Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH REFINERY DAN PRODUK TURUNAN

PEMANFAATAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA


SAWIT SEBAGAI BIOPLASTIK DENGAN
PENAMBAHAN GLISEROL DAN PATI TAPIOKA

Disusun oleh :

Ardi Firmansyah (201812032)


Maya Puspita Sari (201812043)
Rizky Setiawan (201812051)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

POLITEKNIK KELAPA SAWIT

CITRA WIDYA EDUKASI

BEKASI

2020
BAB I

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan manusia modern, penggunaan produk-produk
kemasan plastik cendrung terus meningkat seiring dengan semakin
tingginya konsumsi dan daya beli masyarakat. Berdasarkan data
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia,
produksi sampah di Indonesia hingga akhir tahun 2019 diperkirakan
mencapai 67 juta ton dimana 15 % diantaranya adalah sampah plastik.
Peningkatan ini akan menimbulkan masalah antara lain yaitu masalah
pencemaran lingkungan dan memicu terjadinya krisis minyak tanah, hal ini
terjadi karena plastik konvensional berasal dari petrokimia serta tidak dapat
terurai secara alami.
Untuk mengurangi penumpukkan limbah plastik ini, maka
dilakukanlah suatu penelitian mengenai pembuatan plastik yang dapat
terdegredasi atau dikenal dengan bioplastik. Bioplastik adalah plastik yang
dapat digunakan layaknya plastik konvensional, namun akan hancur terurai
oleh aktivitas mikroorganisme setelah habis terpakai atau dibuang ke
lingkungan. Bioplastik ini dibuat dengan material yang dapat diperbaharui,
yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman, seperti pati,
selulosa, kolagen, kasein dan sebagainya.
Adapun salah satu bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan
bioplastik adalah tandan kosong kelapa sawit. Alasan penggunaan tandan
kosong kelapa sawit adalah karena kandungan selulosa yang terdapat pada
tandan kosong kelapa sawit. Kandungan selulosa pada tandan kosong kelapa
sawit adalah sebesar 45,95%. Dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi
inilah tanda kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
bioplastik. Selain itu tandan kosong kelapa sawit masih kurang dalam
pemanfaatannya. Sehingga alasan itu juga peneliti membuat penelitian ini.
Kemudian alasan penggunaan tanda kosong kelapa sawit adalah karena
luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

1
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2015 Indonesia memiliki luas
perkebunan kelapa sawit sebesar 6.735.300 Ha, yang tersebar di 22 provinsi
di Indonesia. Dengan begitu, produksi kelapa sawit sebesar 31.070.000
ton/tahun. Sebanyak 25% - 26% dari total produksi kelapa sawit tersebut
merupakan tandan kosong yang menjadi produk sampingan atau disebut
juga limbah. Baru sebanyak 10% dari TKKS tersebut yang sudah
dimanfaatkan untuk bahan bakar boiler maupun kompos, dan sisanya masih
menjadi limbah.
Melihat banyaknya produksi kelapa sawit ini, pastinya bioplastik
dari tandan kosong kelapa sawit ini merupakan inovasi produk yang dapat
mengurangi limbah tandan kosong kelapa sawit serta mengurangi
penggunaan plastik konvensional di Indonesia.

1.2 Pengenalan Produk


Bioplastik pada penelitian ini akan dibuat dari selulosa tandan
kosong kelapa sawit dengan menambahkan gliserol dan pati tapioka.
Penambahan gliserol berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dan
permeabilitas terhadap air dan uap gas pada bioplastik yang akan dihasilkan.
Kemudian penambahan pati tapioka digunakan sebagai bahan pengisi pada
rongga-rongga bioplastik sehingga dapat memperkecil pori-pori dan
menghomogenkan bioplastik.
Selulosa yang digunakan sebagai bahan baku bioplastik ini adalah
selulosa dengan kemurnian tinggi yang didapat dari proses delignifikasi dan
proses bleaching. Proses deliginfikasi merupakan proses yang bertujuan
melarutkan komponen lain dari tandan kosong kelapa sawit selain selulosa.
Dalam penelitian ini deliginifikasi menggunakan NaOH 12%. Melalui
deliginifikasi diharapkan komponen seperti hemiselulosa, lignin,
holoselulosa, dan komponen lain dapat larut. NaOH dipilih karena lignin
lebih larut dalam kondisi alkali dan selulosa tidak. Kemudian proses
bleaching adalah proses mengurangi pigmen warna pada selulosa tandan
kosong kelapa sawit dengan larutan asam sehingga akan didapat selulosa
yang berwarna putih pucat.

2
BAB II

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
Dalam penelitian ini alat-alat yang akan digunakan yaitu
sebagai berikut :
No Alat Fungsi
1 Timbangan Untuk mengetahui kuantitas suatu bahan.

2 Oven Untuk mengeringkan sampel.

3 Hot plate magnetic Untuk mengaduk, memanaskan dan


stirrer
menghomogenkan sampel.

4 Ternometer Untuk mengukur temperatur.

5 Batang pengaduk Untuk mengaduk larutan.

6 Labu ukur Untuk tempat larutan.

7 Gelas beaker Untuk wadah selama proses pembuatan.

8 pH meter Untuk mengukur tingkat keasaman atau kebasaan


produk.

9 Erlenmeyer Untuk wadah selama proses pembuatan.

3
2.1.2 Bahan
Dalam penelitian ini alat-alat yang akan digunakan yaitu
sebagai berikut :
No Bahan Fungsi
1 Tandan kosong kelapa sawit Sebagai bahan baku pembuatan
bioplastik.

2 NaOH Sebagai larutan pada proses


delignifikasi.
3 H2O2 Sebagai larutan pada proses
bleaching.

4 Pati Sebagai bahan campuran dan


modifikasi produk.
5 Gliserol Sebagai bahan plastisizer.

6 Aquadest Digunakan untuk melarutkan bahan


kimia.

2.2 Proses Pembuatan Produk


2.2.1 Tahap persiapan bahan
Tandan kosong kelapa sawit dibersihkan terlebih dahulu
dengan cara dicuci yang kemudian dikeringkan dengan cara dijemur.
Kemudian tandan kosong tersebut dicacah sekecil mungkin. Hal ini
bertujuan agar proses kimia pada tandan kosong kelapa sawit dapat
bekerja dengan maksimal. Setelah dicacah, kemudian tandan kosong
tersebut dikeringkan didalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam.

2.2.2 Ekstraksi selulosa


Pada proses ekstraksi ini terdapat dua proses yang perlu
dilakukan yaitu proses delignifikasi dan proses bleaching.
Proses delignifikasi dilakukan dengan cara mengambil
sampel tandan kosong kelapa sawit yang telah dicacah tadi sebanyak
10 gram, kemudian dicampurkan dengan larutan NaOH 12% dengan

4
menggunakan hot plate magnetic stirer selama 3 jam dengan tetap
menjaga temperatur suhu 90-95oC.
Kemudian setelah dilakukan proses delignifikasi, dilanjutkan
dengan proses bleaching, yaitu dengan cara mencampurkan sampel
yang sudah didelignifikasi tadi dengan larutan H2O2 10% dengan
menggunakan hot plate magnetic stirer selama 1,5 jam dengan tetap
menjaga temperatur suhu80-90oC. Setelah itu cuci sampel dengan
aquadest hingga pH netral.

2.2.3 Pembuatan bioplastik


Adapun dalam pembuatan bioplastik ini yang perlu dilakukan
yaitu pertama masukan air sebanyak 60 ml kedalam gelas beaker dan
tambahkan 10 gram pati tapioka. Setelah itu larutkan pati dengan
menggunakan hot plate magnetic stirer pada suhu 70oC selama 1,5
menit hingga berbentuk gelatin. Kemudian campurkan gelatin tersebut
dengan gliserol dan tambahkan selulosa sebanyak 3,5 gram.
Kemudian panaskan dan diaduk selama 15 menit dan lakukan
pencetakan.

5
BAB III

3.1 Karakterisasi Bioplastik


Ada beberapa karakteristik bioplastik yang perlu diketahui dengan
melakukan suatu proses pengujian pada bioplastik tersebut. Adapun
pengujian tersebut adalah sebagai berikut

3.1.1 Uji densitas


Densitas merupakan kerapatan suatu bahan yang akan
mempengaruhi sifat mekanik pada bahan tersebut. Semakin rapat
suatu bahan maka semakin meningkat sifat mekaniknya. Adapun
prosedur penentuan densitas ini sesuai yang dilakukan oleh Darni
(2014). Dimana massa yang akan diuji ditimbang menggunakan
timbangan digital. Kemudian gelas ukur 10 ml diisi dengan air hingga
5 ml dan sampel plastik dimasukkan dalam gelas ukur yang berisi air.
Setelah 15 menit, dicatat volume air yang baru (v) untuk menghitung
volume plastik sebenar-nya dengan cara: selisih volume akhir air
dengan volume awal air. Maka didapatkan ρ plastik dengan persamaan
berikut.
ρ = m/v
Keterangan :
m = massa

v = volume

3.1.2 Uji ketahanan air


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
daya serap bahan terhadap air. Prosedur uji ketahanan air pada sampel
bioplastik mengikuti cara yang dilakukan oleh Darni (2011). Berat
awal sampel yang akan diuji ditimbang, lalu diisi dalam suatu wadah
botol/gelas/mangkok) yang berisi air aquades. Setelah 10 detik,
sampel diangkat dari dalam wadah dan berat sampel ditimbang.
Sampel di rendam kembali ke dalam wadah tersebut, dan sampel
ditimbang kembali setiap 10 detik. Dilakukan penimbangan sampel

6
hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan. Air yang diserap
oleh sampel dihitung dengan persamaan berikut.

𝑊−𝑊𝑜
Air (%) = X100
𝑊𝑜
Keterangan :
Wo = berat sampel mula-mula (gr)

W = berat sampel setelah direndam (gr)

3.1.3 Uji kuat tarik


Pengujian kuat tarik merupakan pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui respon dari suatu sampel atau bahan pada saat
diberikan beban. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan
peralatan mesin universal tipe HT-8503 dengan mengikuti standar
ASTM 638.

3.1.4 Uji persen elongasi


Elongasi merupakan perubahan panjang maksimal dari
bioplastik sebelum terputus. Pengujian ini juga dilakukan dengan
menggunakan peralatan mesin universal tipe HT-8503 dengan
mengikuti standar ASTM 638.

7
BAB IV

4.1 Perkembangan Bioplastik Di Indonesia


Bioplastik di Indonesia cukup berkembang dan sudah mendapat
respon positif baik dari masyarakat maupun dari pemerintah indonesi itu
sendiria. Hal ini dapat dilihat dari sudah berdirinya salah satu industri
bioplastik di indonesia yaitu PT Inter Aneka Lestari Kimia. Industri ini
memproduksi biodegradable plastic dengan merk Enviplast yang berbahan
baku tepung singkong.
Berdiri di tanah seluas 50.000 meter persegi, PT Inter Aneka
Lestari Kimia menyiapkan 30 lini produksi untuk bioplastik. Industri ini
mampu memproduksi biji bioplastik bisa sampai 300 ton per
bulan. Sedangkan untuk kantong bioplastiknya 250 ton per bulan. Itu artinya
kapasitas produksi biji bioplastik PT Inter Aneka Lestari per tahun sekitar
3.600 ton. Sementara itu, kapasitas terpasang dari semua lini produksi bisa
sampai 30.000 ton per tahun.
Selain itu terdapat juga industri yang bernama Avani Eco yang
memproduksi kantong plastik dan jas hujan dari pati ubi kayu. Namun,
justru produk ini lebih banyak diekspor ke luar negri. Menurut SWA (2014),
harga bioplastik lebih mahal 22,5 kali harga plastik konvensional. Harga
kantong plastik produk Avani Eco, Rp 200300 ,- per lembar lebih mahal
daripada kantung plastik konvensional. Hal ini disebabkan antara lain oleh
kapasitas produksi yang belum optimal. Menurut Platt (2006), harga plastik
biodegradable berbahan dasar pati turun dengan meningkatnya efisiensi
proses produksi dan ditemukannya bahan baku dengan harga yang lebih
murah. Pada tahun 2003, rata-rata harga bioplastik berbahan dasar pati
berkisar antara 3,05,0 Euro/kg, kemudian turun menjadi 1,53,5 Euro atau
ratarata 1,75 Euro/kg.
Jadi, peluang pengembangan bioplastik masih terbuka seiring
dengan semakin tingginya tuntutan terhadap upaya pelestarian lingkungan.
Bahan baku bioplastik yang berasal dari bahan nabati juga memiliki peluang

8
keberlanjutan dibandingkan dengan plastik konvensional yang dihasilkan
dari minyak bumi yang semakin berkurang.
Pengembangan bioplastik dapat dimulai dari pengembangan
teknologi proses dan formulasi bahan baku untuk menghasilkan produk
dengan harga yang lebih bersaing. Pengkajian kelayakan ekonomi dan sosial
pengembangan bioplastik diperlukan, termasuk kebijakan penggunaan
bioplastik untuk mempercepat pengembangan industri bioplastik. Dalam hal
ini, peran berbagai pihak perlu disinergikan dalam pengembangan
bioplastik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Andahera, Cindy, dkk. 2019. Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi


Plasticizer Terhadap Kualitas Bioplastik Berbasis Selulosa dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Indo. J. Pure App. Chem, 2(2): 46-54.

Dewanti, Dian Purwitasari. 2018. Potensi Selulosa dari Limbah Tandan Kosong
Kelapa Sawit untuk Bahan Baku Bioplastik Ramah Lingkungan. Jurnal
Teknologi Lingkungan, 19(1): 81-87.

Hidayat, Agung. 2017. Industri Bioplastik Belum Berani Produksi Besar.


https://industri.kontan.co.id/news/industri-bioplastik-belum-berani-
produksi-besar. [13 Desember 2020].

Hidayati, S., Zulferiyenni, Satyajaya, W. 2019. Optimasi pembuatan


biodegradable film dari selulosa limbah padat rumput laut Eucheuma
cottonii dengan penambahan gliserol, kitosan, CMC dan tapioka. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(2): 340-354.

Kamsiati, E., Herawati, H., Purwani, Endang Y. 2017. Potensi Pengembangan


Plastik Biodegradable Berbasis Pati Sagu dan Ubikayu Di Indonesia. Jurnal
Litbang Pertanian, 36(2): 67-76.

Mandasari, Agustina, dkk. 2017. Karakterisasi Uji Kekuatan Tarik (Tensile


Strenght) Film Plastik Biodegradable Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit
Dengan Penguat Zink Oksida Dan Gliserol. Jurnal Hasil Penelitian Bindang
Fisika, Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.

Panggabean, Wiranda. 2020.” Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Tandan Kosong


Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Bioplastik dengan Penambahan
Sorbitol”. Tugas Akhir. Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Politeknik
Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi, Bekasi.

10
Saputro, Agung Nugroho Catur dan Arrum, Linggar Ovita. 2017. Sintesis Dan
Karakterisasi Bioplastik Dari Kitosan-Pati Ganyong (Canna Edulis). Jurnal
Kimia dan Pendidikan Kimia, 2(1); 13-21.

SWA. 2014. Enviplast, Inovasi Kantong Ramah Lingkungan. http:/


/swa.co.id/swa/trends/marketing/enviplast-inovasi-kantongramah-
lingkungan. [23 Januari 2021].

Tamiogy, Wahyu Ramadhani, dkk. 2019. Pemanfaatan Selulosa dari Limbah


Kulit Pisang sebagai Filler pada Pembuatan Bioplastik. Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan, 14(1): 63-71.

11

Anda mungkin juga menyukai