ ة‬q‫ر‬qَ q‫ ا‬q‫ َج‬qِ‫ ت‬q‫ن‬qَ q‫ و‬q‫ ُك‬qَ‫ ت‬q‫ن‬qْ qَ‫ اَّل أ‬qِ‫ إ‬q‫ ِل‬q‫ ِط‬q‫ ا‬qَ‫ ب‬q‫ ْل‬q‫ ا‬qِ‫ ب‬q‫ ْم‬q‫ ُك‬qَ‫ ن‬q‫ ْي‬qَ‫ ب‬q‫ ْم‬q‫ ُك‬qَ‫ل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ْم‬qَ‫ أ‬q‫ا‬q‫ و‬qُ‫ ل‬q‫ ُك‬qْ‫ أ‬qَ‫ اَل ت‬q‫ا‬q‫ و‬qُ‫ ن‬q‫ َم‬q‫ آ‬q‫ن‬qَ ‫ ي‬q‫ ِذ‬qَّ‫ل‬q‫ ا‬q‫ ا‬qَ‫ ه‬qُّ‫ ي‬qَ‫ أ‬q‫ ا‬q‫َي‬
q‫ ا‬q‫ ًم‬q‫ ي‬q‫ح‬qِ q‫ر‬qَ q‫ ْم‬q‫ ُك‬qِ‫ ب‬q‫ن‬qَ q‫ ا‬q‫ َك‬qَ ‫ هَّللا‬q‫ َّن‬qِ‫ إ‬qۚ q‫ ْم‬q‫ ُك‬q‫ َس‬qُ‫ ف‬q‫ ْن‬qَ‫ أ‬q‫ا‬q‫ و‬qُ‫ ل‬qُ‫ ت‬q‫ ْق‬qَ‫ اَل ت‬q‫و‬qَ qۚ q‫ ْم‬q‫ ُك‬q‫ ْن‬q‫ ِم‬q‫ض‬ ٍ q‫ ا‬q‫ َر‬qَ‫ت‬
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman,janganlah kalian saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian;
sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu (Q.S. An-Nisa: 29).
Pelarangan memakan harta dalam ayat di atas masih bersifat umum, sehingga ada
beberapa ayat lain yang mengkhususkan pada satu sisi lainnya, seperti larangan untuk
memakan harta anak yatim secara batil:
q‫ ا‬q‫ ًر‬q‫ ي‬qِ‫ ب‬q‫ َك‬q‫ ا‬qً‫ب‬q‫ و‬q‫ ُح‬q‫ن‬qَ q‫ ا‬q‫ َك‬qُ‫ ه‬qَّ‫ ن‬qِ‫ إ‬qۚ q‫ ْم‬q‫ ُك‬qِ‫ل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ْم‬qَ‫ أ‬q‫ى‬qٰ qَ‫ ل‬qِ‫ إ‬q‫ ْم‬qُ‫ ه‬qَ‫ل‬q‫ ا‬q‫و‬qَ q‫ ْم‬qَ‫ أ‬q‫ا‬q‫ و‬qُ‫ ل‬q‫ ُك‬qْ‫ أ‬qَ‫ اَل ت‬q‫… َو‬.
Artinya :
... dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. sesungguhnya tindakan-
tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar (Q.S. An-Nisa: 2).
Ayat ini aclalah larangan untuk memakan harta anak yatim secara khusus, karena
termasuk dosa besar, seperti disebutkan oleh ayat setelahnya:
qْ qَ‫ ي‬q‫ َس‬q‫ َو‬qۖ q‫ ا‬q‫ ًر‬q‫ ا‬qَ‫ ن‬q‫ ْم‬q‫ ِه‬qِ‫ن‬q‫ و‬qُ‫ ط‬qُ‫ ب‬q‫ ي‬qِ‫ ف‬q‫ن‬qَ q‫ و‬qُ‫ ل‬q‫ ُك‬qْ‫ أ‬q‫ َي‬q‫ ا‬q‫ َم‬qَّ‫ ن‬qِ‫ إ‬q‫ ا‬q‫ ًم‬q‫ ْل‬qُ‫ ظ‬q‫ى‬qٰ q‫ َم‬q‫ ا‬qَ‫ ت‬qَ‫ ي‬q‫ ْل‬q‫ ا‬q‫ َل‬q‫ ا‬q‫ َو‬q‫ ْم‬qَ‫ أ‬q‫ن‬qَ q‫ و‬qُ‫ ل‬q‫ ُك‬qْ‫ أ‬q‫ َي‬q‫ن‬qَ ‫ ي‬q‫ ِذ‬qَّ‫ل‬q‫ ا‬q‫ َّن‬qِ‫إ‬
q‫ َن‬q‫و‬qْ qَ‫ ل‬q‫ص‬
q‫ ا‬q‫ ًر‬q‫ ي‬q‫ ِع‬q‫َس‬

Artinya :
9
Abu Bakr al-Jazairi, Aisar T afasir, h. 169
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka) (Q.S. An Nisa:10).
kekhususan haramnya memakan harta anak yatim menunjukkan keharaman yang
lebih keras manakala pemilik harta yang kita ambil adalah orang-orang yang lemah.
sementara hadits nabi banyak sekali yang melarang bagi setiap muslim untuk memakan
harta saudaranya dengan cara yang batil diantaranya adalah:

ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الَ يَ ِحلُّ َد ُّم ا ْم ِر‬


َّ‫ئ ُم ْسلِ ٍم إِال‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫ال‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬
ِ ‫ع َِن اب ِْن َم ْسعُوْ ٍد َر‬
‫ق لِ ْل َج َما َع ِة‬ ِ َ‫ك لِ ِد ْينِ ِه ال ُمف‬
ُ ‫ار‬ ُ ‫ار‬ ِ ‫ َوالنَّ ْفسُ بِالنَّ ْف‬،‫ الثَّيِّبُ ال َّزانِي‬:‫ث‬
ِ َّ‫ َوالت‬،‫س‬ ٍ َ‫بِإِحْ دَى ثَال‬
(‫َاريُّ َو ُم ْسلِ ٌم‬
ِ ‫) َر َواهُ البُخ‬
Artinya :
Dari Ibn Mas'iid r.a., dia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW., 'Tidak halal darah
seorang muslim kecuali karena tiga sebab: seorang yang beristri/ bersuami yang
berzjna, orang yang membunuh dan orang murtad yang keluar dari agamanya dan
memisahkan diri dari al-]ama'ah: (H.R. Muslim).10
Kemudian arti ‫ َوتُ ْدلُوْ ا‬adalah kalian saling bertengkar tentang masalah harta dan
mengadukannya ke hakim agar kalian bisa memakan sebagiannya dengan jalan dosa
seperti menyuap dan lain-lain. adapun makna ‫ بِاإْل ِ ْث ِم‬yaitu memakannya dengan cara
haram yang telah dilarang-Nya. Kalian memakan harta tersebut dengan sengaja padahal
kalian tahu hal itu adalah dosa dan suatu bentuk kemaksiatan.11
Hadits di atas menunjukkan bahwa keputusan hakim tidak dapat merubah sesuatu
yang halal menjadi haram. Jumhur Al'Ulamii' mengatakan, "Ketahuilah wahai anak
Adam bahwa keputusan hakim tidak dapat menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal dan tidak membenarkan sesuatu yang batil, karena seorang
hakim memutuskan suatu masalah sesuai dengan keberadaan saksi yang menyaksikan,
karena hakim adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan bahkan juga
sebaliknya, dan ketahuilah oleh kalian bahwasanya seseorang yang mengadili dengan
kebatilan, sesungguhnya perselisihan mereka tidak akan selesai, sehingga mereka
dikumpulkan pada hari kiamat nanti.12

10
Al-Imam Syabrahaiti, Syarh Syabrahaiti 'ala al-Arba'in Hadits an-Nabawi, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), 153
11
al-Imam Abu Jarir ath-ThabarI, Jami' al-Banya,1, Juz: II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), h. 252
12
Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir, h. 133
ِ َ‫ بِ ْالب‬yaitu dengan jalan kezaliman seperti.
Ibn 'Abbas merinci makna ‫اطل‬
merampok, mencuri, mengingkari janji dan lain sebagainya.13 Kesimpulan dari ayat ini
adalah bahwa haram hukumnya memakan harta sesama muslim dengan cara yang ba til,
seperti mencuri, merampok, mengambil tanpa izin, menyuap (riswah) dan lain
sebagainya. karena hal itu berarti melanggar hak seorang muslim, karena harta seorang
muslim itu tidak boleh dilanggar.
b) Q.S. al-Kahfi: 46
ْ
‫ال َح ٰيو ِة‬  ُ‫ِز ْينَة‬ ‫َو ْالبَنُ ْو َن‬ ‫اَ ْل َما ُل‬
kehidupan  (adalah) perhiasan dan anak-anak Harta
‫َخ ْي ٌر‬ ‫ت‬ ّ ٰ ‫ال‬
ُ ‫صلِ ٰح‬ ُ ‫و ْال ٰبقِ ٰي‬ 
‫ت‬ َ ‫ال ُّد ْنيَ ۚا‬ 
    (adalah) lebih (dari) kebajikan (tetapi )amal  yang  dunia 
baik terus menerus 
‫أَ َماًل‬ ‫َّو َخ ْي ٌر‬ ‫ثَ َوابًا‬ َ ِّ‫ِع ْن َد َرب‬
‫ك‬
untuk menjadi   serta lebih baik  pahalanya   di sisi
harapan. Tuhanmu
‫ۖ ال َما ُل َو ْالبَنُونَ ِزينَةُ ْال َحيَ ٰو ِة ال ُّد ْنيَا‬
ْ (Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia)
Yakni harta dan anak-anak yang digunakan untuk perhiasan di dunia yang tidak
dijadikan untuk meraih keridhaan Allah, bukan yang dimanfaatkan untuk mendapat
ّ ٰ ‫ت ال‬
ُ ‫صلِ ٰح‬
kehidupan akhirat. ‫ت‬ ُ ‫( َو ْال ٰبقِ ٰي‬tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh) Ykani
segala amal kebaikan, baik itu yang diraih dengan mengeluarkan harta atau yang diraih
َ
dengan mengerahkan tenaga. Maka amalan itu tetap terjaga di sisi Allah. َ‫خ ْي ٌر ِعن َد َربِّك‬

‫( ثَ َوابًا‬lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu) Yakni lebih baik pahalanya daripada
perhiasan dari harta dan anak keturunan, serta lebih banyak manfaatnya bagi
pemiliknya ‫ر أَ َملًا‬qٌ qqْ‫( َوخَ ي‬serta lebih baik untuk menjadi harapan) Yakni lebih baik
daripada harapan yang diinginkan oleh pemilik harta dan anak keturunan. Imam Ahmad
dan Ibnu Hibban mengeluarkan hadits dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah
bersabda: “Perbanyaklah amalan-amalan kebaikan yang kekal.” Beliau ditanya: “Apa
itu amalan-amalan kebaikan yang kekal wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Itu
adalah kalimat takbir, tahlil, tasbih, tahmid, dan laahaula walaa quwwata illaa
billaah.”14

Ayat ini tidak ada riwayat sabab nuzulnya, tetapi dari sisi munasabah atau korelasinya
13
Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir, h. 133
14
https://tafsirweb.com/4872-quran-surat-al-kahfi-ayat-46.html (Diakses 21 Maret 2021 pukul 15:47)
dengan ayat sebelumnya antara lain; ayat 45 menyebut tentang perumpaan kehidupan
dunia yang fana, yang akan tiada arti dan lenyap, demikian juga harta kekayaan dan
harta benda yang dibanggakan di dunia.15

c) Q.S.Ali Imran: 14

ِ ‫حُبُّ ال َّشهَ ٰو‬


‫ت‬ ِ َّ‫لِلن‬
‫اس‬ ‫ُزي َِّن‬
cinta terhadap apa yang dalam pandangan manusia dijadikan terasa indah
diinginkan
‫َو ْالقَنَا ِطي ِْر‬ ‫َو ْالبَنِي َْن‬ ‫ِم َن النِّ َسا ِء‬
dan harta benda dan anak-anak berupa perempuan-
perempuan
‫َو ْال َخي ِْل‬ َّ ِ‫و ْالف‬ 
‫ض ِة‬ َ ‫ب‬ َّ ‫ِم َن‬
ِ َ‫الذه‬ ‫ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة‬
dan kuda dan perak dalam bentuk emas yang
bertumpuk
َ ِ‫ٰذل‬
‫ك‬ ِ ۗ ْ‫َو ْال َحر‬
‫ث‬ ‫َواأْل َ ْن َع ِام‬ ‫ْال ُم َس َّو َم ِة‬
itulah dan sawah ladang dan hewan ternak Pilihan
ِ ‫ُحس ُْن ْال َم ٰا‬
‫ب‬ ‫َوهّٰللا ُ ِع ْن َد ٗه‬ ‫ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَ ۗا‬ ُ ‫َمتَا‬
‫ع‬
tempat kembali dan di sisi Allah-lah hidup dunia kesenangan
yang baik
Tujuan ayat ini adalah untuk mengingatkan manusia agar tidak menuruti syahwat
dan melupakan perbuatan yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan akhirat.
Menurut M. Quraish Shihab, adalah kecenderungan hati yang sulit terbendung terhadap
suatu yang bersifat material. Dalam ayat di atas, sebagaimana bisa terbaca lewat
terjemahannya, disebutkan “Dijadikan indah”. Kalimat ini adalah kalimat pasif (mabni
majhul), yang tidak disebutkan siapa subyeknya.
Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, dalam tafsir al-Munir, menyebutkan dua pendapat
tentang siapa subyek dalam ayat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa yang
menjadikan indah adalah Allah. Ini karena kecintaan terhadap dunia adalah fitrah
pemberian dariNya. Tujuan dari Allah adalah untuk menguji manusia. Sedang pendapat
kedua, yang menjadikan indah adalah syetan. Tujuan setan adalah untuk menyesatkan
manusia. Namun, lanjut al-Zuhaili, tujuan dari ayat ini bukan untuk melarang manusia
untuk mencintai syahwat-syahwat yang perinciannya akan disebutkan di bawah.
Mencintainya tetap diperbolehkan jika tidak berlebihan. Tanda seseorang telah
berlebihan dalam mencintainya adalah ia terlalu sibuk dengannya dan meninggalkan

15
Juz.8: 381 dan ar-Raziy, Tafsir ar-Raziy, Juz.X: 213
agama. Pada ayat di atas, disebutkan bahwa ada enam ragam atau bentuk kecintaan
manusia terhadap syahwat, yakni sebagai berikut:
1) Wanita
Wanita menempati urutan pertama karena kecintaan dunia adalah kenikmatan yang
tertinggi dan paling sempurna. Namun, menurut M. Quraish Shihab, ayat ini juga
menandakan bahwa yang dimaksud wanita adalah juga pria. Maksudnya adalah pria
mencintai wanita dan wanita mencintai pria.
2) Anak Laki-laki
Masih menurut M. Quraish Shihab, meski ayat ini secara jelas menegaskan bahwa
yang dijadikan indah bagi manusia adalah kecintaan terhadap syahwat yang berupa
anak laki-laki, namun bukan berarti anak perempuan tidak termasuk. Anak, apapun
jenis kelaminnya, adalah salah satu hal yang dimaksud ayat ini. (Pada poin sebelumnya,
memang tidak sebutkan secara terang kata pria (yang disebut hanya wanita), namun
disebutkannya anak laki-laki pada poin ini mewakili hal itu. Juga, tidak disebutakannya
anak perempuan pada ayat ini telah terwakili oleh kata “wanita” pada poin
sebelumnya).
3) Harta yang banyak dari jenis emas dan perak
Syaikh Nawawi Banten dalam Marah Labid menjelaskan bahwa kedua hal ini (emas
dan perak) dicintai karena mencangkup harga semua hal. Oleh karenanya, lanjut
Nawawi, pemilik keduanya adalah pemilik segala hal. Siapa yang memiliki keduanya
berarti memiliki semua hal. Menurut penulis, yang perlu digarisbawahi jika dipahami
dalam kontek sekarang, adalah bisa berarti lebih luas dan umum. Semua harta masuk
pada kategori ini. Tidak hanya emas dan perak.
4) Kuda pilihan
Kuda-kuda pilihan akan mendukung bisnis dan perniagaan pemiliknya. Juga,
mereka yang memiliki kuda-kuda pilihan akan bersaing dan membanggakan diri
“melawan” kawan-kawannya. Begitu penjelasan dalam tafsir al-Maraghi. Dari sini,
menurut penulis, jika dikaitkan pada konteks kekinian, agaknya kendaraan-kendaraan
mewah atau armada bisnis juga termasuk di dalamnya.
5) Binatang-binatang ternak
Yang dimaksud binatang-binatang ternak di sini adalah onta, sapi, dan domba yang
digunakan untuk menghasilkan harta yang bisa berkembang. Begitu penjelasan dari al-
Qasimi dalam Mahasin al-Takwil. Dari sini. penulis memahami bahwa apapun yang
berpotensi menghasilkan harta yang berkembang masuk dalam kategori ini.
6) Sawah ladang
Sawah ladang ditempatkan di akhir adalah karena untuk menghasilkan suatu tanah agar
bisa disebut sawah ladang tidak bisa instan. Harus melewati proses yang tidak sedikit
dan sebentar. Untuk menghasilkan sawah ladang yang siap ditanami harus dibajak
terlebih dahulu, ditanami benih, dan kemudian diairi. Begitu kurang lebih penjelasan
M. Quraish Shihab.
Terlepas dari itu semua, pada akhir ayat ini, Allah mengingatkan kita dengan
kalimat, “…dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” yang menurut al-
Baidlawi maksudnya adalah anjuran untuk mendapatkan kenikmatan yang hakiki dan
abadi dengan syahwat-syahwat yang fana sebagaimana dirinci di atas.
Ayat ini juga tidak ada sabab nuzulnya, maka dapat ditelusuri pemahaman
maknanya dari korelasinya dengan ayat sebelum dan sesudahnya; misalnya cinta dunia
adalah merupakan salah satu karakter orang-orang yang mengingkari anugerah Tuhan.
Sehingga mampu melupakan hubungan seseorang dengan Tuhannya. Dan harta
merupakan bagian dari hiasan dunia tersebut.
d) Q.S.An-Nisa: 5

‫اَ ْم َوالَ ُك ُم‬ ‫ال ُّسفَهَآ َء‬ ‫َواَل تُ ْؤتُوا‬


harta (mereka yang ada kepada orang yang belum dan janganlah kamu
dalam kekuasaan) kamu sempurna akalnya serahkan
‫لَ ُك ْم‬ ُ ‫َج َع َل هّٰللا‬ ‫الَّتِ ْي‬ 
bagi kamu dijadikan Allah Yang
‫َوا ْكس ُْوهُ ْم‬ ‫َّوارْ ُزقُ ْوهُ ْم فِ ْيهَا‬ ‫قِ ٰي ًما‬
dan pakaian (dari hasil berilah mereka belanja (sebagai) pokok
harta itu) kehidupan
‫َّم ْعر ُْوفًا‬ ‫قَ ْواًل‬ ‫لَهُ ْم‬ ‫َوقُ ْولُ ْوا‬
yang baik perkataan kepada mereka dan ucapkanlah
Para ulama mufassirin berbeda pendapat berkaitan konteks Surat An-Nisa’ ayat 5.
Apakah ditujukan untuk para wali yatim atau orang tua. Pendapat pertama, menyatakan
bahwa ayat ini ditujukan kepada wali yatim, sehingga secara substansial Allah
berfirman, “Wahai para wali yatim jangan kalian berikan harta mereka yang kalian
kelola dalam kondisi mereka masih safih atau bodoh belum mampu mengelola harta.”
Adapun pendapat kedua menyatakan bahwa Surat An-Nisa’ ayat 5 ini ditujukan kepada
orang tua, sehingga secara substansial Allah melarang orang tua untuk memberikan
harta anak-anaknya kepada mereka dalam kondisi mereka belum mampu mengelola
hartanya secara mandiri. Imam Fakhruddin Ar-Razi (544-606 H/1150-1210 M)
menyatakan, pendapat pertama adalah pendapat yang lebih unggul dengan dua
argumentasi. Satu, lahiriah ayat menunjukkan keharaman memberikan harta orang-
orang safih kepada mereka, sementara di sisi lain ulama telah sepakat bahwa orang tua
tidak haram memberi harta berapapun kepada anak-anaknya yang masih kecil.
Demikian pula ulama telah sepakat bahwa haram bagi wali yatim untuk
menyerahkan harta mereka dalam kondisi belum mampu mengelolanya secara mandiri.
Bila demikian, maka idealnya pemahaman ayat ini diarahkan pada pendapat pertama,
ْ ُ‫َوقُول‬
yang dimaksud ayat adalah para wali yatim. Dua, frasa penutup ayat ‫وا لَهُ ْم قَوْ اًل‬

q‫“ َّم ْعرُوفًا‬dan berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik” lebih tepat
dipahami sebagai perintah kepada para wali yatim. Sebab kalau orang tua sudah secara
alami mengasihi anaknya sendiri, maka tidak perlu diperintah untuk berkata baik
terhadap anaknya sendiri sebagaimana dalam ayat sehingga ayat ini lebih tepat
diarahkan kepada orang lain yang menjadi wali yatim yang tidak punya kasih sayang
alamiah sebagaimana orang tua kepada anaknya.16
Ayat ini juga tidak memiliki sabab nuzul, dengan mengkaji ayat sebelum dan
sesudanya, maka dapat dipahami, bahwa harta adalah modal kehidupan bagi kelayakan
pihak yang berhak dan membutuhkan perlindungan atas martabat dan harkat
penghidupan.

16
Fakhruddin Muhammad bin Umar At-Tamimi Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah:
1421 H/2000 M], juz IX, halaman 149-150).

Anda mungkin juga menyukai