Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN


PADA PASIEN NY. L DENGAN DIAGNOSA MEDIS SNH DI
RUANG IGD RS AMELIA PARE

Di susun oleh :
Dwi Rori Fajarotin
(202006105)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN


PADA PASIEN NY.L DENGAN DIAGNOSA MEDIS SNH
DI RUANG IGD RS AMELIA PARE

Mengetahui,

Dwi Rori Fajarotin


(202006105)

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik

(Rahayuning Sukowati, S.Kep.Ners) (Ns. Laviana Nita., S.Kp., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau
nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan
arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen
ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera
otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
2) Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu.
3) Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4) Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
5) Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1) Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat
kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai
mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam
beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2) Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
3. Etiologi
1) Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2) Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
3) Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah
4. Manisfestasi Klinis
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4
macam :
1) Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
a. Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
b. Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
c. Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
2) Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
a. Hipoarasthesia dan Arasthesia.
b. Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah
3) Dyspasia ( gangguan berbicara )
4) Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
a. Gangguan neurologis.
b. Gangguan psikologis.
c. Keadaan kebingungan.
d. Reaksi depresif.
5. WOC
Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri
atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang
keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf
di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60
cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam
Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan


ialah sebagai berikut :

1) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara


spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

2) Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

3) CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

4) MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang


magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.

5) USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah


sistem karotis).
6) EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
7) Pemeriksaan Laboratorium:

a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada


perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin.

c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.


Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.

d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu


sendiri.
7. Penatalaksanaan
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif
5) Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
6) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

8. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

9. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluahan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
a) (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
h. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.
i. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
j. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
k. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
l. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
m. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
d) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
e) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
i) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
j) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
n. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.
a) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
10. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gagguan komunikasi verbal
c. Ketidakefektifan perfusi cerebral
d. Defisit Perawatan Diri
e. Gangguan persepsi sensori penglihatan
f. Gangguan persepsi sensori pendengaran
g. Gangguan menelan
11. Intervensi Keperawatan
No Dx Kep Intervensi
1 Gangguan mobilitas Dukuangan Ambulasi (I.06171)
fisik (D.0054) 1. Observasi
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
2. Terapeutik
Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat, kruk)
Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

2 Gagguan komunikasi 1. Observasi


verbal (D.0119)  Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
volume dasn diksi bicara
Monitor proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berkaitan dengan bicara
Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal
lain yang menganggu bicara
Identifikasi prilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
2. Terapeutik
Gunakan metode Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
Ulangi apa yang disampaikan pasien
 Berikan dukungan psikologis
Gunakan juru bicara, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
4. Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3 Ketidakefektifan 1. Observasi
perfusi jaringan  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
(D.0009) perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas pada keterbatasan perfusi
Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur

 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta

 Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)

 Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler

 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
YAYASAN KARYA HUSADA PARE KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT RESUME IGD


TRIAGE :
R√ Y G B

I. DATA UMUM

Nama : Ny.L
No. Register : 20011767
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : JL.biliton 04/13
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : -
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : -
Tanggal Pengkajian : 15 Oktober 2020 pukul 18.05 wib
Diagnosa Medis : SNH

II. DATA DASAR

Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keadaan tidak sadar

Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluarga pasien mengatakan sejak satu jam sebelum MRS pasien tiba-tiba tidak
sadarkan diri seusai makan sore

Upaya yang telah dilakukan:


Keluarga berusaha membangunkan pasien dengan menggosok kayu putih ke telapak
kaki pasien dan tetap tidak ada respon akhirnya dibawa ke rumah sakit Amelia
Riwayat Kesehatan Dahulu :
Keluarga mengatakan pasien menderita sakit stroke sejak 5 tahun ini dan ini
merupakan serangan ke 3, pasien juga menderita hipertensi dan diabetes militus

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Keluarga mengatakan ibu dan bapak pasien menderita diabetes militus

III. Pemeriksaan Primer


Air Way + C Spine Control
Tidak ada sumbatan ataupun gangguan pada jalan nafas, suara nafas bersih
Breathing
Bernapas spontan, irama napas regular, suara napas vesikuler, RR : 24
kali/menit.
Circulation
Akral hangat CRT<2 detik TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5 ºC
SPO2 88
turgor kulit baik,
Disability (AVPU)
A : membuka secara spontan (-)
V : Rangsang verbal (-)
P : Respon terhadap nyeri (+)
U : Respon terhadap rangsangan (-)
Exposure + Prevent Hypothermia
Tidak ada luka di seluruh tubuh

IV. Pemeriksaan Sekunder


AMPLE:
A (Alergi) : Tidak ada riwayat alergi pada makanan dan obat
M (Medikasi) : Mengkonsumsi obat amlodipine 1x10 mg
P (Pertinent medical history) : Mempunyai riwayat penyakit stroke, hipertensi,DM
L (Last Meal) : makan terakhir sore hari
E (Event) : tidak sadarkan diri sejak sore

Tingkat kesadaran :
GCS : E = 1 V = 1 M = 1
Kesadaran koma
1. Kepala
I : Simetris, tidak ada hematom/ luka pada kepala, mukosa bibir lembab,
konjungtiva pucat (+)
P : Tidak ada benjolan
P : Tidak terkaji
A : Tidak Terkaji

2. Leher
I : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis.
P : tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nyeri telan (-)
P : Tidak terkaji
A: Tidak terkaji

3. Thorax (dada)/ Paru dan Jantung


I : Gerakan dada simetris, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak terdapat
retraksi interkosta, penggunaaan otot bantu peranpasan (-)
P : Tidak terdapat benjolan, Tidak terdapat nyeri tekan
P : Sonor
A : Ronchi (-) , Wheezing (-)

4. Abdomen
I : Supel, tidak ada lesi.
A : Bising usus 10x/menit
P : Tidak terdapat benjolan tidak ada nyeri tekan
P : suara Timpani

5. Tulang Belakang
I : Postur tubuh normal
P : Tidak terdapat benjolan
P : Tidak ada kelainan
A : Tidak ada kelainan

6. Ekstremitas
I : Ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan, turgor kulit baik, oedema (-)
kekuatan otot
1|5
1|5

A:-
P : Akral hangat , CRT<2detik
P : Tidak terkaji
7. Genitallia dan Anus
I : Tidak ada hemoroid
P : Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-)
P : Tidak Terkaji
A : Tidak Terkaji

8. Pemeriksaan Neurologis
I : GCS 1-1-1
P : Respon terhadap nyeri +
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji

IV. Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium tanggal 15 Oktober 2020
Leukosit DL 22510 L. 4.300-10.300 P. 4.300-11.300
Hemoglobin DL 7.9 L. 13,4-17,7 P. 11,4-15,1 gr/d
Hematokrit DL 23 L. 45-50 P. 35-45 %
Trombosit DL 532000 150.000-400.000sel/lp
GDA 375

2. Radiologi

V. Tindakan di IGD 18.10:


1. Bina hubungan saling percaya
2. Melakukan anamnesa
3. Melakukan ttv : TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5
ºC SPo2 88 GDA 375 mg/dl
4. Melakukan pasang infus RL
5. Mengambil darah untuk sample laborat
6. Melakukan injeksi pirabrain 4x3gr
7. Melakukan injeksi novorapid 4 ui
8. Mengobservasi perkembangan pasien

VI. Terapi
Infus PZ guyur
Infus PZ 14 tpm
Injeksi pirabrain 4x3gr
Injeksi acran 2x1 amp
injeksi novorapid 4 ui
Po: amlodipine 1x10 mg
Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa Keperawatan 1:
Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan toleransi gula darah dibuktikan
dengan kadar glukosa dalam darah tinggi
DS : keluarga mengatakan pasien tidak sadarkan diri sejak satu jam yang lalu setelah
makan sore
Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes militus
DO : K/U Lemah, TTV : TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5 ºC
SPo2 88 GDA375mg/dl, GCS 111
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam diharapkan kestabilan
kadar glukosaa darah meningkat degan kriteria hasil:
- Kesadaran meningkat
- Mengantuk menurun
- Kesuitan bicara menurun

Intervensi Keperawatan :
Pukul 18.10
Manajemen Hiperglikemi
1. Berikan asupan cairan oral
2. Ajarkan pengelolaan diabetes ( penggunaan insulin, obat oral )
3. Kolaborasi pemberian insulin Novorapid 4 ui (IV)
4. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
5. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
6. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat
7. Monitor kadar glukosa darah
8. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
9. Monitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik
dan frekuensi nadi
10. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk

Implementasi :
Pukul 18.10
1. Berkolaborasi pemberian insulin dan cairan iv
 Infus PZ guyur kemudian 14 tpm
 Injeksi Novorapid 4 UI iv
 Injeksi Acran 1 Amp
2. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
3. Mengajarkan pengelolaan diabetes ( penggunaan insulin, obat oral )
4. Menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
5. Mengobservasi TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5 ºC SPo2 88
GDA 375 mg/dl
6. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia
Evaluasi :Pukul 19.00
S : Pasien mengatakan masih lemah
O : K/U Cukup, TTV : TD 180/110 mmHg, Nadi 100 x/menit, Suhu 36
ºC, RR 20 x/menit, GDA ulang 108, GCS 456 mukosa bibir lembab
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan (pasien pindah HCU)

Diagnosa Keperawatan
resiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
DS : keluarga mengatakan pasien tidak sadarkan diri sejak satu jam yang lalu setelah
makan sore
Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit stroke dan hipertensi
DO : K/U Lemah, TTV : TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5 ºC
SPo2 88, GCS 111
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam diharapkan perfusi
serebral meningkat dengn kriteria hasil:
- Kesadaran meningkat
- Tekanan darah sistolik membaik
- Tekanan darah diastolik membaik

Intervensi Keperawatan : Pukul 18.10


Menejemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
1. Observasi Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,gangguan
metabolisme, edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanandarah meningkat, tekanan
nadi
melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
Terapeutik
3. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
4. Berikan posisi semi fowler
5. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan
Implementasi
: Pukul 18.10
1. Memonitor TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5 ºC SPo2 88
2. Memonitor TIK
3. Memonitor status pernapasan RR:24/mnt
4. Memonitor status neurologi
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
Infus PZ guyur
Infus PZ 14 tpm
Injeksi pirabrain 4x3gr
Injeksi acran 2x1 amp
injeksi novorapid 4 ui
Po: amlodipine 1x10 mg
Evaluasi Pukul 19.00
S : Px mengatakan tangan dan kaki kiri lemah
O : K/U cukup GCS 456 TD 180/110 mmHg, Nadi 100 x/menit, Suhu 36
ºC, Uji kekuatan otot 1|5
1|5
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan (px pindah hcu)

Dx 3: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler


ditandai dengan kekuatan otot menurun
DS : keluarga mengatakan pasien tidak sadarkan diri sejak satu jam yang lalu setelah
makan sore
DO : K/U Lemah, TTV : TD 228/111 mmHg, Nadi 95 x/menit, Suhu 36,5 ºC
Uji kekuatan otot 1|5
1|5
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam diharapkan mobilitas
fisik meningkat degan kriteria hasil:
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Rentang gerak meningkat

Intervensi : Dukuangan Ambulasi (I.06171)


Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi Anjurkan melakukan ambulasi dini
8. Ajarkan ambulasi sederhanayang harus dilakukan (mis.berjalan dari tempat tidur ke
9. kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

Implementasi jam 18.10


1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
3. Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
4. Memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
5. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
7. Mengajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
8. Evaluasi jam 19.00
S = Pasien mengatakan tangan dan kaki masih lemas
O = Gerakan terbatas, pasien terlihat lemah, aktivitas dibantu keluarga
kekuatan otot : 1 5
1 5

A = Masalah belum teratasi


P = Lanjutkan Intervensi
YAYASAN KARYA HUSADA PARE KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT RESUME IGD


TRIAGE : 
R Y G B

I. DATA UMUM

Nama : ny. y
No. Register : 2011765
Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa
Alamat : Jatiringin-kepuh
Pekerjaan : Tani
Penghasilan : -
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah : -
Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2020 jam 10.00 WIB
Diagnosa Medis : appendicitis akut

II. DATA DASAR

Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :.


Pasien mengatakan nyeri perut kanan bawah sudah 5 hari ini dan demam sejak
kemarin malam

Upaya yang telah dilakukan:


Pasien sudah membeli obat di apotek terdekat untuk mengurangi rasa nyeri perutnya

Riwayat Kesehatan Dahulu :


Pasien pernah mengalami panas dan nyeri perut sebelumnya
Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga pernah sakit panas tapi tidak sampai berhari-hari dan tidak sampai
opname.

III. Pemeriksaan Primer


A. Air Way + C Spine Control
Tidak terdapat gangguan jalan napas, tidak ada sumbatan,berbicara lancar tanpa
suara tambahan, kesadaran komposmentis,suara nafas bersih.

B. Breathing
Bernafas spontan, RR 24x/mnt,sesak (-),pernafasan cuping hidung (-),ronchi (-
),wheezing(-).

C. Circulation
Turgor < 3 detik; demam +;T 124/ 79 mmHg ;S: 38.3 x/menit, CRT < 2”; HR
118 x/mnt,

D. Disability (AVPU)
A: Buka mata spontan
V: Respon verbal baik
P: Reflek ekstremitas baik
U :Respon verbal dan rangsang baik
Tidak ada kelainan, kesadaran compos mentis

E. Exposure + Prevent Hypothermia


Tidak ada luka maupun jejas, kulit teraba hangat

IV. Pemeriksaan Sekunder


AMPLE:
A (Alergi) :
Tidak ada alergi makanan maupun obat
M (Medikasi) :
Minum obat asam mefenamat tadi pagi jam 06.00 WIB
P (Pertinent medical history)
Tidak ada
L (Last Meal) :
Makan nasi tadi pagi tapi sedikit
E (Event) :
Nyeri perut 5 hari ini

Tingkat kesadaran :
GCS : E = 4V = 5M = 6 composmentis
1. Kepala
I : Wajah tampak merah, keringat dingin (-),anemis (-)
P : Tidak ada hematom maupun nyeri tekan, teraba hangat
P:-
A:-

2. Leher
I : Tidak terdapat benjolan maupun pembesaran kelenjar getah bening
P : Benjolan/pembesaran kelenjar getah bening -, kaku kuduk -
P:-
A:-

3. Thorax (dada)/ Paru dan Jantung


I : Ekspansi dada simetris, retraksi dada -, RR 20x/mnt, tidak terdapat kelainan
P : Pergerakan dada simetris, tidak ada kelainan
P : Tidak terdapat kelainan
A : Tidak terdapat kelainan, ronkhi-,whezing -

4. Abdomen
I : Tidak terdapat luka maupun jejas
A : Bising usus+ 10x/mnt
P : Tidak ada benjolan, spasme otot (-)nyeri tekan (+) kanan bawah
P : suara timpani

5. Tulang Belakang
I : Tidak terdapat kelainan, postur normal
P : Tidak terdapat kelainan
P : Tidak terdapat kelainan
A : Tidak terdapat kelainan

6. Ekstremitas
I : Tidak ada kelainan
A:-
P : Akral hangat +, tidak ada oedema ektremitas, turgor kulit baik
P : tidak ada kelainan

7. Genitallia dan Anus


I : tidak ada ruam pada pantat
P:-
P:-
A:-

8. Pemeriksaan Neurologis
I : Kesadaran composmentis
P :-
P:-
A:-

IV. Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
Leukosit DL 20510 L. 4.300-10.300 P. 4.300-11.300
Hemoglobin DL 11,7 L. 13,4-17,7 P. 11,4-15,1 gr/d
Hematokrit DL 34.4% L. 45-50 P. 35-45 %
Trombosit DL 330000 150.000-400.000sel/lp
Urea 28.0 10-50 mg/dl
Creatinin 0.68 L 0.6-1.3 P 0.5-0.9 mg/dl
SGOT 20.5 L<37P<31 U/L
SGPT 14.6 L<40 P<3 U/L
BT 1 menit 0 detik Duke 1-3 menit
CT 10 menit 40 detik 3 tabung 6-12 menit
GOLDA B
HbsAg rapid negatif Negatif
B-20 test Negatif Negatif

2. Radiologi
USG: sangat curiga Apendicitis akut

V. Tindakan di IGD :
1) Melakukan identifikasi pasien dan anamnese
2) Menirah baringkan pasien pada tempat tidur
3) Melonggarkan pakaian pasien
4) Melakukan pasang infus
5) Melakukan TTV
6) Kolaborasi pemberian cairan intravena
7) Pengambilan darah untuk sample laborat
8) Memberikan terapi kolaboratif pengobatan
9) Mengajarkan memberikan kompres hangat saat demam dan nyeri
10) Mengobservasi KU dan perkembangan pasien

F. Terapi
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxm 3x1 gr/IV
- Inj. Antrain 3x1 amp/IV
- Inj. Ranitidine 2x1 amp/IV
Diagnosa Keperawatan :
Dx1. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh diatas nilai normal
DS : pasien mengatakan panas sejak kemarin malam
DO : - Demam +, T 124/ 79 mmHg ;S: 38.3 x/menit, CRT < 2”; HR 118 x/mnt,

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 jam, maka termoregulasi


membaik dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh membaik
- Kulit merah menurun
- Suhu kulit membaik
- Takikardi menurun

Intervensi :
1) Regulasi temperatur
1. Monitor suhu tubuh
2. Monitor frekuensi pernapasan dan nadi
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
5. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
6. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

2) Manajemen Hipertermia
1.Identifikasi penyebab hipertermia
2.Monitor suhu tubuh
3.Monitor kadar elektrolit
4.Monitor haluaran urine
5.Monitor komplikasi akibat hipertermia
6.Sediakan lingkungan yang dingin
7.Longgarkan atau lepaskan pakaian
8.Berikan cairan oral
9.Lakukan pendinginan eksternal (kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
10. Berikan oksigen, jika perlu
11. Anjurkan tirah baring
12. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Implementasi : jam 10.00
1. Menirah baringkan pasien
2. Melonggarkan pakaian pasien
3. Memberikan minum per oral
4. Memberikan kompres dingin pada area dahi, dan aksila
5. Memonitor TTV pasien
6. Memonitor haluaran urine pasien
7. Memonitor tanda-tanda hipotermia dan hipertermia
8. Melakukan kolaboratif pengobatan medis (inj. Antrain 1 amp)

Evaluasi :jam 12.00


S : pasien mengatakan sudah tidak panas
O : Ku cukup; demam -; Suhu 37°C; RR 20 x/mnt; bak + 1x (250cc); minum +;
muntah –, wajah memerah -
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana dilanjutkan regulasi temperatur diruang rawat inap (no 1 s/d 6)

Dx2 nyeri b.d inflamasi d.d mengeluh nyeri


DS : pasien mengatakan nyeri perut sudah 5 hari
DO : nyeri tekan kanan bawah
T 124/ 79 mmHg ;S: 38.3 x/menit, CRT < 2”; HR 118 x/mnt,

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 jam, maka tingkat nyeri


menurun dengan kriteria hasil :
Kontrol Nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol meningkat 4
- Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 4
- Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis meningkat 4
- Keluhan nyeri menurun 4
- Penggunaan analgesik menurun 4

Intervensi :
Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
12. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi meredakan nyeri
14. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik non farmakologis secara nyeri
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)

Implementasi :jam 10.00


1. Memonitor TTV klien
2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas dan
intesitas nyeri
3. Mengidentifikasi skala nyeri
4. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
5. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
6. Mengajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri seperti
tarik napas dalam dan kompres hangat
7. Memonitor terapi yang telah diberikan
8. Berkolaborasi pemberian analgetik antrain 1 amp

Evaluasi :jam 12.00


S : pasien mengatakan perut masih terasa sedikit nyeri
O : TD : 120/70 mmHg RR : 20x/m N : 92x/m Skala nyeri : 3
Nyeri tekan +
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana dilanjutkan manajemen nyeri diruang rawat inap (no 1 s/d 8)
YAYASAN KARYA HUSADA PARE KEDIRI AS N
YAYEDIRA
K I
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

KA

A
RY

D
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri A HUSA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT RESUME IGD


TRIAGE : 
R Y G B

I. DATA UMUM

Nama : An. A
No. Register : 2010888
Umur : 5 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa
Alamat : Tegalsari-Tulungrejo
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Status : -
Pendidikan Terakhir : -
Golongan Darah : -
Tanggal Pengkajian : 17 oktober 2020 jam 10.00 WIB
Diagnosa Medis : Obs. Febris

II. DATA DASAR

Keluhan Utama :
Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :.


Demam naik turun sudah 5 hari, S: 38 c, tadi pagi makan sedikit mual+, muntah+
2x sejak pagi

Upaya yang telah dilakukan:


Sejak mulai demam diberikan parasetamol syrp, demam bisa reda, tapi tiap malam
demam lagi
Riwayat Kesehatan Dahulu :
Pernah demam sebelumnya tapi demam yang ringan dan maksimal 2 hari.

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Keluarga pernah sakit panas tapi tidak sampai berhari-hari dan tidak sampai
opname.

V. Pemeriksaan Primer
G. Air Way + C Spine Control
Tidak terdapat gangguan jalan napas, tidak ada sumbatan,berbicara lancar tanpa
suara tambahan, kesadaran komposmentis,suara nafas bersih.

H. Breathing
Bernafas spontan, RR 24x/mnt,sesak (-),pernafasan cuping hidung (-),ronchi (-
),wheezing(-).

I. Circulation
Turgor < 3 detik; demam +;T 100/60mmHg ;S: 38x/menit, CRT <2”; HR
124x/mnt, muntah 2x

J. Disability (AVPU)
A: Buka mata spontan
V: Respon verbal baik
P: Reflek ekstremitas baik
U :Respon verbal dan rangsang baik
Tidak ada kelainan, kesadaran compos mentis

K. Exposure + Prevent Hypothermia


Tidak ada luka maupun jejas, kulit teraba hangat, akral hangat

VI. Pemeriksaan Sekunder


AMPLE:
A (Alergi) :
Tidak ada alergi makanan maupun obat
M (Medikasi) :
Minum obat paracetamol syrp tadi pagi jam 06.00 WIB
P (Pertinent medical history)
Tidak ada
L (Last Meal) :
Makan nasi tadi pagi tapi sedikit
E (Event) :
Demam 5 hari ini
Tingkat kesadaran :
GCS : E = 4V = 5M = 6 compos mentis

9. Kepala
I : Wajah tampak merah, keringat dingin (-),anemis (-)
P : Tidak ada hematom maupun nyeri tekan, teraba hangat
P:-
A:-

10. Leher
I : Tidak terdapat benjolan maupun pembesaran kelenjar getah bening
P : Benjolan/pembesaran kelenjar getah bening -, kaku kuduk -
P:-
A:-

11. Thorax (dada)/ Paru dan Jantung


I : Ekspansi dada simetris, retraksi dada -, RR 24x/mnt, tidak terdapat kelainan
P : Pergerakan dada simetris, tidak ada kelainan
P : Tidak terdapat kelainan
A : Tidak terdapat kelainan, ronkhi-,whezing -

12. Abdomen
I : Tidak terdapat luka maupun jejas
A : Bising usus+ 16x/mnt
P : Tidak ada benjolan, spasme otot (-)nyeri tekan (-)
P : suara timpani

13. Tulang Belakang


I : Tidak terdapat kelainan, postur normal
P : Tidak terdapat kelainan
P : Tidak terdapat kelainan
A : Tidak terdapat kelainan

14. Ekstremitas
I : Tidak ada kelainan
A:-
P : Acral hangat +, tidak ada oedema ektremitas,turgor kulit baik
P : tidak ada kelainan

15. Genitallia dan Anus


I : tidak ada ruam pada pantat
P:-
P:-
A:-
16. Pemeriksaan Neurologis
I : Kesadaran compos mentis
P :-
P:-
A:-

IV. Pemeriksaan Diagnostik


3. Laboratorium
Leukosit DL 20510 L. 4.300-10.300 P. 4.300-11.300
Hemoglobin DL 11,5 L. 13,4-17,7 P. 11,4-15,1 gr/d
Hematokrit DL 33,.5% L. 45-50 P. 35-45 %
Trombosit DL 221000 150.000-400.000sel/lp

4. Radiologi
-
V. Tindakan di IGD :
1) Melakukan identifikasi pasien dan anamnese
2) Menirah baringkan pasien pada tempat tidur
3) Melonggarkan pakaian pasien
4) Melakukan pasang infus
5) Melakukan TTV
6) Kolaborasi pemberian cairan intravena
7) Pengambilan darah untuk sample laborat
8) Memberikan terapi kolaboratif pengobatan
9) Mengajarkan memberikan kompres saat anak demam
10) Observasi KU dan perkembangan pasien

L. Terapi
- Infus D5 ½ NS 18 tpm
- Inj. Acran 2x20 mg/IV
- Inj. Lapixim 3x300 mg/IV
- Inj. Antrain 3x200 mg/IV
- Inj. Trovensis 3x2mg (K/P)
- PO : Immucea syrp 1x Cth 1½

Diagnosa Keperawatan :
Dx1. Termoregulasi tidak efektif b.d perubahan laju metabolisme
DS : Ibu pasien mengatakan anaknya demam naik turun sudah 5 hari
DO : - Demam +, Suhu 38 C
- HR 124x/mnt
- RR 24x/mnt
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 jam, maka termoregulasi
membaik dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh membaik
- Kulit merah menurun
- Takikardi menurun

Intervensi :
3) Regulasi temperatur
1. Monitor suhu tubuh
2. Monitor frekuensi pernapasan dan nadi
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
5. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
6. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

4) Manajemen Hipertermia
1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
6. Sediakan lingkungan yang dingin
7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Berikan cairan oral
9. Lakukan pendinginan eksternal (kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
10. Berikan oksigen, jika perlu
11. Anjurkan tirah baring
12. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Implementasi : jam 10.00
1. Menirah baringkan pasien
2. Melonggarkan pakaian pasien
3. Memberikan minum per oral
4. Memberikan kompres dingin pada area dahi, leher, dada, abdomen dan
aksila
5. Memonitor TTV pasien
6. Memonitor haluaran urine pasien
7. Memonitor tanda-tanda hipotermia dan hipertermia
8. Melakukan kolaboratif pengobatan medis (inj. Antrain 200 mg/IV, lapix
3x 300 mg),
Evaluasi :jam 11.00
S : Ibu pasien mengatakan demam anaknya sudah turun
O : Ku cukup; demam -; Suhu 37,2C; HR 110 x/mnt; bak + 1x (25cc); minum +;
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana dilanjutkan regulasi temperatur diruang rawat inap (no 1 s/d 6)

Dx2 Nausea b.d distensi lambung d.d mual


DS : Ibu pasien mengatakan anaknya mual dan muntah 2x sejak pagi
DO : Pasien tampak pucat, nadi 124x/mnt
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 jam, maka tingkat nausea
menurun dengan kriteria hasil :
- Keluhan mual menurun
- Perasaan ingin muntah menurun
- Takikardia membaik

Intervensi :
1) Manajemen mual
1. Identifikasi penyebab mual
2. Monitor mual
3. Monitor asupan nutrisi dan kalori
4. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
5. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
6. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologisuntuk mengatasi mual
7. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
2) Manajemen muntah
1. Identifikasi penyebab muntah
2. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Atur posisi untuk mencegah aspirasi
4. Berikan kenyamanan selama muntah
5. Anjurkan membawa kantong plastik untuk menampung muntah
6. Anjurkan memperbanyak istirahat
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengelola muntah
8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

Implementasi :jam 10.00


1. Memberikan lingkungan yang nyaman
2. Mengidentifikasi penyebab mual dan muntah
3. Menganjurkan untuk istirahat yang cukup
4. Menganjurkan pasien untuk makan yang cukup, sedikit-sedikit tapi sering
5. Memonitor jumlah intake dan output pasien
6. Kolaborasi pemberian terapi pengobatan (inj. Trovensis 2mg/IV, jika
muntah)
Evaluasi :jam 11.00
S : Pasien mengatakan masih mual-mual
O: KU cukup; HR 110 x/mnt; bak + 1x (25cc); minum +;mual +: muntah –
A: Masalah teratasi sebagian
P: Manajemen mual/muntah dilanjutkan di ruang rawat ianp pasien

Dx 3:Resiko Infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil:
-Demam menurun
-Kemerahan menurun
- Kadar sel darah putih membaik.

Intervensi:
1.Penceghan Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
3. Batasi jumlah pengunjung.
4. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beriko tinggi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara memeriksa luka
7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
8. Kolaborasi pemberian imunisasi,jika perlu
Implementasi: jam 10.00
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
3. Membatasi jumlah pengunjung
4. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan
6. Berkolaborasi pemberian antibiotik, lapixim 300 mg
Evaluasi : jam 11.00
S : Ibu pasien mengatakan demam anaknya sudah turun
O : Ku cukup; demam -; Suhu 37,2C; HR 110 x/mnt; bak + 1x (25cc); minum +;
muntah –
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana dilanjutkan regulasi temperatur diruang rawat inap (no 1 s/d 6)

Anda mungkin juga menyukai