TUMOR COLON
Diajukan Kepada:
dr. Kus Budayatiningrum, Sp. Rad
Disusun Oleh:
Rendi kurniawan
20120310155
20
HALAMAN PENGESAHAN
TUMOR COLON
Disusun oleh:
Rendy Kurniawan
20120310155
21
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat,
petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus “TUMOR COLON”.
Presus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
tak ternilai kepada:
1. dr. Kus Budayatiningrum, Sp.Rad selaku dosen pembimbing bagian
Ilmu Radiologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah
mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase Ilmu Radiologi
serta dalam penyusunan presus ini.
2. dr. Anies Indra Kusyati, Sp.Rad selaku dokter bagian Radiologi RSUD
KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan dan memberi
ilmu dalam menjalani stase Ilmu Radiologi serta dalam penyusunan
presus ini.
3. Perawat bagian instalasi radiologi RSUD Setjonegoro Wonosobo.
4. Rekan-rekan Co-Assistensiatas bantuan dan kerjasamanya.
5. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian Presus
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Rendy Kurniawan
22
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AP
Tgl lahir/ Umur : 15 Mey 1945/ 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat : Jaraksari, Wonosobo
Tanggal masuk RS : 8 Juni 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang ke RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan nyeri pada
perut dan mengalami bembesaran pada abdomen.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas dan merasakan
rasa tidak nyaman pada perutnya, dan merasa perut membesar, keluhan
yang lain disangkal.
23
Riwayat Sosial dan Personal :
Pasien berprofesi sebagai petani. Aktivitas keseharian pasien
kebanyakan dalam posisi membungkuk. Pasien mengaku jarang
meluangkan waktu secara khusus untuk berolahraga. Pasien merokok
tetapi menyangkal minum minuman beralkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Kesan sakit ringan
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 118/57 Pernapasan : 18 x /menit
Nadi : 77 x / menit Suhu : 36,9°C
Kepala : Mesosefal
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterus -/-, refleks
pupil -/- isokor, edema palpebra -/-
THT :
o Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-
o Hidung : sekret (-), hiperemis (-), nafas cuping hidung (+)
o Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
o Lidah : papil atrofi (-)
o Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher : simetris, pembesaran limfonodi (-), pembesaran
tyroid (-)
Thorax :
o Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial
linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : DBN
24
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus : Normal Normal
Perkusi : DBN
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak adanya sedikit pembesaran
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : redup di semua kuadran abdomen
Palpasi : Distensi (+)
Ekstermitas : Akral dingin (-/-), edema (-/-)
D. PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Result Unit Remark Reference Range
Hemoglobin 11,4 g/dl L (11,7-15,5)
Leukosit 8,4 10³/ul ( 3,6-11,0)
Eusinofil 2,7 % (2,00-4,00)
Basofil 0,40 % (0,1)
Netrofil 65,00 % (50-70)
Limfosit 30,20 % (25-40)
Monosit 5,40 % (2-8)
Hematokrit 33 % L (35-47)
Eritrosit 4,0 10⁶/ul L (4,40-5,90)
MCV 92 Fl (80-100)
MCH 30 Fl (26-34)
MCHC 32 g/dL (32-36)
Trombosit 251 10³/ul (150-400)
GDS 123 mg/dl (70-150)
Ureum 45 mg/dl (<50)
Creatinin 0,45 mg/dl (0,40-0,90)
Albumin 2,90 mg/dl L (3,8-5,3)
Trigliserida 89 mg/dl (70,0-140,0)
SGOT 44,0 U/L (0-50)
SGPT 26,0 U/L (0-50)
25
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
A. Colon In Loop (CIL) (10-06-2017)
BNO : udara dalam usus baik, delatasi usus (-), foecal material (+),
floating sign (+), tampa osteofit di VTh 12-VL 4
Colon In Loop : tampak kontras masuk melalui anus mengisi rectum,
rectosigmoid, colon desenden, colon transversum,
hingga colon ascendens, passe kontras relatif lancar .
Colon : Kaliber colon normal, tampak gambaran filing defect yg menetap
di colon sigmoid 1/3 distal.
Kesan : massa intraluminer di colon sigmoid 1/3 distal, ascites,
spondylosis thorakolumbales.
26
Cor : suspek membesar
Pulmo : corakan bronko faskuler kasar, diaphragma & sinus dbn
Kesan : cor : suspect cardiomegali
Paru : aspect tenang
F. DIAGNOSIS KERJA
- Tumor colon
- Kardiomegali
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
27
A. DEFINISI
Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara
autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda
dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya.1,2
Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu
pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas.1
Fisiologi :
28
Makanan mulai dicerna di mulut proses mengunyah, penghancuran
makanan oleh gigi, metabolisme dibantu oleh ptyalin (produk kelenjar saliva),
esofagus jika dalam keadaan istirahat berbentuk tabung dan akan
mengembang bila dilalui oleh cairan atau makanan, esofagus menembus
diafragma yang mempunyai spincter Cordia yang membantu mendorong
makanan. Lambung jika dalam keadaan kosong berbentuk gepeng,
pencernaan di lambung dibantu oleh HCl dan pepsin untuk pencernaan
protein renin dan pencernaan susu. Fungsi motorik lambung terdiri atas
penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan cimus (makanan yang
bercampur dengan sekret lambung) ke dalam duodenum. Usus halus
mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Dan usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya
berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting
adalah mengabsorbsi air dan elektrolit yang sudah hampir lengkap pada kolon
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa faeces yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.1,2,3
C. FAKTOR RESIKO
Polip
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan
sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan
gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis
29
(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel.
Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat
molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA,
menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas
genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi
pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.4,5
30
Gambar 4 : Adenoma Carcinoma Sequences
2,3
adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.
Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen
dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa
invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma
berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang
diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi
tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk
menjadi kanker kolorektal. 6,7
31
Dari penelitian didapatkan bahwa polip yang lebih besar dari 1 cm jika tidak
ditangani menunjukkan risiko menjadi kanker sebesar 2,5% pada 5 tahun, 8%
pada 10 tahun dan 24% pada 20 tahun. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi
malignansi tergantung beratnya derajat displasia. Tiga koma lima tahun untuk
displasia sedang dan 11,5 tahun untuk atypia ringan.
Gambar 6 : Polip Neoplastik. (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C)
tubulovillous adenoma, (D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E)
karsinoma invasif yang muncul dari sebuah villous adenoma.7,8
1. Ulseratif Kolitis
32
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena
kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif
kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18%
pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko
tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan
kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien
dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan
berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya
invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang
dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa
dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting
dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan
adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri
pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para
ahli patologi anatomi. 9
2. Penyakit Crohnis
33
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn¶s
sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari
adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat
pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal
harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga
bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik
pasien dengan crohnis disease.10,11
3. Faktor Genetik
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat
yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita
kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang
tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.12,13
34
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal.12
Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti
epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker
kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi
mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level
insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini
mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah
identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat
disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini
35
didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya
mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat
meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat
dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon;
(b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut,
misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan
fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet
dan resiko kanker kolorektal.13
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah
kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. 14,15
36
6. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut ( 65 thn) pria dan
wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7
kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4
kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang
berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa
pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker
paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48%
kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara
(248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per
100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000). 17
37
terutama antara Negara berkembang dan Negara maju. Bila di Negara maju angka
kejadian penyakit ini meningkat tajam setelah seseorang berusia 50 tahun dan
hanya 3 persen di bawah 40 tahun, di Indonesia berdasarkan data Bagian Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan persentase
yang lebih tinggi yakni 35,25%. 18,19
38
D. PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polyp adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal
tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit
mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
oragan-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar
yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal (Way, 1994). Sel-
sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau
sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
3Penyemaian ́ dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila
tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.21,22
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap
lanjut. Karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul
gejala.21
39
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi karsinoma kolorektal menurut WHO, adalah sebagai berikut:
a. Adenokarsinoma
Sebagian besar (98%) kanker di usus besar adalah adenokarsinoma. Kanker
ini merupakan salah satu tantangan besar bagi profesi kedokteran, karena kanker
ini hampir selalu timbul di polip adenomatosa yang secara umum dapat
disembuhkan dengan reseksi.24
b. Adenosquamous karsinoma
Adenosquamous karsinoma yaitu suatu karsinoma yang terdiri dari
komponen glandular dan squamous. Adenosquamous merupakan jenis tumor yang
jarang ditemukan.25,26
c. Mucinous adenokarsinoma
Istilah “mucinosa” berarti bahwa sesuatu yang memiliki banyak lendir.
Diklasifikasikan mucinous adenokarsinoma jika lebih dari 50% lesi terdiri dari
musin.26,27
d. Signet ring cell carcinoma
e. Squamous cell carcinoma
f. Undifferentiated carcinoma
Merupakan jenis yang paling ganas memiliki berbagai gambaran
histopatologis sehingga tidak dikenali lagi asal selnya. 27
g. Medullary carcinoma
Sel berbentuk bulat dengan inti vesikuler dan anak inti jelas diantaranya sel-
sel terdapat sel radang limfosit yang tidak menginfiltrasi tapi mendesak
gambarannya seperti ganas namun prognosisnya lebih baik.28
4. Stadium
Klasifikasi karsinoma ini pertama kali diajukan oleh Dukes pada tahun 1930
(Sjamsuhidajat, 2004). Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi
karsinoma ke dinding usus.29,30
40
Gambar 3. Stadium pada kanker kolorektal
F. DIAGNOSIS
Diagnosa karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen dan rectal, prosedur diagnostik paling
pentng untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium,
proktosigmoidoskopi,dan kolonoskopi. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
setiap tiga tahun untuk usia 40 tahun keatas. Sebanyak 60% kasus dari kanker
kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoideskopi dengan biopsi atau apusan
sitologi. 30,31
G. PEMERIKSAAN
Biopsi
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang
masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan
41
metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan
sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA
berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan
kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum
merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan
bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. 10,11
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes
ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum
operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer
berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif
berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastase
sering mengakibatkan naiknya nilai CEA. 12,13
Phenol yang tidak berwarna di dalam guaic gum akan dirubah menjadi
berwarna biru oleh oksidasi. Reaksi ini menandakan adanya peroksidase katalis,
oksidase menjadi sempurna dengan adanya katalis, contohnya hemoglobin. Tetapi
sayangnya terdapat berbagai katalis di dalam diet. Seperti contohnya daging
merah, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus untuk menghindari hal ini. Tes
ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluorosensi dari occult blood
mengubah hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi 5-10 mg
hb/gr feses, Hasil false negatif dari tes ini sangat tinggi. Terdapat berbagai
masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan tes occult blood untuk
screening, karena semua sumber perdarahan akan menghasilkan hasil positif.
Kanker mungkin hanya akan berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama
sekali, dan akan menghasilkan tes yang false negatif. Proses pengolahan,
manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan
mempengaruhi keakuratan dari tes occult blood tersebut. Efek langsung dari tes
occult blood dalam menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum jelas
42
dan efikasi dari tes ini sebagai screening kanker kolorektal masih memerlukan
evaluasi lebih lanjut.14,15
Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan
sinar horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di
sikap tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.18,19
Foto Polos Abdomen menjadi salah satu alat bantu dalam mendiagnosis
terjadinya gangguan pada abdomen. Pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan
abdomen akut.20,21,22
Barium Enema
43
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang
dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. T etapi sayangnya
sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk
menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon. 23,24
2 Minum sebanyak-banyaknya
3 Pemberian Pencahar
44
Sebaliknya dipilih pencahar yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
← Teknik pemeriksaan
Tahap pengisian
45
yang belum terisi dapat diisi dengan merubah posisi penderita dari telentang
(supine) menjadi miring kanan (right decubitus).26
Tahap pelapisan
Tahap pengosongan
Tahap pengembangan
Tahap pemotretan
Lama pemeriksaan
46
← - Penonjolan ke dalam lumen (protruded lession) Bentuk klasik
tipe ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) dan tidak bertangkai
(sessile). Dinding kolon seringkali masih baik.2,3
Endoskopi
47
Kolonoskopi
48
Imaging Tehnik
CT scan
19
dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.
Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi
metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.7,8,9
49
Gambar 9 : CT scan pelvis yang menunjukkan adanya karsinoma kolon
MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering
digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT
scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan
untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.8,9
50
kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rektal
examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan
ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah
mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari
kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.10,11
H. PENATALAKSANAAN
Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus
mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi
sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum,
reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor. Pendekatan
laparaskopik kolektomi telah dihubungkan dan dibandingkan dengan tehnik bedah
terbuka pada beberapa randomized trial. Subtotal kolektomi dengan
ileoproktostomi dapat digunakan pada pasien kolon kanker yang potensial kurabel
dan dengan adenoma yang tersebar pada kolon atau pada pasien dengan riwayat
keluarga menderita kanker kolorektal. Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan
harus mengikutsertakan cabang dari arteri media kolika sebagaimana juga seluruh
arteri ileokolika dan arteri kolika kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau
splenic flexure harus mengikutsertakan seluruh arteri media kolika. Permanen
kolostomi pada penderita kanker yang berada pada rektal bagian bawah dan
tengah harus dihindari dengan adanya tehnik pembedahan terbaru secara stapling.
Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kanan biasanya ditangani dengan
reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon
kiri dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang menyebabkan perforasi
membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan
reanastomosis dan closure dari kolostomi.12,13,14
Terapi Radiasi
51
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.15,16
52
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien antara lain menunjukkan adanya
pembengkakan, nyeri, rasa tidaknyaman pada abdomen, dan mengeluh kan. Tidak
ada keluhan lain, Riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga
disangkal.
1. Dari anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan adanya kesamaan dengan teori dan pemeriksaan yang
dilakukan.
2. Dari pemeriksaan radiologi dan teori yang didapatkan adanya
kesamaan Dimana pada tumor kolon akan terlihat gambaran
penonjolan ke dalam lumen, kerancuan dinding kolon, dan kekauan
dinding kolon. Kontras yang dipakai biasanya yaitu barium enema
dengan lama pemeriksaan lima menit. Dari hasil pemeriksaan
radiologi ditemukan filing difect pada 1/3 distal, yang menunjukan
adanya masa di colon sigmoid, perkiraan masa yg terlihat pada
gambaran radiologi, masa pada stage II.
3. Dari anamnesis didapatkan kesamaan dengan teori seperti keluhan
sesak napas dan merasakan rasa tidak nyaman pada perutnya, dan merasa
perut membesar.
53
BAB IV
KESIMPULAN
54
DAFTAR PUSTAKA
1. De jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Bedah Edisi 2: Bab 35 Usus
Halus, Apendiks, Kolon, dan Rektum. Jakarta: EGC. 2005.
2. Halpert, RD. Gastrointestinal Imaging 3rd ed: Chapter 7 Colon and Rectum.
Philadelphia: Mosby Elsevier. 2006. 261-300.
3. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi 2: Traktus Digestivus dan Biliaris.
Jakarta: EGC. 2005. 256-268
4. Gontar Alamsyah Siregar. Deteksi dini dan penatalaksanaan karsinoma kolon,
2007.
5. Colorectal Cancer Center of Cedars-Sinai Hospital (2010) Treatments for Sigmoid
6. Price, Sylvia A & LM Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta
7. Sutadi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran, USU.
8. Bontrager, 2001., Tex Book of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Edisi ke-5, Mosby Inc, St. Louis, Amerika.
9. Billinger, Philip W, Merrils Atlas of Radiographic position and Radiologic
Procedures volume II – Eight Edition, The Mosby Company, St. Loius,
Toronto. London, 1999.
55
10. Cohen A M, Minsky B D, Schilsky R L. 1997.Cancers of the
gastrointestinal tract. In: Devita V T, Hellman S, Roseberg S A: Cancer
th
principles & practice of oncology 5 edition. Page: 1166-1185.
13. Eroschenko, V P. 2001. Sistem pencernaan: usus halus dan usus besar.
Dalam: Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Jakarta: EGC.
Halaman: 205.
14. Gontar Alamsyah Siregar. 2007. Deteksi dini dan penatalaksanaan kanker
usus besar.
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb2007gontarasiregar.
pdf 5 Mei 2008
18. John Pieter. 1997. Usus halus, appendiks, kolon dan anorektum. Dalam: R.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong: Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.
Halaman: 893, 895.
th
19. Juan Rosai. 1996. Ackerman’s surgical pathology volume two B. 8
edition. Missouri: Mosby-Year Book, Inc. Page: 775.
56
21. Kumar V, Cotran R S, Robbins S L. 2004. Buku ajar patologi volume 1.
Edisi 7. 2004. Jakarta: EGC. Halaman: 200.
23. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC. Halaman: 661-663.
25. Rama Diananda. 2007. Kanker Usus Besar. Dalam: Mengenal seluk-beluk
kanker. Yogyakarta: Katahati. Halaman: 133-147.
27. Schwartz S I. 1995. kolon, rectum dan anus. Dalam: Intisari prinsip-
prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC. Halaman: 432.
28. Setiadi. 2007. Sistem pencernaan makanan. Dalam: Anatomi & fisiologi
manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman: 87-88.
nd
31. Tortora G J. 1980. Principle of human anatomy 2 edition. New York:
Harper & Row. Page: 575-578.
57