Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian

Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari bahasa


Yunani kuno: σπέρμα yang berarti benih, dan ζῷον yang berarti makhluk
hidup) adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan
membuahi ovumuntuk membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan
kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio.

Sel sperma manusia adalah sel sistem reproduksi utama dari laki-


laki. Sel sperma memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Sel sperma
manusia terdiri atas kepala yang berukuran 5 µm x 3 µm dan ekor sepanjang
50 µm. Sel sperma pertama kali diteliti oleh seorang murid dari Antonie van
Leeuwenhoek tahun 1677.

Sperma berbentuk seperti kecebong, dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu:


kepala, leher dan ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti
(nucleus). Bagian leher menghubungkan kepala dengan bagian tengah.
Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali
bagian kepala.

Urutan pertumbuhan sperma (spermatogenesis) adalah sebagai berikut:


spermatogonium (membelah 2), spermatosit pertama (membelah 2),
spermatosit kedua (membelah 2), spermatid dan tumbuh menjadi spermatozoa
(sperma).

Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung


sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kuantitasnya makin menurun dengan
bertambahnya usia.

Menurut hasil penelitian yang diterbitkan American Journal of Obstetrics


& Gynecology, pada Maret 2013, manusia menghasilkan sperma yang paling
sehat itu umumnya pada musim dingin dan awal musim semi. Itu sebabnya,
sembilan bulan kemudian atau pas musim gugur, banyak bayi dilahirkan.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 1


B. Sejarah

Sperma yang pertama kali terlihat pada tahun 1677 oleh Antonie van
Leeuwenhoek menggunakan mikroskop, ia menggambarkan mereka sebagai
animalcules (hewan kecil), mungkin karena keyakinannya pada
preformationism, yang berpikir bahwa setiap sperma yang terkandung
sepenuhnya terbentuk tapi kecil manusia.

C. Anatomi

Sel sperma mamalia terdiri dari kepala, midpiece dan ekor. Kepala berisi
inti dengan serat kromatin padat melingkar, dikelilingi anterior oleh akrosom,
yang mengandung enzim yang digunakan untuk menembus sel telur
perempuan. Midpiece memiliki inti berfilamen pusat dengan banyak
mitokondria berputar di sekitarnya, yang digunakan untuk produksi ATP
untuk perjalanan melalui leher rahim perempuan, rahim dan saluran rahim.
Ekor atau "flagel" mengeksekusi gerakan memukul yang mendorong
spermatosit tersebut.

Selama pembuahan, sperma menyediakan tiga bagian penting untuk oosit:


sebuah sinyal atau mengaktifkan faktor, yang menyebabkan oosit metabolik
aktif untuk mengaktifkan; genom paternal haploid; Sentrosom, yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan sistem mikrotubulus.

D. Asal

Spermatozoa hewan yang dihasilkan melalui spermatogenesis dalam


gonad jantan (testis) melalui pembelahan meiosis. Proses spermatozoon awal
memakan waktu sekitar 70 hari untuk menyelesaikan. Tahap spermatid adalah
di mana sperma mengembangkan ekor akrab. Tahap berikutnya di mana ia
menjadi sepenuhnya matang membutuhkan waktu sekitar 60 hari ketika yang
disebut spermatozoan a. Sel-sel sperma dilakukan dari tubuh laki-laki dalam
cairan yang dikenal sebagai air mani. Sel sperma manusia dapat bertahan
dalam saluran reproduksi wanita selama lebih dari 5 hari pasca coitus. Semen
diproduksi di vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar uretra.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 2


E. Sel Sperma Motil

Sel sperma motil biasanya bergerak melalui flagela dan memerlukan


media air untuk berenang menuju sel telur untuk pembuahan. Pada hewan
sebagian besar energi untuk motilitas sperma berasal dari metabolisme
fruktosa dilakukan dalam cairan mani. Hal ini terjadi di dalam mitokondria
yang terletak di midpiece sperma (di dasar kepala sperma). Sel-sel ini tidak
bisa berenang mundur karena sifat propulsi mereka. Sel-sel sperma
uniflagellated (dengan satu flagela) hewan yang disebut sebagai spermatozoa,
dan diketahui bervariasi dalam ukuran.

Sperma motil juga diproduksi oleh banyak protista dan gametophytes dari
bryophytes, pakis dan beberapa gymnosperma seperti sikas dan ginkgo. Sel-
sel sperma adalah satu-satunya sel flagellated dalam siklus hidup tanaman ini.
Dalam banyak pakis dan lycophyte, mereka adalah multi-flagellated
(membawa lebih dari satu flagel).

Dalam nematoda, sel-sel sperma amoeboid dan merangkak, daripada


berenang, menuju sel telur.

F. Sel Sperma Non-Motil

Sel sperma non- motil disebut spermatia kekurangan flagela dan karena itu
tidak dapat berenang . Spermatia diproduksi di spermatangium a .

Karena spermatia tidak bisa berenang , mereka bergantung pada


lingkungan mereka untuk membawa mereka ke sel telur . Beberapa ganggang
merah, seperti Polysiphonia, menghasilkan spermatia non - motil yang
tersebar oleh arus air setelah pembebasan mereka. Spermatia jamur karat
ditutupi dengan zat lengket . Mereka diproduksi dalam struktur berbentuk labu
mengandung nektar, yang menarik lalat yang mentransfer spermatia ke hifa
terdekat untuk fertilisasi in mekanisme mirip dengan penyerbukan serangga
pada tanaman berbunga.

Spermatia jamur ( juga disebut pycniospores , terutama di Uredinales )


mungkin bingung dengan konidia . Konidia adalah spora yang berkecambah

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 3


secara independen pemupukan , sedangkan spermatia adalah gamet yang
dibutuhkan untuk pembuahan . Pada beberapa jamur , seperti Neurospora
crassa , spermatia yang identik dengan microconidia karena mereka dapat
melakukan kedua fungsi pemupukan serta menimbulkan organisme baru tanpa
pembuahan.

G. Kualitas Sperma

Kuantitas dan kualitas sperma adalah parameter utama dalam kualitas air
mani, yang merupakan ukuran dari kemampuan sperma untuk mencapai
fertilisasi. Dengan demikian, pada manusia, itu adalah ukuran kesuburan pada
seorang pria. Mutu genetik sperma, serta volume dan motilitas, semua
biasanya menurun dengan bertambahnya usia.

H. Andrologi
Menurut kamus kedokteran artinya ilmu tentang pria dengan objek sistem
reproduksi pria. Jadi Andrologi adalah disiplin ilmu kedokteran yang
bergerak dalam bidang sistem reproduksi pria, dimulai dari kandungan
sampai dewasa, berbagai kelainan bawaan/ kelainan dapatan, terapi
infertilitas dan gangguan fungsi seks serta pengaturan fertilitas pada pria.
Setiap pemeriksaan andrologi seyogyanya dilengkapi dengan pemeriksaan
sperma, sebab hasil-hasilnya mempunyai arti penting dalam diagnosa
andrologi. Karena pemeriksaan sperma bertujuan untuk meneliti segala unsur-
unsur sperma.

I. Komposisi Sperma
Sperma adalah zat setengah cair atau setengah kental yang terdiri dari dua
bagian yaitu plasma sperma (plasma semen) dan spermatozoa. Plasma sperma
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar prostat, vesika seminalis, epididimis, cowper
dan littre. Sedangkan spermatozoa dihasilkan oleh aktifitas tubuli seminiferi.

J. Spermatozoa Abnormal
Terdapat pada orang yang fertil maupun pada orang yang infertil. Terjadi
karena gangguan pada waktu spermatogenesis dan spermiogenesis. Sebab-
sebab : faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, penyakit.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 4


K. Plasma Semen
Plasma semen yang merupakan sekret kelenjar genital tambahan
sebenarnya tidak dikeluarkan sekaligus sewaktu ejakulasi, tetapi secara
bertahap. Ada 4 tahap atau fraksi yaitu :
1. Fraksi Pre ejakulasi
Hasil sekresi dari kelenjar Cowper / Bulbo urethra dan kelenjar Littre.
Sekret ini dikeluarkan dari penis jauh sebelum ejakulasi, volume ± 0,2 ml.
Diduga berfungsi untuk melicinkan urethra dan melicinkan vagina waktu
coitus.
2. Fraksi Awal
Hasil sekresi dari kelenjar Prostat, sekretnya berupa lendir, volume 0,5
ml. lendir mengandung berbagai zat untuk memelihara spermatozoa ketika
berada di luar tubuh.
3. Fraksi Utama
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan
spermatozoa yang berasal dari epididimis. Volume ± 2 ml.
4. Fraksi Akhir
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan sedikit
sekali spermatozoa (yang non motil). Volume ± 0,5 ml.

L. Kandungan Zat Kimia Semen


1. Fruktosa
 Dihasilkan oleh vesicula seminalis.
 Berada dalam plasma semen
 Sumber energi bagi motiitas spematozoa
 1,5-7,0 mg/ml.
2. Asam sitrat
 Dihasilkan oleh kelenjar prostat
 Menjaga keseimbangan osmotik semen
 Bila zat ni tidak ditemukan dalam semen berarti ada kelainan
pada kelenjar prostat.
 Mencegah terjadinya kalkuli konkresi prostat dengan cara
mengikat ion Ca.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 5


3. Spermin
 Dihasilkan oleh kelenjar prostat
 Menyebabkan bau yang khas pada semen seperti bau bunga akasia
 Suatu bakteriostatik.
4. Seminin
 Dihasilkan oleh kelenjar prostat
 Mengencerkan lendir servix.
5. Enzim Phosphatase Asam, Glukoronidase, Lisozim dan Amilase
 Dihasilkan oleh kelenjar prostat.
 Memelihara atau memberi nutrisi bagi spermatozoa di luar tubuh
demi kelangsungan hidup spermatozoa.
6. Prostaglandin
 Dihasilkan oleh kelenjar vesicula seminalis dan kelenjar prostat.
 Merangsang kontraksi otot polos saluran genitalia wanita sewaktu
ejakulasi dan untuk vasodilatasi pembuluh darah.
 Melancarkan spermatozoa saat bermigrasi dari vagina ke tuba
fallopi dengan mengurangi gerakan uterus.
7. Na, K, Zn, Mg
 Dihasilkan oleh kelenjar prostat dan vesicula seminalis
 Memelihara pH plasma semen agar tetap pada pH normal 7,2-7,8.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 6


BAB II
PERSIAPAN DAN SAMPLING

A. Persiapan dan Persyaratan


Seseorang yang akan memeriksakan spermanya, sebaiknya terlebih dahulu
melakukan pantangan (abstinensi) untuk tidak mengeluarkan sperma sedikit-
dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam) dengan alasan menurut penyelidikan,
jangka waktu sebesar itu sudah cukup untuk suatu spermiogenesis dan untuk
sampel yang baik. Tetapi untuk baiknya pasien diminta supaya tidak
mengadakan kegiatan seksual selama 3-5 hari. Pengeluaran ejakulat sebaiknya
dilakukan pagi hari sebelum melakukan aktifitas, sedekat mungkin sebelum
pemeriksaan laboratorium.

B. Cara Memperoleh Sperma


Banyak penderita tidak mengerti bagaimana cara memeriksakan sperma.
Kita harus maklum, bahwa pemeriksaan sperma lain dengan pemeriksaan
kencing atau tinja, karena bahan-bahan yang terakhir itu dengan wajar dapat
dikeluarkan oleh penderita. Tetapi masalah memperoleh sperma yang akan
diperiksa merupakan persoalan tersendiri untuk penderita. Hal ini dapat
dimengerti, sebab tidak pada setiap kesempatan seseorang dapat mengeluarkan
sperma. Adapun cara-cara yang digunakan untuk memperoleh sampel sperma
yaitu dengan :
1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan.
Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang,
sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum
melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar
oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam
menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi
saat dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan
dari cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika
menampung sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak
diinginkan dapat dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 7


botol kaca yang bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan
tempat lain dengan syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan hubungan saat
akan keluar sperma. Walaupun cara ini banyak dilakukan untuk
memperoleh sampel sperma untuk diperiksa, namun cara ini kurang baik
karena hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila
hasil pemeriksaannya mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya
di bawah kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya
dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina sehingga tidak
sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa
sperma yang dikeluarkan pada waktu ejakulasi terbagi menjadi beberapa
tahap, paling sedikit dua tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat
yang mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap yang
kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau bahkan sering
tidak dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung porsi fruktosa yang
terbanyak. Dalam pengendalian orgasme sewaktu melakukan interuptus
tidak menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur
dikeluarkan di vagina sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel
sperma yang tidak lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak
sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom
untuk menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena
zat-zat pada permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang
bersifat spermicidal yang mempunyai pengaruh melemahkan atau
membunuh spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan.
Selain daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma sewaktu
pelepasan kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada
beberapa kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan
penampungan sperma, karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 8


4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah
dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik
dengan permukaan halus, dapat digerakkan dengan baterai yang
menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis,
akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup
lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak
dianjurkan karena dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan
sperma tercampur dengan sekret vagina, sehingga akan didapatkan hasil
yang tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.

C. Wadah Penampung
Mani langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah terbuat dari gelas atau
plastik yang bermulut lebar dan yang lebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan.
Wadah harus dapat ditutup dengan baik untuk menjaga jangan sampai sebagian
tertumpah. Pasien diminta mencatat waktu pengeluaran mani tepat sampai
menitnya dan menyerahkan sampel itu selekasnya kepada laboratorium.
Laboratorium juga wajib mencatat waktu pemeriksaan-pemeriksaan dijalankan.

D. Penyerahan Sampel Sperma


Segera setelah sperma ditampung, maka sperma harus secepatnya
diserahkan kepada petugas laboratorium. Hal tersebut perlu dilakukan karena
beberapa parameter sperma mempunyai sifat mudah berubah oleh karena
pengaruh luar. Sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah pH, viskositas,
motiltas dan berbagai sifat biokimianya.
E. Waktu Pemeriksaan
Setelah penderita diberikan penerangan tentang cara-cara serta syarat-
syarat pengeluaran sperma dan lainnya, maka waktu pengeluaran sperma dapat
pula ditetapkan. Hal ini tergantung dari kesiapan pasien dan kesiapan
laboratorium. Kalau syarat-syarat serta semua persiapan baik penderita maupun
laboratorium telah dipenuhi, maka pengeluaran sperma dapat dilakukan.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 9


Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya
diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh sperma tidak
boleh didinginkan dibawah 20OC atau dipanaskan diatas 40OC, oleh karena
kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.

F. Hal-Hal Lain
Hal lain yang perlu diutarakan pada pasien adalah pada waktu abstinensia
janganlah minum obat - obat apapun, apalagi minum obat-obat perangsang seks,
tonikum atau semacamnya. Hal ini diperlukan agar benar-benar sperma yang
diperiksa tidak dipengaruhi oleh obat – obatan. Kalau perlu dicatat obat yang
dimakan dalam 1-2 minggu sebelum analisis dilakukan.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 10


BAB III
PEMERIKSAAN

Parameter sperma dapat berupa parameter sperma dasar serta parameter


biokimia sperma. Dalam pemeriksaan rutin atau pemeriksaan dasar, yang
dilakukan adalah mengukur parameter yang diperlukan sebagai dasar umum untuk
mendiagnosis keadaan andrologis, serta yang mudah dilakukan dengan tidak
memakai alat-alat serta pengetahuan yang lebih rumit. Berikut parameter
pemeriksaan sperma meliputi :
A. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis memperhatikan volume, warna kekeruhan dan
kentalnya mani, selain itu biasanya pH juga diperiksa. Mengukur volume
dilakukan dengan memindahkan ejakulat kedalam gelas ukur 5 atau 10 ml
sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Berkut pemeriksaan makroskopis
sperma:
1. Liquefaksi
2. Viscositas
3. pH Sperma
4. Bau Sperma
5. Warna Sperma
6. Volume Sperma
B. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah sperma mengalami
liquefaction. Jadi kira-kira 20 menit setelah dikeluarkan. Adapun pemeriksaan
mikroskopis yang umum dilakukan meliputi :
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
2. Vitalitas Spermatozoa
3. Jumlah Spermatozoa
4. Morfologi Spermatozoa
5. Aglutinasi spermatozoa (khusus)
6. Benda-benda khusus sperma (khusus)

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 11


C. Pemeriksaan Kimia
Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa dan kadar fruktosa itu
mempunyai korelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh. Penetapan
kadar fruktosa memakai reaksi Selivanoff sebagai dasar, pada reaksi itu
fruktosa bereaksi dengan resorcinol dengan menyusun warna merah.
1. Parameter : Penetapan Fruktosa
2. Tujuan : Untuk mengetahui dan menentukan kadar fruktosa dalam
semen yang bertalian dengan kadar testosteron.
3. Prinsip : Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh HCl
dan pemanasan, furfural yang terjadi akan berkondensasi dengan
resorsinol menyusun senyawa yang berwarna merah.
4. Reagensia :
a. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g
Ba(OH)2.8H2O dalam 1000 ml aqusdest.
b. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O dalam 1000
ml aquadest.
c. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini
bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.
d. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6 volume HCl
pekat.
e. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml
larutan asam benzoat 0,2%.
f. Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard fruktosa
stock diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Pada cara
dicantumkan dibawah, larutan kerja ini sesuai dengan 200 mg /dl
fruktosa mani.
5. Prosedur Kerja :
a. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih
dahulu mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml air. Kemudian
tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur, tambahkan 0,5 ml larutan
ZnSO4, campur lagi dan pusinglah kuat-kuat.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 12


b. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko). Tabung T
diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S diisi 2 ml standard
fruktosa larutan kerja dan tabung B diisi 2 ml air/ aquadest.
Blanko Standard Sampel
Aquadest 2 ml -- --
Standard -- 2 ml --
Sampel -- -- 2 ml
Resorsinol 2 ml 2 ml 2 ml
HCl 6 ml 6 ml 6 ml
c. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml resorsinol dan 6
ml HCl.
d. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana air
90OC selama 10 menit.
e. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
f. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 = mg / dl
fruktosa mani.

Catatan :
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg/dl dan fruktosa itu
berasal dari vesiculae seminales. Selain dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam
tubuh, banyaknya fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-
proses dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada hipoplasia dan
radang vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial ductuli ejaculatorii
kadar fruktosa menurun. Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat
kadar fruktosa dalam mani menjadi nol.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 13


D. Pemeriksaan Imunologi
Dulu orang masih bertanya-tanya apakah faktor imunologi besar
peranannya dalam infertilitas. Para iluwan masih meragukan, bingung dan
timbul berbagai pendapat yang saling kontradiksi. Jones pada penelitian nya
mengajukan teori bahwa faktor imunologi berpengaruh pada beberapa tahap
dalm proses reproduksi manusia, mulai dari masa gamet dan telur yang
dibuahi. Sebagaimana hormon, jaroingan dan cairan sekresi yang berhubungan
dengan traktus genitalia potensial bersipat antigenik dan mampu menimbulkan
suatu respon imun.
Pada beberapa wanita antigen sperma menyebabkan timbulnya antibodi
terhadap antigen spesifik atau permukaan pada sperma dan menyebabkan
infertilitas. Menurut Burnett, antigen jaringan yang telah ada dalam tubuh
sebelum sistem imunologik berfungsi dikenal sebagai self antigen, sedangkan
antigen jaringan yang timbul setelah sistem imunologik berfungsi sebagai non
self antigen. Spermatozoa dapat digolongkan self antigen karena diproduksi
jauh setelah sistem imunologik berfungsi, sehingga ia dianggap sebagai
antigen asing. Antigen tersebut dapat berasal dari spermatozoa sendiri, atau
dari plasma semen.
Selain itu dapat juga terjadi keadaan autoimun terhadap semen dan
komponen sperma yang biasanya terjadi pada suami yang pernah mengalami
proses pada genitalianya termasuk vasektomi dan infeksi (mumps). Beberapa
penyakit autoimun dapat menyebabkan suatu keadaan infertilitas. Geva dalam
tulisannya tentang autoimunitas dan reproduksi mendapatkan bahwa
banyaknya autoantibodi dalam serum berhubungan dengan kegagalan
kehamilan yang berulang, endometriosis, kegagalan ovarium prematur
(prematur ovarian failure/POF), infertilitas yang tak jelas
penyebabnya(unexplained infertility), dan kegagalan fertilisasi invitro (IVF).
Beberapa jenis antibodi yang dapat dideteksi antara lain antibodi antifosfolipid
(APA), antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus, antibodi antinuklear
(ANA), Antibodi anti-DNA, faktor rhematoid, antibodi antitiroid, autoantibodi
anti oavarium, dan antibodi otot polos (smooth muscle antibodies). Dalam
tulisannya Geva berkesimpulan bahwa abnormalitas autoimun mungkin

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 14


menyebabkan kegagalan reproduksi (infertilitas) dan sebaliknya kegagalan
reproduksi dapat merupakan manifestasi awal dari penyakit autoimun yang
belum terdiagnosis.

1. Beberapa Antigen dan Antibodi


a. Sperma dan plasma/cairan semen

Banyak molekul yang dibentuk pada saat terjadi miosis dalam testis.
Autoantigen spesifik testis pada saat terjadinya spermiogenesis.
Antigen lain muncul pada membran plasma setelah stadium
midspermatid proses spermatogenesis dan pada permukaan sperma
pada masa perjalanan sperma diepididimis. Sifat antigenik dari sperma
dan cairan sperma inilah yang menyebabkan terbentuknya antibodi
antisperma.
Pada keadaan normal reaksi imun ini dihalangi oleh salah satu
fungsi sel Sertoli pada testis yaitu mempertahankan lingkungan
intralumen bebas dari komponen serum. Sel sertoli juga membentuk
barier imunologik yang secara aktif memfagositosis dan
menghancurkan sisa-sisa produk hasil spermatogenesis tadi yang bila
dibiarkan lolos dari tubulus seminiferus akan menyebabkan reaksi
imunologik. Hanya ± 1/5 dari sisa-sisa tersebut yang lolos dari tubulus
dn sisa ini diresorbsi oleh epitel germinativum.
Antigen fertilisasi-1 (FA-1) merupakan antigen yang terdapat pada
sel-sel germinal laki-laki dan bereaksi kuat dengan semen dari laki-laki
dan perempuan infertil dan bereaksi lemah dengan semen dari orang –
orang normal. Sperma dilapisi oleh membran plasma yang mengandung
antigen spesifik yang fungsinya sebagai pengenal zona pellusida telur
dan berfungsi dalam proses kapasitas dan reaksi akrosom. FA-1 adalah
glikoprotein spesifik-sperma yang didapatkan dari membran plasma sel
germinal manusia. Naz dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hal
ini terjadi karena antibodi terhadap FA-1 tidak mengaglutinasi atau
menyebabkan immobilisasi sel sperma, antibodi ini menghambat
fertilisasi dengan cara mempengaruhi interaksi antara sperma & zona

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 15


pellucida, sedangkan Kaplan dalam penelitiannya mendapatkan
kesimpulan bahwa FA-1 tidak mempunyai efek proteolitik atau
aktivitas akrosin. FA-1 menghambat penetrasi sperma ke ovum melalui
pengaruhnya terhadap kapasitasi dan reaksi akrosom sel sperma. Dari
datanya juga Kaplan mengganggap bahwa FA-1 dapat digunakan dalam
diagnosis dan pengobatan dalam imunoinfertiliti dan memungkinkan
pengembangan vaksin kontrasepsi pada manusia.

b. Antibodi antisperma
Ada banyak bukti bahwa saluran reproduksi manusia khususnya
pada wanita mampu menimbulkan respons imun lokal terhadap antigen
asing, termasuk antigen sperma. Rumke dan Hellinger (1959) adalah
orang pertama yang membuktikan adanya antibodi antisperma atau
autoantibodi terhadap sperma manusia. Respon imun saluran reproduksi
wanita terhadap antigen sperma dapat melalui 2 jalur yaitu jalur aferen
dan jalur eferen. Saluran reproduksi wanita dibantu oleh sel-sel yang
kompeten untuk menimbulkan respon imun. Sel-sel ini memfagositosis
spermatozoa dan memproses antigennya sehingga menimbulkan
pertahanan imun seseorang, Mekanisme ini dibantu oleh beberapa
faktor yaitu :
a. Jumlah sperma yang sangat banyak/berlebihan
b. Sperma juga difagositosis oleh sel-sel somatik sebagaimana
makrofag, dan semen secara kemotatik mempengaruhi makrofag
dan netropil
c. Antigen asing lain mempunyai efek ajuvans terhadap saluran
reproduksi, misalnya adanya infeksi vagina
d. Limfosit dalam semen berperanan menyebabkan sterilitas bagi
wanita melalui mekanisme histokompatibilitas

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 16


Faktor-faktor yang mempengaruhi respon imun lainnya misalnya
prostaglandin yang bersipat imunosupresif. Respon ini terhadap sperma pada
wanita dapat melalui pembentukan antibodi atau melalui sel-sel, yang masing
–masing lebih dominan bersipat lokal dibanding sistemik. Imunisasi lokal
(intravaginal) dengan berbagai antigen menghasilkan antibodi spesifik pada
mukosa serviks. Biasanya stimulus antigen terhadap memnbran mukosa
membentuk antibodi lokal maupun sistemik, tapi karena antigen tidak
mencapai sirkulasi respon sistemik jarang terjadi. Ada juga bukti klinik yang
menunjukkan bahwa antigen yang terpapar akibat hubungan seksual dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif akut lokal maupun sistemik, walaupun
sangat jarang.
Penelitian teakhir terhadap antibodi antisperma pada wanita dan
hubungannya dengan infertilitas mulai diarahkan keanalisis cairan saluran
reproduksi. Penelitian terhadap antibodi antisperma penting dilakukan karena
berhubungan erat dengan transport sperma, daya tahan sperma, fertilisasi oosit
yang abnormal, perkembangan embrio yang abnormal, abortus spontan, dan
antibodi anti-DNA. Apakah antibodi antisperma adalah penyebab dari
kelainan-kelainan tersebut ataukah semata-mata antibodi antisperma itu
sebagai tanda adanya penyakit yang masih dicari. Moghisssi dalam
penelitiannya menadpatkan insidens adanya antibodi antisperma pada
pasangan infertil berupa sperm-aglutination antibodi (SAA) yang mempunyai
kegiatan mengaglutinasikan sperma (aglutinasi kepala-kepala, ekor-ekor, dan
kepala ekor), dan sperm-immobilizing antibody (SIA) yang menyebabkan
spermatozoa motil menjadi berhenti, tidak mobil.
Dalam penelitiannya Moghissi berkesimpulan bahwa diantara wanita
infertil, insidens SAA dan SIA lebih tinggi dalam cairan serviks dibandingkan
dalam serum, bahkan walaupun dalam serum tidak ditemukan antibodi
antisperma. Juga didapatkan bahwa kandungan antibodi antisperma ini lebih
tinggi pada pasangan infertil yang tidak jelas sebabnya dibandingkan
kandungan pada pasangan infertil yang diketahui penyebabnya (explained
infertility).

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 17


Haas dkk, mengevaluasi semen 614 orang laki-laki & wanita dengan
explained infertility. Ia mendapatkan 7% laki-laki dan 13% wanita antibodi
antisperma (+). Nip dkk, menggunakan cara ELISA melaporkan bahwa
antibodi antisperma terdapat pada serum 77% wanita dengan explained
infertility, 75% wanita dengan endometriosis dan 60% wanita dengan
infertilitas karena faktor tuba. Pada penelitian ini hanya didapatkan 5%
antibodi antiperma (+) pada kontrol.
Imunoglobulin adalah antibodi yang diproduksi sebagai respons terhadap
antigen spesifik. Imunoglobulin yang dibentuk oleh sel limfosit B merupakan
molekul glikoprotein yang terdiri dari komponen polipeptida sebanyak 82-
96% dan selebihnya karbohidrat. Pada elektroforesis molekul bermigrasi
sebagai gammaglobulin. Fungsi polipeptida ini adalah mengikat dan
menghancurkan antigen dengan bantuan fungsi efektor sekunder yaitu
memacu aktivitas komplemen.
Ada 5 isotip imunoglobulin yang dikenal IgA, IgG, IgM, IgE, dan IgD.
Masingmasing mengandung 2 rantai berat spesifik dan 2 rantai ringan (α atau
λ). Ig dibagi dalam 2 region, Fab (amino-terminal) porsion to antibodi dan Fc
(carboxy-terminal) portion bind to other imunosupresor. IgG merupakan 75%
imunoglobulin total dan dijumpai dalam bentuk monomer. IgG ini paling
mudah berdifusi kedalam jaringan ekstravaskuler dan melakukan aktivitas
antibodi dijaringan. Aktivitas lain yaitu melapisi mikroorganisme sehingga
lebih mudah difagositosis, dan juga menetralisir toksin serta virus. IgA
merupakan immunoglobulin terbanyak kedua dalam serum dan merupakan
imunoglobulin terbanyak dalam cairan sekresi termasuk cairan vagina/serviks.
IgA dapat mengikat vaksin atau bakteri sehingga mencegah mikroorganisme
tersebut melekat pada permukaan mukosa.
IgM dijumpai dalam bentuk pentamer sehingga merupakan imunoglobulin
terbesar. Karena itu IgM terdapat hanya dalam intravaskuler dan merupakan
10% dari imunoglobuin dalam serum. Makromolekul ini dapat menyebabkan
aglutinasi berbagai partikel and fiksasi komplemen dengan efisiensi yang
sangat tinggi, yaitu 20 kali lipat lebih efektif dalam aglutinasi and 1000 kali
lebih efektif dalam aktivitas penghancuran bakteri dibanding IgG. Antibodi

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 18


IgM cenderung menunjukkan afinitas rendah terhadap antigen dengan
determinan tunggal (hapten) tetapi karena molekul IgM multivalen, molekul
IgM dapat menunjukkan aviditas yang tinggi terhadap antigen yang
mempunyai banyak epitop (bagian antigen yang bereaksi dengan antibodi).
IgD merupakan monomer dan konsentrasinya dalam serum hanya sedikit.
Peran biologiknya sebagai antibodi humoral belum jelas. IgD dapat dijumpai
pada permukaan sel B, terutama sel B neonatus dalam jumlah jauh lebih
banyak dibanding konsentrasi dalam serum. IgD diduga merupakan reseptor
antigen pertama pada permukaan sel B, dan bahwa IgD berperan dalam
mengawali respon imun. Ig E dijumpai dalam serum dengan kadar yang
sangat rendah, hanya 0,004% dari imunoglobulin total. Selain itu IgE dapat
dijumpai dalam cairan sekresi. Salah satu sifat penting dari IgE adalah
kemampuan melekat secara erat pada permukaan mastosit atau basofil melalui
reseptor Fc. Peran IgE secara pasti belum diketahui. Ada beberapa hipotesis
pembentukan antibodi antisperma pada laki-laki. Secara teoritis, barier darah-
testis dapat ditembus oleh beberapa mekanisme yang menyebabkan
terpaparnya sirkulasi oleh antigen sperma sehingga menyebabkan respons
imun yang menimbulkan reaksi radang dan pembentukan antibodi antisperma.
Obstruksi mekanis traktus genitalia dapat terjadi akibat kelainan kongenital,
vasektomi, atau trauma. Ekstravasasi sperma dapat dijumpai pada pria setelah
dilakukan vasektomi. Beberapa penelitian mendapatkan 50%-70% laki-laki
tersebut mempunyai antibodi antisperma serum (+). Sebagian besar laki-laki
yang mengalami vasovasostomi dan sebagian kecil laki-laki infertil
mempunyai antibodi antisperma dalam plasma semennya. Antibodi ini
biasanya terdiri dari subklas IgG atau IgA yang aka melekat pada sperma dan
mempengaruhi fertilitas.
Organisme penyebab penyakit yang ditularkan secara seksual merupakan
initiator pembentukan antibodi antisperma melalui mekanisme proses radang
dan autoimun. Beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa bakteri,
virus dan jamur dapat mencapai membran luar sperma yang berfungsi sebagai
antigen atau hapten yang menimbulkan respons imun. Pembentukan antibodi
antisperma juga terjadi sebagai akibat adanya radang lokal setelah infeksi

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 19


genital pada seorang wanita. Pembentukan antibodi antisperma pada wanita
dapat terjadi pada traktus genitalia wanita yang terpapar antigen sperma.
Seorang wanita yang aktif secara seksual akan terpapar triliunan speermatozoa
selama hidupnya. Fertilitas akan baik bila wanita tersebut memberikan reaksi
imun yang kompromistik. Proses imunisasi yang (akibat hubungan seksual)
pada wanita terhadap sperma dapat menurunkan fertilitas berdasarkan
kemungkinan kombinasi efek antibodi antisperma seperti aglutinasi sperma,
menurunnya motilitas, gagalnya penetrasi lendir serviks, fusi sperma telur
yang tidak efisien, fagositosis sperma, dan gagalnya kehamilan sebelum atau
sesudah implantasi. Antibodi terhadap intrinsik sperma yang dihasilkan saat
maturasi dalam testis dan antigen kapsul sperma yang muncul selama dalam
epididimis dan saat bercampur dengan plasma semen berhubungan dengan
infertilitas yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (unexplained infertility).
Sperma yang mencapai cavum peritonium juga dapat menginduksi
pembentukan antibodi antisperma serum melalui fagositosis makrofag dan
presentasi sel T untuk menimbulkan respon imun. Pembentukan antibodi
antisperma juga dapat terjadi akibat radang lokal pada genitalia wanita.
Cunningham dkk, mencari prevalensi antibodi antisperma pada wanita
nulligravid usia reproduksi dengan berbagai proses infeksi ginekologis. 46 %
wanita didiagnosis dengan penyakit radang pelvis (PID) (n=81) mempunyai
antibodi antisperma (+) pada serum dan cairan serviks dibandingkan
prevalensi antibodi antisperma (+) 20% pada wanita dengan infeksi genital
bagian bawah ( jamur,klamidia, bakteri, n=86). Antibodi antisperma juga
ditemukan pada 69% wanita yang dilaparoskopi pada wanita dengan
perlengketan dipelvis atau hidrosalping tanpa riwayat PID.

2. Deteksi Antibodi
Deteksi antibodi antisperma dapat dilakukan secara langsung terhadap
antibodi yang terikat pada sperma atau tidak langsung mengukur antibodi
dalam cairan (serum,semen, sekret vagina atau serviks atau cairan lain ).
Diantara metode lain uji Kibrick,uji Isojima, uji Kremer & Jager,
imunobead assays (IBD), mixid antiglobulin reaction (MAR) test, ELISA,

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 20


tray agglutination test (TAT), Sperm immobilization assay test, flow
cytometry, dan radiolabeled agglutinin assays. Uji Kibrick ( sperm
aglutination test)
Pemeriksaan ini untuk menentukan adanya aglutinasi sperma dalam
serum. Semen normal yang segar diencerkan dengan Baker’s buffer
sampai tercapai kepekatan 40 juta per mil. Suspensi sperma ini kemudian
dicampur dengan 10% larutan gelatin dalam Baker’s buffer dalam jumlah
yang sama, keduanya dalam suhu 37C. Serum yang akan diperiksa dan
serum kontrol negatif dipanaskan pada suhu 56C selama 30 menit untuk
menginaktifkan komplemen. Kemudian dibuat pengenceran serum yang
diperiksa, dimulai dengan 1:4, 1:8, 1:16, dan seterusnya. Sebanyak 0,2 ml
suspensi sperma dalam gelatin dicampur dengan 0,2 ml serum inaktif.
Campuran tersebut kemudian dipindahkan pada tabung Kibrick yang
berukuran 5 x 65 mm dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 2 jam. Secara
mikroskopis, suatu reaksi positif terlihat sebagai gumpalan-gumpalan
putih diantara media yang bening, yang berasal dari sperma yang
teraglutinasi.

Berkut adalah test imunologi sperma :

a. Uji Isojima (Sperm immobilization test)


Immobilisasi sperma yang tergantung komplemen merupakan
dasar dari test antibodi sperma ini. Interaksi antara molekul antibodi
dan antigen sperma mengaktifkan sistem komplemen dan
mengganggu permeabilitas dan integritas membran sel sperma
(akrosom dan bagian tengah). Pengaruh yang dapat dilihat secara
mikroskopik adalah hilangnya motilitas sperma diikuti kematian sel.
Aktivitas immobilisasi sperma terletak pada faksi IgG dan IgM dari
semen yang positif yang dapt digunakan sebagai dasar pemeriksaan
aktivitas antisperma humoral. Tes immobilisasi sperma ini adalah
suatu metode pilihan untuk skrining antibodi serum wanita dan juga
dapat dikerjakan pada pemeriksaan antibodi serviks. Spermatozoa
yang digunakan dalam tes immobilisasi ini haruslah sperma yang baru

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 21


diejakulasikan dengan kualitas yang baik. Serum yang digunakan
masih segar. Serum penderita dipanaskan pada suhu 56 C selama 20
menit untuk mengaktifkan komplemen, kedalam 0,25 ml serum
percobaan yang inaktif tersebut dimasukkan 0,025 ml semen yang
segar yang telah disesuaikan jumlah spermanya sebanyak 60 juta per
ml. Kedalamnya ditambahkan pula 0,05 ml serum manusia sebagai
komplemen. Campuran tersebut diinkubasi dalam penangas air pada
32 C yang lebih sesuai dengan temperatur testis dalam skrotum.
Sebagai kontrol 0,025 ml serum manusia inaktif tanpa aktivitas
imobilisasi 0,05 ml larutan komplemen dan 0,025 ml suspensi sperma
dicampurkan dan diinkubasi. Setelah 60 menit, 1 tetes dari campuran
diletakkan pada gelas objek dasn motilitas sperma dilihat dibawah
mikroskop, dihitung jumlah sperma motil diantara 50 spermatozoa.
Cara ini diulangi sampai 40 lapangan pandangan. Persentase sperma
motil diantara 200 spermatozoa dihitung sebagai T% dan kontrol
sebagai C%. Nilai ini imobilitas dihitung sebagai C/T. Hasil dianggap
positif apabila T kurang dari ½ C.

b. Uji Kremer & Jager ( Tes kontak sperma-cairan serviks)


Tes ini pertama kali dilakukan oleh Kremer dan Jager untuk
melihat antibodi lokal pada pasangan infertil. Hasil positif
menunjukkan adanya antibodi antisperma baik pada seman, cairan
serviks atau keduanya. Tas ini sangat bernilai untuk mendeteksi
antibodi lokal dan juga cocok untuk uji silang. Setetes lendir istri
praovulasi dengan tanda-tanda pengaruh estrogen yang baik dan pH
lebih dari 7 diletakkan pada sebuah gelas objek disamping stetes air
mani suami. Kedua tetesan itu dicampur dan diaduk dengan sebuah
gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup campuran itu.
Setetes air mani yang sama diletakkan pada gelas objek itu juga,
kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan dengan
membandingkan mobilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu.
Sediaan itu kemudian disimpan kedalam tatakan peetri yang lembab,
pad suhu kamar selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 22


Menurut Kremer & Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi,
gerakan maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti atau
gemetaran ditempat (shaking movement) kalau bersinggungan dengan
lendir serviks. Perangai gemetar ditempat ini terjadi juga kalu air mani
yang normal bersingggungan dengan lendir serviks wanita yang
serumnya mengandung antibodi terhadap spermatozoa.

c. Indirect immunobead binding (IBD) test


Tes ini menggunakan butir (bead) poliakrilimida yang berikatan
dengan antiimunoglobulin spesifik butir tersebut kemudian dicampur
dengan sperma segar yang viabel dan dicuci atau tidak dicuci. Sampel
semen dengan antibodi antisperma (+) dari donor dan disiapkan
dengan cara/metode renang atas untuk mendapatkan sperma yang
mengandung ± 50 x 10 /ml sperma motil. Sepuluh mikroliter plasma
semen masing-masing dilarutkan dalam 40 μL phosphate buffered
saline (PBS) ditambah dengan 5% (50g/L) albumin serum sapi (BSA)
dalam tabung Effendorp, dan 50 μL suspensi sperma ditambahkan
pada masing-masing tabung dan dicampur secara hati-hati. Sampel
kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit dan kemudian
disentrifus selama 5 menit pada putaran 500 putaran permenit.
Supernataan dibuang dan endapan sperma dicampur lagi dengan 500
μL PBS + 0,4% BSA dan disentrifus selama 5 menit pada 500 ppm.
Supernatan dibuang dan enadpan sperma dilarutkan lagi dengan 50 μL
PBS segar ditambah 5% BSA.
Dengan 2 slide yang berbeda 5 μL suspensi sperma tadi dicampur
dengan 5 μL immunobead GAM yang mengandung campuran
imunoglobulin antihuman immunobead (IgG, IgA, dan IgM). Slide
kemudian diinkubasi selama 10 menit dan kemudian diperiksa dengan
pembesaran 400 kali dengan mikroskop kontras. Setidaknya 200
sperma motil dihitung, dikelompokkan menjadi 2, yang dengan
dempet imunobead (immunobead attached) dan tanpa dempet
imunobead. Lokalisasi band bead juga diperiksa (misalnya kepala,
midpiece, ekor an ujung ekor). 16,18 Peersentase sperma yang motil

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 23


dengan GAM imunobead dihitung. Tes dikatakan positif bila ≥ 20%
sperma motil mempunyai bead attache dan secara klinik bermakna
bila ≥ 50% dilapisi bead. Keuntungan tes ini adalah bersifat
semikuantitaf, mampu mendeteksi isotif dan lokasi fisik ASA, baik
dalam hal sensitivitas dan spesifisitas.
Sedangkan kerugiannya yaitu membutuhkan staf yang trampil,
mahal, memerlukan waktu yang banyak, dan sulit dalam interpretasi.
Beberapa metode lain yang dikembangkan dari metode ini yaitu
modifikasi metode imunobead (modified immunobead method), dan
mixed immunobead screen.

d. Mixed antiglobulin reaction (MAR) test


Eritrosit golongan darah O dengan Rh-positif dilapisi oleh IgG
atau IgA, dicampur dengan sperma viabel yang dicuci ataupun tidak
dicuci. Antiserum yang spesifik terhadap imunoglobulin pada eritrosit
ditambahkan, dan akan terjadi aglutinasi sperma eritrosit bila ada
antibodi antisperma. Aglutinasi ini dapat dinilai secara semikuantitatif
dengan menggunakan mikroskop.

e. Elisa (enzym linked immunosorbent assay)


Antibodi spesifik dapat diikat oleh suatu enzim. Komplek
antibodi-enzim imunoglobulin adpat dideteksi dengan menambahkan
subsrat enzim spesifik, yang biasanya menghasilkan perubahan warna.
Keuntungan metode ini adalah spesifik dan kuantitatif.
f. Tray aglutination test (TAT)

TAT dignakan untuk mendeteksi adanya antibodi anti sperma


dalam serum atau semen pasien. Cairan yang akan diperiksa
dilarutkan secara serial setelah dilakukan pemanasan untuk
menginaktivasi komplemen. Kemudian ditambahkan sperma motil
yang dicuci dari donor yang sehat kedalam contoh cairaan. Persentase
aglutinasi sperma dihitung dengan bantuan mikroskop cahaya.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 24


g. Gelatin aglutination test
Pada test ini spermatozoa motil dicampur dengan medium gelatin
dan sperma atau cairan ditambahkan kedalam campuran tersebut
secara serial. Aglutinasi dapat dilihat secara mikroskopik. Tes ini
digunakan secara luas pada suami pasangan infertil, sedangkan
penggunaan paad isteri kurang memberikan hasil yang baik.
Walaupun tidak dianjurkan lagi aktivitas aglutinasi gelatin terletaak
pada IgG, IgA daan IgM. Metode ini membutuhkan kontrol dan
interpretasi yang teliti.

h. Teknik immunofluresens
Pemeriksaan ini terdiri dari tiga langkah dasar, Subsrat antigen
disiapkan dengan cara membuat apusan spermatozoa yang
dikeringkan diudara. Sediaan kemudian ditetesi serum yang diperiksa
(atau cairan serviks atau plasma semen) dan dilakukan pemeriksaan
imunofluresens terhadap imunoglobulin. Reaksi antigen antibodi
antara semen dan cairan saluran reproduksi dan sel-sel sperma dapat
dilihat dan dilokalisasi secara makroskopik dan penampakannya
berhubungan dengan anatomi spermatozoa.
Reaksi pewarnaan yang lemah pada kasus yang meragukan
seringkali didapatkan dan hasil yang dianggap positif bila diadpatkan
pada pengenceran lebih dari 1/16. Beberapa bagian sperma seperti
kutub, leher dan bagian tengah adalah tempet yang menimbulkan
warna nonspesifik. Antibodi antisperma dalam darah bereaksi pada
teknik imunofluoresens hanya terhadap antigen diakrosom dan ekor.
Pewarnaan akrosom terjadi karena adanya antibodi IgM dan IgG, dan
pewarnaan pada ekor utama hampir selalu disebabkan oleh IgG.
Sedangkan pewarnaan pada ujung ekor disebabkan oleh adanya
antibodi IgM.

i. Flow cytometry
Sampel plasma semen sebanyak 50 μL dicampur dengan 40 μL
PBS ditambah 5% albumin serum goat. Sepuluh mikroliter suspensi
sperma yang disiapkan dengan metode renang atas dari donor dengan

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 25


antibodi anti sperma (-) mengandung ± 125.000 sperma motil
ditambahkan pada tiap sampel. Kontrol menggunakan sampel yang
diketahui positif atau negatif terhadap ASA. Setelah inkubasi paada
suhu 37 C daalam inkubator yang mengandung CO2 5% selama 1
jam, sperma dicuci sebanyak 2 kali untuk menghilangkan antibodi
yang tidak terikat. Satu mililiter PBS ditambahkan dan campuran
digoyang-goyang teratur. Tabung kemudian disentrifus selama 5
menit pada 500 ppm dan supernatan dipisahkan. Endapan sperma
dicampur lagi dengan 1 ml PBS dan kemudian dicuci ulang. Setelah
disentrifus, endapan diencerkan lagi dengan 50 μL larutan fluoresens
isotiosianat konjugat (FITC) yang mengandung imunoglobulin IgA,
IgG, IgM dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 4 C dan terhindar
dari sinar. Antibodi yang tidak terikat dihilangkan dengan mencuci
menggunakan PBS sebanyak 2 kali dan sperma dianalisis dengan flow
cytometry. Sebanyak ± 5000 sperma dianalisis dari tiap sampel
menggunakan histogram. Dihitung berapa persen sperma yang dilapisi
antibodi. Bila < 20% dikatakan negatif dan bila ≥ 20% dikatakan
positif.

Berdasarkan hasil, metode, dan ketelitian pemeriksaan antibodi


antisperma, beberapa petunjuk untuk langkah pemeriksaan pasangan pasangan
infertil dengan kemungkinan adanya faktor imunologi telah diusulkan oleh Jones.
Ia membuat suatu pedoman meliputi :
1. Tes imobilisasi sperma cocok sebagai tes untuk skrining terhadap
adanya antibodi suami atau isteri dan juga dapat digunakan untuk
pemeriksaan lendir serviks.
2. Tes kontak sperma – lendir serviks untuk melihat faktor imunologis
lokal. Dengan uji silang menggunakan sperma atau lendir serviks donor
dapat ditentukan apakah aktivitas antibodi berasal dari isteri atau suami.
3. Tes aglutinasi dengan gelatin cocok digunakan untuk suami, khususnya
plasma semen, tapi memerlukan interpretasi yang teliti.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 26


4. Antibodi lokal (SIgA) tidak dapat dideteksi pada lendir serviks dan
plasma semen dengan tes konvensional untuk antibodi antisperma
serum.
5. Tes mikroaglutinasi sperma sebaiknya dihindarkan.
6. Tes menggunakan mikroskop imunofluoresens tak langsung bukan
merupakan tes rutin, tapi mungkin bermanfaat untuk menilai sifat reaksi
antigen-antibodi dalam suatu penelitian.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 27


BAB IV
TERMINOLOGI

Berikut beberapa terminalogi yang dipergunakan dalam spermatologi :


1. Azoospermia : Dalam ejakulat tidak terdapat / ditemukan sperma
2. Aspermatogenesis : Tidak terjadi pembuatan spermatozoa di dalam testis.
3. Aspermia : Tidak terdapat ejakulat
4. Normospermia : Jumlah volume sperma 2-5 ml.
5. Hypospermia : Volume ejakulat kurang dari 1 ml
6. Hyperspermia : Volume ejakulat lebih dari 6 ml
7. Hypospermatogenesis : Proses pembentukan spermatozoa sangat sedikit
didalam testis.
8. Oligospermia : Jumlah spermatozoa di bawah kriteria normal (di bawah
20 juta tiap ml sperma)
9. Normozoospermia : Jumlah spermatozoa dalam batas normal berkisar
antara 40-200 juta/ml.
10. Asthenospermia : Jumlah spermatozoa yang bergerak dengan baik di
bawah 50%.
11. Necrospermia : Semua spermatozoa dalam keadaan mati.
12. Extrem oligospermia : Jumlah spermatozoa di bawah 1 juta untuk tiap 1
ml ejakulat.
13. Asthenozoospermia : Spermatozoa yang lemah sekali gerak majunya.
14. Teratozoospermia : Bentuk spermatozoa yang abnormal lebih dari 40%.
15. Nekrozoospermia : Bila semua spermatozoa tidak ada yang bergerak atau
hidup.
16. Kriptozoospermia : Bila ditemukan spermatozoa yang tersembunyi yaitu
bila ditemukan dalam sedimen sentrifugasi sperma.
17. Polizoospermia : Bila jumlah spermatozoa lebih dari 250 juta per ml
sperma
18. Leukospermia : Warna sperma putih keruh serupa susu karena terdapat
leukosit yang banyak.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 28


19. Hemospermia : Warna sperma kemerahan karena terdapat erythrosit yang
banyak.
20. Residual Body : Sisa sitoplasma yang melekat pada spermatozoa yang
belum matur.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 29


BAB V
KESIMPULAN

Pemeriksaan sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk


mengetahui tingkat kesuburan/fertilitas dan infertilitas seorang pria. Tingkat
kesuburan ini memberi kesan, akan kemampuan seorang pria untuk memperoleh
keturunan. Seorang pria dengan tingkat kesuburan yang rendah atau steril sulit
baginya untuk memperoleh keturunan. Oleh karena hal tersebut diatas, maka
sebaiknya seorang pria memeriksakan dirinya untuk mengetahui tingkat
kesuburannya.
Seseorang yang akan memeriksakan spermanya, sebaiknya terlebih dahulu
melakukan pantangan (abstinensi) untuk tidak mengeluarkan sperma sedikit-
dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam) dengan alasan menurut penyelidikan, jangka
waktu sebesar itu sudah cukup untuk suatu spermiogenesis dan untuk sampel yang
baik.
Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma
secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh
sperma tidak boleh didinginkan dibawah 20OC atau dipanaskan diatas 40C, oleh
karena kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 30


DAFTAR PUSTAKA

http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/01/analisa-sperma-dalam-kimia-klinik.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Spermatozoid

http://vmaniez.wordpress.com/2012/06/22/asa-anti-body-anti-sperma/

http://en.wikipedia.org/wiki/Sperm

Analisa Kimia Sperma dan Imunologi Sperma | 31

Anda mungkin juga menyukai