⇒Ilmu kimia adalah cabang dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang
A. 3 Sifat Materi
Sifat materi yang dimaksud adalah sifat yang berhubungan dengan mudah tidaknya suatu
materi terbakar ,menguap , tercampur , berkarat , membusuk dan mudah tidaknya materi
tersebut membentuk endapan .
contoh :
Sifat fisika yang berkaitan dengan keadaan fisik suatu zat dan tidak
berhubungan dengan pembentukan zat baru
contohnya : Rasa, wujud , bau , warna , massa jenis , daya , hantar listrik , titik didih, titik
leleh , indek bias kekerasan dan kelarutan
sifat kimia, sifat materi yang berhubungan dengan perubahan kimia yang
menyertai pembentukan zat baru .
contoh : mudah tidaknya suatu bahan menguap , berkarat , membusuk ,beracun dsb .
A. 4 Perubahan Materi
contoh :
Pembuatan obat-obatan
Perubahan Materi yang hanya menyebabkan perubahan bentuk / fisik saja dan tidak
menyebabkan Perubahan zat baru .
contoh :
Hal ini berhubungan dengan energi yang dibesarkan atau diperlukan pada saat terjadinya
perubahan materi .
Contohnya :
Pestisida atau pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,
menolak, atau membasmi organisme pengganggu.[1] Nama ini berasal dari pest ("hama") yang
diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus,
gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya,
tetapi tak selalu, beracun.
Daftar isi
1 Sejarah
2 Definisi
o 2.1 Organofosfat
o 2.2 Karbamat
o 2.3 Organoklorin
o 2.4 Piretroid
o 2.5 Sulfonilurea
o 2.6 Biopestisida
3 Pemanfaatan
4 Alternatif
o 4.1 Efektivitas
5 Kerugian
o 5.1 Bahaya bagi kesehatan
o 5.2 Efek bagi lingkungan
o 5.3 Keekonomian
6 Lihat pula
7 Referensi
8 Bahan bacaan terkait
9 Pranala luar
Sejarah
Sebelum tahun 2000 SM, manusia telah menggunakan pestisida untuk melindungi tanaman
pertanian. Pestisida pertama berupa sulfur dalam bentuk unsur yang ditebarkan di atas lahan
pertanian di Sumeria sekitar 4500 tahun yang lalu. Rig Veda yang berusia 4000 tahun
menyebutkan penggunaan tanaman beracun untuk mengendalikan hama.[4] Sejak abad ke 15,
senyawa berbahaya seperti arsenik, raksa, dan timbal diterapkan di lahan pertanian untuk
membunuh hama. Pada abad ke 17, nikotin sulfat diekstraksi dari daun tembakau untuk
dijadikan insektisida. Abad ke 19, piretrum dari bunga krisan dan rotenon dari akar sayuran
mulai dikembangkan.[5] Hingga tahun 1950an, pestisida berbahan dasar arsenik masih
dominan.[6] Paul Herman Müller menemukan DDT yang sangat efektif sebagai insektisida.
Organoklorin menjadi dominan, tetapi segera digantikan oleh organofosfat dan karbamat
pada tahun 1975 di negara maju. Senyawa piretrin menjadi insektisida dominan.[6] Herbisida
berkembang dan mulai digunakan secara luas pada tahun 1960an dengan triazin dan senyawa
berbasis nitrogen lainnya, asam karboksilat, dan glifosat.[6]
Pada tahun 1960an, ditemukan bahwa DDT menyebabkan berbagai burung pemakan ikan
tidak bereproduksi, yang menjadi masalah serius bagi keanekaragaman hayati. Penggunaan
DDT dalam pertanian kini dilarang dalam Konvensi Stockholm, tetapi masih digunakan di
beberapa negara berkembang untuk mencegah malaria dan penyakit tropis lainnya dengan
menyemportkannya ke dinding untuk mencegah kehadiran nyamuk.[7]
Definisi
Jenis pestisida Sasaran
Herbisida Gulma
Arborisida Semak dan Belukar
Algisida atau Algasida Alga
Avisida Burung
Bakterisida Bakteri
Fungisida Fungi
Insektisida Serangga
Mitisida atau Akarisida Tungau
Molluskisida Siput
Nematisida Nematoda
Rodentisida Rodent
Virusida Virus
Larvisida Ulat
Silvisida Pohon Hutan
Ovisida Telur
Pisisida Ikan Mujahir
Termisida Rayap
Predasida Predator atau Hewan Vertebrata
FAO mendefinisi pestisida sebagai "zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah,
membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi manusia dan
hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan
kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan, transportasi, atau pemasaran bahan
pertanian (termasuk hasil hutan, hasil perikanan, dan hasil peternakan).Istilah ini juga
mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, merontokkan daun, mengeringkan
tanaman, mencegah kerontokkan buah, dan sebagainya yang berguna untuk mengendalikan
hama dan memitigasi efek dari keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen."[8]
Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya. Famili senyawa
kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Famili
hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi diklorodifeniletana (DDT), senyawa
siklodiena, dan lainnya. Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion
kalium-natrium di dalam jaringan saraf. Tingkat keracunan senyawa ini dapat bervariasi,
tetapi seluruh senyawa organoklorin bersifat persisten dan dapat terakumulasi secara biologi.
[12]:239–240
Organofosfat dan karbamat telah menggantikan organoklorin. Keduanya
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang mengirimkan asetilkolin ke jaringan saraf,
mampu menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat secara umum beracun bagi vertebrata.[12]:136–
137
Herbisida seperti fenoksi bekerja secara selektif dan hanya mengincar gulma berdaun lebar
dan tidak mengincar rerumputan. Fenoksi dan asam benzoat berfungsi mirip seperti hormon
pertumbuhan tanaman, dan menumbuhkan sel secara tidak terkendali, sehingga memaksa
kerja sistem transportasi tanaman (floem dan xylem) dan merusaknya.[12]:300 Triazin
mengganggu fotosintesis.[12]:335 Glifosat yang kini banyak digunakan, belum dikategorikan
dalam famili senyawa herbisida manapun.
Pada tahun 2009, fungisida paldoksin diperkenalkan dan bekerja dengan memanfaatkan
senyawa yang dilepaskan oleh tumbuhan, fitoaleksin. Secara alami, fungi melakukan
detoksifikasi melawan fitoaleksin. Paldoksin menghambat enzim yang berperan dalam
detoksifikasi tersebut. Fungisida ini dipercaya lebih aman.[14]
Organofosfat
Pestisida organofosfat mempengaruhi sistem saraf dengan mengganggu enzim yang mengatur
asetilkolin, zat penghantar sinyal saraf. Ditemukan pada awal abad ke 19, tetapi efeknya pada
serangga dan manusia baru diketahui pada tahun 1932: organofosfat sama berbahayanya bagi
serangga dan manusia. Beberapa sangat beracun dan digunakan di Perang Dunia II sebagai
senjata. Namun biasanya tidak bersifat persisten di alam.
Karbamat
Sama seperti organofosfat, tetapi efeknya bersifat reversible dan dapat disembuhkan.
Organoklorin
Piretroid
Dikembangkan sebagai versi sintetik dari senyawa alami piretrin yang ditemukan di bunga
krisan. Namun senyawa piretroid sintetik berbahaya bagi kesehatan sistem saraf.
Sulfonilurea
Biopestisida
Biopestisida dikembangkan dari bahan alami, dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan bahan
tambang mineral. Contohnya adalah minyak kanola dan baking soda memiliki kemampuan
sebagai pestisida. Klasifikasi biopestisida yaitu:
Tanaman juga dapat dimodifikasi secara genetika untuk menghasilkan senyawa yang
mampu melindungi tanaman.
Pestisida biokimia yang secara alami terdapat di alam dapat mengendalikan hama
secara non-toksik. Contohnya adalah feromon yang mempengaruhi siklus
perkembang biakan serangga sehingga rantai keturunan serangga terputus. Feromon
juga bisa berfungsi sebagai pemikat serangga untuk menuju ke jebakan serangga.
Jenis Efek
Atraktan Menarik Serangga pada lokasi yang mendapat perlakuan
Antifouling Membunuh organisme yang menempel di badan kapal penangkap ikan
Defoliant Merontokkan daun (foliage: daun)
Dessicant Mengeringkan jaringan tumbuhan
Disinfektan Membunuh atau menon-aktifkan mikroorganisme penyebab penyakit
Kemosterilan Memandulkan Serangga atau Hewan Vertebrata
Repellent Menolak atau mencegah kehadiran serangga
Sterilan Tanah Pensterilasi Tanah dari Mikroorganisma dan organisma pengganggu lainnya
Stimulan Di gunakan sebagai Perangsang
Inhibitor Penghambat
Pengawet Kayu Misalnya Penta Kloro Phenol (PKP)
Berkerja untuk menghalangi Hama makan, tetapi tetap tinggal sehingga mati
Anti-feedan
kelaparan
Pemanfaatan
Pestisida digunakan untuk mengendalikan keberadaan hama yang diyakini membahayakan.[17]
Misal nyamuk yang dapat membawa berbagai penyakit mematikan seperti virus Nil Barat,
demam kuning, dan malaria. Pestisida juga ditujukan kepada hewan yang mampu
menyebabkan alergi seperti lebah, tawon, semut, dan sebagainya. Insektisida pun digunakan
di peternakan dalam mencegah kehadiran serangga yang mampu menularkan penyakit dan
menjadi parasit.[17] Pestisida pun digunakan dalam pengawetan makanan, seperti mencegah
tumbuhnya jamur pada bahan pertanian dan mencegah serta membunuh tikus yang biasa
memakan hasil pertanian yang disimpan. Herbisida juga digunakan dalam transportasi seperti
membunuh gulma di pinggir jalan dan trotoar. Tumbuhan dan hewan invasif juga dapat
ditanggulangi dan dicegah dengan pestisida. Herbisida dan algasida telah digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan alga dan tumbuhan air di perairan.[18] Hama seperti rayap dan
jamur dapat merusak struktur bangunan yang terbuat dari kayu.[17]
Pestisida dapat menyelamatkan usaha pertanian dengan mencegah hilangnya hasil pertanian
akibat serangga dan hama lainnya. Di Amerika Serikat, diperkirakan setiap dolar yang
dikeluarkan untuk pestisida menyelamatkan empat dolar uang yang dapat hilang karena
hama.[19] Studi lainnya menemukan bahwa tanpa penggunaan pestisida, hasil pertanian dapat
turun sekitar 10%.[20] Studi lainnya yang dilakukan pada tahun 1999 menemukan bahwa
pelarangan pestisida di Amerika Serikat dapat menyebabkan kenaikan harga pangan,
hilangnya lapangan pekerjaan, dan meningkatnya penderita kelaparan.[21]
DDT yang disemprotkan di tembok rumah dapat melawan malaria dan digunakan pada tahun
1950an dan WHO mendukung hal tersebut.[22][22] Namun pada tahun 2007, sebuah studi
mengkaitkan kanker payudara dengan paparan DDT pra-pubertas.[23] Gejala keracunan juga
dapat terjadi ketika DDT dan senyawa hidrokarbon berklorin masuk ke makanan manusia.
Meski begitu, para ilmuwan memperkirakan DDR dan bahan kimia organofosfat lainnya
telah menyelamatkan 7 juta jiwa sejak tahun 1945 dengan mencegah penyebaran penyakit
malaria, wabah bubonik, tripanosomiasis Afrika, dan typhus.[24] Meski demikian, penggunaan
DDT tidak selalu efektif karena resistansi terhadap DDT telah ditemukan sejak tahun 1955,
dan pada tahun 1972 19 spesies nyamuk dinyatakan telah tahan terhadap DDT.[25] Sebuah
studi oleh WHO pada tahun 2000 di Vietnam menemukan bahwa pengendalian malaria tanpa
DDT dapat lebih efektif dibandingkan DDT.[26]
Pada tahun 2006 dan 2007, dunia telah menggunakan setidaknya 5.2 miliar pon pestisida
dengan herbisida merupakan porsi terbesar, mencapai 40%, diikuti insektisida 17%, dan
fungisida 10%.[27] Pada tahun yang sama, Amerika Serikat menggunakan 1.1 miliar pon
pestisida.[27] Saat ini terdapat 155 juta bahan aktif yang terdaftar sebagai pestisida[28] yang
dapat digunakan bersama-sama untuk membentuk 20000 jenis produk pestisida.[29]
Diperkirakan pasar ini akan mendapatkan keuntungan sebesar US$ 52 miliar pada tahun
2019.[30]
Alternatif
Berbagai metode dapat digunakan untuk mengendalikan hama, termasuk modifikasi metode
budi daya, penggunaan pengendalian hama biologis seperti feromon dan protein mikroba,
rekayasa genetika, dan metode penghalangan perkembang biakan serangga.[24] Penerapan
kompos dari sampah kebun juga dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda.[31] Metode
ini menjadi semakin populer karena lebih aman dibandingkan penggunaan bahan kimia
konvensional.
Modifikasi praktik budi daya mencakup praktik polikultur, rotasi tanaman, penanaman di
lahan yang tidak dapat ditumbuhi hama, penanaman berdasarkan musim di mana hama tidak
banyak muncul, dan penggunaan tanaman jebakan yang memikat hama dari tanaman yang
diproduksi.[24] Penyiraman air panas juga sama efektifnya dengan pestisida dengan biaya yang
sama dengan penyemprotan pestisida.[24]
Pelepasan organisme yang melawan hama juga dapat menjadi alternatif dari penanggulangan
hama. Organisme tersebut adalah predator atau parasit dari hama target.[24]
Intervensi siklus reproduksi serangga dapat dicapai dengan sterilisasi serangga jantan
sehingga betina tidak menghasilkan telur.[24] Metode ini pertama digunakan pada serangga
Cochliomyia hominivorax pada tahun 1958.[32][33] Namun metode ini dapat memakan banyak
biaya dan waktu, serta hanya efektif pada serangga jenis tertentu.[24]
Alternatif lainnya adalah perlakuan panas pada tanah (sterilisasi) menggunakan uap untuk
membunuh hama yang hidup atau dorman di dalam tanah.
Efektivitas
Berbagai bukti menunjukan bahwa metode pengendalian hama alternatif memiliki efektivitas
yang setara dengan pestisida kimia. Swedia telah mengurangi setengah pestisida berbahaya
tanpa mengurangi hasil pertaniannya.[24] Di Indonesia, petani telah mengurangi pestisida pada
sawah sebanyak 65% dan hanya mengalami penurunan prduksi 15%.[24] Di Florida
penanaman jagung yang diikuti dengan penerapan kompos sampah kebun dengan rasio C/N
yang tinggi dapat mengurangi parasit nematoda dan meningkatkan hasil produksi.[31]
Kerugian
Pestisida secara umum membawa kerugian bagi lingkungan dan kesehatan manusia.[35]
Pestisida dapat menyebabkan efek akut dan jangka panjang bagi pekerja pertanian yang
terpapar.[36] Paparan pestisida dapat menyebabkan efek yang bervariasi, mulai dari iritasi pada
kulit dan mata hingga efek yang lebih mematikan yang mempengaruhi kerja saraf,
mengganggu sistem hormon reproduksi, dan menyebabkan kanker.[37] Sebuah studi pada
tahun 2007 pada limfoma non-Hodgkin dan leukimia menunjukan hubungan positif dengan
paparan pestisida.[38] Bukti yang kuat juga menunjukan bahwa dampak negatif dari paparan
pestisida mencakup kerusakan saraf, kelainan bawaan, kematian janin, dan gangguan
perkembangan sistem saraf.[39][40] American Medical Association merekomendasikan
pembatasan paparan pestisida dan mulai menggunakan alternatif yang lebih aman.[10]
WHO dan UNEP memperkirakan bahwa setiap tahunnya 3 juta pekerja pertanian mengalami
keracunan pestisida, dan 18000 diantaranya meninggal.[24] Dan kemungkinan 25 juta orang
mengalami gejala keracunan pestisida ringan setiap tahunnya.[41] Bunuh diri dengan meracuni
diri sendiri dengan pestisida merupakan cara bunuh diri paling populer ketiga di dunia.[42]
Wanita pada usia kehamilan 8 minggu yang hidup dekat dengan ladang yang disemprot
pestisida organoklorin jenis dikofol dan endosulfan memiliki kemungkinan mendapatkan
anak yang lahir dalam kondisi autis.[43]
Penggunaan pestisida meningkatkan jumlah permasalahan pada lingkungan. Lebih dari 90%
insektisida dan 95% herbisida yang disemprotkan menuju ke tempat yang bukan merupakan
target.[24] Arus pestisida terjadi ketika pestisida yang tersuspensi di udara sebagai partikel
terbawa oleh angin ke wilayah lain, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran. Pestisida
merupakan masalah utama polusi air dan beberapa pestisida merupakan polutan organik
persisten yang menyebabkan kontaminasi tanah.
Karena pestisida hidrokarbon terklorinasi larut di dalam jaringan lemak dan tidak
diekskresikan, organisme yang terpapar akan mempertahankan senyawa tersebut sepanjang
hidupnya. Akumulasi akan terjadi pada rantai makanan, di mana pestisida akan terkonsentrasi
pada pemuncak rantai makanan. Di habitat laut, konsentrasi pestisida ada pada ikan
karnivora, terutama ikan pemangsa burung dan mamalia.[50] Distilasi global adalah proses di
mana pestisida yang menguap mengalir dari lingkungan yang lebih panas ke lingkungan yang
lebih dingin, terutama kutub dan puncak gunung. Pestisida ini dapat terbawa oleh angin dan
terkondensasi, kembali ke tanah sebagai hujan atau salju.[51]
Dalam mengurangi dampak negatif ini, pestisida diharapkan mampu terdegradasi atau
setidaknya tidak menjadi aktif setelah masuk ke lingkungan di luar lahan target
penyemprotan. Inaktivasi dapat dilakukan dengan mendayagunakan sifat kimia dari senyawa
atau memanfaatkan proses yang terjadi di lingkungan.[52][53] Adsorpsi pestisida oleh tanah juga
dapat menghambat pergerakan pestisida, tetapi membahayakan keanekaragaman hayati di
dalam tanah.[54]
Keekonomian
Di Amerika Serikat, kerugian biaya akibat dampak pestisida bagi kesehatan dan lingkungan
diperkirakan mencapai US$ 9.6 miliar.[55] Biaya tambahan mencakup proses registrasi dan
pembelian pestisida. Proses registrasi zat atau produk pestisida baru membutuhkan waktu
beberapa tahun hingga selesai karena membutuhkan lebih dari 70 jenis uji lapang dan
memakan biaya sebesar US$ 50 - 70 juta untuk satu pestisida.[55]
Anda juga bisa ikut ambil peran dalam penyebaran pengetahuan bebas. Mari bergabung dengan
sukarelawan Wikipedia bahasa Indonesia!
Hukum kekekalan massa
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov-Lavoisier adalah
suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun
terjadi berbagai macam proses di dalam sistem tersebut (dalam sistem tertutup Massa zat
sebelum dan sesudah reaksi adalah sama (tetap/konstan). Pernyataan yang umum digunakan
untuk menyatakan hukum kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak
dapat diciptakan atau dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu sistem
tertutup, massa dari reaktan harus sama dengan massa produk.
Hukum kekekalan massa digunakan secara luas dalam bidang-bidang seperti kimia, teknik
kimia, mekanika, dan dinamika fluida. Berdasarkan ilmu relativitas spesial, kekekalan massa
adalah pernyataan dari kekekalan energi. Massa partikel yang tetap dalam suatu sistem
ekuivalen dengan energi momentum pusatnya. Pada beberapa peristiwa radiasi, dikatakan
bahwa terlihat adanya perubahan massa menjadi energi. Hal ini terjadi ketika suatu benda
berubah menjadi energi kinetik/energi potensial dan sebaliknya. Karena massa dan energi
berhubungan, dalam suatu sistem yang mendapat/mengeluarkan energi, massa dalam jumlah
yang sangat sedikit akan tercipta/hilang dari sistem. Namun, dalam hampir seluruh peristiwa
yang melibatkan perubahan energi, hukum kekekalan massa dapat digunakan karena massa
yang berubah sangatlah sedikit.
Daftar isi
1 Contoh hukum kekekalan massa
2 Sejarah Hukum Kekekalan Massa
o 2.1 Kekekalan massa vs. penyimpangan
o 2.2 Penyimpangan
3 Lihat pula
4 Pranala luar
Ketika energi seperti panas atau cahaya diijinkan masuk ke dalam atau keluar dari sistem,
asumsi hukum kekekalan massa tetap dapat digunakan. Hal ini disebabkan massa yang
berubah karena adanya perubahan energi sangatlah sedikit. Sebagai contoh adalah perubahan
yang terjadi pada peristiwa meledaknya TNT. Satu gram TNT akan melepaskan 4,16 kJ
energi ketika diledakkan. Namun, energi yang terdapat dalam satu gram TNT adalah sebesar
90 TJ (kira-kira 20 miliar kali lebih banyak). Dari contoh ini dapat terlihat bahwa massa yang
akan hilang karena keluarnya energi dari sistem akan jauh lebih kecil (dan bahkan tidak
terukur) dari jumlah energi yang tersimpan dalam massa materi.
Penyimpangan
Penyimpangan hukum kekekalan massa dapat terjadi pada sistem terbuka dengan proses yang
melibatkan perubahan energi yang sangat signifikan seperti reaksi nuklir. Salah satu contoh
reaksi nuklir yang dapat diamati adalah reaksi pelepasan energi dalam jumlah besar pada
bintang. Hubungan antara massa dan energi yang berubah dijelaskan oleh Albert Einstein
dengan persamaan E = m.c2. E merupakan jumlah energi yang terlibat, m merupakan jumlah
massa yang terlibat dan c merupakan konstanta kecepatan cahaya. Namun, perlu diperhatikan
bahwa pada sistem tertutup, karena energi tidak keluar dari sistem, massa dari sistem tidak
akan berubah.
KONSENTRASI LARUTAN
5 Komentar Posted by Emel Seran pada 5 November 2010
Larutan disebut juga campuran yang homogen. Disebut campuran karena
susunannya dapat berubah-ubah dan disebut homogen susunannya begitu seragam sehingga
batas antara zat-zat yang melarut dan pelarut tidak dapat dibedakan bahkan dengan
mikroskop optis sekalipun. Campuran-campuran homogen dari gas, emas dan perunggu dapat
dikatakan pula sebagai larutan. Tetapi istilah larutan biasanya digunakan untuk fasa cair.
Zat-zat yang memiliki fasa padat dan gas lazimnya disebut sebagai zat
terlarut (solute) sedangkan yang berfasa cair dikatakan sebagai pelarut. Suatu zat dikatakan
sebagai pelarut apabila memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan jumlah zat terlarut.
Dalam kondisi tertentu misalnya campuran antara alkohol dan air dengan perbandingan
50:50. Dari campuran tersebut sedikit meragukan untuk menentukan mana yang bertindak
sebagai pelarut dan mana yang bertimdak sebagai zat terlarutnya. Dari campuran yang
demikian air dan alkohol dapat dikatakan sebagai pelarut dan dapat pula dikatakan sebagai
zat terlarut. Lain halnya dalam pembuatan sirup. Dalam pembuatan sirup jumlah gula lebih
banyak dari jumlah air tetapi air tetap dikatakan sebagai pelarut karena dapat
mempertahankan keadaan fisiknya sedangkan gula atau sukrosa disebut sebagai zat terlarut.
Untuk menyatakan jumlah atau banyak zat terlarut dalam suatu larutan
digunakan istilah konsentrasi. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menyatakan
konsentrasi zat terlarut di dalam larutan.
1. Persen massa
Contoh
a. Berapa % gula dalam larutan yang dibuat dengan melarutkan 10 g gula dalam 70 g air.
b. Berapa gram gula yang terdapat dalam 500 gram larutan 12% massa gula.
2. Persen volume
Konsentrasi suatu larutan dari dua cairan dinyatakan sebagai presentasi volume.
Hal ini bisanya dijumpai pada konsentrasi minuman beralkohol. Misalnya vodka yang
mengandung 15 persen alkohol artinya didalam 100 mL vodka terdapat 15 mL alkohol.
Untuk larutan yang sangat sangat encer untuk menyatakan konsentrasi
digunakan satuan parts per million atau bagian perjuta (ppm), dan parts per billion atau
bagian per milliar (ppb).
larutan dengan konsentrasi 1 bpj artinya mengandung 1 gram zat terlarut didalam tiap 1 juta
gram larutan atau 1 mg zat terlarut dalam tiap 1 kg larutan.
Karena larutan yang sangat encer memiliki massa jenis = 1 g/mL, maka 1 bpj diartikan
sebagai 1 miligram zat terlarut dalam 1 liter larutan.
4. Molalitas
Contoh
1) Berapa molal larutan NaCl jika diketahui persen massa NaCl = 10%
Jawab
2) Berapa molalitas larutan yang dibuat dengan melarutkan 3 g urea (CO(NH)2)2) di dalam
500 g air? (Mr urea = 60)
Jawab
5. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan atau jumlah milimol zat
terlarut dalam 1 mL larutan.
Larutan 0,50M artinya 0,50 mol zat dalam satu liter larutan atau 0,50 milimol zat dalam 1 mL
larutan.
Contoh
Jika di dalam suatu botol pereaksi terdapat terdapat 250 mL larutan NaOH (Mr =
40) yang konsentrasinya 0,4M. maka
Jawab
Didalam laboratorium tersedia larutan asam format (CHO2H) 4,6%. (Ar H = 1,
C = 12 dan O = 16) dengan massa jenis 1,01 g/mL. Tentukan konsentrasi larutan tersebut…
Jawab
Atau
v Mol CHO2H yang larut dalam 1 liter larutan = 46,46 g/46 g/mol = 1,01 mol
Fraksi mol menyatakan jumlah mol zat terlarut atau jumlah mol pelarut dalam
jumlah mol total larutan.
Contoh
1) Dalam suatu larutan 16% massa naftalena dalam benzena, tentukan fraksi mol masing-
masing zat, jika diketahui Mr naftalena = 128 dan Mr benzena = 78?
Jawab
= 1360 gram
NaNO3 yang terlarut dalam 1 liter larutan
b. Kemolalan
c. Kemolaran
Indikator asam-basa
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Indikator asam-basa (disebut juga Indikator pH) adalah senyawa halokromik yang
ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan
memberikan warna sesuai dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25° Celsius,
nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan
di atas nilai tersebut larutan dikatakan basa. Kebanyakan senyawa organik yang dihasilkan
makhluk hidup mudah melepaskan proton (bersifat sebagai asam Lewis), umumnya asam
karboksilat dan amina, sehingga indikator asam-basa banyak digunakan dalam bidang biologi
dan kimia analitik. Mekanisme perubahan warna oleh indikator adalah reaksi asam-basa,
pembentukan kompleks, dan reaksi redoks.[1][2]
Indikator pH secara umum digunakan dalam teknik titrasi kimia analitik dan biologi untuk
menentukan reaksi kimia.[3] Karena pilihan subyektif (penentuan) warna, indikator pH tidak
memberi hasil pembacaan yang presisi. Untuk mengukur pH secara presisi, suatu pH meter
biasanya digunakan. Terkadang, pencampuran beberapa indikator berbeda digunakan untuk
menghasilkan perubahan warna pada rentang nilai pH yang lebar. Indikator komersil tersebut
(misalnya indikator universal) digunakan hanya ketika membutuhkan pengetahuan kasar
mengenai pH.
Tabel berikut ini berisi beberapa indikator pH yang umum digunakan di laboratorium.
Indikator biasanya memberi perubahan warna pada nilai pH yang tertulis pada nilai transisi.
Contohnya, fenol merah menghasilkan warna jingga antara pH 6.8 dan pH 8.4. Rentang
transisi mungkin berbeda sedikit bergantung pada konsentrasi indikator dalam larutan dan
pada suhu di mana indikator tersebut digunakan. Gambar di sebelah kanan menunjukkan
rentang dan perubahan warna yang terjadi pada indikator tersebut.[4]
Perubahan warna pada indikator Bromotimol biru, Metil jingga dan Fenolftalein
Warna pada pH Batas Batas Warna pada pH
Indikator
batas bawah transisi bawah transisi atas batas atas
Indikator pH alam
Banyak tumbuhan yang mengandung zat kimia yang berasal dari senyawa famili antosianin
yang berwarna secara alami. Mereka berwarna merah dalam larutan asam dan biru dalam
larutan basa. Antosianin dapat diekstrak dengan air atau pelarut lain dari banyak tumbuhan
berwarna atau bagian tumbuhan, termasuk dari daun (kubis merah); bunga (geranium, poppy,
atau kelopak mawar); beri (blueberry, blackcurrant); dan batang (rhubarb). Ekstraksi
antosianin dari tanaman rumah tangga, terutama kubis merah, untuk membentuk indikator pH
mentah adalah pengantar kimia demonstrasi yang populer.[5]
Lakmus, yang digunakan oleh alkemis pada Abad Pertengahan dan banyak tersedia, adalah
indikator pH yang dibuat secara alami dari spesi lumut, terutama Roccella tinctoria.
Perubahan warna terjadi apabila di larutan asam akan berwarna merah dan biru dalam larutan
alkali.
Bunga Hydrangea macrophylla dapat berubah warna bergantung pada keasaman tanah. Pada
tanah yang asam, reaksi kimia terjadi di tanah yang membuat aluminium tersedia untuk
tanaman ini, mengubah bunga berwarna biru. Di tanah alkali, reaksi ini tidak dapat terjadi
dan karena aluminium tidak diambil oleh tanaman. Akibatnya, bunga tetap berwarna merah
muda.[5]
Gradien indikator pH ekstrak kubis merah pada larutan asam di sebelah kiri hingga
basa di sebelah kanan
Indikator asam-basa
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Daftar isi
1 Aplikasi
2 Indikator pH alam
3 Lihat pula
4 Referensi
5 Pranala luar
Aplikasi
Asam dan Basa
Asam
Reaksi asam-basa
Kekuatan asam
Fungsi keasaman
Amfoterisme
Basa
Larutan dapar
Konstanta disosiasi
Kimia kesetimbangan
Ekstraksi
Fungsi keasaman Hammett
pH
Afinitas proton
Swaionisasi air
Titrasi
Katalisis asam Lewis
Pasangan Lewis terfrustasi
Asam Lewis kiral
Tipe Asam
Brønsted
Lewis
Akseptor
Mineral
Organik
Kuat
Superasam
Lemah
Padat
Tipe Basa
Brønsted
Lewis
Donor
Organik
Kuat
Superbasa
Non-nukleofilik
Lemah
l
b
s
Indikator pH secara umum digunakan dalam teknik titrasi kimia analitik dan biologi untuk
menentukan reaksi kimia.[3] Karena pilihan subyektif (penentuan) warna, indikator pH tidak
memberi hasil pembacaan yang presisi. Untuk mengukur pH secara presisi, suatu pH meter
biasanya digunakan. Terkadang, pencampuran beberapa indikator berbeda digunakan untuk
menghasilkan perubahan warna pada rentang nilai pH yang lebar. Indikator komersil tersebut
(misalnya indikator universal) digunakan hanya ketika membutuhkan pengetahuan kasar
mengenai pH.
Tabel berikut ini berisi beberapa indikator pH yang umum digunakan di laboratorium.
Indikator biasanya memberi perubahan warna pada nilai pH yang tertulis pada nilai transisi.
Contohnya, fenol merah menghasilkan warna jingga antara pH 6.8 dan pH 8.4. Rentang
transisi mungkin berbeda sedikit bergantung pada konsentrasi indikator dalam larutan dan
pada suhu di mana indikator tersebut digunakan. Gambar di sebelah kanan menunjukkan
rentang dan perubahan warna yang terjadi pada indikator tersebut.[4]
Perubahan warna pada indikator Bromotimol biru, Metil jingga dan Fenolftalein
Indikator pH alam
Banyak tumbuhan yang mengandung zat kimia yang berasal dari senyawa famili antosianin
yang berwarna secara alami. Mereka berwarna merah dalam larutan asam dan biru dalam
larutan basa. Antosianin dapat diekstrak dengan air atau pelarut lain dari banyak tumbuhan
berwarna atau bagian tumbuhan, termasuk dari daun (kubis merah); bunga (geranium, poppy,
atau kelopak mawar); beri (blueberry, blackcurrant); dan batang (rhubarb). Ekstraksi
antosianin dari tanaman rumah tangga, terutama kubis merah, untuk membentuk indikator pH
mentah adalah pengantar kimia demonstrasi yang populer.[5]
Lakmus, yang digunakan oleh alkemis pada Abad Pertengahan dan banyak tersedia, adalah
indikator pH yang dibuat secara alami dari spesi lumut, terutama Roccella tinctoria.
Perubahan warna terjadi apabila di larutan asam akan berwarna merah dan biru dalam larutan
alkali.
Bunga Hydrangea macrophylla dapat berubah warna bergantung pada keasaman tanah. Pada
tanah yang asam, reaksi kimia terjadi di tanah yang membuat aluminium tersedia untuk
tanaman ini, mengubah bunga berwarna biru. Di tanah alkali, reaksi ini tidak dapat terjadi
dan karena aluminium tidak diambil oleh tanaman. Akibatnya, bunga tetap berwarna merah
muda.[5]
Gradien indikator pH ekstrak kubis merah pada larutan asam di sebelah kiri hingga
basa di sebelah kanan