Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam usaha pertanian tanah memiliki fungsi utama sebagai sumber penggunaan

unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh

dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk

kelangsungan hidup tanaman. Tanah juga merupakan faktor terpenting dalam

tumbuhnya tanaman dalam suatu sistem pertanaman, pertumbuhan suatu jenis

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah tersedianya unsur hara, baik

unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah sebagai medium pertumbuhan

tanaman berfungsi pula sebagai pemasok unsur hara, dan tanah secara alami memiliki

tingkat ketahanan yang sangat beragam sebagai medium tumbuh tanaman. Fenomena

dampak negatif intensifikasi pertanian terhadap ekosistem pertanian terjadi karena

intensitas pemakaian pupuk kimia yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Pupuk

anorganik lebih mudah didapatkan tetapi harganya relatif mahal. Penggunaan pupuk

anorganik selalu diikuti dengan masalah lingkungan, baik terhadap kesuburan

biologis maupun kondisi fisik tanah serta dampak pada konsumen. Sebagian besar

lahan penanaman jagung di Indonesia berupa lahan kering. Masalah utama

penanaman jagung di lahan kering adalah kebutuhan air sepenuhnya tergantung pada

curah hujan, bervariasinya kesuburan lahan dan adanya erosi yang mengakibatkan

penurunan kesuburan lahan (Adisarwanto, 2002).

1
Rendahnya ketersediaan unsur hara dalam tanah menyebabkan rendahnya tingkat

kesuburan tanah, hal ini akan menjadi faktor pembatas dari hasil tanaman.

Penambahan unsur hara untuk kesuburan tanah sangat diperlukan, karena zat-zat yang

terdapat dalam tanah senantiasa tidak tersedia dan tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan tanaman.

Menurut Soepardi (1986) untuk tumbuh dengan baik tanaman memerlukan unsur

hara esensial yaitu: unsur hara makro, unsur hara mikro serta unsur lainya yang dapat

meningkatkan populasi mikroorganisme. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman

sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor tanah, varietas,

pemupukan dan fakor iklim. Tanaman tidak akan tumbuh baik dan produksinya

rendah bila persyaratan tumbuhnya tidak dipenuhi. Untuk memperoleh produksi yang

tinggi, maka diperlukan pertumbuhan tanaman yang sehat dan subur, yaitu dengan

media tumbuh yang subur dan pemeliharaan yang terpadu. Dimana hal ini merupakan

salah satu faktor yang ikut menjamin keberhasilan pertumbuhan dan produksi

tanaman.

1.2 Tujuan Praktikum

1.2.1 Untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah

1.2.2 Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organic terhadap kesuburan

tanah

1.2.3 Untuk mengetahui pengaplikasian hasil penelitian pemberian pupuk

organic dan non organic tanaman bawang merah.

2
1.3 Manfaat Praktikum

1.3.1 Dari praktikum ini manfaat yang kami dapat adalah dapat mengetahui

ukuran dan jumlah dari masing-masing percobaan yang diamati.

1.3.2 Dari praktikum ini kita dapat mengetahui masing-masing dari semua

percobaan seperti tinggi, sedang, dan rendahnya kadar kandungan dari masing-

masing percobaan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesuburan Tanah dan Pemupukan

Kesuburan tanah adalah Suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur

hara dalam keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman, baik

fisik, kimia dan biologi tanah (Syarif Effendi, 1995).

Kesuburan tanah adalah kondisi suatu tanah yg mampu menyediakan unsur

hara essensial untuk tanaman tanpa efek racun dari hara yang ada (Foth and Ellis ;

1997). Menurut Brady, kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan

unsur hara essensial dalam jumlah dan proporsi yang seimbang untuk pertumbuhan.

Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam

(kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH 6-

6,5, mempunyai aktivitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan unsur

haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup dan tidak terdapat pembatas-

pembatas tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutejo.M.M, 2002)

Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor

pembentuk tanah yang merajai di lokasi tersebut, yaitu: bahan induk, iklim, relief,

organisme, atau waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam pembahasan ilmu

kesuburan tanah, sedangkan kinerja tanaman merupakan indikator utama mutu

kesuburan tanah.

4
Kesuburan tanah merupakan mutu tanah untuk bercocok tanam, yang

ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh tanah

yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Ada akar yang berfungsi menyerap air

dan larutan hara, dan ada yang berfungsi sebagai penjangkar tanaman. Kesuburan

habitat akar dapat bersifat hakiki dari bagian tubuh tanah yang bersangkutan, dan/atau

diimbas (induced) oleh keadaan bagian lain tubuh tanah dan/atau diciptakan oleh

pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka lahan, iklim dan musim. Karena

bukan sifat melainkan mutu maka kesuburan tanah tidak dapat diukur atau diamati,

akan tetapi hanya dapat ditaksir (assessed).

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menghasilkan bahan tanaman

yang dipanen. Maka disebut pula daya menghasilkan bahan panen atau produktivitas.

Ungkapan akhir kesuburan tanah ialah hasil panen, yang diukur dengan bobot bahan

kering yang dipungut per satuan luas (biasanya hektar) dan per satuan waktu. Dengan

menggunakan tahun sebagai satuan waktu untuk perhitungan hasilpanen, dapat

dicakup akibat variasi keadaan habitat akar tanaman karena musim (Schroeder, 1984).

Kesuburan tanah mencakup 3 aspek yaitu:

1. Kuantitas mencakup jumlah atau konsentrasi dan macam unsur hara yang

dibutuhkan tanaman.

2. Kualitas merupakan perbandingan konsentrasi antara unsur hara satu dengan

yang lainnya.

5
3. Waktu yaitu ketersediaan unsur – unsur hara tersebut ada secara terus menerus

sesuai dengan kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya yaitu dari

perkecambahan hingga panen.

2.2 Kondisi Lingkungan

Untuk kondisi lingkungan itu sendiri perlu di perhatikan sifat tanah pada suatu hamparan

lahan, maka perlu diambil contoh tanah terganggu berupa “contoh tanah komposit” dengan tujuan

agar contoh tanah tersebut dapat dinyatakan representatif (mewakili) dari tanah pada lahan tersebut.

Contoh tanah komposit adalah contoh tanah terganggu yang diambil dari beberapa titik (5 titik) dan

dicampur (diaduk), kemudian diambil sebanyak ± 2 kg per satuan lahan atau per titik pengamatan.

Tetapkan konsistensi tanah dalam kondisi kering, lembab, dan basah pada masing-masing horison.

Konsistensi tanah yang kering dan dipatahkan dengan jari , konsistensi dalam kondisi lembab

diamati dengan cara menggenggam segumpal tanah yang lembab dan beri tekanan antara jari-jari

dan telapak tangan , jika tanah dala kondisi kering beri air secukupnya sehingga kondisi tanah dalam

keadaan lembab . konsistensi tanah dalam kondisi basah diamati dalam dua sifat yaitu lekat dan

plastisis. Sifat lekat ditetapkan dengan memijat contoh tanah yang basah diantara ibu jari

telunjuk direntangkan. Sifat plasti sditetapkan dengan cara mrngambil dan memilih contoh tanah

yang basah antar jari telunjuk dan ibu jari untuk mrmbrntuk pita.

2.3 Faktor Kesuburan Tanah

2.3.1 Faktor Primer (KTK, C-Organik, P-Total dan K-Total)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai

suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation. Kapasitas

6
tukar kation merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari

permukaan koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah atau

humus (Hakim et al.,1986).

Faktor yang mempengaruhi KTK adalah tekstur tanah, makin halus tekstur

tanah makin tinggi KTK nya, selain itu humus dan bahan organik juga mempengaruhi

KTK sehingga terbentuk agregat tanah yang mengurangi terjadinya erosi bahan

organik yang lambat laun terdekomposisi akan menghasilkan humus yang berguna

bagi tanaman dan juga tanah. Tanah akan memiliki pH yang stabil dan baik untuk

pertanaman.Jika kandungan humus dan bahan organik di dalam tanah sedikit, hal ini

akan menyebabkan penurunan KTK karena hilangnya unsur hara akibat pencucian

maupun erosi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian Barek (2013), bahwa nilai

KTK pada tipe penggunaan lahan hutan primer pada kedalaman ≤ 10 cm, lebih tinggi

dibanding dengan kedalaman 10-20 cm. Kemudian hal ini disebabkan gugus

fungsional yang telah mengalami ionisasi dimana akan menghasilkan sejumlah

muatan negatif pada permukaan koloid tanah dan juga adanya dekomposisi bahan

organik yang dapat menghasilkan humus yang kemudian KTK meningkat. Tingginya

nilai KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena tingginya kandungan bahan

organik tanah sebagian akibat dari kegiatan fisik di badan tanah. Perubahan nilai

kapasitas tukar kation yang masih dalam kategori sangat tinggi diduga karena kondisi

pH tanah yang masih tergolong sangat asam. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Winarso (2005), yang mengatakan bahwa perubahan nilai KTK seiring dengan

7
perubahan nilai pH.

Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai

KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau

tanah-tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam serta tergantung pada sifat dan

ciri tanah tersebut. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur

atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, dan pengapuran atau pemupukan

(Hardjowigeno 2007).

C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara lain

terdiri dari sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi. Peran C

organik bagi tanah adalah untuk menyangga dan menyediakan hara tanaman,

meningkatkan efisiensi pemupukan dan menetralkan sifat racun Al dan Fe. Bahan

organik juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan menyediakan mikro hara dan

faktor-faktor pertumbuhan lainya yang biasaya tidak disediakan oleh pupuk kimia

(anorganik).Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-

Organik.Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik

dan biotik dalam ekosistem tanah.Kandungan bahan organik tanah telah terbukti

berperan sebagai kunci utama dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik,

kimia maupun biologi. Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti

menurunkan berat volume tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan

tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meingkatkan

kemampuan tanah memegang air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi

energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah

8
(Rahayu, 2008).

Prijono (2013) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-

Organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen agar kandungan

bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi

mineralisasi. Maka sewaktu pengolahan tanah, penambahan bahan organik mutlak

harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat

berkaitan dengan KTK (kapasitas tukar kation) serta dapat meningkatkan KTK tanah.

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh

tanaman karena berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai

komponen protein dan asam nukleat.Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari

bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah dan unsur P

berperan dalam pembentukkan biji dan buah, selain itu mendorong pertumbuhan akar

muda serta berperan untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman. P-

organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang terdapat di dalam tanah. Agar

unsur P di dalam tanah bisa tersedia biasanya pada tanah masam dilakukan

penambahan kapur sehingga pH tanah menjadi meningkat dan P dapat dilepas dari

agen pengikatnya seperti Fe dan Al. Bentuk yang tersedia bagi tanaman adalah berupa

ion fosfat (Hardjowigeno, 2007).

Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang tinggi ditunjukkan oleh perkembangan

akar, perkembangan dan pembuahan yang lebih cepat.P tanah dibedakan menjadi tak

tersedia (non available), potensial tersedia (potentiallyavailable).P segera tersedia

adalah bentuk P anorganik di larutan tanah dalam bentuk orthofosfat.Bentuk P yang

9
potensial tersedia meliputi bentuk P organik dan beberapa bentuk P anorganik yang

relatif tidak tersedia seperti bentuk P terendapkan (P-Al, P-Fe, P-Mn atau P-Ca).

Bentuk P ini cenderung terakumulasi dalam keadaan sangat stabil, namun dalam

keadaan tertentu dapat berubah menjadi tersedia, misalnya oleh pengapuran tanah

masam yang mampu meninkatka P tersedia, atau pengenangan tanah sawa yang

mengubah bentuk P-Fe menjadi tersedia (Hesse, 1991).Defisiensi unsur hara P akan

menimbulkan hambatan pada pertumbuhan sistem perakaran, daun dan batang.

Dalam tanah fungsi P terhadap tanaman sebagai zat pembangunan dan terikat dalam

senyawasenyawa organisme (Sutedjo, 2002).

Ketersediaan dan bentuk-bentuk P didalam tanah sangat erat hubungannya

dengan keasaman (pH) tanah. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan

tanaman. Kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatife

adalah 0,3%-0,5% dari berat kering tanaman. Menurut Hanafiah (2005). Jika

dibandingkan dengan N, unsur P lebih cepat menjadi tersedia akibat terikat oleh

kation tanah serta terfiksasi pada permukaan positif koloidal tanah. Ketersediaan

unsur P optimum terdapat pada kisaran pH 6,00–7,00.

Adrinal(2012) mengemukakan bahwa semakin baik kondisi hara tanahtanah

maka P-tersedia pH tanahnya meningkat. Tingginya P-tersedia pada hutan primer

kemungkinan disebabkan oleh pengaruh pH tanah yang netral yaitu ph 6,59, karena

ketersediaan unsur P ditentukan oleh pH tanah itu sendiri. Pada tanah yang bereaksi

masam (pH rendah), P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe, dan Mn, yang

mengubah P menjadi tidak larut dan juga tidak tersedia bagi tumbuhan tanaman.

10
Faktor lain yang dapat menghambat ketersediaan P adalah kegiatan organisme

yang kurang maksimal, pH tanah yang relatif asam dan alkalis, serta jumlah dan

dekomposisi bahan organik yang sedikit. Al dan Fe oksida dapat mengikat P sehingga

ketersedian P rendah, begitu juga dengan KTK dan bahan organik, dan hal ini yang

menyebabkan tanah menjadi miskin hara (Herviyanti, 2012).

Penurunan nilai P-tersedia juga terjadi akibat pencucian hara, terangkutnya hara

oleh tanaman, subsiden atau pemadatan dan rendahnya nilai pH. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Anwar et al.(2001) dalam Oksana (2012) yang menerangkan

bahwa perubahan tingkat kesuburan tanah pada lahan yang dikonversi menjadi

perkebunan kelapa sawit disebabkan oleh terangkutnya unsur hara oleh tanaman saat

produksi (panen). karena diikat oleh hidroksida Fe dan Al.

Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap

oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu

menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau

unsur lainnya (Utami, 2009).Sumber utama K dalam tanah adalah mineral feldspar

(orthoklas, sanidin), sehingga terdapatnya kandungan mineral tersebut dalam tanah

mengindikasikan adanya sumber K (Prasetyo, 2007).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) kadar unsur K dalam larutan

tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari hasil pelarutan mineral-

mineral K. Tertukarnya K dari permukaan koloid-koloid tanah dan K hasil

mineralisasi bahan organik/pupuk dengan kehilangan akibat adanya serapan tanaman

(immobilisasi), K-terfiksasi akibat terjerap oleh ruang dalam koloid-koloid dan

11
pelindian.

Yamani (2012) Mengatakan bahwa pada analisis Kalium yang dilakukan

diareal perkebunan sawit lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer dan lahan

restorasi, hal ini disebabkan oleh alih guna lahan menyebabkan nilai K menurun

secara drastis, sesaat setelah lahan hutan ditebang. Sedangkan unsur hara K tinggi,

karena memang unsur hara ini pada kerak bumi atau pada permukaan tanah kadarnya

cukup tinggi, dan semakin dalam dari permukaan tanah, kadar hara K makin rendah.

2.3.2 Faktor Sekunder (pH Tanah dan N-Total)

Tanah secara alami dapat menjadi asam oleh curah hujan. Hampir semua

hujan yang turun ke bumi bersifat asam. Air hujan murni sebenarnya adalah air

destilasi, namun begitu turun melalui atmosfir dapat menjadi asam berupa 5,6 karena

bereaksi dengan CO di dalam tanah (Tan, 1998). 2 atmosfirakan menghasilkan ion

H+ , akibatnya pH menjadi 5,6. Reaksinya : H2O + CO2 > H2CO3 > H+ + HCO3

<-> 2H+ + CO3. Tanaman dan mikroorganisme juga menghasilkan CO2 melalui

proses respirasi. Selama periode pertumbuhan aktif akar tanaman dan organism tanah

menghasilkan CO2 Kemasaman di dalam tanah disebabkan ion H dan ion Al yang

terdapat di dalam tanah. Keberadaan H tanah dan terlarut sehingga pH tanah menjadi

lebih masam (Mukhlis, et al, 2011).

Kemasaman di dalam tanah disebabkan ion H dan ion Al yang terdapat di

dalam tanah. Keberadaan H tanah dan terlarut sehingga pH tanah menjadi lebih

masam (Mukhlis, et al, 2011). + di dalam tanah bersumber dari bahan organik tanah

12
(humus), bahan mineral liat dan mineral oksida, sedangkan Al bersumber dari polimer

Al dan Fe. Polimer Al merupakan penyebab utama kemasaman tanah pada daerah

tropis beriklim basah melalui reaksi hidrolisis. Bahan organik tanah (humus),

mengandung gugus hidroksil dan karboksil reaktif sebagai asam lemah yang

membebaskan H+. Kandungan bahan organik tanah yang beragam dipengaruhi oleh

factor lingkungan, vegetasi dan tanah. Sehingga sumbangannya terhadap kemasaman

tanah juga beragam (Damanik et al, 2011).

Banyak jenis bahan organik yang dapat mengasamkan tanah, tergantung

kepada tanaman dari bahan organik tersebut berasal. Beberapa tanaman mengandung

sejumlah asam organik. Begitu residunya terdekomposisi, asam organik secara alami

mempengaruhi kemasaman tanah. Beberapa tanaman mengasamkan secara

sederhana, karena rendahnya konsentrasi basa yang dikandungnya. Jika tanaman

tidak mengandung cukup basa untuk mencukupi keperluan mikrobia, dekomposisi

jaringan tanaman tidak hanya mengeluarkan karbondioksida tetapi juga akan

mengambil hara basa, seperti kalsium dan magnesium (Mukhlis et al, 2011).

Kemasaman tanah sangat mempengaruhi ketersediaan N anorganik, dimana

pada pH rendah aktifitas mikroorganisme untuk mendekomposisi N organik menjadi

terhambat. N anorganik pada tanah mineral masam hasil dekomposisi lebih banyak

terakumulasi dalam bentuk NH4 + , karena proses nitrifikasi membentuk NO3 -

terhambat pada pH < 5,39 dan akan optimum ketersediaan N dalam bentuk NO3 -

Tanah-tanah di daerah beriklim basah bisaanya mengandung sedikit mineral Ca dan

Mg yang mudah lapuk. Curah hujan yang tinggi menyebabkan Ca dan Mg hilang

13
(leaching) dari tanah. Tanaman yang menyerap kation dapat menurunkan atau

meningkatkan kemasaman tanah yang dihasilkan melalui pada pH > 6,0 (Barchia,

2009).

Tanah-tanah di daerah beriklim basah bisaanya mengandung sedikit mineral Ca

dan Mg yang mudah lapuk. Curah hujan yang tinggi menyebabkan Ca dan Mg hilang

(leaching) dari tanah. Tanaman yang menyerap kation dapat menurunkan atau

meningkatkan kemasaman tanah yang dihasilkan melalui nitrifikasi NH 4+ dari

pupuk, limbah tanaman dan hewan atau bahan organik (Damanik et al, 2011).

Pada pH rendah P akan banyak terfiksasi oleh kation-kation Al, Fe, dan Mn.

Ketersediaan kation-kation basa yang sangat rendah pada kemasaman yang tinggi dan

tingginya kelarutan kation-kation asam menyebabkan P lebih banyak terfiksasi oleh

kation-kation asam tersebut, serta aktifitas kation basa pada larutan tanah dan daerah

perakaran tanaman akan berkompetisi dengan kation-kation asam dalam

memanfaatkan tapak pertukaran (Barchia, 2009).

Menurut Mawardiana (2013), Nitrogen merupakan salah satu unsur hara

esensial yang bersifat sangat mobil, baik di dalam tanah maupun di dalam tanaman.

Selain itu nitrogen bersifat sangat mudah larut dan mudah hilang ke atmosfir maupun

air pengairan. Kekurangan unsur nitrogen pada tanaman mengakibatkan pertumbuhan

tanaman tidak optimal dan menurunkan produktifitasnya. Siklus N di hutan alam

yang tidak terganggu merupakan siklus tertutup. Siklus ini merupakan siklus internal

antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme. Bahrami et al.(2010), menerangkan

bahwa degradasi bahan organik yang terjadi pada perkebunan sangat berpengaruh

14
terhadap ketersediaan N-total dalam tanah. Hasil perombakan bahan organik menjadi

nitrat sangat mudah tercuci dan menguap sehingga sedikit ditemukan dalam tanah.

Tingginya N-total disebabkan oleh adanya bahan organik yang memberikan

sumbangan kedalam tanah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi pelepasan

hara dari proses dekomposisi bahan organik ke dalam tanah sebagai stimulan

bertambahnya N dalam tanah. Selain itu penurunan jumlah nitrogen juga dipengaruhi

oleh penurunan jumlah bahan organik dan mikroorganime tanah di lokasi tersebut.

Karena di dalam susunan jaringan bahan organik terkandung unsur nitrogen organik

yang di dekomposisi oleh mikroorganisme tanah menjadi nitrogen tersedia bagi

tanaman (Izzudin, 2012).

15
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan mulai tanggal, adapun tempat dilaksakannya praktikum

adalah Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako

3.2 Alat dan Bahan

Alat:
-Sekop kecil -Alat destilasi dan alat Destruksi
-Kantong Plastik -Tabung digestion
-Label -Beaker glass 50 atau 100 ml
-Alat Tulis -Ayakan 2 mm
-Neraca analitik -Sendok
-Botol kocok 100 ml -Roll film
-Mesin pengocok -Tabung reaksi
-Labu semprot -Kertas saring
-Pipet ukur -Vorteks
-Gelas kimia -Spektrofotometer
-Buret 25 ml -Flamefotometer
-Pengaduk magnit -Alat penyulingan amoniak
-Labu ukur 1000, 500, 100 ml -Corong dan wadah penampung
-Erlemeyer 250-500 ml

Bahan:
-H2O -Asam klorida (HCl)
-KCl 1 M -Asam borak (H3BO3)
-Kalium dikromat (K2Cr2O7) -Natrium hindroksida (NaOH)
-Asam sulfat pekat (H2SO4) -Campuran selenium
-Asam fospat (H3PO4) -Standar P
-Natrium Florida( NaF) -Pereaksi P
-Ferro ammonium sulfat -Standar K
-Amonium asetat (NH4OAc) pH
(FeSO4(NH4)SO4.6H2O) atau
7,0
Ferro sulfat (FeSO4).7 H2O) -Etanol atau alkhohol
-Aquades

16
3.3 Cara Kerja

3.3.1 Penetapan reaksi pH Tanah


1. Timbang 5-10 gr contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing
dimasukkan kedalam botol kocok A dan B, ditambah air bebas ion (pH
H2O) kedalam botol A dan 50 ml KCl (pH KCl) kealam botol B (Volume
air dan KCl bisa berubah sesuai rasio pengukuran yang digunakan)
2. Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit kemudia didiamkan
sampai contoh tanah mengendap
3. Kalibrasi pH meter yang akan digunakan dengan larutan buffer pH 4,0 dan
pH 7,0 . kemudian ukur pH larutan contoh tanah (nilai pH dilaporkan
dalam 1 desimal.

3.3.2 Penetapan C- Organik Tanah


1. Menimbang 0,5 gr contoh tanah yang lolos ayakan 0,5 mm ( 0,05 -0,1 gr
untuk tanah gambut) dan dimasukan kedalam erlemeyer 250 ml.
2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1N sambil digoyang-goyang, kemudian
tambahkan 10 ml H2SO4 dan goyang secara perlahan-lahan. Setelah
tercampur sempurna larutan didiamkan selama 20-30 menit
3. Tambahkan 100 ml aquades, 5 ml NaF, 5 ml H3PO4 dan 15 tetes indicator
difenilamin
4. Titrasi larutan dengan ferro ammonium sulfat 0,5 N atau ferro sulfat 1 N.
pada tahap awal ion krom berwarna hijau redup, biru kotor, dan titik akhir
penitaran adalah hijau terang.
5. Lakukan cara yang sama dan waktu yang sama untuk blanko

3.3.3 Penetapan N- total tanah


1. Timbang teliti 1,000 g sampel tanah kedalam tabung digestion tambahkan
10 ml H2SO4 pekat dan campur selen/katalis ± 2 g atau seujung sendok

17
the, kerjakan penetapan blanko.
2. Panaskan selama 1 ⅟2 jam, kemudian destilasi dengan menambahkan 35 ml
NaOH 40 %, tamping destilat dalam asam borat sebanyak 25 ml
3. Destilasi akhir apabila volume destilat dalam penampung sudah mencapai
50-75 ml. destilat di titrasi dengan larutan asam baku, yaitu H2SO4 0,050
N atau HCl 1 N hingga titik akhir yaitu perubahan warna dari hijau menjadi
merah muda.

3.3.4 Penetapan Kapasitas Kation (KTK)


1. Menimbang 1 gr contoh tanah kering udara yang lolos ayakan 0,5 mm dan
dimasukkan kedalam wadah/gelas kimia. Tambahkan 25 ml larutan
NH4OAc 1 N pH 7,0 dan aduk dengan batang pengaduk dan diamkan
selama satu malam.
2. Saring dengan kertas saring pada corong dan tamping filtratnya dengan
wadah lain. Pindahkan semua tanah pada botol kertas saring dengan cara
membilas sisa tanah tersebut dengan larutan NH4OAc dengan
menggunakan botol semprot atau pipet ukur.
3. Cuci tanah pada kertas saring dengan 20-30 ml larutan NH4OAc dan
biarkan sampai mendrainase semua, ulangi pencucian selama beberapa kali
4. Cuci tanah pada kertas saring dengan 25-30 mll etanol/alkhohol untuk
setiap kali pencucian, biarkan mendrainase sempurna sebelum mengulangi
pencucian sebanyak 2-3 kali
5. Pindahkan tanah dan kertas saring kedalam labu Kjedahl 800 ml lalu
tambahkan 200 ml aquades, pipet 25 ml H3BO3 kedalam erlemeyer 250
ml.
6. Pasang labu Kjedahl yang berisi contoh tanah dan erlemeyer berisi H3BO3
pada alat destilasi dan mulai destilasi sampai destilat yang ditampung
erlemeyer mencapai 100-150 ml.
7. Lepaskan erlemeyer dan titrasinya dengan larutan HCl 0,1 N hingga warna

18
hijau berubah menjadi merah muda. Gunakan blanko denga mendestilasi
aquades dengan pereaksi sama dengan contoh tanah.

3.3.5 Penetapan K-Total dan P- Total


Timbang teliti 2 gr sampel tanah yang telah dihaluskan dan masukkan
kedalam botol kocok (rol film), tambahkan 10 ml larutan HCl 25 % dengan
menggunakan pipet ukur 10 ml. kocok selama 30 menit (diamkan selama 1 x 24
jam) kemudia saring dengan menggunakan kertas saring dan tamping
larutan/filtratnya.
a. Pengukuran P
Pipet 0,5 ml larutan/filtrate kedalam tabung reaksi kemudian tambahkan 2
ml aquades( pengenceran 5x) dan kocok dengan vortex jangan sampai
homogeny. Selanjutnya pipet larutan tersebut dan deret standar P sebanyak
1 ml masing masing kedalam tabung reaksi. Tambahkan masing-masing 5
ml pereaksi campuran, kocok dengan vortex hingga homogeny kemudian
ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm dengan
deret standar P sebagai pembanding
b. Pengukuran K
Pipet 0,5 ml larutan/filtrate dan tambahkan 9,5 ml aquades (pengenceran
sebanyak 20x), kocok dengan vortex hingga homogen kemudian ukur
dengan flamefotometer dengan deret standar K sebagai pembanding

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 pH Tanah

Berdasarkan praktium yang dilakukan dapat diketahui bahwa pengukuran pH

Tanah menunjukan hasil sebagai berikut :

Tabel 1 : pH Tanah

Rendah Sedang Tinggi

H2O 7,65 7,84 7,80


KCL 7,05 7,17 7,21
Konsentrasi Agak Agak Agak Alkalis
pH H2O alkalis Alkalis

Gambar 1 : Proses pengukuran kadar pH Tanah

pH Tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti

nitrogen (N), kalium (K), fosfor (P), dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah

20
tertentu untuk tumbuh. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H + dalam larutan

tanah, yang dinyatakan sebagai –log [H +]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan

potensial larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH.

4.2 C- Organik tanah

Tabel 2 : hasil penetapan C-Organik tanah

No Sampel Berat Titrasi Titrasi % C- %


sampel blanko sampel Organik Bahan
Organik
1 Tinggi 0,5877 8,16 6,34 1,20 2,06
2 Sedang 0,5023 8,16 6,14 1,56 2,86
3 Rendah 0,5070 8,16 6,58 1,21 2,08

Gambar 2 : Perbandingan Intensitas warna setelah penambahan larutan kalium


dikromat dan asam sulfat

Bahan organik berpengaruh terhadap sifat tanah dengan daya penahan air yang

mempengaruhi struktur tanah dan mendorong aktifitas mikrobiologi tanah yang akan

mempengaruhi struktur tanah. Jumlah bahan organik dapat dihitung dari kadar karbon

organic. Salah satu metode yang sering digunakan untuk menentukan kadar bahan

organic tanah adalah Metode Walkley dan Black dengan prinsip bahwa karbon (C)

21
dioksidasi pada suhu 120oC, dengan menambahkan larutan Kalium dikromat dan

asam sulfat pekat pada contoh tanah, karbon sebagai senyawa organic akan

mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga menjadi Cr2+ yang berwarna hijau dalam

suasana asam. Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon.

4.3 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Tabel 3 : Hasil pengamatan Kapasits Tukar Kation (KTK)

No Sampel Berat Titrasi Titrasi KTK


sampel blanko sampel
1 Tinggi 1,0617 gr 0,54 1,94 13,19
2 Sedang 1,3489 gr 0,54 3,02 18,58
3 Rendah 1,0844 gr 0,54 2,52 18,26

Gambar 3 :Proses pendestilasian larutan tanah

Koloid tanah bermuatan negative, sehingga dapat menjerap kation-kation.

Kation-kation dapat ditukar ( Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+) dalam kompleks jerapan tanah

22
ditukar dengan kation NH4+ dari pengekstrak dan dapat diukur. Untuk penetapan KTK

tanah, kelebihan kation penukar dicuci dengan etanol 96%. NH 4+ yang terjerap

diganti dengan kation Na+ dari larutan NaCl atau kation H + dari larutan HCl,

sehingga dapat diukur sebagai KTK. Pada hasil sampel tinggi diperoleh nilai KTK

sebesar 13,19 sedangkan pada sampel rendah nilai KTK sebesar 18,26

4.4 N- Total

Tabel 4 : Hasil Pengamatan N- Total

No Sampel Berat Titrasi Titrasi N% Keterangan


sampel blanko sampel

1 Tinggi 1,0218 1,3 3,8 0,73 Sedang

2 Sedang 1,0415 1,3 1,32 0,002 Sangat


Rendah

3 Rendah 1,0250 1,3 1,42 0,016 Sangat


Rendah

Gambar 4 : Hasil destilasi dengan larutan asam baku H2SO4 dan HCl

Nitrogen dalam sampel tanah dihidrolisis dengan asam sulfat. NH4 yang terbentuk

23
didsetilasi dengan penambahan alkali yang telah dibubuhi indicator Conway,

kemudian dititrasi dengan larutan baku asam sulfat (H 2SO4) atau asam klorida (HCl).

Pada hasil pengamatan diperoleh nilai N pada sampel tinggi sebesar 0,73 %

sedangkan pada sampel rendah nilai N sebesar 0,016 %.

4.5 P-Total dan K-Total

Tabel 5 : Penetapan P2O5 dan K2O ekstrak HCL 25 %

No Kesuburan Berat sampel P K


tanah
1 Tinggi 0,5436 gr 174,002 gr 17,733 gr
2 Sedang 0,5256 gr 124,405 gr 18,340 gr
3 Rendah 0,5064 gr 137,342 gr 19,036 gr

Gambar 5 : Sampel tanah dengan tingkat kesuburan tinggi, sedang, rendah

Fosfor dalam bentuk cadangan ditetapkan dengan menggunakan pengekstrak

HCl 25%. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk –bentuk senyawa fosfat dalam

kalium mendekati kadar P dan K –total. Ion fosfat dalam mengekstrak akan berekasi

dengan ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat.

Selanjutnya akan berekasi dengan asam askorbat menghasilkan larutan biru

24
molibdat.Pada hasil pengamatan sampel tanah dengan tingkat kesuburan tanah tinggi

diperoleh nilai P sebesar 174,002 gr dan nilai K sebesar 17,733 gr

BAB V
PENUTUP

25
5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

26

Anda mungkin juga menyukai