Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK A DENGAN THIPOID FEVER

DI RUANG ANAK RS AMELIA

Oleh:

Lulus Tyas Erina


202006114

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan kasus Typoid Fever di ruang Anak
RS Amelia yang telah di susun oleh mahasiswa praktik profesi stikes Karya Husada
Kediri sebagai salah satu tugas praktik profesi telah di periksa dan di setujui

Mahasiswi

(Lulus Tyas Erina)

202006114

Mengetahui

Pembimbing akademik 1 Pembimbing akademik 2

(Rahayuning Sukowati, S.Kep., Ns) (Ns.Moch.Maftuchul Huda, M,Kep.,Sp.Kom)


TYPHOID FEVER

A. DEFINISI
Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii
dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013).
Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem
pertahanan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan
terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut sehingga
menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas.

B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi
oleh manusia lainnya.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B,
Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang
mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran
peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini
masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses
yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah
menderita tipus akan menjadi orang yang menularkan tipus pada yang
belum pernah menderita tipus.

C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <
2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati dan limfe. (Soedarmo, dkk, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk
dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012).
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu
ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan
ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial
dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman
Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau
organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga jaringan limfoid di usus kecil
yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya plak Peyer membuat
jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang
melaluinya. Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus diberikan makanan
lunak, yaitu konsistensi bubur yang melalui liang usus tidak sampai merusak
permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka dinding usus setempat yang
memang sudah tipis, makin menipis, sehingga pembuluh darah ikut rusak
akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila berlangsung
terus, ada kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah (perforasi),
diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal.
D. PATWAY

Kuman Salmonella Thypi Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam lambung
yang masuk ke saluran
gastrointestinal

Peredaran
darah Pembuluh darah Bakteri masuk usus halus
limfe nekrosis Ulserasi plaks peyer
(bakterimia

Masuk retikula Berkembang hiperpla Pembesaran limfe


endotelia terutama biak di hati dan sia plak
hati dan limfa limfa Pembesaran
hati Splenomega
Masuk aliran nausea li
darah Hepatomegali erosi
(bacteremia Empedu Perdarahan masif Penurunan/penin
gka tan mobilitas
Endotoksin
usus
Rongga usus Komplikasi perforasi dan perdarahan usus
Penurunan/penin
Terjadi kerusakan pada kelenjar Nyeri
sel gka tan Konstip
limfoid halus peristaltic usus asi
Merangsang melepas zat epirogen oleh leukosit /diare
Peningkatan asam lambung Nyeri
Thermoregulasi tidak efektif Nyeri
Nyeri
Mempengaruhi pusat thermoregulatory di hipotalamus
Hipertermi Resti infeksi Intoleransi
Defisit Nutrisi aktivitas
Resiko ketidakseimbangan cairan
E. MANIFESTASI KLINIK
Manisfestasi klinis dari demam tifoid adalah:
1. Gejala pada anak: Inkubasi antara 5- 40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan shock, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala
6. Nyeri perut
7. Kembung
8. Mual, muntah
9. Diare
10. Konstipasi
11. Pusing
12. Nyeri otot
13. Batuk
14. Epistaksis
15. Bradikardi
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
17. Hepatomegaly
18. Splenomegaly
19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa somnolen
21. Delirium atau spikosis
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayimuda
sebagai penyakit demam akut disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo Aru,
2009)
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari
tergantung pada besar inokulum yang tertelan:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri
perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda
komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada
beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang
terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu.
Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan,
anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat
sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-
tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan
tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut
kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid
dengan demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik
merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi
mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi
biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan
organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat
menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari
persalinan. Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh
bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang,
hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang
dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan.
Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang
kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis
didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya
sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit,
kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen,
sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin
harus dilakukan.
c. Imunorologi
Widal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil
positif dinytakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat
disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi
antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina
harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan
untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah
dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui
komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien
harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah –
ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan
karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau kloramisetin
adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur
Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi
yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri
gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal
atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik
kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan
adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 - 50
mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena
dalam empat dosis yang sama.
2) Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86).
Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-
SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.
3) Ko – trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg
TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya
kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan
menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang
ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita
defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya
adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom
Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian
tinggi terutama pada anak – anak. kotrimoksazol tidak boleh
diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu
trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24
jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat
harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya
terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana
Rahardja, 2007, hal:140).
4) Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif
terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku
Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain,
ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang
mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik.
Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam
empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100
mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis).
b. Obat – obat simptomatik:
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga
kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan
pembuluh darah kapiler.

Secara fisik :
a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4
– 6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau
apakah anak mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam
kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air
buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat
naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas
Dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, kelompok umur yang
terbanyak adalah diatas 5 tahun. Factor yang mendukung terjadinya typus
abdominalis adalah iklim tropis, sosial ekonomi yang rendah, sanitasi
lingkungan yang kurang (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 178).

1.2 Status kesehatan saat ini


Keluhan utama
Demam 39C pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari (Muttaqin
& Sari, 2011, p. 491)

1.3 Alasan masuk rumah sakit


Pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat
kesadaran (apatis, delirium) (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491)

1.4 Riwayat penyakit sekarang


Pasien terinfeksi bakteri salmonella thypi akibat makan makanan yang
tidak higienis. Pasien mengatakan badannya terasa panas, mual, nyeri di
abdomen . Pasien juga tampak lemah dan pucat serta panas terasa panas
diseluruh tubuh (Wijaya A. S., 2013, p. 175)

1.5 Riwayat kesehatan terdahulu dan riwayat penyakit sebelumnya

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sakit thypoid

1.6 Riwayat penyakit keluarga


Dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita thypoid (Wijaya A.
S., 2013, p. 180)
1.7 Riwayat pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
seperti pemberian antibiotic (klorampenikol dan tiampenikol) (Wijaya A.
S., 2013, p. 178)

1.8 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum
Kesadaran
Pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran (apatis, delirium)
(Muttaqin & Sari, 2011, p. 491)

1.9 Tanda-tanda vital


Pada fase 7-14 hari didapatkan suhu tubuh 39C pada malam hari dan
biasanya turun pada pagi hari.Pada pemeriksaan nadi didapatkan
penurunan frekuensi nadi (bradikardi relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, p.
491).
1.10Body Sistem
a. Sistem pernafasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi
akan mengalami perubahan apabila terjadi respon akut dengan gejala
batuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa didapatkan adanya
komplikasi tanda dan gejala pneumonia (Muttaqin & Sari, 2011, p.
491).

b. Sistem kardiovaskuler
Keringat dingin,Penurunan tekanan darah, dan diaphoresis sering
didapatkan pada minggu pertama. Kulit pucat dan akral dingin
berhubungan dengan kadar hemoglobin. Pada minggu ketiga, respon
toksin sistematik bisa mencapai otot jantung dan terjadi miokarditis
dengan manifestasi penurunan curah jantung, nyeri dada, dan
kelemahan fisik (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491).
c. Sistem persarafan
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi
sereberal dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan
mental seperti halusinasi dan derilium. Padapasien bisa didapatkan
kejang umum yang merupakan respon terlibatnya saraf pusat dengan
infeksi tifus abdominalis (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491).
d. Sistem perkemihan
Pada kondisi berat akan dijumpai penurunan urin output respon dari
penurunan curah jantung (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491).
e. Sistem pencernaan
Inspeksi :
Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai stomatis.
Tanda ini nampak pada minggu kedua berhubungan dengan infeksi
sistemik dan endotoksin kuman.
Sering muntah
Perut kembung
Distensi abdomen dan nyeri, merupakan tanda yang diwaspadai
terjadinya perforasi dan peritonitis.
Auskultasi :
Didaptkan penurunan bising usus kali/permenit pada minggu pertama
dan terjadi konstipasi. Serta selanjutnya meningkat akibat terjadi
diare.
Perkusi :

Didapatkan suara timpani abdomen akibat kembung.


Palpasi :
Hepatomegali dan splenomegali. Pembesaran hati dan limfa
mengindikasikan infeksi RES yang mulai terjadi pada minggu kedua.
Nyeri tekan abdomen(Muttaqin & Sari, 2011, p. 492).
f. Sistem integument
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka pucat, dan yang terpenting

sering ddidaptakannya tanda roseola (Muttaqin & Sari, 2011, p. 492).

g. Sistem musculoskeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik umum, dan
didapatkan kram otot ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, p. 492).

h. Sistem Reproduksi
Pasien yang sudah menikah akan menghindari aktivitas seksual karena
harus menjalani bedrest (Nugroho, 2011, p. 189)

i. Sistem imun
Sistem imun mengalami penurunan diakibatkan oleh terinfeksinya tubuh
oleh bakteri salmonella thypi sehingga tubuh akan membuat antibody
untuk mempertahankan daya tahan tubuhnya (Nugroho, 2011, p. 188)

j. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil. Serta limpa menjadi
teraba dan abdomen mengalami distensi (Haryono, 2012, p. 68)

k. Sistem Pengindraan
Lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar dan tremor. Selain itu ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada
hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak
merata (Haryono, 2012, pp. 67-68)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
b. Gangguan Thermoregulasi
c. Diare
d. Resti kekurangan cairan tubuh
e. Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Nausea
g. Defisit Nutrisi
h. Intoleransi Aktifitas

l. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN


Diagnosa
No Tujuan Intervensi
keperawatan
1. Nyeri (0077) Nyeri berkurang dalam Manajemen Nyeri 1.08238
Penyebab : Agen waktu 1x 24 jam dengan 1.Identifikasi lokasi karakteristik,
fisiologis (mis. kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Inflamasi, -kemampuan menuntaskan nyeri.
iskemia, aktivitas meningkat 2. Identifikasi skala nyeri.
neoplasma) -keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi nyeri non verbal.
Definisi : -meringis menurun 4. Identifikasi factor yang
Pengalaman Sikap protektif berkurang mengurangi memperberat dan
sensorik atau -pasien tidak gelisah memperingan nyeri.
emosional yang -tidur berkualitas 5. Berikan teknik non
berkaitan dengan -frekuensi nadi membaik farmakologis untuk mengurangi
kerusakan -nafsu makan mebaik rasa nyeri (missal terapi music,
jaringan actual -pola tidur membaik terapi pijat dll)
atau fungsional, 6. Kontrol lingkungan yang
dengan onset memperberat rasa nyeri (mis.
mendadak atau Suhu ruangan, pencahayaan)
lambat dan 7. Fasilitasi istirahat tidur
berintensitas 8. Jelaskan penyebab, periode dan
ringan hingga pemicu nyeri.
berat yang 9. Jelaskan strategi meredakan
berlangsung nyeri.
kurang dari 3 10. Kolaborasi pemberian
bulan. analgetik, jika perlu
Data subjektif :
Pasien mengeluh
nyeri
Data objectif :
-tampak meringis
-bersikap
protektif
-gelisah
-frekuensi nadi
meningkat
-sulit tidur
-nafsu makan
berubah

2. Termoregulasi Pengaturan suhu tubuh Edukasi manajemen demam


tidak efektif berada pada rentang 1.12390
D.0149 normal dalam waktu 1x 6 1. Identifikasi kesiapan dan
Penyebab : jam dengan kriteria hasil : kemampuan menerima informasi.
Proses Penyakit. - Pasien tidak menggigil 2. Sediakan materi dan media
Definisi : - Kulit tidak memerah pendidikan kesehatan.
Kegagalan - Tidak pucat 3. Berikan kesempatan untuk
mempertahankan - Tidak takikardi bertanya.
suhu tubuh dalam - Suhu tubuh membaik 4. Jelaskan cara mengukur suhu
rentang normal. (36,5- 37,5) tubuh,nadi, pernafasan dan
Data obectif : - Suhu kulit membaik lekunan darah pasien.
- Kulit 5. Ajarkan cara mengkompres
hangat/dingin hangat.
- Menggilgil 6. Anjurkan menggunakan selimut
- Suhu tubuh hipotermi sesuai kebutuhan.
fluktuatif 7. Anjurkan menggunakan pakaian
- Pucat yang enyerap keringat.
- Takikardi 8. Anjurkan intake yang adekuat.
- Kulit 9. Ajarkan cara memonitor intake
kemerahan dan output cairan.
10. Anjurkan pemberian
analgetik, bila perlu
3. Diare D.0020 Setelah dilakukan Manajemen Diare 1.03101
Penyebab : tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab diare (mis.
Proses infeksi selama 1 x 24 jam, proses Proses infeksi, inflamasi
Definisi : defekasi normal yang gastrointestinal).
pengeluaran feses disertai dengan 2. Identifikasi riwayat pemberian
yang sering, pengeluaran feses mudah makanan.
lunak dan tidak dan konsisten, frekuensi 3. Monitor warna, volume, frekuensi
berbentuk. serta bentuk feses normal dan konsistensi tinja.
Data subjectif : dengan kriteria hasil : 4. Monitor iritasi dan ulserasi kulit
- Nyeri/kram - Pasien bisa mengontrol di daerah perianal.
abdomen pengeluaran feses 5. Monitor jumlah pengeluaran
Data Objektif : - Pasien tidak mengejan saat diare.
- Defekasi lebih defekasi 6. Monitor keamanan penyiapan
dari 3x dalam - Abdomen supel makanan.
24 jam - Nyeri abdomen berkurang 7. Berikan asupan cairan oral (mis.
- Feses - Kram abdomen berkurang Larutan gula garam, oralit)
lembek/cair - Konsistensi feses membaik 8. Pasang jalur intravena.
- Frekuensi - Peristaltic usus membaik 9. Berikan cairan intravena ( RL,
peistaltik RA)
meningkat 10. Ambil sampel darah untuk
- Bising usus pemeriksaan darah lengkap dan
hiperaktif elektrolit.
11. Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara bertahap.
12. Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas, pedas
dan yang mengandung laktosa.
13. Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas (mis. Loperamid,
difenoksilat).
14. Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses (mis. Atalpugit,
kaolin pektin).

Intoleransi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ENERGI


4 Aktivitas. keperawatan selama 1x24 jam
maka tolerasi aktifitas 1. Observasi
Penyebab meningkat dengan kriteria
hasil: Identifkasi gangguan
1. Ketidakseim -tidak mengeluh lelah fungsi tubuh yang
-frekuensi jantung tidak
mengakibatkan kelelahan
bangan antara meningkat
-merasa lemah
Monitor kelelahan fisik
suplai dan -dispneu saat / setelah
dan emosional
beraktifitas
kebutuhan
Monitor pola dan jam
oksigen tidur

Monitor lokasi dan


2. Tirah baring ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

3. Kelemahan 2. Terapeutik

Sediakan lingkungan
4. Imobilitas nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara,
kunjungan)
5. Gaya hidup
Lakukan rentang gerak
monoton pasif dan/atau aktif

Berikan aktivitas distraksi


Gejala dan Tanda yang menyenangkan

Mayor Fasilitas duduk di sisi


tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Subjektif
3. Edukasi
1. Mengeluh
Anjurkan tirah baring
lelah
Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Objektif
Anjurkan menghubungi
1. frekuensi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
jantung
Ajarkan strategi koping
meningkat untuk mengurangi kelelahan

>20% dari 4. Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli


kondisi sehat
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Gejala dan Tanda
Minor

Subjektif

1. Dispnea

saat/setelah

aktivitas

2. Merasa tidak

nyaman

setelah

beraktivitas

3. Merasa

lemah

Objektif

1. Tekanan darah

berubah >20%

dari kondisi

istirahat

2. Gambaran
EKG

menunjukan

aritmia

saat/setelah

aktivitas

3. Gambaran

EKG

menunjukan

iskemia

4. Sianosis

5Nausea Setelah dilakukan tindakanManajemen mual ;


keperawatan selama 1x24 jam, 1) Identifikasi isyarat nonverbal
Mayor : maka tingkat nausea menurun ketidaknyamanan
DS : Mengeluh dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi penyebab mual
mual - Pasien tidak mengeluh mual 3) Monitor asupan nutrisi dan kalori
Merasa ingin - Tidak merasa ingin muntah 4) Berikan makanan dalam jumlah
muntah - Berminat makan kecil dan menarik
Tidak berminat - Saliva tidak meningkat 5) Anjurkan istirahat dan tidur yang
makan cukup
DO:- 6) Anjurkan sering membersihkan
mulut
Minor : 7) Anjurkan makanan tinggi
DS : Merasa asam karbohidrat dan rendah lemak
dimulut 8) Anjurkan penggunaan tehnik
Sensasi panas / nonfarmakologi untuk mengatasi
dingin mual.
Sering menelan 9) Kolaborasi pemberian antiemetik,
DO : Saliva jika perlu.
meningkat
Pucat Manajemen muntah :
Diaforesis 1) Identifikasi karakteristik muntah
Takikardia 2) Periksa volume muntah
Pupil dilatasi 3) Atur posisi untuk mencegah
aspirasi
4) Berikan dukungan fisik saat muntah
5) Berikan cairan yang tidak
mengandung karbonasi 30 menit
setelah muntah
6) Ajarkan penggunaan tehnik non
farmakologi untuk mencegah
muntah
7) Kolaborasi pemberian anti emetik,
jika perlu

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakanManajemen nutrisi ;


keperawatan selama 1x24 jam 1) Identifikasi status nutrisi.
6 Mayor : maka status nutrisi membaik 2) Identifikasi alergi dan intoleransi
DS:- dengan kriteria hasil : makanan
DO:BB - BB tidak mengalami 3) Identifikasi makanan yang disukai
menurun penurunan 4) Identifikasi perlunya penggunaan
minimal 10% - Tidak cepat kenyang selang NGT
- Tidak nyeri abdomen 5) Monitor asupan makanan
- Nafsu makan meningkat 6) Monitor BB
Minor : - Membran mukosa tidak 7) Lakuran oral higiene sebelum
DS : Cepat pucat makan, jika perlu
kenyang - Tidak diare 8) Sajikan makanan secara menarik
Kram / nyeri dan suhu yang sesuai
abdomen 9) Berikan makanan yang tinggi serat,
Nafsu makan untuk mencegah konstipasi
menurun 10) Anjurkan posisi duduk
DO : Bising jika perlu
usus hyperaktif 11) Ajarkan diet yang
Otot mengunyah di programkan.
lemah 12) Kolaborasi pemberian medikasi
Otot menelan sebelum makan
lemah
Kolaborasi dengan ahli gizi
Membran
mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin
turun
Diare
Rambut rontok
berlebih

Resiko Observasi
7 ketidakseimbangan Monitor status hidrasi
cairan dan elektrolit Monitor berat badan harian
monitor berat badan sebelum dan
Faktor resiko:
sesudah dialisis
- prosedur
Monitor hasil pemeriksaan
pembedahan
laboratorium(Hematokrit, Na,K,Cl,
- trauma/perdar
ahan berat jenis urine,BUN)
Monitor status
- luka bakar
- Aferesis hemodinamik(MAP,CVP,PAP,PC
- Asites WP jika tersedia)
- Obstruksi Terapiutik
intestinal Catat intake output dan hitung
- Peradangan balance cairan 24 jam
pancreas Berikan asupan cairan sesuai
- Penyakit kebituhan
ginjal dan Berikan cairan intra vena,jika perlu
kelenjar
- Disfungsi Kolaborasi
intestinal Kolaborasi pemberian diuretik jika
perlu
Kondisi klinis
terkait:
- prosedur
pembedahan
mayor
- perdarahan
- Luka bakar
DAFTAR PUSTAKA

Beherman E Richard, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam. Volume 2.


Edisi 15. ECG: Jakarta.
https://samoke2012.wordpress.com/2018/09/01/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-penyakit-thypoid/ diakses pada tanggal 27 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB.

Muttaqin, A., & Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:


Salemba medika.

SDKI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wijaya, A. S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.


A
YAYASAN KARYA HUSADA KEDIRI D

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri

Website: www.stikes-khkediri.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK

I. DATA UMUM

Nama : An. A

Ruang : Gufi 2

No. Register 2010073

Umur : 10,4 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Bahasa : Indonesia

Alamat Pohrrejo 02/14

Pekerjaan : Pelajar

Penanggung jawab : Tn w
Pendidikan Terakhir : SD

Golongan Darah :-

Tanggal MRS : 16-9-20

Tanggal Pengkajian : 17 -9- 20

Diagnosa Medis : Typoid Fever

II. DATA DASAR

Keluhan Utama : Panas naik turun 1 minggu


Alasan Masuk Rumah Sakit : Ibu pasien mengatakan demam naik turun
kurang lebih 1 minggu, pusing, nyeri perut, mual, bab cair 4x di rumah.
Perut terasa nyeri berat saat dibuat gerak.sebelumnya pasien d bawa k
praktek dokter 2x dan di lakukan pemeriksaan laborat widal kemudian
langsung d rujuk ke RS Amelia.
Riwayat Penyakit Sekarang : Ibu pasien mengatakan anak nya panas naik
turun 1 minggu, pusing,nyeri perut ,mual, bab cair 4x,perut terasa nyeri
berat saat dibuat gerak
Upaya yang telah dilakukan:

Keluarga pasien sudah membawa berobat ke dokter praktek

Terapi yang telah diberikan:

Infus Kaen 3B 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

Inj.Ondancentron 5 mg prn

Inj.Dexametaxon 1A extraa

Inj. Ranitidin 2 x 1

amp PO : sanmol

tablet 3 x 1

L-bio 2x1
Riwayat Kesehatan Dahulu : Pasien mempunyai riwayat penyakit
menular.

Riwayat Kesehatan Keluarga : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit


degeneratif dari keluarganya, pasien juga tidak mempunyai riwayat alergi.

Genogram: Pasien mempunyai saudara 2 laki-laki yang terdiri dari


3bersaudara. Pasien anak

B
A

10,3 Th

Genogram: Pasien lahir dari pasangan A dan B yang mempunyai 2


saudara laki-laki yang semulanya tinggal serumah. Sudah 2 tahun ini
pasien mengikuti pondok pesantren dan jarang pulang.

KETERANGAN:

= laki-laki = meninggal

= perempuan = keluarga binaan

= serumah = lahir mati

= cerai

= lahir kembar
III.RIWAYAT ANTENATAL & POST NATAL
1. Riwayat selama kehamilan
Anak dilahirkan spontan saat usia kehamilan 9 bulan ,ANC
3x, lahir di bidan setempat, BB3000 gr,PB 49cm dan langsung
menangis.
2. Obat-obatan yang digunakan
Pasien sebelumnya minum obat parasetamol tablet 3 x 1 dan L-Bio 2x1

3. Tindakan operasi
tidak pernah mengalami tindakan operasi.

4. Riwayat alergi
Tidak punya riwayat alergi

5. Kecelakaan
tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya.

6. Imunisasi
Imunisasi
lengkap

Umur Imunisasi Keterangan

1 bulan Hepatitis B1 Lengkap

Polio tetes 1

BCG
2 bulan Polio tetes 2 Lengkap

DPT-HB-HiB 1

PCV 1
3 bulan Polio tetes 3 Lengkap

DPT-HB-HiB 2

PCV 2
4 bulan Polio tetes 4 Lengkap

DPT-HB-HiB

3 IPV

9 bulan Campak rubella Lengkap

15 bulan PCV 3 Lengkap


IV. PENGKAJIAN PERKEMBANGAN (DDST ATAU KPSP)
1. Motorik Kasar
Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang
mengatur ototmemungkinkan berkembangnya kompetensi atau
keterampilan motorik. Keterampilan motorik ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu : keterampilan atau gerak kasar, seperti berjalan,
berlari, melompat, naik dan turun tangga. saat sehat anak
mampu melakukannya.
2. Motorik Halus
mampu melakukan motoric kasar seperti menulis,
menggambar, memotong, melempar, danmenangkap bola, serta
memainkan benda-benda atau alat-alat mainan.
3. Personal Sosial
mempunyai banyak teman dan juga mempunyai teman khusus dalam
bidang olahraga futsal.,pasien juga sering menanyakan keadaan teman –
teman nya waktu di RS

4. Bahasa
Anak mampu berbahasa indonesia dengan baik,

V. RIWAYAT SOSIAL

1. Pengasuh
Anak A di asuh oleh orang tua nya sndiri
2. Hubungan dengan anggota keluarga juga saudara
Anak A mempunyai hubungan yang sangat baik dengan keluarganya.

3. Pembawaan secara umum


Baik,kadang kalua bertemu dengan orang masih suka malu dan takut.

4. Lingkungan rumah
5. Lingkungan tempat tinggal masih asri jauh dari pabrik dan industri

VI. POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan Orang


tua pasien mengatakan sudah melakukan upaya dalam
meningkatkan kesehatan anaknya.
2. Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri


Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 :
perlu bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain /
tidak mampu.

Aktivita 0 1 2 3 4
s
Mandi v

Berpakaian V

Eleminasi V

Mobilisasi di tempat tidur V

Pindah V

Ambulasi V

Naik tangga V

Makan dan minum V

Gosok gigi V

Keterangan
: Anak mampu melakukan kegiatan perawatan diri secara mandiri.

3. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah Jam Tidur Siang Pasien jarang ± 3 jam


istirahat siang

Jumlah Jam Tidur ± 3 jam ± 7 jam


Malam

Pengantar Tidur Tidak ada Tidak ada


Gangguan Tidur Tidak ada Nyeri perut tiba-tiba

Perasaan Waktu Bangun Segar Masih lemas

4. Pola Nutrisi – Metabolik


1) Berat badan sebelum sakit dan saat sakit
BB saat sakit
Tanggal Pemeriksaan BB sebelum sakit

17 September 2020 27 kg 25 kg

2) Tinggi badan atau


panjang badan 135 cm

3) Kebiasaan pemberian makanan

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


Frekuensi Makan 3x sehari Makan 3x sehari

Jenis Nasi, lauk, sayur Nasi, lauk sayur

Porsi 1 porsi 1/3 porsi

Total Konsumsi 3 porsi habis 3 porsi tidak habis


hanya 1 ½ porsi
Keluhan Tidak ada Mual dan tidak
nafsu makan

4) Diit khusus
Diit lunak rendah serat

5) Tanda kecukupan nutrisi (NCHS atau menyesuaikan


RS setempat) berat badan pasien berlebih

5. Pola Eliminasi

Eliminasi Uri

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 5-7 x sehari ± 4 x seahari

Pancaran Memancar kuat Memancar agk kuat

Jumlah ± 150 cc ± 250 cc

Bau Bau tidak tajam Bau tajam

Warna kuning Kuning keruh

Perasaan setelah BAK lega lega

Total Produksi Urin Sehari BAK ± 5-7 x Sehari BAK ± 7-8 x


sehari sehari
Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1 x sehari ± 4 x seahari

Konsistensi padat Cair

Bau Tidak tajam Tajam

Warna kuning Kuning

5. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan
bahasa indonesia.

6. Pola Konsep Diri


Pasien memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.

7. Pola Mekanisme Koping


Pasien selalu menceritakan rasa sakit nya pada orang tuanya.

8. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi


Pasien sudah di sirkumsisi pada usia ± 7 tahun.

9. Pola Hubungan – Peran


Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, dan menjalankan
peran nya sebagai anak dengan baik.
10. Pola Nilai dan Kepercayaan
KETERANGAN SEBELUM SAKIT
SAAT SAKIT
Nilai Khusus Pasien melaksanakan Pasien melaksanakan sholat
wajib sholat wajib

Praktik Ibadah Sholat 5 waktu tepat Sholat 5 waktu dilakukan


waktu. sambil duduk.

Pengetahuan tentang Sholat merupakan suatu Sholat merupakan suatu


Praktik Ibadah selama kewajiban. kewajiban.
sakit

11. Pola aktivitas bermain


tidak bisa bermain futsal seperti biasanya dikarenakan sakit.

VII. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)

1. Status Kesehatan Umum


Keadaan/ penampilan
umum:

Kesadaran : Composmentis GCS:456

BB sebelum sakit : 29kg TB:135 cm

BB saat ini : 25 kg

BB ideal : 28 kg

Perkembangan BB :turun

Status Gizi : cukup


: cukup
Status Hidrasi

Tanda – tanda vital :

TD : 90/60 mmhg
N : 112x/mnit

Suhu :37, 9 0C

RR :20x/mnit

2. Pemeriksaan Fisik ( B1 – B6 )
3. B1 (Breathing)
Inspeksi : bentuk dada simetris, irama bernafas teratur, tidak ada otot
bantu nafas.

4. B2 (Blood)

P: CRT 2”,suhu 37,9

P:-

A:S1, S2 normal, tidak ada suara tambahan

5. B3 (Brain)
I : kesadaran composmentis, GCS 456

P : tidak ada cyanosis pada mulut dan

perifer

P:-

A:-

6. B4 (Bladder)
I: Bak 7-8x/hari, warna kuning kecoklatan sedikit

pekat

P: tidak ada retensi urin,tidak terdapat nyeri tekan

P:-
A:-

7. B5 (Bowel)

Inspeksi : Abdomen kembung (+), diare (+),

benjolan (-)

Auskultasi : bising usus 28 x/menit

Palpasi :ada pembesaran hati dan limpa , nyeri tekan sekitar

umbilicus dan ulu hati, kembung.

Perkusi : hipertimpani

8. B6 (Bone)
I: pasien terlihat lemah, kulit kering,turgor kulit menurun, tidak ada lesi pada tulang bawah
maupun atas.,pucat, mukosa bibir kering,warna kulit kemerahan

P: tidak ada krepitasi, tidak ada benjolan

P:-

A:-

9. Pemeriksaan Diagnostik

1) Laboratorium
Hb : 16,4 g/dl

Leukosit : 12.390 sel/mm3

Hct :46,3 %

Trombosit : 493.000 sel/mm3

Eritrosit : 5.550.000 sel/mm3

widal test

Thypi O 1/320

Thypi H 1/320
Parathypi A

1/160

Parathypi B

1/320

2) Radiologi
Rontgen thorak dalam batas normal

3) Pemeriksaaan penunjang lainnya

Tidak ada

10. Terapi
1. Oral
Sanmol tablet 3x 1 tablet
L-bio 2x1
2. Parenteral Infus
RL 20 tpm
Inje. Ceftriaxon 2 x 1
Inj. Ondancentron 5 mg
prn Inj. Ranitidin 2 x 1
Inj. Dexametaxon 1A extra
3. Lain – lain
-
ANALISIS DATA

No DATA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN MASALAH


1 DS:Pasien mengatakan perut Kuman salmonela masuk saluran Nyeri(D.0076)
terasa nyeri gastrointestinal
DO:
-Pasien tampak memegangi
perutnya Masuk usus halus
-scala nyeri 5
-Pasien tampak menyeringai
kesakitan
-gelisah Pembuluh darah limfe
-sulit tidur

Berkembangbiak di hati dan limfe

Hiperplasia plak peyer

Pembesaran limfe dan splen

Penurunan/peningkatan peristaltic usus

Peningkatan asam lambung

Nyeri

2 DS: ibu pasien mengatakan Thermoregulasi tidak


badan terasa panas Kuman salmonela masuk saluran efektif(D.0149)
DO: gastrointestinal
-Badan teraba panas
-kulit kemerahan
-menggigil
-suhu tubuh 37,9 Masuk usus halus
-takikardia
-pucat

Pembuluh darah limfe

Berkembangbiak di hati dan limfe

Peredaran darah
endotoksin

terjadi kerusakan sel,sehingga merangsang


pelepasan zat epirogen oleh leukosit

Mempengaruhi pusat thermoregulasi di


hipotalamus

3 DS:Pasien mengatakan bab Kuman salmonela masuk saluran Diare(D.0020)


cair 4x gastrointestinal
DO:
-Bab cair 4x
-peristaltic usus meningkat Masuk usus halus

Pembuluh darah limfe

Berkembangbiak di hati dan limfe

Hiperplasia plak peyer

Pembesaran limfe dan splen

Penurunan/peningkatan peristaltic usus

Diare

4 DS:Pasien mengatakan mual Kuman salmonela masuk saluran Nausea (D.0076)


dan merasa ingin muntah. gastrointestinal
DO:
-pasien tampak mual
-tidak berminat makan Masuk usus halus
-Pucat
Pembuluh darah limfe

Berkembangbiak di hati dan limfe

Nausea

5 DS:Pasien mengeluh leleah Kuman salmonela masuk saluran Intolensi Aktifitas


DO: gastrointestinal (D.0056)
-merasa lemah
-frekuensi jantung meningkat
-dispneu saat / setelah Masuk usus halus
beraktifitas.

Pembuluh darah limfe

Berkembangbiak di hati dan limfe

Hiperplasia plak peyer

Pembesaran limfe dan splen

Penurunan/peningkatan peristaltic usus

Peningkatan asam lambung

Nyeri

Intolenransi Aktivitas
DIAGNOSIS PRIORITAS
1. (D.0077)Nyeri acut berhubungan dengan : Agen fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) di
buktikan dengan :Pasien mengeluh nyeri, pasien tampak menyeringai kesakitan,,gelisah , sulit tidur,
bersikap protektif., scala nyeri 5
2. (D.0149)Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan pasien
mengeluh badan nya panas,badan teraba panas, kulit kemerahan, menggigil,suhu tubuh 37,9 ,takikardia,
pucat
3. (D.0020) Diare berhubungan dengan proses infeksi di buktikan denganpasien mengatakan bab cair 4x
sehari , nyeri atau kram perut,bab cair lebih dari 4x,peristaltic usus meningkat
4. (D.0076) Nausea berhubungan dengan iritasi lambung dibuktikan dengan mual dan merasa ingin
muntah,tidak berminat makan, pucat.
5. (D.0056)Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan tirah baring di buktikan dengan pasien mengeluh
Lelah,merasa lemah,frekuensi jantung meningkat,dispneu saat/setelah beraktifitas.
IV. PLANING
TGL Diagnosa
No SLKI SIKI
keperawatan
1. 17 (D.0077)Nyeri Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
Septemb acut berhubungan perawatan selama 1x24jam 1. Identifikasi lokasi karakteristik,
er 2020 dengan : Agen maka tingkat nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas,
fisiologis (mis. dengan kriteria hasil : intensitas nyeri.
Inflamasi, -Pasien tidak mengeluh 2. Identifikasi skala nyeri.
iskemia, nyeri perut. 3. Identifikasi nyeri non verbal.
neoplasma) di 4. Identifikasi factor yang
-meringis menurun
buktikan dengan mengurangi memperberat dan
Sikap protektif berkurang
:Pasien mengeluh memperingan nyeri.
-pasien tidak gelisah
nyeri, pasien -tidur berkualitas 5. Berikan teknik non
tampak farmakologis untuk mengurangi
-frekuensi nadi membaik
menyeringai -pola tidur membaik,scala rasa nyeri (missal terapi music,
kesakitan,,gelisah nyeri 0 terapi pijat dll)
, sulit tidur,
bersikap 6. Fasilitasi istirahat tidur
7. Kolaborasi pemberian analgetik,
protektif., scala
jika perlu
nyeri 5
2. 17 (D.0149)Term Setelah dilakukan Edukasi Manajemen hipertermi
Septemb oregulasi tidak tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
er 2020 efektif selama 1x 24jam di kemampuan menerima informasi.
berhubungan harapkan thermoregulasi 2. Sediakan materi dan media
dengan proses membaik dengan kriteria pendidikan kesehatan.
penyakit hasil: 3. Berikan kesempatan untuk
dibuktikan -Pasien tidak mengeluh bertanya.
dengan pasien badan panas 4. Jelaskan cara mengukur suhu
mengeluh - Pasien tidak menggigil tubuh,nadi, pernafasan dan
badan nya - Kulit tidak memerah lekunan darah pasien.
panas,badan - Tidak pucat 5. Ajarkan cara mengkompres
teraba panas, - Tidak takikardi hangat.
kulit - Suhu tubuh membaik 6. Anjurkan menggunakan selimut
kemerahan, (36,5- 37,5) hipotermi sesuai kebutuhan.
menggigil,suh - Suhu kulit membaik 7. Anjurkan menggunakan pakaian
u tubuh 37,9 yang menyerap keringat.
,takikardia, 8. Anjurkan intake yang adekuat.
pucat 9. Ajarkan cara memonitor intake
dan output cairan.
10. Anjurkan pemberian
analgetik, bila perlu

3. 10 (D.0020)Diare Setelah dilakukan Manajemen Diare


September berhubungan
2020 dengan proses tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab diare (mis.
infeksi di buktikan
denganpasien
mengatakan bab
cair 4x sehari ,
nyeri atau kram
perut,bab cair
lebih dari
4x,peristaltic usus
meningkat
:
selama 1 x 24 jam,maka Proses infeksi, inflamasi
eliminasi fecal membaik gastrointestinal).
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi riwayat pemberian
Konsistensi feses , makanan.
frekuensi defekasi ,dan 3. Monitor warna, volume, frekuensi
peristaltic usus membaik dan konsistensi tinja.
4. Monitor iritasi dan ulserasi kulit
di daerah perianal.
5. Monitor jumlah pengeluaran
diare.
6. Monitor keamanan penyiapan
makanan.
7. Berikan asupan cairan oral (mis.
Larutan gula garam, oralit)
8. Pasang jalur intravena.
9. Berikan cairan intravena
( Terpasang infuse Kaen 3B 20
tpm)
10. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit.
11. Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara bertahap.
12. Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas, pedas
dan yang mengandung laktosa.
13. Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas (L-bio 2x 1).
17 sep 20
4 (D.0076)Nausea
Setelah dilakukan tindakan Manajemen mual ;
berhubungan
dengan iritasikeperawatan selama 1x24 jam 1)Identifikasi isyarat nonverbal
lambung dibuktikan ketidaknyamanan
dengan mual danmaka tingkat nausea menurun
1) Identifikasi penyebab mual
merasa ingindengan kriteria hasil:
muntah,tidak 2) Monitor asupan nutrisi dan kalori
berminat makan,-tidak mual dan tidak merasa 3) Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
pucat. ingin muntah.
4) Anjurkan istirahat dan tidur yang
-berminat untuk makan
-Tidak pucat. cukup
5) Anjurkan sering membersihkan
mulut
6) Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
7) Anjurkan penggunaan tehnik
nonfarmakologi untuk mengatasi
mual.

Kolaborasi pemberian antiemetik,


jika perlu

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1x24 jam Manajemen Energi
17 sep 20
5 (D.0056)Intoleransi maka tolerasi aktifitas
Aktifitas meningkat dengan kriteria Identifkasi gangguan
berhubungan hasil: fungsi tubuh yang mengakibatkan
dengan tirah baring
-tidak mengeluh lelah kelelahan
di buktikan dengan-frekuensi jantung tidak
mengeluh
pasien meningkat
Lelah,merasa -merasa lemah Monitor kelelahan fisik
lemah,frekuensi -dispneu saat / setelah dan emosional
jantung beraktifitas
meningkat,dispneu Monitor pola dan jam
saat/setelah tidur
beraktifitas.
Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)

Lakukan rentang gerak


pasif dan/atau aktif

Berikan aktivitas distraksi


yang menyenangkan

Fasilitas duduk di sisi


tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Anjurkan tirah baring

Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap

Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang

Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
V. IMPLEMENTASI

NO DIAGNOS TANGGAL IMPLEMENTASI


A /JAM
1117 KET.
(D.0076)September
2020
12.00 1. mengidentifikasi lokasi nyeri
perut sekitar umbilicus dan ulu
hati tembus pinggang,
karakteristik nyeri tajam,
intensitas nyeri hilang timbul.
2. Mengidentifikassi skala nyeri
3. Mengisentifikasi nyeri pasien
saat menyeringai/meringis.
4. Memberikan teknik
mendengarkan music dan
kompres hangat pada sekitar
perut untuk mengurangi nyeri.
5. Mengontrol lingkungan
dengan membatasi penunggu
pasien, penunggu pasien hanya
1 orang.
6. Menjelaskan penyebab nyeri
terjadi karena proses infeksi,
pemicu nyeri makanan yg
berlemak, aktifitas yg
berlebihan.
7. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri yaitu dengan
kompres hangat di sekitar
perut, terapi music.
8. Melakukan kolaborasi pada
pemberian analgesik
paracetamol ½ tab
2 2 17
(D.0149)
September
2020 1. Mengidentifikasi kesiapan dan
12.0 menerima informasi tentang
perawatan pasien thypoid fever
2. Memberikan kesempatan
untuk bertanya. Pasien
bertanya tentang hasil
labolaturium.
3. Menjelaskan cara mengukur
suhu tubuh
4. Menganjurkan menggunakan
selimut tipis
5. Menganjurkan menggunakan
pakaian yang tipis dan
berbahan katun
6. Menganjurkan minum yang
banyak dan sering
7. Mengajarkan memonitor air
yang diminum dan BAK yang
keluar
8. Menganjurkan pemberian anti
piretik injeksi berupa antrain
3x1 ampul
3 3 17
(D.0020) 1. Mengidentifikasi penyebab
September diare karena proses infeksi
2020 2. Memonitor warna tinja
12.00 3. Memonitor tanda dan gejala
hypovolemia
4. Memonitor jumlah
pengeluaran diare
5. Memberikan asupan cairan
oral dengan pemberian oralit
6. Memberikan cairan intravena
berupa infus Kaen 3B 20 tpm
7. Mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan darah
lengkap
8. Menganjurkan makan sedikit
tapi sering
9. Menghindari makanan yang
membentuk gas, pedas dan
yang manis
EVALUASI

NO DIAGNOSA TANGGAL/JAM EVALUASI KET.


1 (D.0076) 17 September S : Pasien mengatakan
2020 masih nyeri perut
14.00 . O : k/cukup T: 110/70
N:80x/mnit, S: 37,5 C,
RR:16x/mnit. Skala nyeri
4.tampak memegangi
perutnya,menyeringai
kesakitan,
A : Masalah teratasi
sebagian
P: Rencana dilanjutkan
(1,2,4,7,8)
2 (D.0149) 17 September S : pasien
2020 mengatakan menggigil
14.00 O : k/u cukup T:
110/70mmhg,
N:80x/mnit S:37,5C, rr
:16x/mnit
Kulit memerah, turgor
kulit kurang elastis,
mukosa bibir
kering,,tampak menggigil
A: Masalah teratasi
sebagian.
P : Rencana dilanjutkan
sebagian (2,3,6)
3 (D.0020) 17 September S: pasien mengatakan
2020 BAB 2x cair
14 .00 O : k/u cukup T:
110/70mmhg,
N:80x/mnit S:37,8C, rr
:16x/mnit
Turgor kulit kurang
elastis, mukosa bibir
kering, konsistensi feses
cair
A: Masalah teratasi
sebagian
P : Rencana dilanjutkan
(2,3,6,8,9,10)
4. (D.0076) 17 September
2020 S: Pasien mengatakan
masih mual tapi sudah
14.00 berkurang.
O: Ku cukup T 110/70 N
80x/mnt S:37,5 porsi
makan habis ½ porsi,
A: Masalah teratasi
sebagian
P:Rencana dilanjutkan
(1,3,4,9)

17 September
5. (D.0056) 2020 S: Pasien mengatakan
14.00 masih lemah
O:Ku cukup T 110/70
N 80 x/mnt S:37,5
pasien tampak lemah,
A:Masalah teratasi
sebagian
P: Rencana dilanjutkan
(2,5,6,8)
Q:

Anda mungkin juga menyukai