Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HUKUM TATA NEGARA INDONESIA

KESEIMBANGAN FUNGSI LEMBAGA NEGARA DALAM


KAITANNYA DENGAN CHECKS AND BALANCES PADA
UUD 1945 PASCA AMANDEMEN

Disusun Oleh :

HTN Indonesia A (Indralaya)

1. Shella Riski Permata 02011181722273


2. Jacelyn Febianto 02011181823029
3. Fadilah Nanda Perdana 02011181823056
4. Chyntia Franslia 02011281823139
5. Stanislaus Andrian Ginting 02011281823232

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi
segala pemahaman dan hasil diskusi kami tentang “Keseimbangan Fungsi
Lembaga Negara Dalam Kaitannya Dengan Checks and Balances Pada UUD
1945 Pasca Amandemen”. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi kewajiban
kami untuk membuat Makalah mata kuliah Hukum Tata Negara Indonesia.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Laurel Heydir,


S.H.,MA. Dan Ibu Mahesa Rannie, S.H.,M.H. yang telah membimbing kami
dalam proses pembuatan makalah ini. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah
yang kami buat, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini nantinya.

Akhir kata, kami selaku penulis makalah ini berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat luas guna menambah ilmu
pengetahuan.

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palembang, 27 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………

KATA PENGANTAR ………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………………………………………… 1

1.2. Rumusan Masalah ………………………………… 3

1.3. Tujuan Penulisan ………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Lembaga Negara di Indonesia … 4

2.2. Fungsi Dari Lembaga Negara Dalam UUD 1945 Pasca


Amandemen ………………………………………… 8

2.3. Hubungan Checks and Balances Dengan Fungsi Dari


Lembaga Negara ………………………………………… 16

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………… iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lembaga negara memegang peranan yang sangat penting dalam
praktik bernegara. Indonesia sendiri memiliki 3 cabang kekuasaan
lembaga negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif, dimana dalam
menjalankan fungsinya tersebut, harus dihindari pemusatan pada satu
kekuasaan saja. Jika kita menoleh kebelakang, Indonesia dalam sistem
ketatanegaraan sebelum amandemen, pernah mengalami executive
heavy, artinya Presiden memiliki kewenangan yang tidak terbatas
sehingga legislatif dan yudikatif berada didalam pengaruh presiden. Hal
ini dapat terlihat dari 3 hal yaitu :1
1. Menempatkan dan memberikan kekuasaan yang terlalu besar
kepada Presiden yang tidak hanya memegang kekuasaan
pemerintahan (chief executive), tetapi juga menjalankan kekuasaan
membentuk undang-undang (legislatif), disamping hak-hak
konstitusional khusus (hak prerogatif) Presiden sebagai kepala
negara.
2. Tidak cukup memuat sistem checks and balances antara cabang-
cabang pemerintahan, yang akibatnya kekuasaan Presiden semakin
besar dan menguat karena tidak cukup mekanisme kendali dan
pengimbang dari cabang-cabang kekuasaan lain.
3. Menjadi instrument politik yang ampuh untuk membenarkan
berkembangnya otoritarianisme yang menyuburkan praktik-praktik
korupsi, kolusi, nepotisme di sekitar kekuasaan presiden.

1
Puguh Windarawan, “Pergeseran Kekuasaan Tipologi Ketiga; Fenomena Kekuasaan Ke Arah
Constitusional Heavy”. Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Vol. 9, No. 4, Des.
2012 , hlm. 616.

1
Setelah itu kondisi ketatanegaraan Indonesia berubah menuju
kearah legislatif (legislative heavy). Hal ini tergambar di dalam Pasal
20 Ayat (1) yang menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan yang
kuat, terutama dalam membentuk Undang-undang.2
“Kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan dan kekuasaan yang
mutlak cenderung disalahgunakan secara mutlak”. Seperti yang
diungkapkan oleh Lord Acton pada tahun 1887, orang yang memiliki
kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya
sehingga dibutuhkan suatu fungsi yang dapat memeriksa dan
mengimbangi bagaimana pelaksanaan dari kekuasaan yang dipegang
oleh lembaga negara itu sendiri atau yang lebih dikenal dengan teori
checks and balances. Dalam teori tersebut juga menjelaskan bahwa
dalam kekuasaan suatu negara, terdapat pemisahan kekuasaan antara
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, sehingga mereka tidak dapat saling
melakukan intervensi satu sama lain dalam menjalankan fungsinya. Hal
ini dimaksudkan agar masing-masing lembaga negara dapat saling
mencegah dominasi dan penyalahgunaan wewenang yang akan
menekan kekuasaan yang lain.
Setelah diadakannya perubahan atau amandemen pada UUD 1945,
mulai diatur lebih jelas bagaimana penerapan checks and balances
dalam rangka mencegah dominasi salah satu kekuasaan. Dimana dalam
UUD 1945 pasca amandemen, kedudukan lembaga-lembaga negara
berada dalam posisi yang seimbang. Oleh karena itu, untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Hukum Tata Negara Indonesia, penulis
berusaha mengkaji bagaimana keseimbangan fungsi lembaga negara
dalam kaitannya dengan teori checks and balances itu sendiri yang
akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini.

2
Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945

2
1.2. Rumusan Masalah
Setelah dipaparkan latar belakang seperti di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimanakah sejarah perkembangan lembaga-lembaga negara
di Indonesia?
1.2.2. Apa sajakah fungsi dari lembaga negara dalam UUD 1945 Pasca
Amandemen?
1.2.3. Bagaimanakah hubungan / keterkaitan antara fungsi dari
lembaga negara dengan checks and balances itu sendiri?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan lembaga-
lembaga negara di Indonesia.
1.3.2. Untuk mengetahui apa sajakah fungsi dari lembaga negara
dalam UUD 1945 Pasca Amandemen.
1.3.3. Untuk mengetahui keterkaitan antara fungsi dari lembaga negara
dan checks and balances.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Lembaga Negara di Indonesia


2.1.1. Undang – Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949)
Pada periode ini MPR, DPR, dan BPK belum terbentuk, lembaga
negara yang ada dan sudah terbentuk menurut UUD 1945 awal
adalah Presiden dan Wakil Presiden yang menjalankan
kekuasaan pemerintahan Negara (Bab III), Dewan
Pertimbangan Agung, yang memberi jawaban atas pernyataan
Presiden dan berhak memajukan usul kepada Pemerintah (Bab
IV), Mahkamah Agung, menjalankan kekuasaan kehakiman
(Bab IX), Komite Nasional Indonesia Pusat (Pasal IV aturan
peralihan j.o. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945), dan Menteri – menteri (Maklumat Pemerintah
tanpa nomor tanggal 14 November 1945 ).3

2.1.2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1945 –


17 Agustus 1950)
Pada periode ini yang berlaku adalah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat. Yang dimaksud dengan Pemerintah pada
periode ini adalah Presiden dan Menteri – menteri (Pasal 68
Ayat (1)) dimana Presiden sebagai kepala negara (Pasal 69 Ayat
(1)) dan mengangkat Perdana menteri dan menteri – menteri.
Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat merupakan lembaga
perwakilan yang masing – masing mewakili seluruh rakyat
Indonesia dan terdiri dari 150 anggota (Pasal 98) dan yang
mewakili daerah – daerah bagian (Pasal 80 ayat (1)). Yang

3
UUD 1945 Pra-Amandemen

4
menarik pada periode ini adalah adanya badan Konstituante
yang diatur dalam (Bab V) Konstitusi RIS yang bersama – sama
dengan pemerintah yang bertugas (selekas–lekasnya) menetapkan
Konstitusi Rapublik Indonesia Serikat yang akan menggantikan
Konstitusi Sementara (Pasal 186 Konstitusi RIS).4

2.1.3. UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 )


Perbedaan dari konstitusi sebelumnya adalah dihapuskannya
Senat. Yang menjadi Badan Perwakilan adalah Dewan
Perwakilan Rakyat. Selama Dewan Perwakilan Rakyat belum
tersusun maka Dewan Perwakilan Rakyat Sementara terdiri
atas gabungan Dewan Perwakilan Rakyat R.I.S., Senat, Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat, dan Dewan Pertimbangan
Agung. Berbeda dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat,
UUD Sementara tidak secara tegas menyatakan apa atau siapa
yang dimaksud dengan Pemerintah. Namun, hal ini dapat dilihat
dalam ketentuan – ketentuan yang diatur dalam Pasal 45 - Pasal
55 yang terdapat dalam Bab II Bagian I UUD Sementara. Dari
ketentuan–ketentuan tersebut terdapat pengaturan tentang
Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri atau Menteri –
menteri, maka Pemerintah adalah Presiden, Wakil Presiden,
Menteri atau Menteri – Menteri. Dalam periode ini pula DPA
dihapuskan.
Sejak berlakunya UUD Sementara berbagai langkah dilakukan
untuk menjalankan roda pemerintahan. pada tahun 1955
diselenggarakan pemilihan umum pertama untuk membentuk
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat dan Konstituante. Konstituante dibentuk untuk

4
Konstitusi Republik Indonesia Serikat

5
menetapkan Undang – Undang Dasar yang tetap menggantikan
UUD Sementara 1950.5

2.1.4. Undang-Undang Dasar 1945 (periode 1959 – 1971 )

Dalam periode ini pasal IV aturan peralihan UUD 1945 tidak


berlaku lagi, sebab telah terbentuk Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong–
royong, serta Dewan Pertimbangan Agung. Sementara, masing
– masing melalui Penetapan Presiden No. 2/1959 jo Peraturan
Presiden No. 12/1959 serta Keputusan Presiden No. 199/1960,
Penetapan Presiden No. 4/1960 jo Keputusan Presiden 156/1960
serta Penetapan Presiden No. 3/1959 jo Keputusan Presiden No.
168/1959.6

2.1.5. UUD 1945 (Periode 1971 – 1999 )


Mengenai hal ini, telah dilakukan pembatasan melalui TAP MPR
No. XIII/MPR/1998 (Pada periode ini MPR masih merupakan
lembaga Tertinggi Negara) yang menyebutkan Presiden dan
Wakil Presiden RI memegang jabatan selama masa lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang hanya
untuk satu kali masa jabatan.7

2.1.6. UUD 1945 (Periode 1999 – sekarang/ setelah perubahan )


Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak empat
kali menggulirkan berbagai perubahan pula dalam struktur
ketatanegaraan. disamping adanya beberapa lembaga Negara
yang dihapuskan, dibentuk beberapa lembaga Negara baru, untuk

5
Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950
6
UUD 1945 Pasca Amandemen periode 1959-1971
7
UUD 1945 Pasca Amandemen periode 1971-1999

6
memenuhi kebutuhan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan
diubahnya beberapa pasal tertentu dalam UUD berimplikasi pada
beberapa perubahan yang sangat signifikan, antara lain;
Perubahan ketentuan pasal 1 ayat (2) yang dimaksudkan untuk
mengoptimalkan dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang
dianut Negara Indonesia karena kedaulatan rakyat tidak lagi
dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga Negara, yaitu MPR,
tetapi melalui cara dan oleh berbagai lembaga yang ditentukan
oleh UUD 1945. Dengan demikian kedaulatan tetap ditangan
rakyat, sedangkan lembaga – lembaga Negara melaksanakan
bagian – bagian dari kedaulatan itu menurut wewenang, tugas dan
fungsi yang diberikan oleh UUD 1945. Dengan perubahan ini
pula tidak dikenal lagi istilah lembaga tertinggi Negara ataupun
lembaga tinggi Negara. kedudukan setiap lembaga Negara
bergantung pada wewenang, tugas dan fungsinya masing –
masing menurut UUD 1945.
Pada periode ini pula Dewan Pertimbangan Agung dihapuskan
yang didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas Penyelenggaraan Negara. Sebagai gantinya,
Dirumuskan ketentuan Pasal 16 yang memberikan kekuasaan
pada Presiden untuk membentuk Dewan Pertimbangan yang
bertugas memberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dan
berkedudukan di bawah Presiden.
Melalui perubahan ketiga UUD 1945 (9 November 2001) lahirlah
sebuah lembaga baru dalam struktur ketatanegaraan Indonesia,
yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Lembaga ini
dimaksudkan untuk memperkuat dan mendukung DPR dalam
sistem perwakilan Indonesia.
Melalui amandemen UUD 1945 ketentuan mengenai Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) diatur dalam bab tersendiri (Bab
VIIIA), dimana sebelumnya merupakan bagian dari bab VIII

7
tentang hal keuangan. BPK merupakan lembaga Negara yang
berfungsi memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan
Negara.
Amandemen UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga baru di
bidang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi
(MK) dengan wewenang tertentu (Pasal 24C ) yakni; menguji
undang – undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran partai politik, serta memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. Selain MK lembaga baru dibidang
yudikatif yang dibentuk adalah Komisi Yudisial yang berwenang
mengusulkan hakim agung, dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim (Pasal 24B UUD 1945 ).8

2.2. Fungsi dari Lembaga Negara dalam UUD 1945 Pasca Amandemen
2.2.1. Lembaga Eksekutif
Terdiri dari:
2.2.1.1. Presiden
Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen, Presiden adalah
pemegang kekuasaan berdasarkan pada undang-undang
dasar, dimana dalam menjalankan tugasnya Presiden
dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang dipilih secara
langsung oleh rakyat. Kedudukan Presiden sebagai
lembaga eksekutif memiliki fungsi yaitu :
a. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 5
Ayat (1))

8
UUD 1945 Pasca Amandemen periode 1999-sekarang

8
b. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undangundang sebagaimana mestinya.
(Pasal 5 Ayat (2))
c. Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
(Pasal 10)
d. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan. perang, membuat perdamaian
dan perjanjian dengan negara lain. (Pasal 11 Ayat (1))
e. Presiden dalam membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal
11 Ayat (2))
f. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat
dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan
undang-undang. (Pasal 12)
g. Presiden mengangkat duta dan konsul. (Pasal 13 Ayat
(1))
h. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 13
Ayat (2))
i. Presiden menerima penempatan duta negara lain
dengan memperhatikan Pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat. (Pasal 13 Ayat (3))
j. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
(Pasal 14 Ayat (1))

9
k. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat. (Pasal 14 Ayat (2)
l. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain
tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
(Pasal 15)
m. Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
undang-undang.
Note:
- Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan,
atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan
oleh presiden.9
- Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya
dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang
diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alas an yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.10
- Amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan
undang-undang tentang pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu
perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana.11
- Abolisi adalah suatu hak untuk menghapuskan seluruh akibat dari
penjatuhan putusan pengadilan atau menghapuskan seluruh akibat dari
penjatuhan putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana

9
Pasal 1 UU No. 22 Tahun 2002
10
UU No. 8 tahun 1981
11
Dimas Hutomo, S.H. Amnesti, Rehabilitasi, Abolisi, dan grasi,
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/ltbd46ddab5117a4/ambesti-rehabilitasi-abolisi-
dan-grasi/ diakses pada 27 September 2019 pukul 03.05.

10
kepada seorang terpidana, serta melakukan penghentian apabila putusan
itu telah dijalankan.12
2.2.1.2. Wakil Presiden
Tugas dari seorang Wakil Presiden adalah membantu
Presiden dalam menjalankan tugasnya. Selain membantu
presiden, tugas dari Wakil Presiden juga bertugas untuk
menggantikan Presiden apabila, presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya.13

2.2.2. Lembaga Legislatif


2.2.2.1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen, disebutkan bahwa
MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota yang dipilih
melalui pemilihan umum (Pasal 2 Ayat (1) dan memiliki
beberapa fungsi, diantaranya:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(Pasal 3 Ayat (1))
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden. (Pasal 3 Ayat (2))
c. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar. Pasal 3 Ayat (3)
2.2.2.2. Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam ketatanegaraan Indonesia seperti yang diuraikan
dalam UUD 1945, DPR memiliki beberapa fungsi
sebagai lembaga negara, diantaranya:
12
ibid
13
Pasal 8 Ayat (1) UUD 1945

11
a. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang. (Pasal 20 Ayat (1)).
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama. (Pasal 20 Ayat (2)).
Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat
persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu
tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu. (Pasal 20 Ayat (3)).
Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-
undang. (Pasal 20 Ayat (4))
b. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. (Pasal 20A
Ayat (1)). Dalam melaksanakan fungsinya, selain
hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-
Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat. (Pasal 20 Ayat (2))
c. Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta
hak imunitas. (Pasal 20A Ayat (3))
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. (Pasal 20A
Ayat (1))14. Terkait dengan fungsi legislasi, DPR
memiliki tugas dan wewenang:
a. Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

14
Tugas dan Wewenang, http://www.dpr.go.id, diakses pada tanggal 27 September 2019 pukul
08.15 WIB

13
b. Menyusun dan membahas Rancangan Undang-
Undang (RUU)
c. Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;
pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah)
d. Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden
ataupun DPD
e. Menetapkan UU bersama dengan Presiden
f. Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan
pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden)
untuk ditetapkan menjadi UU
Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas
dan wewenang:
a. Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN
(yang diajukan Presiden)
b. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU
tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan
dan agama
c. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang
disampaikan oleh BPK
d. Memberikan persetujuan terhadap
pemindahtanganan aset negara maupun terhadap
perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara

Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas


dan wewenang:

14
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU,
APBN dan kebijakan pemerintah
b. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan
yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan
UU mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan
SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan dan agama)
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat. (Pasal 20 Ayat
(2))15
a. Hak Interpelasi: hak DPR untuk meminta keterangan
kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah
yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
b. Hak Angket: hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-
undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
hal penting, strategis, dan berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Hak Menyatakan Pendapat: hak DPR untuk
menyatakan pendapat atas: kebijakan pemerintah
atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di
tanah air atau di dunia internasional; tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

15
Ibid.

14
melakukan pelanggaran hukum baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan
tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.

2.2.3. Lembaga Yudikatif


2.2.3.1. Mahkamah Agung
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.16

Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat


kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undangundang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
(Pasal 24 A Ayat (1))

2.2.3.2. Komisi Yudisial


Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim. Pasal 24 B Ayat (2))

16
Pasal 24 UUD 1945

15
2.2.3.3. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (Pasal 24C
Ayat (1))

2.3. Hubungan Checks and Balances Dengan Fungsi Dari Lembaga-


Lembaga Negara
Seperti yang telah diuraikan pada poin 2.2. di atas, bahwasanya
fungsi lembaga-lembaga negara di Indonesia adalah demikian, maka
pada bagian ini, penulis akan menguraikan hubungan antara checks and
balances dengan fungsi dari lembaga-lembaga negara.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut hubungan checks and balances
dengan fungsi lembaga-lembaga negara, perlu kita ketahui bahwasanya
pada UUD 1945 sebelum amandemen tidak memuat adanya checks and
balances, dikarenakan pemerintahan lebih mengarah pada Presiden
yang menjadi pusat kekuasaan dengan segala hak prerogatifnya.
Presiden disamping sebagai eksekutif, juga memiliki kuasa terhadap
legislatif dan yudikatif.17 Dewasa ini, sistem ketatanegaraan Indonesia
dalam UUD 1945 Pasca Amandemen telah menganut prinsip checks
and balances. Prinsip inii dinyatakan secara tegas oleh MPR sebagai
salah satu tujuan perubahan UUD 1945, yaitu menyempurnakan aturan
dasar negara secara demokratis dan modern, melalui pembagian

17
Moh. Mahfud MD, 2000, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik
dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta, Rineka Cipta, hlm 147.

16
kekuasaan, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks
and balances) yang lebih ketat dan transparan.18
Lebih lanjut, lembaga-lembaga negara tersebut dikategorikan
sebagai lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif.
Sehingga, hubungan antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam Ketatanegaraan Indonesia dapat digambarkan sebagai
berikut:
2.3.1. Hubungan antara Legislatif dan Eksekutif
Apabila kita telaah lebih dalam pada Bab III tentang
Kekuasaan Pemerintahan Negara, dimana Presiden
(eksekutif) dalam melaksanakan pemerintahan selalu
mendapat pengawasan dan perimbangan dari DPR
(legislatif), begiupula sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari
pasal-pasal yang mengatur tentang pembuatan undang-
undang, seperti Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 Ayat (1)),
dimana Presiden juga berhak mengajukan rancangan
Undang-undang kepada DPR (Pasal 5 Ayat (1)), Setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan
bersama (Pasal 20 Ayat (2), Presiden mengesahkan
rancangan undnag-undang yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang (Pasal 20 Ayat (4)), Dewan
Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undnag-undnag yang
berkaitan dengan otonomi daerah… (Pasal 22D Ayat (1)),.
Ini berarti walaupun DPR memegang kekuasaan
membentuk undang-undang (Pasal 20 Ayat (1)), namun
dalam hakikatnya tidak bisa serta merta lepas dari campur

18
Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm 64.

17
tangan Presiden dan lembaga lainnya seperti DPD, dimana
bisa dikatakan menurut pasal-pasal dalam UUD 1945,
dalam pembuatan undang-undang Presiden ikut serta
mengajukan rancangan dan pengesahan undang-undang
tersebut dilakukan oleh Presiden, serta DPD juga dapat
mengajukan rancangan undang-undang yang berhubunggan
dengan pusat dan daerah. Contoh lain dalam hal
pembubaran DPR, dimana Presiden tidak dapat
membekukan dan/atau membubarkan DPR (Pasal 7C),
dalam hal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden, dimana Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul
DPR, …. (Pasal 7A), dalam hal hubungannya dengan
negara lain, dimana, Presiden dengan Persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11
Ayat(1)), dalam hal pengangkatan Duta dan Konsul,
dimana Dalam mengangkat Duta Presideen memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat (2), Presiden menerima
penetapan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 13 Ayat
(3). Dalam hal pemberian amnesti dan abolisi, dimana
Pesiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 Ayat (2).
Dalam hal fungsi dan hak DPR, dimana Dewan
Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan (Pasal 20A Ayat (1)),
….Dewan Perwakilan Rakyat meempunyai hal interpelasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat (Pasal 20 A Ayat
(2), …. Setiap Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat

18
serta hak imunitas (Pasal 20A Ayat (3)). Ketentuan-
ketentuan ini dimaksudkan untuk menjadikan Presiden,
DPR, dan DPD berfungsi secara optimal sebagai penguasa
pemerintahan dan sebagai dewan perwakilan sekaligus
memperkokoh pelaksanaan check and balances.19
2.3.2. Hubungan antara Eksekutif dan Yudikatif
Terlihat pada mekanisme pemberhentian Presiden
dan/atau wakil Presiden dimana, usul pemberhentian
Presiden dan/atau wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR
kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan
permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat DPR bahwa…. (Pasal 7B Ayat (1)) yang
diperjelas dengan Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat ddewan Perwakilan Rakat mengenai
dugaan pelanggaran oleh resdein dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 24 C Ayat (2).
Dalam hal pemberian grasi dan rehabilitasi, dimana
Presiden memberi grasi, dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14
Ayat (1)). Dalam hal pencalonan Hakim Agung dimana
calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan
dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden (Pasal 24A Ayat (3). Dalam hal keanggotaan
Komisi Yudisal dan Mahkamah Konstitusi, dimana
anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(Pasal 24B Ayat (3) dan, Mahkamah Konstitusi mempunyai

19
Ni’matul Huda. 2014. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers.

19
Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh
Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden (Pasal 24C Ayat (3)).
Hal ini dilakukukan tidak lain merupakan pengurangan atas
kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 (sebelum
amandemen), yang sering dikatakan sebagai kekuasaan
yang terlalu berat pada eksekutif (executive heavy).20
2.3.3. Hubungan antara Legislatif dan Yudikatif
Hubungan antara legislatif dan yudikatif terkait bagaimana
keberadaan dua lembaga itu berperan mewujudkan sistem
perundangundangan yang isinya tidak bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi. Undangundang sebagai salah
satu bentuk peraturan perundang-undangan adalah produk
lembaga legislatif. Di pihak lain, ada kewenangan
Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, yang memungkinkan ketentuan dalam
undangundang dinyatakan tidak sah karena bertentangan
dengan UUD. Ini berarti Mahkamah Konstitusi juga
memiliki kewenangan di bidang legislatif dalam pengertian
negatif (negative legislation). Dengan adanya kewenangan
tersebut dalam proses pembentukan dan perumusan materi
atau substansi undang-undang, DPR dan Presiden harus
mewaspadai kemungkinan adanya judicial review dari
Mahkamah Konstitusi.21
Hubungan lain juga terdapat dalam hal pencalonan hakim
Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisal kepada Dewan

20
Sunarto, Prinsip Check and Balances dalam ketatanegaraan Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang. Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016. hlm 161.
21
Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam
Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm 10.

20
Perwakilan Rakyat, juga terihat dalam hal keanggotaan Komisi
Yudisial dimana anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR, juga dalam hal anggota hakim
mahkamah konstitusi yang tiga diantaranya adalah anggota DPR.
Komposisi semacam ini menggambarkan keseimbangan lembaga
legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam membangun peran
Mahkamah Konstitusi.22

22
Op.cit. hlm 162.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Upaya mewujudkan checks and balances dalam sistem ketatanegaraan


Indonesia telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945. Tidak ada
lagi lembaga yang diposisikan sebagai lembaga tertinggi negara.
Melalui amandemen tersebut, Presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat sehingga memiliki kedudukan yang kuat. Kewenangan utama
pembuatan undang-undang ada pada DPR, walaupun persetujuan
Presiden diperlukan. Ketika rancangan undang-undang telah disetujui
oleh DPR bersama Pemerintah tetapi sampai batas waktu tiga puluh
hari tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan undang - undang itu
sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Undang-undang
yang dibuat oleh DPR bersama Presiden dapat dikoreksi oleh
Mahkamah Konstitusi melalui mekanisme judicial review. Akhirnya,
ketika terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara, Mahkamah
Konstitusi yang berwenang memutuskan.

22
DAFTAR ISI

Undang-Undang

UUD 1945 Pra Amandemen

Konstitusi RIS

UUDS 1950

UUD 1945 Pasca Amandemen

UU No. 8 tahun 1981

UU No. 22 Tahun 2002

Buku

Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,


hlm 64.

Moh. Mahfud MD, 2000, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang
Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta, Rineka Cipta,
hlm 147.

Ni’matul Huda. 2014. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers.

Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi


Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, hlm 10.

Jurnal

Puguh Windarawan, “Pergeseran Kekuasaan Tipologi Ketiga; Fenomena


Kekuasaan Ke Arah Constitusional Heavy”. Fakultas Hukum Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta. Vol. 9, No. 4, Des. 2012 , hlm. 616.

iii
Sunarto, Prinsip Check and Balances dalam ketatanegaraan Indonesia. Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Masalah - Masalah Hukum, Jilid
45 No. 2, April 2016. hlm 161.
Website

Dimas Hutomo, S.H. Amnesti, Rehabilitasi, Abolisi, dan grasi,


https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/ltbd46ddab5117a4/ambesti-
rehabilitasi-abolisi-dan-grasi / diakses pada 27 September 2019 pukul 03.05.

Tugas dan Wewenang, http://www.dpr.go.id, diakses pada tanggal 27 September 2019


pukul 08.15 WIB

iv

Anda mungkin juga menyukai