Anda di halaman 1dari 20

BENDA ASING DI HIDUNG

Disusun oleh :
John Siow Hee Ginn 130100
Alamsyah Prasetyo Ks 140100095
Filza Aldina Humaira 140100
Devi Narayani Manohar 150100
Asuvini 150100
Shobana 150100

Pembimbing :

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Benda asing (corpus alienum) di hidung adalah benda asing yang berasal dari luar

tubuh atau dalam tubuh, dimana pada keadaan normal tidak terdapat pada hidung tersebut.

Kasus benda asing di hidung sering ditemui oleh dokter di pelayanan kesehatan primer.

Kasus ini paling sering dialami oleh anak dan balita. Terdapat dua jenis benda asing, yaitu

benda hidup (organik) dan benda mati (anorganik). Contoh benda asing organik, antara lain

lalat, lintah, cacing, kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan), tulang (yang

berasal dari kerangka binatang) sedangkan benda asing anorganik, misalnya manik-manik,

paku, jarum, peniti dan lain-lain.

Benda asing di hidung merupakan salah satu kedaruratan di bidang telinga hidung

tenggorok yang cukup sering terjadi pada anak-anak. Kebanyakan kasus benda asing

asimtomatik dan terdapat sekitar 11% dari seluruh kedaruratan dibidang telinga hidung dan

tenggorok.3

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing dalam hidung antara lain

faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial dan tempat tinggal), kegagalan

mekanisme proteksi normal (keadaan tidur, penurunan kesadaran, alkoholisme, dan epilepsi),

ukuran, bentuk, serta sifat benda asing, serta faktor kecerobohan . Benda asing dapat dapat

menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas bila masuk ke saluran nafas bawah.6

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1.1 Anatomi Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya

dari atas ke bawah :1

1. Pangkal hidung (bridge).

2. Batang hidung (dorsum nasi).

3. Puncak hidung (hip).

4. Ala nasi.

5. Kolumela.

6. Lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau menyempitkan lubang

hidung. Kerangka tulang terdiri dari :1

1. Tulang hidung (os nasal)

2. Prosesus frontalis (os maksila)

3. Prosesus nasalis (os frontal)

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di

bagian bawah hidung, yaitu :1

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.

3
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala

mayor.

3. Tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares

posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise). 1

Gambar 2.1. Anatomi hidung tampak lateral dan medial

Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium

pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.1

4
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah

konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya rudimenter.1

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung. Terdapat meatus yaitu meatus

inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus

etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus

sfenoid.1

Batas Rongga Hidung

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina

kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang

(kribrosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior,

atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.1

Vaskularisasi

Bagian atas rongga hidung divaskularisasi oleh arteri etmoidalis anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna.1

Bagian bawah rongga hidung divaskularisasi oleh cabang arteri maksilaris interna,

diantaranya arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina. Arteri sfenopalatina keluar dari

foramen sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka

media.1

5
Bagian depan hidung divaskularisasi oleh cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.

labialis superior, dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach (little's area).1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.1

Jaringan limfatik

Jaringan limfatik berasal dari mukosa superfisial. Jaringan limfatik anterior bermuara

di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan limfatik posterior terbagi

menjadi tiga kelompok. Kelompok superior bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea.

Kelompok media menuju ke kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior menuju ke kelenjar

limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna.1

Innervasi

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis

anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n. oftalmikus. Rongga

hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik dari nervus maksilla melalui

ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksilaris, serabut

parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus

profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung posterior konka

media.1

6
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina

kribrosa dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu

pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 1

2.1.2 Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasalis adalah: 1

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik

lokal,

2. Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk

menampung stimulus penghidu,

3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan

mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,

4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma

dan pelindung panas, dan

5. Refleks nasal, dimana mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan

dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat menyebabkan

refleks bersin dan napas berhenti, rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi

kelenjar liur, lambung dan pankreas.3

7
2.2 Benda Asing Di Hidung

2.2.1 Definisi

Benda asing (corpus alienum) di hidung adalah benda asing yang berasal dari luar

tubuh atau dalam tubuh, dimana pada keadaan normal tidak terdapat pada hidung tersebut.

Benda asing di hidung merupakan salah satu kedaruratan di bidang telinga hidung tenggorok

yang cukup sering terjadi pada anak-anak. Kebanyakan kasus benda asing asimtomatik dan

terdapat sekitar 11% dari seluruh kedaruratan dibidang telinga hidung dan tenggorok.3

2.2.2 Klasifikasi Benda Asing

Benda asing eksogen dapat berupa zat padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat

terdiri atas zat organik (yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan dan yang

berasal dari kerangka binatang seperti tulang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti,

dan batu. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda asing yang bersifat iritatif dan non-

iritatif. Benda asing endogen berupa sekret kental, darah, bekuan darah dan lain-lain. Berikut

adalah jenis-jenis benda asing berdasarkan asalnya:3

1. Benda asing eksogen, yaitu yang berasal dari luar tubuh, biasanya masuk melalui hidung

atau mulut. Benda asing eksogen dapat berupa zat padat, cair atau gas. Benda asing

eksogen padat terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan (yang berasal dari

tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik

seperti paku, jarum, peniti, batu, kapur barus (naftalen) dan lain-lain. Benda asing

eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda

cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.

2. Benda asing endogen, yaitu yang berasal dari dalam tubuh. Benda asing endogen dapat

berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkejuan, dan membran

8
difteri. Cairan amnion, mekonium dapat masuk ke dalam saluran napas bayi pada saat

proses persalinan.2

Berdasarkan sifatnya benda asing dibagi menjadi benda asing mati dan benda asing hidup.

1. Benda asing hidup, yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah, dan cacing.

a. Larva lalat

Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung manusia dan

hewan di Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies Chryssomya bezziana.

Chrysomya bezziana adalah serangga yang termasuk dalam famili Calliphoridae,

ordo diptera, subordo Cyclorrapha, kelas Insecta. Lalat dewasa berukuran sedang

berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10 mm, bergaris gelap pada

toraks dan pada abdomen bergaris melintang. Larva mempunyai kait-kait di bagian

mulutnya berwarna coklat tua atau coklat orange. Lalat dewasa meletakkan telurnya

pada jaringan hidup dan hewan berdarah panas yang hidup liar dan juga pada

manusia misalnya pada luka, lubang-lubang pada tubuh seperti mata, telinga,

hidung, mulut dan traktus urogenital.3,7

b. Lintah

Lintah (Hirudinaria javanica) merupakan spesies dari kelas hirudinae.

Hirudinea adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk

dalam filumannelida. Anggota jenis cacing ini tidak mempunyai rambut, parapodia,

dan seta. Tempat hidup hewan ini ada yang berada di air tawar, air laut, dan di darat.

Lintah merupakan hewan pengisap darah. Pada tubuhnya terdapat alat pengisap di

kedua ujungnya yang digunakan untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat

mengisap, lintah ini mengeluarkan zat penghilang rasa sakit dan mengeluarkan zat

anti pembekuan darah sehingga darah korban tidak akan membeku. Setelah kenyang

9
mengisap darah, lintah itu akan menjatuhkan dirinya ke dalam air. Bentuk tubuh

lintah ini pipih, bersegmen, mempunyai warna kecokelatan, dan bersifat hemaprodit.

Lintah menghisap darah pasien sehingga akan memperbesar ukurannya, itu akan

menyebabakan lintah sulit diambil. Pasien bisa saja mengalami syok akibat

kehilangan darah, sehingga pasien membutuhkan transfusi darah.10

Gambar 2.2 Lintah hidup di hidung

c. Cacing

Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus yang masih menjadi masalah di

negara berkembang seperti Indonesia. Hidung dapat menjadi Port d’entry atau

tempat cacing tersebut bermigrasi dari usus untuk mendapatkan oksigen yang lebih

banyak.

2. Benda asing mati, yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam, kancing baju. Kapur

barus merupakan kasus yang jarang namun mengandung naftalen yang bersifat sangat

mengiritasi. Kasus baterai logam di hidung juga harus diperlakukan sebagai kasus gawat

darurat yang harus dikeluarkan segera, karena kandungan zat kimianya yang dapat

bereaksi terhadap mukosa hidung.3

10
Gambar 2.3 Manik-manik di bawah konka inferior

Berdasarkan konsistensinya benda asing dapat juga digolongkan menjadi benda asing

yang lunak seperti kertas, kain, penghapus, sayuran, dan benda asing yang keras seperti

kancing baju, manik-manik, baterai dan lain-lain.1

2.2.3 Etiologi Dan Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi pada kasus benda asing di hidung antara lain:

a. Faktor Personal : Umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal

b. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal: keadaan tidur, kesadaran menurun,

alkoholisme dan epilepsy

c. Faktor fisik: kelainan dan penyakit neurologik

d. Ukuran dan bentuk benda asing

e. Faktor kecerobohan6

11
2.2.4 Epidemiologi

Sebesar lima puluh persen kasus benda asing di saluran nafas terjadi pada anak yang

berumur kurang dari 4 tahun. Bayi di bawah 1 tahun yang gawat napas karena aspirasi benda

asing merupakan penyebab utama kematian. Kacang atau biji tumbuhan lebih sering

teraspirasi pada anak yang berumur 2-4 tahun karena belum memiliki gigi molar yang

lengkap dan belum dapat mengunyah makanan dengan baik. Benda asing pada hidung lebih

sering terjadi pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun karena anak yang berumur 2-4 tahun

cenderung memasukkan benda-benda yang ditemukan dan dapat dijangkau ke dalam lubang

hidung, mulut, atau oleh teman bermain. Selain itu pada anak yang berusia 1-3 tahun belum

terjadi koordinasi menelan dan penutupan glottis yang sempurna.3,4 Pada anak-anak juga

sering ditemukan benda asing pada bagian anterior kavum nasi hingga ke bawah konka

inferior dan medial. Kavum nasi kanan lebih sering terkena pada anak-anak, hal ini

disebabkan oleh karena bnyak anak yang lebih dominan memakai tangan kanan.7

2.2.5 Patogenesis

Benda asing mati (inanimate foreign body) pada hidung dapat menyebabkan edema

dan inflamasi mukosa hidung sehingga dapat terjadi ulserasi, epistaksis, jaringan granulasi,

dan dapat berlanjut menjadi sinusitis. Sedangkan benda asing hidup (animate foreign bodies)

dapat menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat yang bervariasi, dari infeksi lokal sampai

destruksi massif tulang rawan dan tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi yang

dalam dan bau. Cacing askariasis dapat menimbulkan iritasi pada hidung karena gerakannya.3

12
2.2.6 Manifestasi Klinis

Gejala sering tidak ada sehingga luput dari perhatian orang tua dan bertahan untuk

waktu yang lama. Dapat timbul rinolith disekitar benda asing. Gejala yang paling sering

adalah:3

 Hidung tersumbat

 Rinore unilateral dengan cairan yang kental dan berbau

 Nyeri

 Demam

 Epistaksis

 Bersin

Benda asing seperti karet busa sangat cepat menimbulkan sekret yang berbau busuk. Hal

ini dikarena kan proses dari peradangan-peradangan yang terjadi di sekeliling benda asing

sehingga berakumulasinya jaringan epitel yang mati, sel-sel leukosit dan mediator-mediator

inflamasi. Tak jarang pula akibat benda asing yang tidak segera dikeluarkan, akan

menimbulkan infeksi sekunder.

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing di saluran napas ditegakkan berdasarkan anamnesis

adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul "choking" (rasa tercekik), gejala, tanda,

pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai

pemeriksaan penunjang.2 Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian orang

tua karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu lama. Gejala paling sering muncul

adalah hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Diagnosis pasti

benda asing di saluran napas ditegakkan setelah dilakukan tindakan rinoskopi yaitu terlihat

13
benda asing di kavum nasi. Penggunaan nasoendoskopi atas indikasi diagnostik dan terapi

jika dengan rinoskopi anterior sulit dinilai lokasi benda asing tersebut. 3,7

Anamnesis yang cermat perlu ditegakkan, karena kasus aspirasi benda asing sering

tidak segera dibawa ke dokter pada saat kejadian. Dalam satu penelitian, presentasi pasien

datang lebih dari 48 jam setelah memasukkan benda asing di hidung menyumbang 14% dari

semua kasus. Anamnesis dengan pasien, orangtua, dan pegasuh haruslah menyeluruh agar

jelas dalam mengidentifikasi jenis benda asing dan memudahkan dalam penatalaksanaan

nantinya.7

Secara klinis yang paling umum adalah penyumbatan hidung unilateral. Dokter harus

memikirkan diagnosis benda asing pada semua pasien dengan iritasi hidung, epistaksis,

bersin, mendengkur, sinusitis, stridor, mengi, atau demam. Beberapa penulis bahkan telah

melaporkan menemukan benda asing sebagai etiologi pasien dengan klinis tidak biasa, seperti

mudah marah, halitosis (bau napas yang tidak menyenangkan), atau bromhidrosis umum

(malodor tubuh). Untuk menghindari komplikasi dan pengobatan tertunda, dokter harus

mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi untuk diagnosis ini.8

Kecurigaan benda asing di dalam hidung dapat muncul apabila pasien datang dengan

usia anak-anak, hidung terasa tersumbat unilateral, sekret unilateral kavum nasi yang kronik,

nyeri di hidung tanpa penyebab yang jelas, atau gejala yang menyertai seperti bersin-bersin,

mendengkur, dan bernapas melalui mulut. Gejala yang paling sering adalah hidung

tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa

nyeri, demam, epistaksis, dan bersin. Benda asing, seperti karet busa, sangat cepat

menimbulkan sekret yang berbau busuk.3,7

Pemeriksaan fisik merupakan hal terpenting untuk mendiagnosis serta dibutuhkan

kerjasama yang baik dengan pasien maupun orangtua pasien. Pasien harus dalam keadaan

imobilisasi agar memudahkan pemeriksaan, oleh karena itu terkadang dibutuhkan obat-obat

14
sedatif pada pasien pediatrik. Kadang-kadang, bukti trauma lokal mungkin ada, dengan

eritema, edema, perdarahan, atau keduanya. Apabila benda asing sudah terlalu lama di dalam

rongga hidung, biasanya muncul temuan klinis lainnya seperti adanya discharge hidung dan

bau busuk. Pada pemeriksaan, tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan

dapat terjadi ulserasi.3,7

Hampir seluruh kasus benda asing pada hidung tidak memerlukan pemeriksaan

penunjang. Namun terdapat pengecualian pada kasus benda asing berjenis metal yang

memberikan gambaran radiolusen pada foto X-Ray.3

2.2.8 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan benda asing di saluran napas adalah mengeluarkan benda tersebut

dengan segera dalam kondisi paling maksimal dan trauma yang minimal. Pengeluaran benda

asing di hidung tampaknya sederhana tetapi terdapat morbiditas potensial karena dapat terjadi

kerusakan mukosa dan kematian akibat terjatuhnya benda asing ke dalam saluran napas

distal. 12,13,14

Pasien mungkin dapat mengeluarkan benda asing hanya dengan meniup hidung

sementara lubang hidung yang berlawanan ditutup. Jika ini gagal atau jika benda asing

hidung terdapat pada anak kecil yang tidak kooperatif, ventilasi tekanan positif dapat

disampaikan melalui mulut pasien. Orang tua meliputi mulut anak sekaligus menutup lubang

hidung yang tidak ada benda asing dengan jari lalu tiupkan udara dengan cepat, lembut, dan

tidak boleh menggunakan volume besar atau napas tekanan tinggi. Barotrauma telinga dapat

terjadi akibat ventilasi tekanan positif ini. Tekanan positif juga dapat disampaikan melalui

mulut menggunakan kantong masker (Ambu Bag) atau melalui hidung menggunakan oksigen

tubing.12

15
Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung adalah dengan memakai pengait

(hook) yang dimasukkan ke dalam hidung di bagian atas menyusuri atap kavum nasi sampai

menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik ke depan sehingga

benda asing ikut terbawa ke luar. Cunam nortman atau “wire loop” dapat juga digunakan

apabila tersedia. Anestesi lokal dengan premedikasi yang tepat, vasokonstriksi lokal, dan

visualisasi yang baik dapat mengurangi edema mukosa pada saat pengambilang benda asing

hidung. Pengambilan benda asing dapat menggunakan forceps, kait melengkung, loop

serumen, suction catheter atau balloon-tip catheter (5 atau 6 French Foley) yang dilewatkan

dari benda asing lalu digembungkan balonnya, dan tarik balon tersebut ke depan sehingga

menggerakkan benda asing ke nares anterior. Antibiotik sistemik selama 5-7 hari hanya

diberikan pada kasus benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun

sinus.12,13,14

Perlu diberikan edukasi kepada orangtua dan masyarakat tentang bahaya masuknya

benda asing ke dalam saluran napas. Orangtua diminta menjauhkan benda tersebut dari

jangkauan anak-anak. Serta perlunya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan paramedis

dalam mendiagnosis dan menangani pasien dengan benda asing pada saluran napas.11

2.2.9 Komplikasi

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi, meskipun hal ini hanya

bersifat minimal dan hilang dengan tampon sederhana. Selain itu benda asing pada hidung

juga dapat menyebabkan iritasi dan reaksi inflamasi hingga menyebabkan hidung

mengeluarkan sekret yang mukopurulen dan mengalami obstruksi. Benda asing juga dapat

menyebabkan infeksi pada mukosa hidung. Tidak jarang pasien datang dengan sudah adanya

perforasi septum.9

16
Pada pasien dengan benda asing yang tidak dikeluarkan, akan mencetuskan terjadinya

rinolit. Rinolit terjadi karena adanya benda asing yang telah lama tinggal dalam hidung

(misalnya sejak kecil), kemudian terbungkus oleh endapan garam-garam kalsium atau

magnesium sebagai ikatan fosfat atau karbonat yang berasal dari lacrima. Kalsifikasi benda

asing di hidung dulunya dikenal dengan rinolit palsu (false rhinoliths) atau rinolit benar (true

rhinoliths). Saat ini, istilah-istilah ini telah digantikan oleh eksogen dan endogen, tergantung

apakah ada atau tidak ada inti. Rinolit dapat terbentuk dari bahan di luar tubuh manusia yang

masuk ke dalam hidung dan yang tersisa di dalam rongga hidung seperti batu berbentuk

cherry, batu, nasal swab yang tertinggal, atau benda semacam ini yang disebut eksogen.

Rinolit endogen adalah bahan-bahan yang dikembangkan yang berasal di sekitar tubuh

sendiri misalnya, gigi ektopik di sinus maksilaris, disekap tulang, bekuan darah yang

mengering di rongga hidung, dan lendir mengeras. Sekitar 20% dari rinolit berasal dari materi

endogen.10,11

17
BAB 3

DISKUSI

Benda asing (corpus alienum) di hidung adalah benda asing yang berasal dari luar

tubuh atau dalam tubuh, dimana pada keadaan normal tidak terdapat pada hidung tersebut.

Kasus benda asing di hidung sering ditemui oleh dokter di pelayanan kesehatan primer.

Kasus ini paling sering dialami oleh anak dan balita. Terdapat dua jenis benda asing, yaitu

benda hidup (organik) dan benda mati (anorganik). Contoh benda asing organik, antara lain

lalt, lintah, cacing, kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan), tulang (yang

berasal dari kerangka binatang) sedangkan benda asing anorganik, misalnya manik-manik,

paku, jarum, peniti dan lain-lain.

Penatalaksanaan benda asing di hidung pada anak-anak cukup sulit karena biasanya

pasien anak-anak sulit untuk kooperatif. Hal ini disebabkan oleh ketakutan anak-anak yang

berlebihan serta diperparah dengan ketakutan mereka akibat nyeri yang ditimbulkan saat

mengeluarkan benda asing di hidung sebelumnya baik oleh orang tua maupun tenaga

kesehatan.1

Kerjasama antara pasien dan pemeriksa sangat diperlukan untuk mengeluarkan benda

asing dari hidung. Pasien biasanya diperiksa dalam posisi duduk. Pada anak-anak, sebaiknya

dipangku dan dipegang erat oleh orang tuanya sambil duduk di kursi pemeriksaan agar

tenang sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi.5,6

Terdapat beberapa metode dalam mengeluarkan benda asing di hidung, seperti dengan

memakai pengait (hook) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap

kavum nasi sencara menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik

kedepan. Dapat pula menggunakan forsep aligator, cunam Nortman atau “wire loop”. Bila

benda asing berbentuk bulat, maka sebaiknya digunakan pengait yang ujungnya tumpul.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. 2012. Hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi ke 7. Jakarta: FKUI

2. Junizaf MH. 2012. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok edisi ke 7. Jakarta: FKUI

3. Novialdi, Rahman S. 2006. Benda Asing Batu Kerikil di Bronkus. Bagian Telinga

Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas Padang. http://repository.unand.ac.id/ diunduh pada tanggal 28 Agustus

2016.

4. Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

5. Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. 2014.

Benda asing di hidung. Jakarta: IDI.

6. Davies PH, Benge JR. 2000. Foreign Body. The Nose and Ear: A Review Techniques

for Removal in the Emergency Department.

7. Fischer JI. 2013. Nasal Foreign Body, http//emedicine.medscape.com/article/763767-

overview. Diakses 28 Agustus 2016

8. Heim SW, Maughan KL. Foreign Body. The Ear, Nose, and Throat. Virginia. Am

Fam Physician. 2007.76: Pg. 1185-9.

9. Gregori,Dario, Lorenzo Salerni, Cecilia Scarinzi. Foreign Body in the nose causing

complications and requiring hospitalization in children 0-14 age. University of

Torino. ENT Department.2008 vol 46: 28-33.

10. Patil, Karthikeya, Mahima V Guledgud, Malleshi Suchettha N. Rhinoliths.

http://www.ijdr.in/ di unduh tanggal 28 Agustus 2016

19
11. Detlef B, Randolf R. The Rhinolith—A Possible Differential Diagnosis of a

Unilateral Nasal Obstruction. Hindawi Publishing Coorporation. 2010.

12. Heim SW, Maughan KL. Foreign Body in the Ear, Nose, and Throat. University of

Virginia School of Medicine, Charlottesville, Virginia. Am Fam Physician.

2007:76(8): 1185-89.

13. Junizaf MF. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,

Bashirudin J, Restuti RD. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. Edisi 6. Cetakan I. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :

Jakarta. 2007. Hal: 259-65.

14. Kalyanasundaram R, Thirunavukkarasu R, Balasubramaniam G, Palaniappan H. An

Unusual Foreign Body in the Nasal Cavity. International Journal of Otolaryngology

and Head & Neck Surgery. Department of ENT Thanjavur Medical College. India.

2014:3:267-70.

20

Anda mungkin juga menyukai