Anda di halaman 1dari 15

Naskah diterbitkan: 27 Desember 2017

DOI: doi.org/10.21009/AKSIS.010203

PEMBELAJARAN ASPEK TATA BAHASA DALAM BUKU PELAJARAN


BAHASA INDONESIA

Sintowati Rini Utami


Universitas Negeri Jakarta
E-mail: sintowati_riniutami@unj.ac.id

ABSTRAK
Beberapa waktu silam pengajaran bahasa dihadapkan pada pilihan apakah akan fokus
mengajarkan penggunaan bahasa (language use) atau akan berfokus pada`pengajaran
bentuk bahasa. Artinya ada dua pendapat tentang bagaimana pengajaran bahasa harus
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Beberapa pendekatan dalam
pengajaran bahasa berpihak pada konsep keterampilan berbahasa yang mengarah pada
‘communicative proficiency’ merekomendasi pentingnya pemahaman bentuk kata dan
tatabahasa untuk memperlancar kemampuan berkomunikasi siswa. Dimensi tata bahasa
dihubungkan dengan fungsi sebagai sarana pemakaian bahasa yang baik. Aturan atau
kaidah yang terdapat dalam bahasa akan menuntun orang menghasilkan pemakaian
bahasa yang tidak saja baik tetapi juga benar. Berbagai sudut pandang yang telah
dikemukakan sebelumnya memperkuat kesimpulan bahwa pembelajaran bentuk kata
dan aturan atau kaidah bahasa menyumbang dalam memfungsikan pelajaran Bahasa
Indonesia. Untuk alasan itulah dalam pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia juga
memasukkan aspek kebahasaan berupa bentuk kata dan aturan/kaidah bahasa.Untuk
merumuskan konsep tata bahasa kita harus memperhitungkan dan menempatkan secara
tepat baik dalam struktur bahasa maupun dalam penggunaan komunikasi. Rumusan
tata bahasa dalam bahasa yang digunakan mencakup tiga tataran yaitu tataran
morfologi (subsentential), tataran sintaksis (sentential), dan tataran wacana
(suprasentential). Subsentential adalah bagaimana sebuah kata dibentuk dan
difungsikan dalam kalimat. Sentential adalah bagaimana kedudukan kata kata dalam
kalimat, dan pola-pola pengguanannya dalam bentuk kalimat. Suprasentential adalah
bagaimana menampilkan bentuk kata dalam sebuah wacana yang sesuai.
Kata kunci: communicative proficiency, aspek tata bahasa, bahasa alat berpikir,
subsentential, sentential, suprasentential

LANGUAGE ASPECT LEARNING IN INDONESIAN LANGUAGE BUILDING

ABSTRACT
Some time ago language teaching was faced with the choice of whether to focus on
teaching the use of language (language use) or focusing on 'language form teaching.

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 189
That means there are two opinions on how language teaching should be done to improve
language skills. Some approaches in language teaching in favor of language skills
concepts that lead to 'communicative proficiency' recommend the importance of
understanding the form and grammar words to facilitate student communication skills.
Grammar dimensions are linked to functions as a means of good language use. The
rules or rules contained in the language will guide people to the use of language that is
not only good but also true. Various perspectives that have been mentioned previously
reinforce the conclusion that the learning of the word form and the rules or the rules of
language contribute to the functioning of Bahasa Indonesia lessons. For that reason, in
the development of Indonesian language teaching materials, we also incorporate the
aspects of linguistic form and language rules. To formulate the grammatical concept we
must take into account and place it appropriately both in the language structure and in
the use of communication. The grammar formulas in the language used include three
levels of subscript, syntactic (sentential), and suprasentential level. Subsentential is how
a word is formed and functioned in a sentence. Sentential is how the position of the
words in the sentence, and the patterns of the words are in the form of sentences.
Suprasentential is how to display the word form in an appropriate discourse.
Keywords: communicative proficiency, grammatical aspects, language thinking tools,
subsentential, sentential, suprasentential

PENDAHULUAN

Ada dua pendapat tentang bagaimana pengajaran bahasa harus dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, pendapat ini mengantarkan kepada pilihan

apakah akan fokus mengajarkan penggunaan bahasa (language use) atau akan berfokus

pada`pengajaran bentuk bahasa (Murcia & Freeman, 1999). Namun dalam kenyataannya

orang yang ingin belajar bahasa membutuhkan informasi tentang bentuk bahasa, yaitu

bentuk kata dan tata bahasa, dan bagaimana menggunakan bentuk bahasa itu dalam

berkomunikasi. Pembelajar akan memilih dan mengambil bentuk bahasa yang

dibutuhkan agar lancar dalam berkomunikasi. Bahasa adalah kaidah dan fungsi yang

menggambarkan kesemestaan orang berpikir. Jika seseorang menemukan bentuk

bahasa dan memahami fungsinya, kemudian pemahaman itu menuntunnya dalam

mengungkapkan bahasa dan memahami bahasa, berarti itulah gambaran cara

berpikirnya. Jadi, pemahaman bentuk kata dan kaidah atau struktur bahasa menuntun

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 190
cara berpikir seseorang dan selanjutnya ditujukkan dengan bagaimana seseorang itu

mengungkapkan dan memahami bahasa (Clark and Clark, 1977).

Dasar penggunaan bahasa adalah mengungkapkan (encodes) pesan, tanda

bahasa yang membawa pesan, realitas yang diacu oleh pesan, dan penerima pesan

(decoder) (Kinneavy, 1980).

enconder
signal
decoder

Reality

The Communication Triangle

Tanda bahasa (signal) merupakan cerminan atau acuan dari bahasa.

Karakteristik tanda bahasa dikenal dengan syntactics bahasa atau disebut juga dengan

tatabahasa. Dalam hal ini tata bahasa tidak hanya berkenaan dengan penempatan kata-

kata dalam penggunaan bahasa tetapi juga memperhatikan makna yang dibentuk yang

mengacu kepada realitas di luar bahasa. Kajian tentang tanda bahasa sebagai pembawa

makna dalam pikiran yang mengacu kepada realitas disebut semantik bahasa.

Akhirnya, pemaknaan tanda bahasa digunakan oleh pembicara dalam situasi

tuturan yang nyata. Kajian tentang penggunaan pemaknaan tanda bahasa dalam situasi

tuturan yang nyata oleh pembicara dan pendengar disebut pragmatik. Secara

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 191
bersamaan, sintaksis dan semantik sebagai konstituen bahasa berupa satuan bunyi,

satuan bentuk kata, aturan kalimat, penanda referensial, dan berbagai satuan bahasa lain,

berpotensi digunakan ke dalam situasi berbahasa, berbicara dan menulis, untuk

melayani berbagai tujuan berbahasa.

Dimensi tata bahasa yang dikemukakan Murcia &Freeman (1999) adalah tata

bahasa bukan semata sekumpulan bentuk tetapi merupakan keterlibatan tiga dimensi

yang diacu oleh linguistik, yaitu (morfologi) sintaksis, semantik, dan pragmatik. Bahwa,

struktur tatabahasa tidak hanya memiliki bentuk morfosintaksis, tetapi bentuk itu juga

digunakan untuk mengungkapkan makna (semantik) di dalam konteks yang sesuai

(pragmatik). Keterlibatan dimensi-dimensi tatabahasa itu digambarkan sebagai dimensi

bentuk, makna, dan dimensi penggunaan. Dimensi bentuk adalah bagaimana bentuk

bahasanya (ketepatan/accuracy). Dimensi makna adalah apa maknanya (kebermaknaan

/meaningfulness). Dimensi penggunaan adalah kapan/mengapa digunakan

(kesesuaian/appropriateness). Dalam rangka mengungkapkan atau memahami bahasa,

orang akan membentuk sistem yang menghubungkan bahasa yang didengarnya dengan

maknanya. Secara tradisional itu disebut sebagai gramatika bahasa.

Kaidah gramatikal atau tata bahasa merupakan inti kesimpulan bagaimana

orang berpikir yaitu bagaimana perilaku manusia dalam pengungkapan berbahasa.

Kaidah-kaidah yang telah tersedia itu memberikan kemungkinan kepada bahasawan

untuk membentuk kata. Jadi, kaidah bahasa atau tata bahasa adalah fakta psikolologis,

ada pada setiap benak manusia dan ada penguasaan atas kaidah itu, untuk digunakan

secara fungsional (Parera, 1997).

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 192
Dalam kajian linguistik tata bahasa ditempatkan dalam sistem bahasa. Sistem

internal bahasa tersusun menurut suatu pola (sistematis), dan bukan merupakan sebuah

sistem tunggal karena terdiri dari subsistem atau sistem bawahan. Jenjang subsistem ini

dalam linguistik dikenal dengan nama tataran linguistik atau tataran bahasa. (Achmad,

2002) Secara hierakhi diurutkan dari tataran fonologi, tataran morfologi, dan tataran

sintaksis. Tataran fonologi terdiri dari subsistem fon dan fonem, tataran morfologi

terdiri dari subsistem morfem dan kata, dan tataran sintaksis terdiri dari subsistem kata,

frasa, klausa, kalimat dan wacana. Tataran morfologi dan tataran sintaksis membentuk

tataran tata bahasa atau tataran gramatika. Dalam hierarkhi tata bahasa atau gramatika,

morpheme adalah satuan terkecil dan merupakan bagian dari satuan word. Selanjutnya

akan membentuk satuan phrase, clause, sentence, pharagraph, monolog, exchange, or

conversation.

Untuk merumuskan konsep tata bahasa kita harus memperhitungkan dan

menempatkan secara tepat baik dalam struktur bahasa maupun dalam penggunaan

komunikasi. Rumusan tata bahasa dalam bahasa yang digunakan mencakup tiga tataran

yaitu tataran morfologi (subsentential), tataran sintaksis (sentential), dan tataran

wacana (suprasentential) (Pike & Pike, 1977). Subsentential adalah bagaimana sebuah

kata dibentuk dan difungsikan dalam kalimat. Sentential adalah bagaimana kedudukan

kata kata dalam kalimat, dan pola-pola pengguanannya dalam bentuk kalimat.

Suprasentential adalah bagaimana menampilkan bentuk kata dalam sebuah wacana

yang sesuai. Terminologi subsentential memilik tiga kriteria, yaitu: semantik, struktural,

fungsional. Tataran ini menempatkan kajian tentang jenis kata, yaitu: Nomina, Verba,

ajektiva, adverbia ( sebagai kelas kata terbuka atau kata struktur); dan kata kerja bantu,

preposisi, pronomina, konjungsi, partikel ( sebagai kelas kata terbuka/kata tugas).

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 193
Teminologi sentensial meliputi: (1) bentuk kalimat, (2) macam kalimat ,dan (3) tema-

rema. Bentuk kalimat meliputi kalimat sederhana, kalimat tunggal, kalimat sederhana.

Macam kalimat berdasarkan tanggapannya, yaitu: deklaratif, introgatif, dan imperatif.

Kajian tema-rema berkenaan dengan fungsi Subjek-Predikat dalam kalimat. Dan,

terminologi suprasentensial, meliputi kohesi, register, genre, given/new.

Jadi, tata bahasa merupakan keterlibatan tiga dimensi yang diacu oleh linguistik

yaitu (morfo) sintaksis, semantik, dan pragmatik yang mewakili dimensi bentuk, makna,

dan dimensi penggunaan. Bentuk morfosintaksis digunakan untuk mengungkapkan

makna (semantik) di dalam konteks yang sesuai (pragmatik). Namun, dimensi bentuk

selain diwakili oleh (morfo) sintaksis juga mencakup fonologi. Dengan demikian

dimensi bentuk dalam tata bahasa berkenaan dengan bentuk bahasa meliputi wujud

bunyi, kata dan kalimat untuk mendukung ketepatan (accuracy). Dimensi makna

berkenaan dengan makna bentuk kata dan kalimatnya untuk mendukung kebermaknaan

bahasa (meaningfulness). Dan, dimensi penggunaan berkenaan dengan kesesuaian

penggunaan bentuk bahasanya dalam mencapai tujuan berkomunikasi

(appropriateness).

METODE

Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi.

Objek penelitian ini adalah buku pelajaran bahasa Indonesia yaitu Bingkai Bahasa.

Fokus kajian pada pembelajaran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik

serta wacana.

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 194
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Ajar Tata Bahasa dalam Pembelajaran Bahasa

Pengembangan bahan ajar tata bahasa harus tetap berlandaskan pada bahasa

adalah sebuah system. mengungkapkan Bahan ajar tata bahasa berarti harus

mempertimbangkan dan mencakup kaidah-kaidah bahasa, yaitu: fonologi, morfologi,

sintaksis, semantic. Bahan ajar tata bahasa harus berisi deskripsi-deskripsi yang harus

dikuasai siswa berkenaan dengan kemampuan berbahasanya. Jadi, bukan berisi aturan-

aturan tata bahasa. Rumusan tatabahasa dalam bahasa yang kembangkan dalam bahan

ajar mencakup tiga tataran, yaitu tataran morfologi (subsentesial), tataran sintaksis

(sentential), dan tataran wacana (suprasentential).

Selain itu bahan ajar tata bahasa hendaknya ditujukan memahamkan siswa atas

fungsinya, bukan terpaku pada kaidah-kaidahnya. Bahan ajar tata bahasa yang

dipertimbangkan untuk dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa

dapat meyakinkan siswa perlunya fungsi perangkat berupa tata bahasa yang menjadi

mediasi antara kata-kata dan konteks sebagai sumber daya yang kuat untuk mencapai

tujuan bahasa yang bermakna.

Para penulis bahan pengajaran dan pembelajaran tata bahasa memiliki sejumlah

pertimbangan. Dalam mengembangkan bahan ajar tata bahasa mereka juga

memperhitungkan (a) usia dan tingkat peserta didik yang akan menggunakan bahan

tata bahasa, (b) sejauh mana metodologi yang digunakan dapat memenuhi harapan baik

siswa maupun guru, (c) sejauh mana setiap konteks dan co-teks yang digunakan untuk

menyajikan daerah tata bahasa akan menarik bagi siswa.

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 195
Penyajian Tata Bahasa dalam Buku Pelajaran

Mengajarkan tata bahasa tidak hanya dalam bentuk pembelajaran di kelas.

Pertanyaan-pertanyaan juga muncul bila tata bahasa disajikan dalam pengembangan

bahan ajar modul atau buku pelajaran.

(1) disajikan secara induktif atau deduktif?

(2) menggunakan istilah-istilah atau penjelasan tata bahasanya?

(3) tata bahasa dijelaskan tersendiri secara terpisah atau tergabung; dan bagaimana

hubungan tata bahasa dengan wacana?

Tantangan dalam mengajar tata bahasa yang juga harus dipahami oleh guru

yaitu (1) adanya kata yang frekuensi bentuk dan pembentukannya rendah; (2) atau

bentuk bahasa yang memiliki banyak fungsi penggunaan. Untuk itu guru harus

mengembangkan pemahaman atas fakta-fakta yang relevan tentang bentuk, makna, dan

penggunaan struktur morfologi dan sintaksisnya. (Murcia-Freeman, op.cit1999)

Untuk itu Murcia dan Freeman menyarankan bahwa dalam merencanakan

pengajaran tata bahasa, juga dalam silabus, harus memperhitungkan (1) sekuensial

struktur, (2) mengenalkan berbagai aspek dalam tata bahasa (3) gradasi tingkat kesulitan

tata bahasa (4) mengajarkan tentang bahasa bukan bahasanya. Misalnya dalam

mengajarkan kata. Brown menyarankan bagaiman tata bahasa disajikan: (1)

mengajarkan kosakata, (2) menggunakan kosakata dalam konteks, (3) menggunakan

kamus bilingual, (4) strategi mengajar makna kata, dan (5) menerapkan strategi

impromptu.

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 196
Latihan Tata Bahasa dalam Pembelajaran Bahasa

Pengajaran tata bahasa dapat dilakukan melalui penanaman kebiasaan dalam

menerapkan aturan-aturan bahasa. Proses pembelajaran tersebut dalam rangka

pemerolehan bahasa. Maka, bentuk latihan yang bermakna harus meliputi tiga dimensi,

yaitu: bentuk, makna , dan penggunaaan. Penggunaaan itu termasuk penggunaan

berbagai teknik mengajar yang sesuai seperti teknik repetisi, penggunaan bentuk yang

bermakna, dan untuk latihan dalam dimensi penggunaan ada latihan memilih bentuk

yang sesuai dengan konteksnya.

Syarat yang harus dipenuhi untuk membuat latihan tata bahasa dalam buku

pelajaran adalah tercukupi latihan berbahasa nyata. Selain itu dapat dipertimbangkan

bentuk latihan seperti latihan menyelesaikan/meneruskan, menkonversi, transformasi.

Latihan menyelesaikan harus dalam kerangka sintaktik yang sudah diberikan. Bentu-

bentuk tugas latihan seperti berikut akan menjadi indikator terpenuhinya latihan/tugas

tatabahasa yang harus disajikan dalam buku pelajaran.

Sebagai contoh jenis latihan tata bahasa dalam keterampilan komposisi dan

menulis dapat dipilih bentuk latihan-latihan: (a) melengkapi, (b) membalik susunan

(inversi), (c) mengubah bentuk (transformasi), (d) melengkapi paragraf (kaitannya

dengan wacana), (e) latihan melengkapi paragraf (kaitannya dengan wacana). Jadi

bentuk latihan/tugas tata bahasa adalah kegiatan melengkapi tataran sintaksis dan

melengkapi tataran wacana.

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 197
Penilaian dalam Pembelajaran Tata Bahasa

Bagaimana menilai kesalahan tata bahasa. Apakah guru mengoreksi kesalahan

tata bahasa? Itulah pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan aspek penilaian pada

pengajaran yang ada materi aspek tata bahasanya. Contoh berikut memberi gambaran

menilai kesalahan tata bahasa dalam menulis. Prinsip yang harus dipegang dalam

menilai tulisan dan menjadi panduan untuk menganalisis tulisan (first darft) adalah

sebagai berikut.

(a) melihat kesalahan gramatikal dan kesalahan paragraf,

(b) mengefektifkan kalimat

(c) menanyakan kesesuaian pilihan kata dalam ungkapan kalimat atau paragraf yang

sesuai topiknya.

Kategori ini akan digunakan dalam menyusun komposisi pembobotan dalam menilai

tata bahasa dalam tulisan/karangan.

Strategi Pengajaran Tata Bahasa

Menjadi keberatan berbagai kalangan bahkan juga oleh guru tentang isi

pengajaran tatabahasa, seperti: bagaimana mengajarkannya, kapan mulai mengajarkan.

Mereka menganggap pengajaran tatabahasa secara formal tidak diperlukan, apalagi di

tingkat dasar. Namun sebagian kalangan percaya bahwa pengajaran tata bahasa

merupakan komponen kunci dalam pengajaran bahasa. Untuk itu perlu diperjelas lagi

tentang konsep tata bahasa (grammar) dan tata bahasa yang digunakan (usage). Tata

bahasa dideskripsikan sebagai sintaksis atau struktur bahasa atau berkaidah, termasuk di

dalamnya mengenai bentuk kata dan susunan kalimat. Sebaliknya, usage adalah
AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 198
penggunaan bentuk kata yang tepat dalam frase atau kalimat yang sesuai. Untuk itu

kompenen yang harus dipertimbangkan dalam penyajian aspek tata bahasa adalah (1)

parts of speech, (2) parts of sentences, (3) types of sentences , (4) capitalization and

punctuation, dan (5) usage parts of speech.

Sementara itu Brown menyarankan teknik penyajian mengajar tata bahasa yang

tersaji dalam buku pelajaran.

(a) teknik terbimbing (content explanation, drill,identification)

(b) Taxonomi pertanyaan dengan kategori/jenis pertanyaan dan contoh kata tanyanya

seperti: knowledge, comprehension, application, inference, analysis, synthesis,

evaluation question, dan, teknik yang sesuai untuk mengajar tata bahasa yaitu

dipadukan dalam konteks komunikasi yang bermakna, mendukung tujuan komunikasi,

mendukung kelancaran berkomunikasi, tidak membebani siswa dengan aturan-aturan

linguistic, secara jelas memotivasi keterampilan berbahas, selain itu teknik dalam

menjajikan tata bahasa dapat digunakan kartu, objek, peta dan gambar.

Pembelajaran Aspek Tata Bahasa Dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia

a. Pembelajaran Fonologi

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bercerita, di antaranya

penggunaan lafal,intonasi…..(37) Lafal berkaitan dengan artikulasi atau kejelasan

pengucapan kata….

Intonasi berkaitan dengan nada, penekanan ucapan, serta penjedaan dalam suatu

kalimat….

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 199
Subaspek fonologi berkenaan dengan bunyi fonetik bunyi bahasa Indonesia

(vocal, konsonan, diftong, gugus konsonan). Sementara materi artikulasi berkenaan

dengan bunyi fonetik menyangkut silabel dan suprasegmentalnya. Penyajian

pembelajarannya dilakukan secara deduktif tanpa diawali dengan contoh atau latihan.

Penggunakan kata intonasi dan artikulasi tidak disertai penjelasan konsep istilahnya.

Pembelajaran fonologi terintegrasi dengan keterampilan lisan tetapi memilih teknik

taxonomi pertanyaan dan tidak disertai teknik bimbingan dengan memberikan rambu-

rambu penjelasan konsep dengan contoh dan latihan. Dalam materi soal (tagihan)

dimaksudkan untuk materi latihan namun tidak disertai konteks atau bentuk bahasa

yang bermakna. Bentuk penilaian yang menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa

tidak tampak dalam paparan materi aspek fonologi.

b. Pembelajaran Morfologi

Bingkai Bahasa

Sebagian besar kata berafiks me(N)-termasuk golongan kata kerja. Ada yang

termasuk kata kerja transitif….Selain itu, juga ada kata kerja intransitif….

Perhatikan contoh berikut….

Buatlah kalimat menggunakan kata berakfiks me(N)- yang membentuk kata kerja

transitif dan intransitif… (87)

Subaspek morfologi berkenaan dengan morfem (morfem afiks) dan

pembentukan kata dengan proses morfologis (afiksasi) untuk menghasilkan kelas kata

kerja. Penyajian pembelajarannya dilakukan secara deduktif tanpa diawali dengan

contoh atau latihan. Dalam penyajiannya digunakan istilah linguistik dan tidak disertai

penjelasan konsep istilahnya. Pembelajaran morfologi tidak terintegrasi dengan

keterampilan berbahasa tetapi memilih teknik bimbingan dengan penjelasan linguistik

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 200
tanpa contoh dan latihan. Materi latihan sesuai konteks berbahasa tetapi tidak disertai

contoh bentuk-bentuk bermakna, juga latihan yang repatitif. Selain itu tidak disertai

bentuk penilaian yang menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa, seperti kesalahan

gramatikal dan kesesuaian pilihan kata/bentuk kata.

c. Pembelajaran Sintaksis

Hal-hal yang perlu kalian perhatikan dalam menceritakan pengalaman di antaranya

berikut.

1. Menggunakan pilihan kata dan perangkaian kalimat yang tepat, jelas, menarik,

serta komunikatif. (10)

Materi perangkaian kalimat dapat ditetapkan berkenaan dengan bagian kalimat

(kata, frasa, klausa) dan jenis kalimat (tunggal/majemuk atau jenis kalimat lain). Bahkan

dapat juga berkenaan dengan fungsi kalimat/tema-rema yaitu menpat-nempatkan

rangkaian sesuai fungsi kalimatnya. Materi perangkaian kalimat tidak disertai

penjelasan konsep dan contohnya. Selain itu penyajiannya tidak terintegrasi dengan

keterampilan berbahasa yang sedang diajarkan.

d. Pembalajaran Semantik

Hal-hal yang perlu kalian perhatikan dalam menceritakan pengalaman di antaranya

berikut.

1. Menggunakan pilihan kata dan perangkaian kalimat yang tepat, jelas, menarik, serta

komunikatif. (10) Pembelajaran aspek semantik berkenaan dengan fungsi dan makna

kata. Materi pilihan kata dapat berkenaan dengan subsemantik jenis makna

(leksikal/gramatikal, istilah, dan lain-lain), hubungan makna (sinonim, hiponim, dan

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 201
lain-lain), dan bahkan perubahan makna. Penjelasan konsep pilihan kata tidak disertai

penjelasan dan contoh penggunaan.

e. Pembelajaran Wacana

Kerjakanlah perintah soal berikut dengan benar tanpa membaca kembali teks!

Kerjakan di buku tugasmu!

Tuliskanlah pokok-pokok utama setiap paragraf dari teks di atas! (69)

Materi paragraf dalam aspek wacana berkenaan dengan relasi wacana untuk

membangun koherensi (referensi, ellipsis, dan lain-lain) serta pembentukan wacana

(jenis wacana) sesuai ragam teksnya. Sebagai latihan, materi soal tidak disertai dengan

konteks atau bentuk bahasa yang bermakna (kalimat utama di antara kalimat penjelas

lain).

KESIMPULAN

Aspek tata bahasa secara eksplisit dikembangkan dalam buku pelajaran dan

dimaksudkan untuk dikembangkan dalam pembelajaran berbahasa di kelas, meliputi

aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana. Rumusan tata bahasanya

mencakup tataran subsentential, sentential, dan suprasentantial. Aspek pembelajaran

tata bahasa dalam buku pelajaran bahasa Indonesia mencakup pengembangan bahan ajar

aspek tata bahasa, penyajian tata bahasa, bentuk latihan tata bahasa, bentuk

penilaiannya, dan strategi pengajaran tata bahasa.

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 202
UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada berbagai pihak yang menduukung pelaksanaan penelitian


ini.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, H.P. (2002). Sintaksis bahasa Indonesia. Jakarta: Manasco Offset.


Clark, H.H. & Clark, E.V. (1977). Psychology and language: An introduction to
psycholinguistics. NY: Harcourt Brace Javanovich. Inc.
Kinneavy, J. L. (1980) A theory of discourse. London: Prentice Hall.
Murcia, M. C. & Freeman, D. L. (1999) The grammar book. USA: Heinley & Heinley
Publisher.
Parera, J. D. (1997). Linguistik edukasional: Pendekatan, konsep, dan teori pengajaran
bahasa (edisi 2). Jakarta: Erlangga.
Pike, K. L. & Pike, E. G. (1977). Grammatical analysis. Linguistics. 53. 189-199.
http://linguistik.531201

AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 e-ISSN: 2580-9040
e-Journal: http://doi.org/10.21009/AKSIS 203

Anda mungkin juga menyukai