Oleh:
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan kasus Typoid Fever di ruang Anak
RS Amelia yang telah di susun oleh mahasiswa praktik profesi stikes Karya Husada
Kediri sebagai salah satu tugas praktik profesi telah di periksa dan di setujui
Mahasiswi
202006114
Mengetahui
A. DEFINISI
Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii
dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013).
Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem
pertahanan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan
terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut sehingga
menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas.
B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi
oleh manusia lainnya.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B,
Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang
mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran
peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini
masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses
yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah
menderita tipus akan menjadi orang yang menularkan tipus pada yang
belum pernah menderita tipus.
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <
2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati dan limfe. (Soedarmo, dkk, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk
dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012).
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu
ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan
ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial
dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman
Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau
organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga jaringan limfoid di usus kecil
yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya plak Peyer membuat
jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang
melaluinya. Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus diberikan makanan
lunak, yaitu konsistensi bubur yang melalui liang usus tidak sampai merusak
permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka dinding usus setempat yang
memang sudah tipis, makin menipis, sehingga pembuluh darah ikut rusak
akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila berlangsung
terus, ada kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah (perforasi),
diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal.
D. PATWAY
Kuman Salmonella Thypi Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam lambung
yang masuk ke saluran
gastrointestinal
Peredaran
darah Pembuluh darah Bakteri masuk usus halus
limfe nekrosis Ulserasi plaks peyer
(bakterimia
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang
dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan.
Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang
kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis
didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya
sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit,
kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen,
sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin
harus dilakukan.
c. Imunorologi
Widal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil
positif dinytakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat
disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi
antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina
harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan
untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah
dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui
komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien
harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah –
ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan
karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau kloramisetin
adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur
Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi
yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri
gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal
atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik
kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan
adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 - 50
mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena
dalam empat dosis yang sama.
2) Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86).
Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-
SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.
3) Ko – trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg
TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya
kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan
menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang
ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita
defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya
adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom
Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian
tinggi terutama pada anak – anak. kotrimoksazol tidak boleh
diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu
trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24
jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat
harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya
terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana
Rahardja, 2007, hal:140).
4) Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif
terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku
Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain,
ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang
mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik.
Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam
empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100
mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis).
b. Obat – obat simptomatik:
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga
kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan
pembuluh darah kapiler.
Secara fisik :
a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4
– 6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau
apakah anak mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam
kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air
buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat
naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas
Dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, kelompok umur yang
terbanyak adalah diatas 5 tahun. Factor yang mendukung terjadinya typus
abdominalis adalah iklim tropis, sosial ekonomi yang rendah, sanitasi
lingkungan yang kurang (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 178).
b. Sistem kardiovaskuler
Keringat dingin,Penurunan tekanan darah, dan diaphoresis sering
didapatkan pada minggu pertama. Kulit pucat dan akral dingin
berhubungan dengan kadar hemoglobin. Pada minggu ketiga, respon
toksin sistematik bisa mencapai otot jantung dan terjadi miokarditis
dengan manifestasi penurunan curah jantung, nyeri dada, dan
kelemahan fisik (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491).
c. Sistem persarafan
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi
sereberal dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan
mental seperti halusinasi dan derilium. Padapasien bisa didapatkan
kejang umum yang merupakan respon terlibatnya saraf pusat dengan
infeksi tifus abdominalis (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491).
d. Sistem perkemihan
Pada kondisi berat akan dijumpai penurunan urin output respon dari
penurunan curah jantung (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491).
e. Sistem pencernaan
Inspeksi :
Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai stomatis.
Tanda ini nampak pada minggu kedua berhubungan dengan infeksi
sistemik dan endotoksin kuman.
Sering muntah
Perut kembung
Distensi abdomen dan nyeri, merupakan tanda yang diwaspadai
terjadinya perforasi dan peritonitis.
Auskultasi :
Didaptkan penurunan bising usus kali/permenit pada minggu pertama
dan terjadi konstipasi. Serta selanjutnya meningkat akibat terjadi
diare.
Perkusi :
g. Sistem musculoskeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik umum, dan
didapatkan kram otot ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, p. 492).
h. Sistem Reproduksi
Pasien yang sudah menikah akan menghindari aktivitas seksual karena
harus menjalani bedrest (Nugroho, 2011, p. 189)
i. Sistem imun
Sistem imun mengalami penurunan diakibatkan oleh terinfeksinya tubuh
oleh bakteri salmonella thypi sehingga tubuh akan membuat antibody
untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya (Nugroho, 2011, p. 188)
j. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil. Serta limpa menjadi
teraba dan abdomen mengalami distensi (Haryono, 2012, p. 68)
k. Sistem Pengindraan
Lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar dan tremor. Selain itu ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada
hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak
merata (Haryono, 2012, pp. 67-68)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
b. Gangguan Thermoregulasi
c. Diare
d. Resti kekurangan cairan tubuh
e. Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Nausea
g. Defisit Nutrisi
h. Intoleransi Aktifitas
3. Kelemahan 2. Terapeutik
Sediakan lingkungan
4. Imobilitas nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara,
kunjungan)
5. Gaya hidup
Lakukan rentang gerak
monoton pasif dan/atau aktif
Subjektif
1. Dispnea
saat/setelah
aktivitas
2. Merasa tidak
nyaman
setelah
beraktivitas
3. Merasa
lemah
Objektif
1. Tekanan darah
berubah >20%
dari kondisi
istirahat
2. Gambaran
EKG
menunjukan
aritmia
saat/setelah
aktivitas
3. Gambaran
EKG
menunjukan
iskemia
4. Sianosis
Resiko Observasi
7 ketidakseimbangan Monitor status hidrasi
cairan dan elektrolit Monitor berat badan harian
monitor berat badan sebelum dan
Faktor resiko:
sesudah dialisis
- prosedur
Monitor hasil pemeriksaan
pembedahan
laboratorium(Hematokrit, Na,K,Cl,
- trauma/perdar
ahan berat jenis urine,BUN)
Monitor status
- luka bakar
- Aferesis hemodinamik(MAP,CVP,PAP,PC
- Asites WP jika tersedia)
- Obstruksi Terapiutik
intestinal Catat intake output dan hitung
- Peradangan balance cairan 24 jam
pancreas Berikan asupan cairan sesuai
- Penyakit kebituhan
ginjal dan Berikan cairan intra vena,jika perlu
kelenjar
- Disfungsi Kolaborasi
intestinal Kolaborasi pemberian diuretik jika
perlu
Kondisi klinis
terkait:
- prosedur
pembedahan
mayor
- perdarahan
- Luka bakar
DAFTAR PUSTAKA
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK
I. DATA UMUM
Nama : An. A
Ruang : Gufi 2
Agama : Islam
Bahasa : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Penanggung jawab : Tn w
Pendidikan Terakhir : SD
Golongan Darah :-
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj.Ondancentron 5 mg prn
Inj.Dexametaxon 1A extraa
Inj. Ranitidin 2 x 1
amp PO : sanmol
tablet 3 x 1
L-bio 2x1
Riwayat Kesehatan Dahulu : Pasien mempunyai riwayat penyakit
menular.
B
A
10,3 Th
KETERANGAN:
= laki-laki = meninggal
= cerai
= lahir kembar
III.RIWAYAT ANTENATAL & POST NATAL
1. Riwayat selama kehamilan
Anak dilahirkan spontan saat usia kehamilan 9 bulan ,ANC
3x, lahir di bidan setempat, BB3000 gr,PB 49cm dan langsung
menangis.
2. Obat-obatan yang digunakan
Pasien sebelumnya minum obat parasetamol tablet 3 x 1 dan L-Bio 2x1
3. Tindakan operasi
tidak pernah mengalami tindakan operasi.
4. Riwayat alergi
Tidak punya riwayat alergi
5. Kecelakaan
tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya.
6. Imunisasi
Imunisasi
lengkap
Polio tetes 1
BCG
2 bulan Polio tetes 2 Lengkap
DPT-HB-HiB 1
PCV 1
3 bulan Polio tetes 3 Lengkap
DPT-HB-HiB 2
PCV 2
4 bulan Polio tetes 4 Lengkap
DPT-HB-HiB
3 IPV
4. Bahasa
Anak mampu berbahasa indonesia dengan baik,
V. RIWAYAT SOSIAL
1. Pengasuh
Anak A di asuh oleh orang tua nya sndiri
2. Hubungan dengan anggota keluarga juga saudara
Anak A mempunyai hubungan yang sangat baik dengan keluarganya.
4. Lingkungan rumah
5. Lingkungan tempat tinggal masih asri jauh dari pabrik dan industri
Aktivita 0 1 2 3 4
s
Mandi v
Berpakaian V
Eleminasi V
Pindah V
Ambulasi V
Naik tangga V
Gosok gigi V
Keterangan
: Anak mampu melakukan kegiatan perawatan diri secara mandiri.
17 September 2020 27 kg 25 kg
4) Diit khusus
Diit lunak rendah serat
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
BB saat ini : 25 kg
BB ideal : 28 kg
Perkembangan BB :turun
TD : 90/60 mmhg
N : 112x/mnit
Suhu :37, 9 0C
RR :20x/mnit
2. Pemeriksaan Fisik ( B1 – B6 )
3. B1 (Breathing)
Inspeksi : bentuk dada simetris, irama bernafas teratur, tidak ada otot
bantu nafas.
4. B2 (Blood)
P:-
5. B3 (Brain)
I : kesadaran composmentis, GCS 456
perifer
P:-
A:-
6. B4 (Bladder)
I: Bak 7-8x/hari, warna kuning kecoklatan sedikit
pekat
P:-
A:-
7. B5 (Bowel)
benjolan (-)
Perkusi : hipertimpani
8. B6 (Bone)
I: pasien terlihat lemah, kulit kering,turgor kulit menurun, tidak ada lesi pada tulang bawah
maupun atas.,pucat, mukosa bibir kering,warna kulit kemerahan
P:-
A:-
9. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Hb : 16,4 g/dl
Hct :46,3 %
widal test
Thypi O 1/320
Thypi H 1/320
Parathypi A
1/160
Parathypi B
1/320
2) Radiologi
Rontgen thorak dalam batas normal
Tidak ada
10. Terapi
1. Oral
Sanmol tablet 3x 1 tablet
L-bio 2x1
2. Parenteral Infus
RL 20 tpm
Inje. Ceftriaxon 2 x 1
Inj. Ondancentron 5 mg
prn Inj. Ranitidin 2 x 1
Inj. Dexametaxon 1A extra
3. Lain – lain
-
ANALISIS DATA
Nyeri
Peredaran darah
endotoksin
Diare
Nausea
Nyeri
Intolenransi Aktivitas
DIAGNOSIS PRIORITAS
1. (D.0077)Nyeri acut berhubungan dengan : Agen fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) di
buktikan dengan :Pasien mengeluh nyeri, pasien tampak menyeringai kesakitan,,gelisah , sulit tidur,
bersikap protektif., scala nyeri 5
2. (D.0149)Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan pasien
mengeluh badan nya panas,badan teraba panas, kulit kemerahan, menggigil,suhu tubuh 37,9 ,takikardia,
pucat
3. (D.0020) Diare berhubungan dengan proses infeksi di buktikan denganpasien mengatakan bab cair 4x
sehari , nyeri atau kram perut,bab cair lebih dari 4x,peristaltic usus meningkat
4. (D.0076) Nausea berhubungan dengan iritasi lambung dibuktikan dengan mual dan merasa ingin
muntah,tidak berminat makan, pucat.
5. (D.0056)Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan tirah baring di buktikan dengan pasien mengeluh
Lelah,merasa lemah,frekuensi jantung meningkat,dispneu saat/setelah beraktifitas.
IV. PLANING
TGL Diagnosa
No SLKI SIKI
keperawatan
1. 17 (D.0077)Nyeri Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
Septemb acut berhubungan perawatan selama 1x24jam 1. Identifikasi lokasi karakteristik,
er 2020 dengan : Agen maka tingkat nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas,
fisiologis (mis. dengan kriteria hasil : intensitas nyeri.
Inflamasi, -Pasien tidak mengeluh 2. Identifikasi skala nyeri.
iskemia, nyeri perut. 3. Identifikasi nyeri non verbal.
neoplasma) di 4. Identifikasi factor yang
-meringis menurun
buktikan dengan mengurangi memperberat dan
Sikap protektif berkurang
:Pasien mengeluh memperingan nyeri.
-pasien tidak gelisah
nyeri, pasien -tidur berkualitas 5. Berikan teknik non
tampak farmakologis untuk mengurangi
-frekuensi nadi membaik
menyeringai -pola tidur membaik,scala rasa nyeri (missal terapi music,
kesakitan,,gelisah nyeri 0 terapi pijat dll)
, sulit tidur,
bersikap 6. Fasilitasi istirahat tidur
7. Kolaborasi pemberian analgetik,
protektif., scala
jika perlu
nyeri 5
2. 17 (D.0149)Term Setelah dilakukan Edukasi Manajemen hipertermi
Septemb oregulasi tidak tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
er 2020 efektif selama 1x 24jam di kemampuan menerima informasi.
berhubungan harapkan thermoregulasi 2. Sediakan materi dan media
dengan proses membaik dengan kriteria pendidikan kesehatan.
penyakit hasil: 3. Berikan kesempatan untuk
dibuktikan -Pasien tidak mengeluh bertanya.
dengan pasien badan panas 4. Jelaskan cara mengukur suhu
mengeluh - Pasien tidak menggigil tubuh,nadi, pernafasan dan
badan nya - Kulit tidak memerah lekunan darah pasien.
panas,badan - Tidak pucat 5. Ajarkan cara mengkompres
teraba panas, - Tidak takikardi hangat.
kulit - Suhu tubuh membaik 6. Anjurkan menggunakan selimut
kemerahan, (36,5- 37,5) hipotermi sesuai kebutuhan.
menggigil,suh - Suhu kulit membaik 7. Anjurkan menggunakan pakaian
u tubuh 37,9 yang menyerap keringat.
,takikardia, 8. Anjurkan intake yang adekuat.
pucat 9. Ajarkan cara memonitor intake
dan output cairan.
10. Anjurkan pemberian
analgetik, bila perlu
Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
17 September
5. (D.0056) 2020 S: Pasien mengatakan
14.00 masih lemah
O:Ku cukup T 110/70
N 80 x/mnt S:37,5
pasien tampak lemah,
A:Masalah teratasi
sebagian
P: Rencana dilanjutkan
(2,5,6,8)
Q: