Anda di halaman 1dari 19

DAKWAH DI MASA NABI MUHAMMAD SAW

MAKALAH
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Pada Mata Kuliah
FIQIH DAKWAH
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Abdul Muhaimin, MSI

Di Susun Oleh :
Pepi Hartika
( 19-001.1817 )

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN ILMU TARBIYAH


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
RAUDHATUL ULUM
(STITRU)
2020/1442
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr,wb
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan ridho dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Dakwah di masa Nabi Muhammad SAW” ini ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Mata Kuliah.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan Allah SWT dan ustadz Abdul Muhaimin, MSI, untuk itu dalam
kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Namun demikian kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan dengan
baik, oleh karna itu kami mohon untuk masukan dan saran guna menyempurnakan
makalah ini. Kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr,wb

Pengabuan, Februari 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

MAKALAH ............................................................................................................. I
KATA PENGANTAR ............................................................................................ II
DAFTAR ISI ......................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam
Berhijrah .............................................................................................................. 3
B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah ............................................... 5
C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah....................... 8
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
B. Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

III
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar
Mekah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang
dikenal dengan istilah paganisme. Selain menyembah berhala, di kalangan
bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini
dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu agama
Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah,
serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi
Muhammad SAW. yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa
itu biasa disebut dengan zaman Jahiliah, masa kegelapan dan kebodohan
dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra karena
dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Di lingkungan inilah Nabi Muhammad SAW. dilahirkan,
disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama Islam, di
tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan.
Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun,
beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada
masyarakat Arab ketika itu.
Fase kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau
bertahanus atau menyepi di gua hira, sebagai imbas dari keprihatinan beliau
melihat keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala. Di tempat inilah
beliau menerima wahyu yang pertama kali, yaitu Al-‘Alaq ayat 1-5, maka
Nabi Muhammad SAW. telah di angkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat
itu, Nabi Muhammad SAW. belum diperintahkan untuk menyeru kepada
umatnya, namun setelah turun wahyu yang kedua, yaitu surah Al-Muddatstsir
ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. di angkat menjadi Rasul yang harus
berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi menjadi
dua periode, yaitu:

1
1. Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini, adalah pembinaan dan
pendidikan tauhid (dalam arti luas),
2. Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan
politik (dalam arti luas).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah SAW
beserta umat Islam berhijrah?
2. Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
3. Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada
periode Madinah?

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam


Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat
Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang
dan dimurkai Allah SWT. untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik,
yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah
berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam
selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri
kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan
dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan
umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib
adalah:
1. Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan
kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan
rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau
sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
2. Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta
beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad
di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya
(Islam).
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara
Nabi Muhammad SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan
Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum
Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.

3
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku
diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu
terdengar oleh Nabi SAW., sehingga Ia merencanakan hijrah bersama
sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang
diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi
Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat tidurnya
agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW.
keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan
kaum Quraisy. Nabi SAW. menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu.
Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil
sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3
malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena
mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu
Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang
diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang
memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama
Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang
tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba,
sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat
selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di
halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian
terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi
SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW.
Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut
perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang,
seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke

4
tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan
menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia,
mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang
jalan dan menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami
wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang
yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami
taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW. singgah dan menginap di
rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
“Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan
sekehendak hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal
dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian
Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara.
Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara
kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota
nabi). Orang sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang
bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah


Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi
menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun
dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam,
merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala
Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan,

5
kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul
secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama
sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama
hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal
tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode
Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan
Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalam 25 surat
Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode
Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah
adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin
dan Anshar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi
penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk
bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab,
tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)

Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah


masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran
Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah,
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu
oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud
persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di
Madinah.

6
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk
Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya,
mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka
menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang
berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya
yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak
yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak
sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan
mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga
berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu
seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan
sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana
firman-Nya dalam surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka
kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk
menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena


Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)


janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190

Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan


para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau
meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:
1. Membela diri dan kehormatan umat Islam.

7
2. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka
yang hendak menganutnya.
3. Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara
Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun
suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka
berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap
para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa
Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan
tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi
tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para
pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam
dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk, perang
Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.

C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah


Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW
periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang
lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih
dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan
mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT
dalam Surah An-Nahl ayat 125.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)

8
Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai
dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)

Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan
dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus
menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah
Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam
membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang
menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud
kehidupan bermasyarakat yangbaldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni
masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah
naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam
seperti tersebut adalah:
1. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya
Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari
Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan
menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara
gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu

9
pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu
kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat
terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan
r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:
a. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah,
dan akhlak.
b. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat
Jumat, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
c. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam
yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
d. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan
persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya
persatuan.
e. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai
tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya
kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan
anak-anak yatim terlantar.
f. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat
pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang
menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah
yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW
penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar,
sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat

10
seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang
Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam
yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba
sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
b. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
c. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji
(Ansar).
d. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar,
termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan
secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan
persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling
menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang
diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri.
Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata
pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi
yang beratap yang disebutSuffa dan mereka dinamakan Ahlus
Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum

11
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus
Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,
kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang
antara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
3. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa,
Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk
Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad
SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang
menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu
komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu
dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan
seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan
negeri itu dari serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang
muslim atau bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai
model Negara Islam yang adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-
musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan
penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah.
Piagam Madinah itu antara lain berisi:
a. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak
pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap
golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada
orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang
yang mematuhi peraturan.
b. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan
beragama.
c. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin,
kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama

12
mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil.
Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah
harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
d. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala
perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan
kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
4. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya
terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan
kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada
awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat Islam.
Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan
berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba
menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk
kalangan umat Islam, Nabi saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin
dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim, mereka diikat dengan
peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam
Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam
Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai
seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara
(khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah,
umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh

13
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak
menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.1

1
Aziz, J. A. Fiqih Dakwah. (Bandung: Era Adicitra Intermedia.2019). hal. 29

14
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan
bahwa dakwah Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah
lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota
Mekah ke kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan
Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan
pendidikan sosial kemasyarakatan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah kami dimasa yang
akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, J. A. (2019). Fiqih Dakwah. Bandung: Era Adicitra Intermedia.

16

Anda mungkin juga menyukai