Anda di halaman 1dari 12

BLOK GASTROINTESTINAL

Laporan Praktikum Fisiologi

KERUTAN USUS DI LUAR BADAN

KELOMPOK B 15

Ketua : Rizma Mudzalifah 1102014234


Sekretaris : Perty Hasanah P 1102014209
Anggota : M. Tanwirul Qulubi 1102013176
M. Fajar Ramadhan 1102012172
Melati Ganeza 1102014153
Nadya Aulia 1102014187
Nazza Rizky R 1102014190
Puput Aurelia 1102014210
Putri Justicarici 1102014213

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2013/2014
JAKARTA
PENDAHULUAN

Dasar Teori

Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal :

1. Sistem safar enterik :

Sistem saraf ini terdapat pada dinding usus mulai dari esofagus memanjang sampai anus.
Jumlah neuron pada sistem safar enterik sekitar 100 juta. Fungsi dari sistem saraf ini adalah
untuk fungsi pergerakkan dan sekresi gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terdiri dari dua pleksus :
- Pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach, yang terletak di bagian luar di
antara lapisan otot longitudinal dan sirkular.
- Pleksus submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di bagian dalam
submukosa.

Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus submukosa


terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Selain itu, terdapat serabut-
serabut simpatis dan parasimpatis ektrinsik yang berhubungan ke kedua pleksus mienterikus
dan submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak
bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis
dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.

Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau dinding usus
dan mengirimkan serabut-serabut aferen ke kedua pleksus sistem enterik, dan (1) ke ganglia
prevertebra dari sistem saraf simpatis, (2) ke medula spinalis, dan (3) ke dalam saraf vagus
menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal di
dalam dinding usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari
ganglia prevertebra maupun dari daerah basal otak.

2. Sistem saraf otonom :

Persarafan parasimpatis. Persarafan ini dibagi menjadi divisi kranial dan divisi sakral. Untuk
beberapa serabut saraf parasimpatis ke regio mulut dan faring dari saluran pencernaan,
serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. Serabut ini
memberikan inervasi luar kepada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit ke usus sampai
separuh bagian pertama usus besar.

Parasimpatis sakral berasal dari segmen sakral kedua, ketiga, keempat dari medula spinalis,
serta berjalan ke saraf pelvis ke seluruh distal usus besar dan sepanjang anus. Area sigmoid,
rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada
bagian usus yang lain. Fungsi serabut saraf ini terutama untuk defekasi.

Neuron postganglionik dari sitem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus


mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan
peningkatan dari aktifitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini memperkuat sebagian besar
fungsi gastrointestinal.
Persarafan simpatis. Serabut simpatis berasal dari segmen T5 dan L2 medula spinalis.
Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan
medula, memasuki rantai simpatis yang terletak di sisi lateral columna spinalis, dan banyak
dari serabut ini berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka
dan berbagai ganglion mesenterika.

Sistem saraf simpatis menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya di rongga
mulut dan anus, seperti parasimpatis. Ujung saraf ini juga mensekresikan norepinefrin dan
epinefrin dalam jumlah sedikit.

Perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktifitas traktus gastrointestinal,


menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan parasimpatis.
Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya dengan 2 cara :
- Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk
menghambat otot polos traktus intestinal.
- Pada tahap yang besar dengan pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-
neuron seluruh sistem saraf enterik.

Perangsangan yang kuat pada sistem saraf simpatis dapat menginhibisi pergerakkan motor
usus begitu hebat, sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakkan makanan melalui
traktus gastrointestinal.

Zat-zat neurontransmiter yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari berbagai
tipe neuron enterik sebagai contoh :

Asetilkolin paling sering merangsang aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu


menghambat aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai
traktus gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal
ke dalam sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari
bahan-bahan eksitator dan inhibitor.

Asetilkolin (Ach) merupakan neurontransmiter yang dikeluarkan oleh semua serat


praganglion otonom, serat pascaganglion parasimpatis, dan neuron motorik.

Epinefrin hormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal

METODE

Tujuan Praktikum
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :
1. Memasang peralatan perfusi usus dan pecatat gerakan usus
2. Memasang sediaan usus dalam tabung perfusi dan menghubungkannya dengan pencatat
sehingga kerutannya dapat di catat pada kimograf
3. Menjelaskan pengaruh berbagai factor di bawah ini pada frekuensi dan amplitude
kerutan serta tonus sediaan usus dalam tabung perfusi:
a. Epinefrin
b. Asetilkolin
c. Ion Kalium
d. Pilokarpin
e. Ion Barium

Alat dan Bahan Praktikum


1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakar Bunsen dengan pipa karet + statip
2. Gelas beker pireks 600 cc + tabung perfusi usus dengan klemnya
3. Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus + balon rangkap + thermometer kimia
4. Pencatat gerakan usus + sinyal maknit + kawat listrik + kimograf rangkap
5. Sepotong usus halus dengan panjang ± 5 cm ( ini akan dibagikan oleh asisten yang
bertugas)
6. Larutan :
i. Locke biasa dan locke bersuhu 350 C
ii. Epinefrin 1 : 10.000
iii. Locke tanpa kalsium
iv. CaCl2 1 %
v. Asetilkolin 1 : 1.000.000
vi. Pilokarpin 0.5 %
vii. BaCl2 1 %
7. Es + Waskom

Tata Kerja Praktikum


1. Susunlah alat menurut gambar
2. Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke di dalam tabung
perfusi mencapai suhu 350C
3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang bertugas
4. Pasang sediaan usus sebagai berikut:
a. Ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas bengkok
b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus. (usahakan dalam hal ini supaya sediaan
usus tidak terlampau teregang )
5. Alirkan udara kedalam larutan locke dalam tabung perfusi dengan memompa balon
dan mengatur klem, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan
sediaan usus yang telah dipasang itu
6. Selama percobaan, perhatikan suhu larutan locke dlaam tabung perfusi yang harus di
pertahankan pada suhu 350C, kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain

P-V.1.1 apa tujuan pengaliran udara kedalam cairan perfusi?


Agar gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah dipasang &
agar perfusi O2 tetap terjaga dan jaringan usus tidak nekrosis

I.Pengaruh Epinefrin

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control pada tromol yang berputar lambat, tetapi
setiap kerutan masih tercatat terpisah.
2. Catat waktunya dengan interval 5 detik
3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan Epinefrin 1 : 10.000 kedalam
cairan perfusi.
4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.

P-V.1.2 Apa pengaruh epinefrin dalam percobaan ini?


Epinefrin memperlambat kontraksi usus, termasuk kedalam golongan simpatis.

5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh epinefrin
sebagai berikut:
a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga + kawat kasa dan gelas beker pireks dari
tabung perfusi
b. Letakkan sebuah Waskom dibawah tabung perfusi
c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis
d. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru ( tidak
perlu yang bersuhu 35oC) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang –
goyang.
e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan lockenya
f. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas
dari pengaruh epinefrin
g. Sesudah selesei hal hal diatas, tutup kembali tabung perfusi, dan isila dengan
larutan locke baru yang bersuhu 350 C ( disediakan ) serta atur kembali aliran
udaranya.
h. Pasang kembali gelas beker pireks kaki tiga + kawat kasa dan pembakar
Bunsen.

II. Pengaruh Asetilkolin

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol


2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1: 1.000.000 kedalam
cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.
4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin
seperti pada ad I.

P-V.1.3 Apa pengaruh asetilkolin pada sediaan usus?


Asetilkolin meningkatkan motilitas usus. Mempercepat kontraksi usus, termasuk
kedalam golongan parasimpatis.

III. Pengaruh Ion Kalsium

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol


2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dengan larutan locke
tanpa Ca yang bersuhu 350 C (disediakan).
3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai kekurangan ion Ca terlihat jelas.
4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% kedalam cairan perfusi, Beri
tanda saat penetesan.
5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak
sempurna, gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan locke baru yang
bersuhu 350 C.

P-V.1.4 Apa pengaruh kekurangan ion Ca2+ terhadap kerutan usus?


Kalsium termasuk kedalam golongan parasimpatis, sehingga apabila terjadi kekurangan
ion Kalsium, dapat menyebabkan penurunan kontraksi dari usus
IV. Pengaruh Pilokarpin

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.


2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0.5% kedalam cairan
perfusi. Beri tanda saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas.

P-V.1.5. Apa pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus?


Terjadi peningkatan frekuensi kerutan usus.

4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin
seperti pada ad.1 4.

V. Pengaruh Suhu

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontol pada suhu 350C


2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50C dengan jalan
memindahkan pembakar Bunsen dan mengganti air hangat di dalam gelas beker pireks
dengan air biasa.
3. Segera setelah sampai suhu 300C, Jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan
usus.
4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu
cairan perfusi sebanyak 50C, sampai tercapai 200C dengan jalan memasukan potongan-
potongan es kedalam gelas beker pireks, dengan demikian didapat pencacatan keaktifan
berturut-turut pada suhu 350C, 300C, 250C, dan 200C.
5. Hentikan tromol perfusi dan naikan suhu cairan perfusi sampai 35 0C dengan jalan
mengganti air es didalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanaskan
air itu.
6. Segera setelah suhu mencapai 350C jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan
usus.

P-V.1.6. Apa pengaruh suhu pada keaktifan usus?


Pada suhu cairan yang lebih tinggi (hangat) kontraksi/keaktifan usus meningkat.
Pada suhu cairan yang lebih rendah (dingin) kontraksi/keakfitan usus menurun.

Catatan: - Penurunan suhu secara perlahan-lahan akan memberikan hasil yang


memuaskan.
pada penurunan suhu.
- Koefisien suhu untuk setiap perbedaan 100C (Q10) Merupakan
perbandingan antara frekuensi pada t 0 dengan frekuensi pada (t0± 100 ) Sebagai berikut:

Tetapi pengukuran yang paling baik ialah dengan membandingkan kerja (“Work
Output”) pada t0 dengan kerja pada (t0 ± 100).

Menurut ilmu pesawat :


Kerja = Jarak x Beban
Oleh karena beban disini dianggap selalu sama (yaitu berat alat pencatat), maka yang
diperbandingkan disini ialah jarak yaitu : frekuensi per menit x amplitudo rata-rata, sehingga.

Gambaran mengenai perbandingan kerja pada t0 dengan kerja pada suhu (t0± 100).

VI. Pengaruh Ion Barium

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.


2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan BaCL2 1 % kedalam cairan perfusi.
Bila 1 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, lanjutkan penambahan BaCI 2
tetes demi tetes yang diberikan setiap setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas.

P-V.1.7 Apa pengaruh yang diharapkan terjadi pada penambahan larutan BaCL?
Terjadi frekuensi kerutan usus yang besar-besar tapi tidak teratur.
Kendala Praktikum
Waktu dan sediaan usus yang dirasakan kurang sehingga tidak semua anak mengerti apa yang
sedang dilakukan.
Hasil Praktikum

1. Pengaruh Epinefrin

KONTROL EPINEFRIN

T= 39OC
Kontrol 10 Gelombang = 59 DETIK
Setelah kontrol = Tidak ada gelombang karena efek epinefrin memperlambat

Analisa data: Dari hasil praktikum diatas dapat terlihat bahwa dengan pemberian
larutan epinefrin akan menghasilkan penurunan frekuensi jika dibandingkan dengan
kontrolnya. Hal ini dapat terjadi karena epinefrin memberikan efek simpatis pada otot
usus sehingga menghasilkan penurunan motilitas usus.

2. Pengaruh Asetilkolin

T = 43OC

Kontrol 10 Gelombang = 31 detik

Setelah kontrol = 30 detik 10 kerutan

Analisa data: Meningkatkan mortilitas usus. Pada pemberian larutan asetilkolin akan
terlihat adanya peningkatan frekuensi dan amplitudo dari peregangan usus. Karena
asetilkolin merupakan neurotransmitter yang dihasilkan pada pasca ganglion saraf
parasimpatis yang berpengaruh terhadap peningkatan  motilitas usus.

3. Pengaruh Ion Kalsium

T = 40OC
Kontrol 10 Gelombang = 40 detik
Setelah kontrol = 35 detik 10 kerutan
Analisa data : Meningkatkan frekuensi motilitas usus.

4. Pengaruh Pilokarpin

KONTROL PILOKARPIN

T = 38OC
Kontrol 10 Gelombang = 47 detik
Setelah kontrol = Gelombang lemah sehingga tidak bisa dihitung.
Analisa data : Meningkatkan frekuensi motilitas usus. Gelombang lemah sehingga
tidak bisa dihitung.

5. Pengaruh Suhu
Pada saat Kontrol = T: 35OC, 1 menit 2 detik
T= 30OC, 1 menit 17 detik
T= 25OC, 2 menit 10 detik
T= 20OC, 2 menit 30 detik
Analisa data: Semakin rendah suhu, kecepatan motilitas usus semakin menurun

6. Pengaruh Ion Barium


T = 44OC
Kontrol 10 gelombang = 44 detik
Setelah kontrol = 31 detik
Analisa data: Terjadi frekuensi kerutan usus yang besar-besar tapi tidak teratur.
.

Kesimpulan :
Efek simpatis (penurunan motilitas Efek parasimpatis (peningkatan 
usus) motilitas usus)
Epinefrin Asetilkolin
Suhu yang rendah Kalsium
Suhu yang tinggi
Ion Barium

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, N. 2002 . Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC.
Guyton, AC, Hall JE. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai